Anda di halaman 1dari 14

Hubungan Internasional, adalah cabang dari ilmu politik, merupakan suatu studi

tentang persoalan-persoalan luar negeri dan isu-isu global di antara negara-negara dalam sistem
internasional, termasuk peran negara-negara, organisasi-organisasi antarpemerintah, organisasi-
organisasi nonpemerintah atau lembaga swadaya masyarakat, dan perusahaan-perusahaan
multinasional.

Pentingnya Hubungan Internasional


Beberapa factor yang ikut menentukan dalam proses hubungan internasional baik secara
bilateral maupun multilateral antara lain adalah kekuatan nasional, jumlah penduduk, sumber
daya, dan letak geografis.
Dalam kenyataannya tidak ada Negara yang tidak membutuhkan hubungan dengan
Negara lain. Bahkan Negara-negara industri maju pun membutuhkan Negara-negara industri
majupun membutuhkan bahan mentah yang mungkin lebih banyak dimiliki oleh Negara yang
sedang berkembang.
Secara umum titik berat dalam hubungan internasional antara lain adalah bidang
pertahanan dan keamanan, ekonomi, social budaya, dan ideologi. Hubungan semacam ini
biasanya kepentingan bersama umat manusia yang bersifat universal.
Suatu Negara dapat mengadakan kerja sama antarnegara atau hubungan
internasional manakala kemerdekaan dan kedaulatannya baik secara de facto maupun de
jure telah diakui oleh Negara lain. Perlunya kerja sama dalam bentukhubungan
internasional antara lain karena factor-faktor berikut:
1. Faktor internal, yaitu adanya kekhawatiran terancam kelangsungan hidupnya baik
melalui kudeta maupun intervervensi dari Negara lain.

2. Faktor eksternal, yaitu ketentuan hukum alam yang tidak dapat dipungkiri bahwa
suatu Negara tidak dapat berdiri sendiri tampa bantuan dan kerja sama dengan sama
dengan Negara lain. Ketergantungan tersebut terutama dalam upaya memecahkan
masalah-masalah ekonomi, politik, hukum, sosial budaya, pertahan dan keamanan.

Perjanjian Internasional
perjanjian internasional adalah sebuah perjanjian yang dibuat di bawah hukum internasional oleh
beberapa pihak yang berupa negara atau organisasi internasional. Sebuah perjanjian multilateral
dibuat oleh beberapa pihak yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak. Perjanjian
bilateral dibuat antara dua negara, bilateral perjanjian yang lebih dari dua negara.

TAHAP-TAHAP DALAM PERJANJIAN INTERNASIONAL :


- PERUNDINGAN. ( Negotitation )
- PENANDATANGANAN. ( Signature )
- PENGESAHAN. ( Ratification )
Perundingan adalah tahap pertama yang dilakukan sebelum diadakannya perjanjian. Perundingan
bisa dilakukan oleh perwakilan diplomat yang memiliki surat kuasa penuh dari pemerintah, bisa
juga kepala pemerintah langsung.

Setelah diadakan perundingan, selanjutnya penandatanganan yang mana yang akan dijadikan
perjanjian. Penandatanganan bisa dilakukan oleh duta besar, anggota legislatif maupun eksekutif.

Selanjutnya pengesahan yang akan dilakukan oleh kepala pemerintahan dan anggota DPR
dengan diadakannya rapat terlebih dahaulu. biasanya hal ini dilakukan untuk masalah yang
sangat

Hal – hal yang Membatalkan Perjanjian :


- Terjadinya pelanggaran. - Adanya kecurangan.
- Ada pihak yang dirugikan. - Adanya ancaman dari sebelah pihak.

Berakhirnya Perjanjian :
- Punahnya salah satu pihak. - Habisnya masa perjanjian.
- Salah satu pihak ingin mengakhiri dan disetujui oleh pihak kedua.
- Adanya ancaman dan dirugikan oleh sebelah pihak.

Perserikatan Bangsa-Bangsa
Perserikatan Bangsa-Bangsa atau disingkat PBB adalah sebuah organisasiinternasional yang
anggotanya hampir seluruh negara di dunia. Lembaga ini dibentuk untuk memfasilitasi
dalam hukum internasional,pengamanan internasional, lembaga ekonomi, dan perlindungan
sosial.
Perserikatan Bangsa-bangsa didirikan di San Francisco pada 24 Oktober 1945 setelah Konferensi
Dumbarton Oaks di Washington, DC, namun Sidang Umum yang pertama - dihadiri wakil dari
51 negara - baru berlangsung pada 10 Januari 1946 (di Church House,London).
Dari 1919 hingga 1946, terdapat sebuah organisasi yang mirip, bernama Liga Bangsa-Bangsa,
yang bisa dianggap sebagai pendahulu PBB.
Sejak didirikan di San Francisco pada 24 Oktober 1945 sedikitnya 192 negara menjadi anggota
PBB. Semua negara yang tergabung dalam wadah PBB menyatakan independensinya masing-
masing, selain Vatikan dan Takhta Suci serta Republik Cina (Taiwan) yang tergabung dalam
wilayah Cina pada 1971.
Hingga tahun 2007 sudah ada 192 negara anggota PBB. Sekretaris Jenderal PBB saat ini
adalah Ban Ki-moon asal Korea Selatanyang menjabat sejak 1 Januari 2007.

