Disusun Oleh :
Mohamad Fikih
Diajukan Kepada :
Dr. Muhardi Dj, Sp.P
a. Definisi (4,5)
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi dari
Mycobacterium tuberculosis, suatu basil tahan asam yang merupakan organisme
patogen maupun saprofit. Kuman ini dapat bersifat dormant, yaitu kuman dapat
bangkit kembali dan menjadi aktif kembali.
Sifat lain dari kuman ini ialah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman
lebih menyenangi jaringan yang kadar oksigennya tinggi. Tekanan oksigen pada
bagian apikal paru-paru lebih tinggi dibanding bagian yang lain, sehingga bagian ini
merupakan tempat predileksi dari infeksi Mycobacterium tuberculosis.
2
2. Tuberkulosis Post Primer
Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul
bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis
dewasa (tuberkulosis post primer). Tuberkulosis post primer ini dimulai
dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru-paru (bagian apikal
posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim
paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru.(4)
Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya dan imunitas penderita,
sarang dini ini dapat menjadi.(4)
a). Diresorpsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
b). Sarang yang mula-mula meluas, tapi segera menyembuh dengan
serbukan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi lebih
keras, menimbulkan perkapuran dan akan sembuh dalam bentuk
perkapuran.
c). Sarang dini yang meluas dimana granuloma berkembang menghancurkan
jaringan sekitarnya, membentuk jaringan keju yang jika dibatukkan
keluar terjadilah kavitas.
3
d. Gejala Klinis (3,4,5)
1. Demam
Hilang timbulkan demam influenza (subfebril), sehingga penderita pernah
terbebas dari serangan demam tersebut.
2. Batuk
Sifat batuk mulai dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul
peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut
adalah berupa batuk darah (hemoptoe) karena terdapat pembuluh darah yang
pecah.
3. Sesak nafas
Sasak nafas ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, di mana infiltrasinya
sudah setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri dada
Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga
menimbulkan pleuritis.
5. Malaise
Gejala malaise sering ditemukan berupa : anoreksia, tidak ada nafsu makan,
badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot,
keringat malam, dan lain-lain. Gejala ini makin lama makin berat dan terjadi
hilang timbul secara tidak teratur.
4
denga gagal jantung kanan : takipnea, takikardi, sianosis, right ventricular lift,
right atrial gallop, Graham-Steel murmur, bunyi jantung P2 yang mengeras,
tekanan vena jugularis yang meningkat, hepatomegali, asites dan edema.
Bila tuberkulosis mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura dengan tanda-
tanda : paru yang sakit tertinggal dalam pernafasan, perkusi pekak, auskultasi
lemah sampai tidak terdengar.
5
Infiltrasi multinoduler pada segmen apikal posterior lobus atas dan segmen
superior lobus bawah merupakan lesi yang paling khas. Kavitasi sering ada dan
biasanya disertai dengan banyak infiltrasi di segmen paru yang sama. Ketika
tuberkulosis menjadi tidak aktif atau menyembuh, jaringan parut fibrotik menjadi
tampak pada foto thoraks.
h. Diagnosis
Menurut American Thoracic Society, diagnosis pasti tuberkulosis paru
adalah dengan menemukan kuman Mycobacterium tuberculosis dalam sputum
atau jaringan paru secara biakan.
Dalam diagnosis tuberkulosis paru sebaiknya dicantumkan status klinis,
status bakteriologis, status radiologis dan status kemoterapinya.
i. Pengobatan (2,4,5)
Jenis obat yang dipakai dalam pengobatan tuberkulosis adalah :
1. Obat primer (OAT tingkat satu)
Yang termasuk dalam golongan ini ialah : isoniazid hidrasid (INH), rifampin,
pirazinamid, streptomicin, dan etambutol.
1. Obat sekunder (OAT tingkat dua)
Yang termasuk dalam golongan ini ialah : kanamisin, PAS (paraamin
salicylic acid), tiasetazon, etionamid, protionamid, sikloserin, viomisin,
kapreomisin, amikasin, ofloksasin, ciprofloksasin, norfloksasin, klofazimin.
