Anda di halaman 1dari 33

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI UNTUK PETA BENCANA ALAM DI INDONESIA

1. Ringkasan

Aplikasi ini bertujuan untuk membantu perusahaan asuransi dalam mengestimasi premi asuransi
khusus untuk gempa bumi dan tsunami. Aplikasi SIG ini adalah kerangka SIG untuk bencana alam karena
dirancang untuk bisa tumbuh sebagai aplikasi pemetaan bencana alam lainnya seperti gunung meletus,
banjir dsb. Pada tahap ini aplikasi SIG yang berhasil dikembangkan adalah aplikasi untuk peta bahaya
gempa bumi yang dilihat dari dampaknya terhadap bangunan. Untuk memudahkan pemakai, beberapa
peta hasil aplikasi ini disusun juga dalam format HTML.

2. Pendahuluan

Letak geografi Indonesia yang membujur dari 94o-141o BT dan 6o LU-11o LS merupakan negara kepulauan
dengan tingkat kegempaan tinggi karena terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik yang bergerak satu
sama lainnya. Lokasi aktif gempa secara sepintas sudah dapat dipastikan berada di perbatasan lempeng
tektonik. Namun efeknya bisa dirasakan pada jarak tertentu bergantung pada atenuasi (peluruhan energi)
dan geologi setempat. Kondisi lingkungan alam ini membuat Indonesia sering dilanda bencana gempa bumi
dan Tsunami yang makin hari makin meningkat kuantitasnya karena perkembangan penduduk, perkotaan
dan umur bangunan.

Beberapa kali Indonesia dan Jakarta khususnya dilanda gempa bumi yang menyebabkan klaim kerusakan
akibat gempa bumi kepada perusahaan asuransi meningkat. Sedangkan premi khusus untuk gempa bumi
tidak ditentukan secara spesifik dan bahkan diberikan secara cuma-cuma. Hal ini melahirkan ketidak
seimbangan bisnis asuransi, sehingga perlu meninjau kembali kebijakan premi asuransi gempa bumi.
Idealnya, dengan menggunakan peta percepatan tanah maksimum, para insinyur sipil harus membangun
bangunan tahan gempa sesuai dengan seismic code, sehingga resiko gempa pada semua tempat bisa sama.
Hal ini berarti premi juga akan sama, bahkan jika bangunan tahan gempa maka premi gratis bisa
diterapkan. Namun kenyataannya tidak semua insinyur sipil menggunakan kaidah seismic code tersebut,
sehingga peta percepatan tanah sangat diperlukan oleh perusahaan asuransi untuk disesuaikannya dengan
seismic code bangunan yang sudah diterapkan.

Yang menjadi pertanyaan adalah apa yang bisa menjadi referensi premi asuransi gempa bumi tersebut. Ada
dua hal yang membuat premi berbeda; yaitu tingkat aktifitas gempa bumi (percepatan tanah) dan kualitas
objek, selain itu pengaruh pasar. Premi dari satu tempat ke tempat lain berbeda jika resiko gempa juga
beda. Selain dari itu tentu kualitas dari objek yang diasuransikan, seperti gedung, jembatan dsb. Jika
gedungnya sudah pernah rusak, maka sudah pasti preminya tinggi, sehingga kedua parameter tersebut
menjadi bobot index asuransi untuk menentukan premi tahunan suatu objek asuransi.

Hasil monitoring gempa bumi di Indonesia yang dilakukan oleh BMG maupun oleh pemerintahan Belanda
(sebelum 1942) menunjukkan bahwa aktifitas gempa bumi tergolong sangat aktif. Peralatan monitoring
gempa bumi yang dioperasikan BMG semakin baik, ditambah pula dengan perhatian peneliti dari luar negri
sangat besar terhadap keunikan dinamika tektonik di Indonesia, sehingga informasi ilmiah tentang tektonik
Indonesia menjadi bahan yang sangat menguntungkan bagi perencanaan bangunan dan industri asuransi.
Namun informasi tersebut masih terpecah-pecah menurut keperluan disiplin tertentu, sedangkan untuk
keperluan industri asuransi belum sepenuhnya diintegrasikan sebagai referensi premi.