Struktur organisasi :

Piagam PBB membentuk enam struktur utama, yaitu :

1. Majelis Umum
Majelis Umum PBB atau Sidang Umum PBB adalah salah satu dari enam badan utama PBB.
Majelis ini terdiri dari anggota dari seluruh negara anggota dan bertemu setiap tahun dibawah
seorang Presiden Majelis Umum PBB yang dipilih dari wakil-wakil. Pertemuan pertama
diadakan pada 10 Januari 1946 di Hall Tengah Westminster di London dan termasuk wakil dari
51 negara.
Pertemuan ini biasanya dimulai di Selasa ketiga bulan September dan berakhir pada pertengahan
Desember. Pertemuan khusus dapat diadakan atas permintaan dari Dewan Keamanan, mayoritas
anggota PBB. Pertemuan khusus diadakan pada Oktober 1995 untuk memperingati perayaan 50
tahun PBB.

Tugas dan kekuasaan Majelis Umum


Tugas dan kekuasaaan majelis umum dapat dibagi dalam 8 golongan, yaitu mengenai :

1. pelaksaan perdamaian dan keamanan internasional ;


2. kerja sama dilapangan perekonomian dan masyarakat internasional ;
3. sistem perwakilan internasional ;
4. keterangan-keterangan mengenai daerah-daerah yang belum mempunyai
pemerintah sendiri ;
5. urusan keuangan ;
6. penerapan keanggotaan dan penerimaan anggota ;
7. perubahan piagam ;
8. hubungan dengan alat-alat perlengkapan lain ;

Dalam melaksanakan tugasnya majelis umum membentuk berbagai badan, seperti; komite;
komisi; konperensi dan agency. Badan-badan tersebut di antaranya :

1. Komite prosedur;
2. Pengadilan administratif
3. Komisi perlucutan senjata (dengan dewan keamanan)
4. Badan tenaga atom internasional (dengan mendengar pendapat dewan keamanan
dan dewan ekonomi sosial).
5. Pasukan PBB
6. Badan penampung pengungsi di palestina
7. Konperensi PBB tentang perdagangan dan pembangunan.
8. Dana anak-anak PBB/UNICEF (dengn dewan ekonomi dan sosial)
9. Kantor komisaris tinggi PBB untuk pengungsi-pengungsi
10. Usaha patungan PBB dan FAO untuk urusan pangan sedunia
11. Program pembangunan PBB;
12. Organisasi pembangunan industri PBB;
13. Lembaga PBB untuk latihan dan penelitian;
14. Program lingkungan PBB;
15. Universitas PBB
16. Tujuh komite (panitia) utama, yaitu;

 Panitia pertama : tugasnya di bidang politik dan keamanan termasuk soal-soal


pengaturan persenjataan.
 Panitia kedua : tugasnya khusus untuk politik.
 Panitia ketiga : tugasnya di bidang ekonomi dan keuangan.
 Panitia keempat : tugasnya di bidang sosial, kemanusiaan dan kebudayaan.
 Panitia kelima : tugasnya di bidang dekolonisasi (daerah-daerah yang tidak
berpemerintahan sendiri)
 Panitia keenam : tugasnya di bidang administrasi dan anggaran.
 Panitia ketujuh : tugasnya di bidang hukum

Majelis Utama juga dibantu badan-badan dan program khusus seperti :


Dewan Hak Asasi Manusia UNRWA : Badan Bantuan dan kerja untuk pengungsi Palestina
di Timur Tengah UNICEF : Badan Bantuan untuk anak-anak.

2. Dewan Keamanan
Dewan Keamanan PBB adalah badan terkuat di PBB. Tugasnya adalah menjaga perdamaian
dan keamanan antar negara.
Sedang badan PBB lainnya hanya dapat memberikan rekomendasi kepada para anggota, Dewan
Keamanan mempunyai kekuatan untuk mengambil keputusan yang harus dilaksanakan para
anggota di bawah Piagam PBB.
Dewan Keamanan mengadakan pertemuan pertamanya pada 17 Januari 1946 di Church
House, London dan keputusan yang mereka tetapkan disebut Resolusi Dewan Keamanan PBB.
3. Dewan Ekonomi dan Sosial
Dewan Ekonomi dan Sosial ini terdiri atas 18 anggota dengan hak yang sama selama 3 tahun.
Tugas Dewan Ekonomi dan Sosial :

 Mengadakan penyelidikan dan menyusun laporan tentang soal-soal ekonomi, sosial,


pendidikan, dan kesehatan di seluruh dunia
 Membuat rencana perjanjian tentang soal tersebut dengan negara-negara anggota untuk
diajukan kepada Majelis Umum
 Mengadakan pertemuan-pertemuan internasional tentang hal-hal yang termasuk tugas dan
wewenangnya