6
b. Penderita BTA negatif/ rontgen positif yang rasa sakit berat dan
ekstra berat (meningitis, tb disseminata, perikarditis, peritonitis, pleuritis,
tb usus dan genitourinarius), yang belum pernah menelan OAT atau kalau
pernah kurang dari satu bulan.
2. Kategori 2 (2 HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)
Paduan ini terdiri atas : 2 bulan fase awal intensif dengan Isoniazid
(H), Rimfamicin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E), diminum setiap hari,
dan setiap kali selesai minum obat langsung diberi suntikan streptomisin.
Kemudian satu bulan lagi dengan Isoniazid (H), Rifampicin (R), Pirazinamid
(Z), Etambutol (E) diminum setiap hari tanpa suntikan. Setelah itu diteruskan
dengan fase lanjutan atau intermiten selama 5 bulan dengan HRE diminum
secara intermiten atau selang sehari atau tiga kali dalam seminggu.
Yang termasuk penderita kategori 2 :
a. Kambuh (relapse) BTA positif.
b. Gagal (failure) BTA positif
c. Kasus DO (drop out)
3. Kategori 3 (2HRZ/ 4H3R3)
Paduan ini terdiri atas 2 bulan fase awal intensif dengan HRZ diminum
setiap hari kemudian diteruskan dengan fase lanjutan atau intermiten selama
4 bulan dengan HR diminum 3 kali seminggu.
Yang termasuk penderita kategori 3 :
a. Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas
b. Kasus tuberkulosis ekstra paru selain yang disebut dalam kategori 1
Selain penatalaksanaan secara farmakologis, penatalaksanaan secara non
farmakologis (edukasi) ataupun operatif juga harus dilakukan sesuai dengan
kondisi pasien.
Edukasi pada pasien tuberkulosis antara lain :
- Berhenti merokok.
- Keteraturan dan kepatuhan memakan obat.
- Mengenal dan mengetahui hasil dan efek dari pengobatan.
- Mengenal bahaya penularan penyakit.
Sedangkan terapi operatif dilakukan bila terdapat indikasi sebagai berikut :
7
a. Indikasi mutlak :
- Pasien telah dapat OAT adekuat tapi sputum positif.
- Pasien batuk darah masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif.
- Pasien datang dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak
dapat diatasi secara konservatif.
b. Indikasi relatif, yaitu :
- Pasien dengan sputum BTA negatif dengan batuk darah berulang.
- Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan.
- Sisa kavitas yang menetap.
8
Rifampicin menghambat pertumbuhan berbagai kuman gram positif
dan gram negatif.
Rifampicin terutama aktif terhadap sel yang sedang tumbuh.
Kerjanya menghambat DNA-dependent RNA polimerase dari
mikrobakteria dan mikroorganisme lain dengan menekan mula
terbentuknya (bukan pemanjangan) rantai dalam sintesa RNA.
4. Etambutol
Kerjanya menghambat sintesis metabolit sel sehingga metabolisme sel
terhambat dan sel mati. Karena itu obat ini hanya aktif terhadap sel yang
bertumbuh dengan khasiat tuberkulostatik.
Hampir semua galur Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium
kansasii sensitif terhadap Etambutol. Etambutol ini tidak efektif untuk
kuman lain.
5. Pirazinamid
Pirazinamid di dalam tubuh dihidrolisis oleh enzim pirazinamide menjadi
asam pirazinoat yang aktif sebagai tuberkulostatik hanya pada media
yang bersifat asam.
1. Isoniazid (H)
Sifat bakterisid. Dosis harian 5 mg/kg/BB. Efek samping berat berupa
hepatitis dan terjadi pada kira-kira 0,5% dari kasus. Bila diduga ada hepatitis
atau terlihat adanya penyakit kuning, pengobatan dihentikan. Jika
pemeriksaan faal hati kembali normal, pengobatan dapat dilaksanakan lagi.