Referensi untuk perhitungan premi asuransi relatif mudah jika menggunakan index premi untuk suatu nilai
objek, namun untuk menemukan index tersebut diperlukan banyak sekali parameter bencana yang akan
memberi bobot nilai index tersebut. Paramater tersebut pada prinsipnya adalah resiko yang dihitung
berdasarkan probabilitas gempa bumi dan probabilitas kerusakan.

Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengumpulkan beberapa parameter gempa bumi untuk dipetakan
sebagai gambaran kualitatif untuk perkiraan resiko gempa bumi. Parameter tersebut meliputi percepatan
tanah, tsunami, seismisitas, distribusi gempa bumi dan sejarah gempa bumi di Indonesia. Beberapa
paremeter tersebut memberikan gambaran langsung maupun tidak langsung terhadap dampak dari setiap
peristiwa gempabumi di suatu lokasi.

3. Maksud dan tujuan

3.1. Tujuan Umum

Secara umum kita harus berasumsi bahwa premi objek asuransi bergantung pada fenomena alam dimana
objek tersebut berlokasi dan objek asuransi tidak tahan terhadap peristiwa alam, sehingga premi tidak perlu
nol. Karena itu pemetaan bencana alam menjadi sasaran utama penelitian ini agar dapat menjadi referensi
index premi asuransi. Proses pemetaan bencana alam ini dilakukan secara bertahap, karena bencana alam
disebabkan oleh peristiwa; gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, tanah longsor dsb. Tiap peristiwa
alam tersebut dapat dipetakan sendiri-sendiri, namun bisa juga dijadikan satu peta bencana alam melalui
aplikasi SIG (Sistem Informasi Geografi).

3.2. Tujuan Khusus.

Tahap awal dari penelitian ini adalah membuat aplikasi SIG untuk peristiwa gempa bumi dan Tsunami.
Peristiwa gempa bumi dipetakan dalam bentuk peta perpercepatan tanah maksimum, distribusi gempa
bumi, distribusi energi, tsunami dan peta intensitas. Beberapa peta tersebut digabung menjadi satu peta
untuk melihat total resiko di suatu lokasi.

4. Metodologi

Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah suatu perangkat yang berbasis komputer untuk
pemetaan dan analisa fenomena alam. Analisa ini memadukan antara fenomena alam di
lokasi geografis yang sangat tergantung pada pemilihan jenis peta dan jenis fenomena
alam, misalnya gempa bumi, tsunami, banjir, letusan gunung berapi dsb. Dengan
teknologi SIG, kita padukan beberapa jenis peta dasar (misalnya peta garis pantai, peta
topografi, peta tata guna lahan) dengan beberapa peristiwa alam yang terkait dengan
bencana alam menjadi satu peta yang disebut sebagai peta bencana alam.

Pada penelitian ini kita pakai peta garis pantai dengan batas propinsi di Indonesia untuk
dipadukan dengan dampak gempa bumi berupa peta percepatan tanah maksimum, peta
tsunami, dan peta seismisitas. Tiga jenis peta dampak gempa ini dipadukan untuk
menjadi dua jenis peta resiko gempa bumi; 1). Perpaduan antara peta percepatan tanah
dan tsunami dengan peta garis pantai, 2). Perpaduan peta seismisitas dan tsunami dengan
peta garis pantai. Tinjauan resiko gempa bumi disetiap propinsi dilengkapi dengan
sejarah kerusakan dari tahun 0 sampai tahun 2000 kemudian dilengkapi juga dengan
perhitungan probabilitas priode ulang kerusakan disetiap propinsi.

5. Jenis peta

5.1. Peta seismisitas

Peta seismisitas adalah peta yang menunjukkan aktifitas gempa bumi. Aktifitas gempa bumi bisa ditinjau
dari bermacam cara, diantaranya adalah dengan peta distribusi gempa bumi. Setiap gempa bumi
melepaskan energi gelombang seismik, sehingga kumpulan gempa bumi pada perioda tertentu pada suatu
area juga suatu cara untuk menggambarkan konsentrasi aktifitas gempa bumi.
Metode pemetaan

Pemetaan ini dilakukan dengan data gempa bumi yang berasal dari beberapa katalog seperti katalog BMG,
USGS (United State Geological Survey) dan ISC (International Seismological Center) gempa di Indonesia
pada periode 1897-2000. Data gempa bumi dipilih dengan magnitudo >= 5 skala Richter dan diplot setiap
periode 10 tahun.