Dalam menjalankan tugasnya, Dewan Ekonomi dan Sosial ini dibantu oleh badan-badan khusus
seperti :
• FAO (Food and Agriculture Organisation)
Organisasi Pangan dan Pertanian
• WHO (World Health Organisation)
Organisasi Kesehatan Sedunia
• ILO (International Labour Organisation)
Organisasi Buruh Internasional
• IMF (International Monetary Fund)
Dana Moneter Internasional
• IAEA (International Atomic Energi Agency)
Badan Tenaga Atom Internasional
• IBRD (International Bank for Reconstrustion and Development)
Bank Internasional untuk Pembangunan dan Rekonstruksi
• UPU (Universal Postal Union)
Perhimpunan Pos Sedunia
• ITU (International Telecommunication Union)
Persatuan Telekomunikasi Internasional
• UNHCR (United Nation High Commissioner for Refugees)
Organisasi PBB yang mengurus para pengungsi
• UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultuural Organisation)
Organisasi PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan
• UNICEF (United Nations Children Fund)
Badan PBB yang mengurusi anak-anak

• GATT
Persetujuan tentang tarif dan perdagangan

4. Dewan Kerjasama
5. Mahkamah Internasional (ICJ)
Mahkamah Internasional (bahasa Inggris: International Court of Justice) berkedudukan di Den
Haag, Belanda . Mahkamah merupakan badan kehakiman yang terpenting dalam PBB .Dewan
keamanan dapat menyerahkan suatu sengketa hukum kepada mahkamah, majelis
umum dan dewan keamanan dapat memohon kepada mahkamah nasehat atas persoalan hukum
apa saja dan organ-organ lain dari PBB serta badan-badan khusus apabila pendapat wewenang
dari majelis umum dapat meminta nasehat mengenai persoalan-persoalan hukum dalam ruang
lingkup kegiatan mereka. Majelis umum telah memberikan wewenang ini kepada dewan
ekonomi dan sosial, dewan perwakilan, panitia interim dari majelis umum , dan beberapa badan-
badan antar pemerintah.

6. Sekretariat
Sekretariat PBB adalah salah satu badan utama dari PBB dan dikepalai oleh seorang Sekretaris
Jendral PBB, dibantu oleh satu staff pekerja sipil internasional. Badan ini menyediakan
penelitian, informasi, dan fasilitas yang dibutuhkan oleh PBB untuk rapat-rapatnya. Badan ini
juga membawa tugas seperti yang diatur oleh Dewan Keamanan PBB, Sidang Umum
PBB,Dewan Ekonomi dan Sosial PBB dan badan PBB lainnya. Piagam PBB menyediakan para
staff dipilih berdasarkan aplikasi standar efisiensi, kompeten, dan integritas tertinggi,
dikarenakan kepentingan mengambil dari tempat geografi yang luas.

SISTEM HUKUM DAN PENGADILAN INTERNASIONAL


SISTEM HUKUM DAN PERADILAN INTERNASIONAL

A.Pengertian Hukum Internasional

Pada dasarnya yang dimaksud hukum internasional dalam pembahasan ini adalah hukum
internasional publik, karena dalam penerapannya, hukum internasional terbagi menjadi dua,
yaitu: hukum internasional publik dan hukum perdata internasional.
Hukum internasional publik adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur
hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara, yang bukan bersifat perdata.
Sedangkan hukum perdata internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang
mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara, dengan perkataan lain, hukum yang
mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada
hukum perdata yang berbeda.
Awalnya, beberapa sarjana mengemukakan pendapatnya mengenai definisi dari hukum
internasional, antara lain yang dikemukakan oleh Grotius dalam bukunya De Jure Belli ac Pacis
(Perihal Perang dan Damai). Menurutnya “hukum dan hubungan internasional didasarkan pada
kemauan bebas dan persetujuan beberapa atau semua negara. Ini ditujukan demi kepentingan
bersama dari mereka yang menyatakan diri di dalamnya ”.
Sedang menurut Akehurst : “hukum internasional adalah sistem hukum yang di bentuk dari
hubungan antara negara-negara”
Definisi hukum internasional yang diberikan oleh pakar-pakar hukum terkenal di masa lalu,
termasuk Grotius atau Akehurst, terbatas pada negara sebagai satu-satunya pelaku hukum dan
tidak memasukkan subjek-subjek hukum lainnya.
Salah satu definisi yang lebih lengkap yang dikemukakan oleh para sarjana mengenai hukum
internasional adalah definisi yang dibuat oleh Charles Cheny Hyde :
“ hukum internasional dapat didefinisikan sebagai sekumpulan hukum yang sebagian besar
terdiri atas prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh negara-negara, dan
oleh karena itu juga harus ditaati dalam hubungan-hubungan antara mereka satu dengan lainnya,
serta yang juga mencakup :
a. organisasi internasional, hubungan antara organisasi internasional satu dengan lainnya,
hubungan peraturan-peraturan hukum yang berkenaan dengan fungsi-fungsi lembaga atau antara
organisasi internasional dengan negara atau negara-negara ; dan hubungan antara organisasi
internasional dengan individu atau individu-individu ;
b. peraturan-peraturan hukum tertentu yang berkenaan dengan individu-individu dan subyek-
subyek hukum bukan negara (non-state entities) sepanjang hak-hak dan kewajiban-kewajiban
individu dan subyek hukum bukan negara tersebut bersangkut paut dengan masalah masyarakat
internasional”