Obat yang sama dapat diberikan tanpa terulangnya hepatitis.
2. Rifampicin (R)
Sifat bakterisid, dosis harian 10 mg/kg BB. Bila diberikan sesuai dosis
yang dianjurkan Rifampicin tidak sering menyebabkan efek samping,
9
terutama pada pemakaian terus menerus setiap hari. Salah satu efek samping
yang berat dari Rifampicin adalah hepatitis, walaupun ini sangat jarang
terjadi.
Alkoholisme, penyakit hati yang pernah ada, atau pemakaian obat-obat
hepatotoksis yang lain secara bersamaan, akan meningkatkan resiko. Bila
timbul penyakit kuning, pengobatan perlu dihentikan. Dan bila hepatitisnya
sudah sembuh/ hilang pemberian Rifampicin dapat diulang lagi.
Rifampicin dapat menyebabkan warna pada air seni, keringat, air mata,
air liur dan lain-lain. Hal ini harus diberitahukan kepada penderita agar
jangan khawatir, karena warna merah itu terjadi karena proses metabolisme
obat, tidak berbahaya. Jika pengobatan sudah selesai warna ai seni kembali
normal.
3. Pirazinamid (Z)
Sifat bakterisid, dosis harian 25 mg/kg BB, intermiten 35-50
mg/kg BB. Efek samping utama penggunaan pirazinamid adalah hepatitis.
Dapat terjadi nyeri sendi dan kadang-kadang serangan penyakit Gout yang
kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi (pengeluaran) dan
penimbunan asam urat.
4. Streptomicin (S)
Sifat bakterisid, dosis harian 15 mg/kg BB, intermiten 15
mg/kgBB. Efek samping utama dari streptomicin adalah kerusakan alat
keseimbangan. Resiko meningkat seiring dengan peningkatan dosis dan
umur. Kerusakan pada alat keseimbangan biasanya terjadi pada 2 bulan
pertama dengan tanda-tanda telinga mendengung (tinnitus), pusing dan
kehilangan kesimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat dihentikan
atau dosisnya dikurangi 0,25 g. Jika pengobatan diteruskan kerusakan alat
keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli).
Resiko ini terutama akan menigkat pada penderita dengan gangguan fungsi
ekskresi ginjal.
Streptomicin dapat menembus barier placenta sehingga tidak boleh
diberikan pada wanita hamil.
5. Etambutol (E).
10
Sifat bakteristasik, dosis harian 15 mg/ kg BB, intermiten 30-45
mg/kg BB. Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan,
berkurangnya ketajaman penglihatan, kabur dan buta warna untuk merah dan
hijau. Meskipun demikian keracunan okuler tergantung pada dosis dan jarang
terjadi
Setiap pasien menerima Etambutol harus diingatkan, bila terjadi gejala-
gejala penglihatan segera dilakukan pemeriksaan mata. Gangguan
penglihatan ini akan kenbali normal bila obat dihentikan.
11
menyertainya. Karena perubahan gambaran radiologis tidak secepat perubahan
bakteriologis, evaluasi foto dada dilakukan setiap 3 bulan sekali.
12
BAB II
PRESENTASI KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M.
Umur : 37 tahun.
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Sokaraja Kulon RT 01/06.
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Tgl masuk RSMS : 24-10-2003
Tgl Periksa : 27-10-2003
II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama : Badan terasa lemas sejak ± 2 minggu yang lalu.
B. Keluhan tambahan : Keringat malam hari, berat badan menurun.
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan badan terasa lemas sejak ± 2
minggu yang lalu. Keluhan disertai nafsu makan menurun, sakit kepala,
meriang, nyeri otot. Pasien juga merasa bahwa berat badannya menurun
yang semula 46 kg menjadi 39 kg (7 kg) dalam 10 hari.