Daerah aktif gempabumi di Indonesia di sepanjang pertemuan lempeng tektonik Eurasia dengan India-
Australian yang membentuk busur dari Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara sampai Maluku, tumbukan
lempeng oseanik Pasifik dengan Lempeng kontinen Australia di bagian utara Irian dan beberapa sesar lokal
seperti sesar Sumatera, sesar Palu-Koro di Sulawesi dan beberapa sesar lokal lainya.

Distribusi gempa bumi ini menggambarkan perbandingan tingkat aktifitas gempa dari satu lokasi terhadap
lainnya tiap kurun waktu 10 tahun. Tinjauan lain adalah melihat konsentrasi energi gempa secara
kumulatif ditiap grid 0,5o x 0,5 o dalam periode 1897-2000. Dengan melalui penyederhanaan yang cukup
radikal kita peroleh hubungan momen energi (Mo) dengan magnitude (mB).

Besaran energi dinyatakan dalam logaritma momen energi yang berkisar antara 1020 erg sampai
1030 erg. Persamaan diatas menunjukkan bahwa perubahan satu skala magnitudo sebanding
dengan perubahan momen energi sebesar 102,383 atau sekitar 242 kali magnitudo dibawahnya.
Untuk log Mo=26.8 atau Mo= 1026.8 sebanding dengan mB=7 setara dengan 242 gempa bumi
dengan mB = 6 atau setara dengan sekitar 58884 gempa dengan mB = 5 skala Richter.

Hasil peta

1. Peta Distribusi gempa bumi tiap periode 10 tahun, dari tahun 1900-2000

2. Peta Distribusi Energi gempa bumi

5.2. Sejarah Gempa merusak, (Peta Intensitas dan probabilitas komulatif


Gempa Bumi)

Gempa merusak dan menelan korban merupakan suatu kejadian yang sering
dilaporkan sejak zaman sebelum ditemukan alat pencatat gempa bumi
(Seismograp). Laporan gempa merusak ini bisa dipakai sebagai data/sample
perhitungan statistik untuk mendapatkan gambaran umum tentang kerusakan dan
korban dimasa mendatang. Cara ini sebetulnya belum bisa menyimpulkan resiko
gempa bumi secara ilmiah, namun cukup mendapatkan gambaran umum dari
sejarah kerusakan yang pernah dialami suatu daerah. Cara yang lebih baik adalah
dengan pengkajian karakteristik tiap sumber gempa dan menghitung
probabilitasnya untuk pertimbangan resiko. Pengkajian sumber gempa merupakan
pengkajian sesar-sesar aktif dan
Untuk mendapatkan nilai-nilai Probabilita Kumulatif di beberapa daerah di
Indonesia, dengan mempergunakan Metoda Analisa DistribusiWeibull, dengan
memakai data sebanyak 280 gempa merusak dari tahun 1821 - 2000, yang
merupakan gempa bumi utama (mainshock) pada magnitudo M > 5.0 skala
richter.

Bahwa Distribusi Weibull untuk pertama kali dipakai menganalisa periode ulang
dan probabilita gempa bumi oleh Hagiwara (1974). Distribusi Weibull yang
dipergunakan, ditulis dengan persamaan sebagai berikut :

(1)

dimana : K dan m adalah konstanta (tetapan),

K > 0 dan m > -1.

∆ t adalah suatu keadaan dimana tidak terjadi gempa bumi sebelum waktu (t)dengan interval
waktunya adalah dari (t) hingga ( t + ∆ t) ).