Berdasarkan pada definisi-definisi di atas, secara sepintas sudah diperoleh gambaran umum
tentang ruang lingkup dan substansi dari hukum internasional, yang di dalamnya terkandung
unsur subyek atau pelaku, hubungan-hubungan hukum antar subyek atau pelaku, serta hal-hal
atau obyek yang tercakup dalam pengaturannya, serta prinsip-prinsip dan kaidah atau peraturan-
peraturan hukumnya.
Sedangkan mengenai subyek hukumnya, tampak bahwa negara tidak lagi menjadi satu-satunya
subyek hukum internasional, sebagaimana pernah jadi pandangan yang berlaku umum di
kalangan para sarjana sebelumnya.

B. Sejarah dan Perkembangan Hukum Internasional

Hukum internasional sebenarnya sudah sejak lama dikenal eksisitensinya, yaitu pada zaman
Romawi Kuno. Orang-orang Romawi Kuno mengenal dua jenis hukum, yaitu Ius Ceville dan Ius
Gentium, Ius Ceville adalah hukum nasional yang berlaku bagi masyarakat Romawi, dimanapun
mereka berada, sedangkan Ius Gentium adalah hukum yang diterapkan bagi orang asing, yang
bukan berkebangsaan Romawi.

Dalam perkembangannya, Ius Gentium berubah menjadi Ius Inter Gentium yang lebih dikenal
juga dengan Volkenrecth (Jerman), Droit de Gens (Perancis) dan kemudian juga dikenal sebagai
Law of Nations (Inggris).
Sesungguhnya, hukum internasional modern mulai berkembang pesat pada abad XVI, yaitu sejak
ditandatanganinya Perjanjian Westphalia 1648, yang mengakhiri perang 30 tahun (thirty years
war) di Eropa. Sejak saat itulah, mulai muncul negara-negara yang bercirikan kebangsaan,
kewilayahan atau territorial, kedaulatan, kemerdekaan dan persamaan derajat. Dalam kondisi
semacam inilah sangat dimungkinkan tumbuh dan berkembangnya prinsip-prinsip dan kaidah-
kaidah hukum internasional.
Perkembangan hukum internasional modern ini, juga dipengaruhi oleh karya-karya tokoh
kenamaan Eropa, yang terbagi menjadi dua aliran utama, yaitu golongan Naturalis dan golongan
Positivis.
Menurut golongan Naturalis, prinsip-prinsip hukum dalam semua sistem hukum bukan
berasal dari buatan manusia, tetapi berasal dari prinsip-prinsip yang berlaku secara universal,
sepanjang masa dan yang dapat ditemui oleh akal sehat. Hukum harus dicari, dan bukan dibuat.
Golongan Naturalis mendasarkan prinsip-prinsip atas dasar hukum alam yang bersumber dari
ajaran Tuhan. Tokoh terkemuka dari golongan ini adalah Hugo de Groot atau Grotius, Fransisco
de Vittoria, Fransisco Suarez dan Alberico Gentillis.
Sementara itu, menurut golongan Positivis, hukum yang mengatur hubungan antar negara
adalah prinsip-prinsip yang dibuat oleh negara-negara dan atas kemauan mereka sendiri. Dasar
hukum internasional adalah kesepakatan bersama antara negara-negara yang diwujudkan dalam
perjanjian-perjanjian dan kebiasaan-kebiasaan internasional.
Seperti yang dinyatakan oleh Jean-Jacques Rousseau dalam bukunya Du Contract Social, La
loi c’est l’expression de la Volonte Generale, bahwa hukum adalah pernyataan kehendak
bersama. Tokoh lain yang menganut aliran Positivis ini, antara lain Cornelius van Bynkershoek,
Prof. Ricard Zouche dan Emerich de Vattel
Pada abad XIX, hukum internasional berkembang dengan cepat, karena adanya faktor-faktor
penunjang, antara lain : (1) Setelah Kongres Wina 1815, negara-negara Eropa berjanji untuk
selalu menggunakan prinsip-prinsip hukum internasional dalam hubungannya satu sama lain, (2).
Banyak dibuatnya perjanjian-perjanjian (law-making treaties) di bidang perang, netralitas,
peradilan dan arbitrase, (3). Berkembangnya perundingan-perundingan multilateral yang juga
melahirkan ketentuan-ketentuan hukum baru.
Di abad XX, hukum internasional mengalami perkembangan yang sangat pesat, karena
dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut: (1). Banyaknya negara-negara baru yang lahir sebagai
akibat dekolonisasi dan meningkatnya hubungan antar negara, (2). Kemajuan pesat teknologi dan
ilmu pengetahuan yang mengharuskan dibuatnya ketentuan-ketentuan baru yang mengatur
kerjasama antar negara di berbagai bidang, (3). Banyaknya perjanjian-perjanjian internasional
yang dibuat, baik bersifat bilateral, regional maupun bersifat global, (4). Bermunculannya
organisasi-organisasi internasional, seperti Perserikatan Bangsa Bangsa dan berbagai organ
subsidernya, serta Badan-badan Khusus dalam kerangka Perserikatan Bangsa-Bangsa yang
menyiapkan ketentuan-ketentuan baru dalam berbagai bidang.