Kurang lebih 10 hari sebelum masuk RS, pasien merasakan
badannya terasa panas, biasanya panas dirasakan pada malam hari dan bila
badan terasa panas pasien merasa mengigil dan keluar keringat dingin
sampai baju pasien basah. Panas berkurang jika pasien minum obat
penurun panas dan kompres dingin. Pasien merasakan bahwa badannya
makin hari makin lemah
D. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat penyakit dibetes melittus
- Pasien merokok dalam satu hari ± 2 bungkus sejak remaja
- Pasien tidak mengeluh batuk-batuk
13
E. Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak terdapat anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama
dengan pasien.
- Ayah pasien mempunyai riwayat dibetes melittus
14
6. Pemeriksaan Leher
- Trakea : Deviasi trakea (-)
- Kelenjar lymphoid : Tidak membesar, nyeri (-)
- Kelenjar Tyroid : Tidak membesar
- JVP : Tidak meningkat
7. Pemeriksaan Dada
Pulmo
Inspeksi : Dada simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi
(-)
Palpasi : Taktil fremitus kanan < kiri
Ketinggalan gerak (-)
Perkusi : Kanan lebih redup dari kiri
15
9. Pemeriksaan Extremitas
- Superior : Deformitas (-), jari tabuh (-), pucat (-), sianosis
(-), edema (-).
- Inferior : Edema (-/-), hiperemis jari (-/-).
Protein Total
- SGOT/AST 32 (≤ 25 UI/L)
- SGPT/ALT 48 (≤ 29 UI /L)
- Ureum darah 41,6 (10 – 50 mg/dl)
- Kreatinin darah 1,2 (0,5 – 1,2 mg/mnt)
- Alkali fosfatase 713 (60-170 ui/L)
- Protein total 6,9
- Albumin 3,2 (3,5 – 5,5 mg/dl)
- Globulin 3,7 (1,5 – 3,5 mg/dl)
- Bilirubin total 7,57 (0,2 – 0,9 mg/dl)
- Bilirubin direct 0,38 (0,1 – 0,4 mg/dl)
- Bilirubin indirect 7,15 (0,1 – 0,5 mg/dl)
Glukosa sewaktu 456 (< 200 mg/dl)
Glukosa puasa 242 (70 – 100 mg/dl)
Glukosa 2 jam PP 327 (< 140 mg/dl)
TB – ICT Negatif (-)
16
B. Rontgen Thorak
- Jantung : dbn
- Tampak bercak infiltrat dikedua lapangan paru
- Kesan : TB Paru
V. KESIMPULAN
1. Anamnesis
- Badan terasa lemas
- Demam
- Badan berkeringat pada malam hari
- Nafsu makan menurun
- Berat badan turun dalam waktu 10 hari sebanyak ± 7 kg
2. Pemeriksaan Fisik
Vital sign : TD : 120/80 mmHg.
N : 80 x/menit.
R : 20 x/menit.
S : 36,5 °C.
Tinggi badan : 162 cm
Berat badan : 39 kg
Status gizi : Kurang
Pemeriksaan Dada
Pulmo
Inspeksi : Dada simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi
(-)
Palpasi : Taktil fremitus kanan < kiri
Ketinggalan gerak (-)
Perkusi : Kanan lebih redup dari kiri
Auskultasi : Suara dasar : Kanan vesikuler melemah
Kiri vesikuler
17
Suara tambahan : Wheezing (-), Ronkhi (-)
- Leukosit 21.700 (5000 – 10.000 /uL)
- LED Kurang (P : 0 – 10, W : 0 – 15 mm/jam)
- Alkali fosfatase 713 (60-170 ui/L)
- Bilirubin total 7,57 (0,2 – 0,9 mg/dl)
- Bilirubin indirect 7,15 (0,1 – 0,5 mg/dl)
Glukosa sewaktu 456 (< 200 mg/dl)
Glukosa puasa 242 (70 – 100 mg/dl)
Glukosa 2 jam PP 327 (< 140 mg/dl)
TB – ICT Negatif (-)
C. Rontgen Thorak
- Jantung : dbn
- Tampak bercak infiltrat dikedua lapangan paru
- Kesan : TB Paru
18
IX. TERAPI
1. Farmakologis
- Streptomycin 1 x 750 mg
- Etambutol 1 x 750 mg
- INH 1 x 300 mg
- Hepasil 2 x 1 tab
- Glibenclamide 1 ½ – 1 ½ - 1
- Lesivit 2 x 1
- IVFD D5 % 20 tetes.