Pobabilita Kumulatif kejadian gempa bumi selama selang waktu nol dan t dituliskan sebagai
berikut :

F(t) = 1 - R(t)
(2)

dengan R(t) merupakan Reliabilita yang dirumuskan sebagai berikut :

(3)

Perhitungan frekuensi dari gempa bumi (ni) untuk setiap selang waktu ∆ t dipilih secara tepat.
Kemungkinan terjadinya periode ulang gempa bumi yang terletak dalam selang waktu antara
i. ∆ t dan (i+1). ∆ t; (untuk i = 0,1,2,3,...,n)diperoleh bentuk(ni/N), dimana N adalah jumlah total
gempa bumi.

Probabilita Kumulatif dapat diproleh dengan rumusan :

(4)
Sedangkan nilai reliabilita R(t) dapat diperoleh dengan memasukkan persamaan
(4) ke persamaan (2).

Jadi dengan demikian dapat diperoleh nilai Probabilita Kumulatif

dibeberapa daerah di Indonesia, adalah sebagai berikut :

Daerah Waktu ( Tahun ) Probabilita

(%)
Aceh 26 80
Sumatera Utara 28 90
Sumatera Barat 82 80
Sumatera Selatan 42 90
Bengkulu 60 80
Jawa Barat 19 96
Jakarta 28 92
Jawa Tengah 23 96
Jawa Timur 24 95
Bali 34 90
Nusa Tenggara Barat 20 90
Nusa Tenggara Timur 15 90
Timor Timur 6 90
Kaloimantan Timur 16 90
Sulawesi Utara 42 90
Sukawesi Tengah 9 90
Sulawesi Selatan 15 90
Maluku 24 97
Irian Jaya 16 90

Hasil peta

1. Sejarah gempa merusak tiap propinsi dengan memakai skala


Intensitas MMI
2. Probabilitas gempa merusak tiap propinsi

5.3. Peta Percepatan tanah maksimum

Perpindahan materi biasa disebut displacement. Jika kita lihat waktu yang diperlukan untuk
perpindahan tersebut, maka kita bisa tahu kecepatan materi tersebut. Sedangkan percepatan adalah
parameter yang menyatakan perubahan kecepatan mulai dari keadaan diam sampai pada kecepatan
tertentu. Pada bangunan yang berdiri di atas tanah memerlukan kestabilan tanah tersebut agar
bangunan tetap stabil. Percepatan gelombang gempa yang sampai di permukaan bumi disebut juga
percepatan tanah, merupakan gangguan yang perlu dikaji untuk setiap gempa bumi, kemudian
dipilih percepatan tanah maksimum atau Peak Ground Acceleration (PGA) untuk dipetakan agar
bisa memberikan pengertian tentang efek paling parah yang pernah dialami suatu lokasi.
Efek primer gempabumi adalah kerusakan struktur bangunan baik yang berupa gedung perumahan
rakyat, gedung bertingkat, fasilitas umum, monumen, jembatan dan infrastruktur struktur lainnya,
yang diakibatkan oleh getaran yang ditimbulkannya. Secara garis besar, tingkat kerusakan yang
mungkin terjadi tergantung dari kekuatan dan kualitas bangunan, kondisi geologi dan geotektonik
lokasi bangunan, dan percepatan tanah di lokasi bangunan akibat dari getaran suatu gempa bumi.
Faktor yang merupakan sumber kerusakan dinyatakan dalam parameter percepatan tanah.
Sehingga data PGA akibat getaran gempabumi pada suatu lokasi menjadi penting untuk
menggambarkan tingkat resiko gempabumi di suatu lokasi tertentu. Semakin besar nilai PGA yang
pernah terjadi disuatu tempat, semakin besar resiko gempabumi yang mungkin terjadi.

Pengukuran percepatan tanah dilakukan dengan Accelerograph yang dipasang dilokasi penelitian.
Jaringan accelerograph milik BMG tidak lagi beroperasi karena mengalami kerusakan sejak tahun
1980an, sehingga pengukuran percepatan tanah dilakukan dengan cara empiris, yaitu dengan
pendekatan dari beberapa rumus yang diturunkan dari magnitude gempa atau/dan data intensitas.
Perumusan ini tidak selalu benar, bahkan dari satu metoda ke metoda lainnya tidak selalu sama.
Namun cukup memberikan gambaran umum tentang PGA.