C. Sumber-sumber Hukum Internasional

Pada azasnya, sumber hukum terbagi menjadi dua, yaitu: sumber hukum dalam arti materiil
dan sumber hukum dalam arti formal. Sumber hukum dalam arti materiil adalah sumber hukum
yang membahas materi dasar yang menjadi substansi dari pembuatan hukum itu sendiri.
Sumber hukum dalam arti formal adalah sumber hukum yang membahas bentuk atau wujud
nyata dari hukum itu sendiri. Dalam bentuk atau wujud apa sajakah hukum itu tampak dan
berlaku. Dalam bentuk atau wujud inilah dapat ditemukan hukum yang mengatur suatu masalah
tertentu.
Sumber hukum internasional dapat diartikan sebagai:
1. dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional;
2. metode penciptaan hukum internasional;
3. tempat diketemukannya ketentuan-ketentuan hukum internasional yang dapat diterapkan pada
suatu persoalan konkrit. (Burhan Tsani, 1990; 14)
Menurut Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, sumber-sumber hukum internasional
yang dipakai oleh Mahkamah dalam mengadili perkara, adalah:
1. Perjanjian internasional (international conventions), baik yang bersifat umum, maupun
khusus;
2. Kebiasaan internasional (international custom);
3. Prinsip-prinsip hukum umum (general principles of law) yang diakui oleh negara-negara
beradab;
4. Keputusan pengadilan (judicial decision) dan pendapat para ahli yang telah diakui
kepakarannya, yang merupakan sumber hukum internasional tambahan. (Phartiana, 2003; 197)

D. Subyek Hukum Internasional

Subyek hukum internasional diartikan sebagai pemilik, pemegang atau pendukung hak dan
pemikul kewajiban berdasarkan hukum internasional. Pada awal mula, dari kelahiran dan
pertumbuhan hukum internasional, hanya negaralah yang dipandang sebagai subjek hukum
internasional.
Dewasa ini subjek-subjek hukum internasional yang diakui oleh masyarakat internasional,
adalah:
1. Negara
Menurut Konvensi Montevideo 1949, mengenai Hak dan Kewajiban Negara, kualifikasi suatu
negara untuk disebut sebagai pribadi dalam hukum internasional adalah:
a. penduduk yang tetap;
b. wilayah tertentu;
c. pemerintahan;
d. kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain
1. Organisasi Internasional
Klasifikasi organisasi internasional menurut Theodore A Couloumbis dan James H. Wolfe :
a. Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan secara global dengan maksud dan tujuan
yang bersifat umum, contohnya adalah Perserikatan Bangsa Bangsa ;
b. Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan global dengan maksud dan tujuan yang
bersifat spesifik, contohnya adalah World Bank, UNESCO, International Monetary Fund,
International Labor Organization, dan lain-lain;
c. Organisasi internasional dengan keanggotaan regional dengan maksud dan tujuan global,
antara lain: Association of South East Asian Nation (ASEAN), Europe Union.

1. Palang Merah Internasional


Sebenarnya Palang Merah Internasional, hanyalah merupakan salah satu jenis organisasi
internasional. Namun karena faktor sejarah, keberadaan Palang Merah Internasional di dalam
hubungan dan hukum internasional menjadi sangat unik dan di samping itu juga menjadi sangat
strategis. Pada awal mulanya, Palang Merah Internasional merupakan organisasi dalam ruang
lingkup nasional, yaitu Swiss, didirikan oleh lima orang berkewarganegaraan Swiss, yang
dipimpin oleh Henry Dunant dan bergerak di bidang kemanusiaan. Kegiatan kemanusiaan yang
dilakukan oleh Palang Merah Internasional mendapatkan simpati dan meluas di banyak negara,
yang kemudian membentuk Palang Merah Nasional di masing-masing wilayahnya. Palang
Merah Nasional dari negar-negara itu kemudian dihimpun menjadi Palang Merah Internasional
(International Committee of the Red Cross/ICRC) dan berkedudukan di Jenewa, Swiss.

1. Tahta Suci Vatikan


Tahta Suci Vatikan di akui sebagai subyek hukum internasional berdasarkan Traktat Lateran
tanggal 11 Februari 1929, antara pemerintah Italia dan Tahta Suci Vatikan mengenai penyerahan
sebidang tanah di Roma. Perjanjian Lateran tersebut pada sisi lain dapat dipandang sebagai
pengakuan Italia atas eksistensi Tahta Suci sebagai pribadi hukum internasional yang berdiri
sendiri, walaupun tugas dan kewenangannya, tidak seluas tugas dan kewenangan negara, sebab
hanya terbatas pada bidang kerohanian dan kemanusiaan, sehingga hanya memiliki kekuatan
moral saja, namun wibawa Paus sebagai pemimpin tertinggi Tahta Suci dan umat Katholik
sedunia, sudah diakui secara luas di seluruh dunia. Oleh karena itu, banyak negara membuka
hubungan diplomatik dengan Tahta Suci, dengan cara menempatkan kedutaan besarnya di
Vatikan dan demikian juga sebaliknya Tahta Suci juga menempatkan kedutaan besarnya di
berbagai negara.