- Curcuma 2 x 1
2. Non Farmakologis
- Memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit
yang diderita pasien.
- Memberikan motivasi kepada pasien supaya minum obat sesuai aturan.
- Memberikan pengarahan kepada pasien dan keluarga untuk menjalani
pola hidup sehat.
- Diet rendah lemak.
- Diet DM 1700 kal.
X. PROGNOSIS
Dubia ad bonam
19
BAB III
PEMBAHASAN
Pada pasien ini diagnosa kerjanya adalah Tuberkulosis Paru tersangka : Kasus
baru yang diobati dengan NIDDM dan liver insufisiensi. Diagnosis tuberkulosis paru
tersangka diperoleh berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Dari anamnesis didapatkan keluhan utama berupa badan terasa lemas,
nafsu makan menurun, demam, penurunan berat badan yang signifikan (7 kg dalam
10 hari), berkeringat pada malam hari.
20
Pada pemeriksaan fisik didapatkan permukaan thorak simetris, tidak ada
ketinggalan gerak, tidak ada retraksi. Pada palpasi didapatkan taktil fremitus
kanan lebih lemah dari kiri. Pada perkusi didapatkan paru kanan lebih redup
dari kiri. Pada auskultasi didapatkan vesikular melemah pada paru kanan, hal
ini disebabkan adanya infiltrat.
Pada pemeriksaan penunjang dari laboratorium darah yaitu angka leukosit
yang meningkat yang menunjukan adanya proses TBC baru mulai (aktif) dan
pemeriksaan rontgen thoraks tampak bercak infiltrat pada kedua lapangan paru
dan didapatkan gambaran TB paru.
Sedangkan diagnosis NIDDM didapatkan berdasarkan anamnesis yaitu badan
terasa lemas dan penurunan berat badan, berdasarkan riwayat penyakit dahulu
dimana pasien pernah menderita diabetes mellitus, berdasarkan riwayat
penyakit keluarga dimana ayah pasien juga menderita DM dan berdasarkan
pemeriksaan laboratorium yaitu glukosa sewaktu 450 mg/dl, glukosa puasa 242
mg/dl, glukosa 2 jam PP 327 mg/dl.
Diagnosis liver insufisiensi didapatkan berdasarkan anamnesis yaitu badan
terasa lemas, dan nafsu makan menurun. Dan berdasarkan pemeriksaan
laboratorium yaitu bilirubin total 7,57 mg/dl, bilirubin indirect 7,15 mg/dl, dan
alkali fosfatase 713 UI/l.
Oleh sebab itu, pada kasus ini tidak dapat digunakan terapi OAT standar
kategori I (2HRZE/4H3R3) karena pasien ini mempunyai kasus penyerta yaitu
liver insufisiensi dimana OAT seperti INH, Rifampisin dan Pirazinamid
bersifat hepatotoksik, sehingga pada pasien ini dipilih OAT yang tidak
hepatotoksik yaitu streptomycin, etambutol dan INH dalam dosis rendah.
Terapi juga ditujukan untuk memperbaiki fungsi hati dengan menggunakan
hepasil. Jika fungsi hati sudah kembali normal, maka digunakan terapi standar
OAT kategori 1 (2HRZE/4H3R3), yang dimulai dari dosis terendah kemudian
dinaikan perlahan-lahan sampai dosis maksimal (Tappering on).
Pada pasien ini juga mempunyai riwayat DM, sehingga perlu diperhatikan
dietnya disamping pemberian obat anti DM secara oral.
21
22
DAFTAR PUSTAKA
4. Soeparman, Waspadji S., Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, FKUI, Jakarta, Cetak
Ulang 1998.
23