1. Kaum Pemberontak / Beligerensi (belligerent)


Kaum belligerensi pada awalnya muncul sebagai akibat dari masalah dalam negeri suatu negara
berdaulat. Oleh karena itu, penyelesaian sepenuhnya merupakan urusan negara yang
bersangkutan. Namun apabila pemberontakan tersebut bersenjata dan terus berkembang, seperti
perang saudara dengan akibat-akibat di luar kemanusiaan, bahkan meluas ke negara-negara lain,
maka salah satu sikap yang dapat diambil oleh adalah mengakui eksistensi atau menerima kaum
pemberontak sebagai pribadi yang berdiri sendiri, walaupun sikap ini akan dipandang sebagai
tindakan tidak bersahabat oleh pemerintah negara tempat pemberontakan terjadi. Dengan
pengakuan tersebut, berarti bahwa dari sudut pandang negara yang mengakuinya, kaum
pemberontak menempati status sebagai pribadi atau subyek hukum internasional
1. Individu
Pertumbuhan dan perkembangan kaidah-kaidah hukum internasional yang memberikan hak dan
membebani kewajiban serta tanggungjawab secara langsung kepada individu semakin bertambah
pesat, terutama setelah Perang Dunia II. Lahirnya Deklarasi Universal tentang Hak Asasi
Manusia (Universal Declaration of Human Rights) pada tanggal 10 Desember 1948 diikuti
dengan lahirnya beberapa konvensi-konvensi hak asasi manusia di berbagai kawasan, dan hal ini
semakin mengukuhkan eksistensi individu sebagai subyek hukum internasional yang mandiri.
7. Perusahaan Multinasional
Perusahaan multinasional memang merupakan fenomena baru dalam hukum dan hubungan
internasional. Eksistensinya dewasa ini, memang merupakan suatu fakta yang tidak bisa
disangkal lagi. Di beberapa tempat, negara-negara dan organisasi internasional mengadakan
hubungan dengan perusahaan-perusahaan multinasional yang kemudian melahirkan hak-hak dan
kewajiban internasional, yang tentu saja berpengaruh terhadap eksistensi, struktur substansi dan
ruang lingkup hukum internasional itu sendiri.

E. Hubungan Hukum Internasional dengan Hukum Nasional

Ada dua teori yang dapat menjelaskan bagaimana hubungan antara hukum internasional dan
hukum nasional, yaitu: teori Dualisme dan teori Monisme.
Menurut teori Dualisme, hukum internasional dan hukum nasional, merupakan dua sistem
hukum yang secara keseluruhan berbeda. Hukum internasional dan hukum nasional merupakan
dua sistem hukum yang terpisah, tidak saling mempunyai hubungan superioritas atau
subordinasi. Berlakunya hukum internasional dalam lingkungan hukum nasional memerlukan
ratifikasi menjadi hukum nasional. Kalau ada pertentangan antar keduanya, maka yang
diutamakan adalah hukum nasional suatu negara.
Sedangkan menurut teori Monisme, hukum internasional dan hukum nasional saling berkaitan
satu sama lainnya. Menurut teori Monisme, hukum internasional itu adalah lanjutan dari hukum
nasional, yaitu hukum nasional untuk urusan luar negeri. Menurut teori ini, hukum nasional
kedudukannya lebih rendah dibanding dengan hukum internasional. Hukum nasional tunduk dan
harus sesuai dengan hukum internasional. (Burhan Tsani, 1990; 26)

F. Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai

Ketentuan hukum internasional telah melarang penggunaan kekerasan dalam hubungan antar
negara. Keharusan ini seperti tercantum pada Pasal 1 Konvensi mengenai Penyelesaian
Sengketa-Sengketa Secara Damai yang ditandatangani di Den Haag pada tanggal 18 Oktober
1907, yang kemudian dikukuhkan oleh pasal 2 ayat (3) Piagan Perserikatan bangsa-Bangsa dan
selanjutnya oleh Deklarasi Prinsip-Prinsip Hukum Internasional mengenai Hubungan Bersahabat
dan Kerjasama antar Negara. Deklarasi tersebut meminta agar “semua negara menyelesaikan
sengketa mereka dengan cara damai sedemikian rupa agar perdamaian, keamanan internasional
dan keadilan tidak sampai terganggu”.
Penyelesaian sengketa secara damai dibedakan menjadi: penyelesaian melalui pengadilan dan
di luar pengadilan. Yang akan dibahas pada kesemapatan kali ini hanyalah penyelesaian perkara
melalui pengadilan. Penyelesaian melalui pengadilan dapat ditempuh melalui:
1. Arbitrase Internasional
Penyelesaian sengketa internasional melalui arbitrase internasional adalah pengajuan sengketa
internasional kepada arbitrator yang dipilih secara bebas oleh para pihak, yang memberi
keputusan dengan tidak harus terlalu terpaku pada pertimbangan-pertimbangan hukum. Arbitrase
adalah merupakan suatu cara penerapan prinsip hukum terhadap suatu sengketa dalam batas-
batas yang telah disetujui sebelumnya oleh para pihak yang bersengketa. Hal-hal yang penting
dalam arbitrase adalah :
(1). Perlunya persetujuan para pihak dalam setiap tahap proses arbitrase, dan
(2). Sengketa diselesaikan atas dasar menghormati hukum.
Secara esensial, arbitrase merupakan prosedur konsensus, karenanya persetujuan para pihaklah
yang mengatur pengadilan arbitrase.
Arbitrase terdiri dari seorang arbitrator atau komisi bersama antar anggota-anggota yang
ditunjuk oleh para pihak atau dan komisi campuran, yang terdiri dari orang-orang yang diajukan
oleh para pihak dan anggota tambahan yang dipilih dengan cara lain.
Pengadilan arbitrase dilaksanakan oleh suatu “panel hakim” atau arbitrator yang dibentuk
atas dasar persetujuan khusus para pihak, atau dengan perjanjian arbitrase yang telah ada.
Persetujuan arbitrase tersebut dikenal dengan compromis (kompromi) yang memuat:
1. persetujuan para pihak untuk terikat pada keputusan arbitrase;
2. metode pemilihan panel arbitrase;
3. waktu dan tempat hearing (dengar pendapat);
4. batas-batas fakta yang harus dipertimbangkan, dan;
5. prinsip-prinsip hukum atau keadilan yang harus diterapkan untuk mencapai suatu kesepakatan.
Masyarakat internasional sudah menyediakan beberapa institusi arbitrase internasional, antara
lain:
1. Pengadilan Arbitrase Kamar Dagang Internasional (Court of Arbitration of the International
Chamber of Commerce) yang didirikan di Paris, tahun 1919;
2. Pusat Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal Internasional (International Centre for
Settlement of Investment Disputes) yang berkedudukan di Washington DC;
3. Pusat Arbitrase Dagang Regional untuk Asia (Regional Centre for Commercial Arbitration),
berkedudukan di Kuala Lumpur, Malaysia;
4. Pusat Arbitrase Dagang Regional untuk Afrika (Regional Centre for Commercial Arbitration),
berkedudukan di Kairo, Mesir.

1. Pengadilan Internasional
Pada permulaan abad XX, Liga Bangsa-Bangsa mendorong masyarakat internasional untuk
membentuk suatu badan peradilan yang bersifat permanent, yaitu mulai dari komposisi,
organisasi, wewenang dan tata kerjanya sudah dibuat sebelumnya dan bebas dari kehendak
negara-negara yang bersengketa.
Pasal 14 Liga Bangsa-Bangsa menugaskan Dewan untuk menyiapkan sebuah institusi
Mahkamah Permanen Internasional. Namun, walaupun didirikan oleh Liga Bangsa-Bangsa,
Mahkamah Permanen Internasional, bukanlah organ dari Organisasi Internasional tersebut.
Hingga pada tahun 1945, setelah berakhirnya Perang Dunia II, maka negara-negara di dunia
mengadakan konferensi di San Fransisco untuk membentuk Mahkamah Internasional yang baru.
Di San Fransisco inilah, kemudian dirumuskan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Statuta
Mahkamah Internasional.
Menurut Pasal 92 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa disebutkan bahwa Mahkamah
Internasional merupakan organ hukum utama dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Namun sesungguhnya, pendirian Mahkamah Internasional yang baru ini, pada dasarnya hanyalah
merupakan kelanjutan dari Mahkamah Internasional yang lama, karena banyak nomor-nomor
dan pasal-pasal yang tidak mengalami perubahan secara signifikan
Secara umum, Mahkamah Internasional mempunyai kewenangan untuk:
1. melaksanakan “Contentious Jurisdiction”, yaitu yurisdiksi atas perkara biasa, yang didasarkan
pada persetujuan para pihak yang bersengketa;
2. memberikan “Advisory Opinion”, yaitu pendapat mahkamah yang bersifat nasehat. Advisory
Opinion tidaklah memiliki sifat mengikat bagi yang meminta, namun biasanya diberlakukan
sebagai “Compulsory Ruling”, yaitu keputusan wajib yang mempunyai kuasa persuasive kuat
(Burhan Tsani, 1990; 217)
Sedangkan, menurut Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, sumber-sumber hukum
internasional yang dipakai oleh Mahkamah dalam mengadili perkara, adalah:
1. Perjanjian internasional (international conventions), baik yang bersifat umum, maupun
khusus;
2. Kebiasaan internasional (international custom);
3. Prinsip-prinsip hukum umum (general principles of law) yang diakui oleh negara-negara
beradab;
4. Keputusan pengadilan (judicial decision) dan pendapat para ahli yang telah diakui
kepakarannya, yang merupakan sumber hukum internasional tambahan.

Mahkamah Internasional juga sebenarnya bisa mengajukan keputusan ex aequo et bono, yaitu
didasarkan pada keadilan dan kebaikan, dan bukan berdasarkan hukum, namun hal ini bisa
dilakukan jika ada kesepakatan antar negara-negara yang bersengketa. Keputusan Mahkamah
Internasional sifatnya final, tidak dapat banding dan hanya mengikat para pihak. Keputusan juga
diambil atas dasar suara mayoritas.
Yang dapat menjadi pihak hanyalah negara, namun semua jenis sengketa dapat diajukan ke
Mahkamah Internasional.
Masalah pengajuan sengketa bisa dilakukan oleh salah satu pihak secara unilateral, namun
kemudian harus ada persetujuan dari pihak yang lain. Jika tidak ada persetujuan, maka perkara
akan di hapus dari daftar Mahkamah Internasional, karena Mahkamah Internasional tidak akan
memutus perkara secara in-absensia (tidak hadirnya para pihak).

G. Peradilan-Peradilan Lainnya di Bawah Kerangka Perserikatan Bangsa-


bangsa

1. Mahkamah Pidana Internasional (International Court of Justice/ICJ)


Perserikatan Bangsa-Bangsa sejak pembentukannya telah memainkan peranan penting dalam
bidang hukum inetrnasional sebagai upaya untuk menciptakan perdamaian dunia.
Selain Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) yang berkedudukan di
Den Haag, Belanda, saat ini Perserikatan Bangsa-bangsa juga sedang berupaya untuk
menyelesaikan “hukum acara” bagi berfungsinya Mahkamah Pidana Internasional (International
Criminal Court/ICC), yang statuta pembentukannya telah disahkan melalui Konferensi
Internasional di Roma, Italia, pada bulan Juni 1998. Statuta tersebut akan berlaku, jika telah
disahkan oleh 60 negara.
Berbeda dengan Mahkamah Internasional, yurisdiksi (kewenangan hukum) Mahkamah Pidana
Internasional ini, adalah di bidang hukum pidana internasional yang akan mengadili individu
yang melanggar Hak Asasi Manusia dan kejahatan perang, genosida (pemusnahan ras), kejahatan
humaniter (kemanusiaan) serta agresi.
Negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak secara otomatis terikat dengan
yurisdiksi Mahkamah ini, tetapi harus melalui pernyataan mengikatkan diri dan menjadi pihak
pada Statuta Mahkamah Pidana Internasional.
2. Mahkamah Kriminal Internasional untuk Bekas Yugoslavia (The International
Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia/ICTY)

Melalui Resolusi Dewan Keamanan Nomor 827, tanggal 25 Mei 1993, Perserikatan Bangsa-
Bangsa membentuk The International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia, yang
bertempat di Den Haag, Belanda. Tugas Mahkamah ini adalah untuk mengadili orang-orang
yang bertanggungjawab atas pelanggaran-pelanggaran berat terhadap hukum humaniter
internasional yang terjadi di negara bekas Yugoslavia. Semenjak Mahkamah ini dibentuk, sudah
84 orang yang dituduh melakukan pelanggaran berat dan 20 diantaranya telah ditahan.
Pada tanggal 27 Mei 1999, tuduhan juga dikeluarkan terhadap pemimpin-pemimpin terkenal,
seperti Slobodan Milosevic (Presiden Republik Federal Yugoslavia), Milan Milutinovic
(Presiden Serbia), yang dituduh telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dan melanggar
hukum perang.

3. Mahkamah Kriminal untuk Rwanda (International Criminal Tribunal for Rwanda)


Mahkamah ini bertempat di Arusha, Tanzania dan didirikan berdasarkan Resolusi Dewan
Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 955, tanggal 8 November 1994. tugas
Mahkamah ini adalah untuk meminta pertanggungjawaban para pelaku kejahatan pembunuhan
missal sekitar 800.000 orang Rwanda, terutama dari suku Tutsi. Mahkamah mulai menjatuhkan
hukuman pada tahun 1998 terhadap Jean-Paul Akayesu, mantan Walikota Taba, dan juga
Clement Kayishema dan Obed Ruzindana yang telah dituduh melakukan pemusnahan ras
(genosida) . Mahkamah mengungkap bahwa bahwa pembunuhan massal tersebut mempunyai
tujuan khusus, yaitu pemusnahan orang-orang Tutsi, sebagai sebuah kelompok suku, pada tahun
1994.
Walaupun tugas dari Mahkamah Kriminal Internasional untuk Bekas Yugoslavia dan
Mahkamah Kriminal untuk Rwanda belum selesai, namun Perserikatan Bangsa-Bangsa juga
telah menyiapkan pembentukan mahkamah- untuk Kamboja untuk mengadili para penjahat
perang di zaman pemerintahan Pol Pot dan Khmer Merah, antara tahun 1975 sampai dengan
1979 yang telah membunuh sekitar 1.700.000 orang.
Jika diperkirakan bahwa tugas Mahkamah Peradilan Yugoslavia dan Rwanda telah
menyelesaikan tugas mereka, maka Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa akan
mengeluarkan resolusi untuk membubarkan kedua Mahkamah tersebut, yang sebagaimana
diketahui memiliki sifat ad hoc (sementara).

Anda mungkin juga menyukai