Gempa besar bisa terjadi berulang-ulang di suatu tempat. Kita kenal sebagai perioda ulang gempa
bumi. Hal ini didukung oleh teori elastic rebound yang mempunyai fasa pengumpulan energi
dalam jangka waktu tertentu dan kemudian masa pelepasan energi pada saat gempa besar. Perioda
ulang gempa besar bisa 10 tahun, 50 tahun, 100 tahun atau 500 tahun. Sehingga tingkat resiko
bangunan terhadap gempabumi bisa terkait dengan periode ulang gempabumi. Kita ambil contoh
jika bangunan dirancang untuk berumur pakai 50 tahun dan perioda ulang gempa ditempat
tersebut 100 tahun, maka percepatan maksimum di tempat tersebut tentu akan kecil.

5.3.1. Metode Pemetaan

Langkah-langkah membuat peta percepatan tanah maksimum (PGA) adalah sebagai berikut :

 Menyusun kembali data-data gempabumi yang terjadi dalam wilayah Indonesia dan
sekitarnya.

 Membagi Indonesia menjadi grid dengan ukuran 0,5 derajad x 0,5 derajad.

 Menghitung percepatan tanah untuk tiap-tiap grid untuk semua data gempabumi dengan
beberapa formula dan memilih satu percepatan yang paling besar pada tiap-tiap grid.

 Menghitung percepatan tanah maksimum untuk tiap-tiap grid untuk berbagai periode
ulang dengan menggunakan metode McGuire.

 Menentukan tingkat resiko berdasarkan nilai percepatan maksimum.

 Membuat kontur peta resiko untuk wilayah Indonesia.

5.3.2. Perhitungan Percepatan Tanah Maksimum (PGA)

Beberapa formula empiris PGA antara lain metode Donavan, Esteva, Murphy - O’Brein,
Gutenberg – Richter, Kanai, Kawasumi dan lain-lain. Formula-formula empiris tersebut
ditentukan berdasarkan suatu kasus gempabumi pada suatu tempat tertentu, dengan
memperhitungkan karakteristik sumber gempabuminya, kondisi geologi dan geotekniknya. Dari
beberapa formula tersebut kita pilih formula Murphy –O’Brein, Gutenberg-Richter dan Kanai
untuk diterapkan pada penelitian ini. Formula Murphy-O’Brein memberikan hasil yang mirip
dengan formula Gutenberg-Richter yang dikombinasikan dengan fungsi attenuasi gempabumi
yang ditentukan berdasarkan gempa Flores, 12 Desember 1991. Formula Kanai perhitungan
percepatan tanahnya memperhitungkan site effect yang direpresentasikan oleh periode dominan
tanah di site tersebut. Perhitungan dengan formula-formula ini mengunakan data gempabumi
selama periode 100 tahun.

Formula Murphy –O’Brein :

PGA=10(0,14 I + 0,24 M) – 0,68(log d + 0,7 )

dimana :

PGA = Peak Ground Acceleration

I = Intensitas standard MMI

M = Magnitude gempabumi

d = jarak antara lokasi dengan sumber gempabumi

Formula Gutenberg-Richter :

log a = I/3 –0.5 dan Io = 1,5 ( M-0,5)

dimana :

a = percepatan (gal),

I = Intensitas (MMI) dan

Io = Intensitas pada hyposenter.

Fungsi attenuasi intensitas gempa Flores 12 Des 1992.

I = Io exp. (-0,0021 X),

dimana :

I = intensitas pada jarak X km dari Io

Formula Kanai :

dimana :
M = Magnitudo gelombang permukaan

∆ = Jarak episenter

5.3.3. Periode Ulang

Fenomena gempabumi dapat digambarkan sebagai pelepasan energi oleh batuan bumi yang
mengalami stress (baik regangan maupun tekakan) setelah mengalami akumulasi dalam jangka
waktu tertentu sesuai dengan sifat fisik batuan buminya. Semakin tinggi kekuatan batuan dalam
menahan stress semakin besar pula energi yang dilepaskan. Dengan perkataan lain, semakin besar
periode ulang suatu gempabumi semakin besar pula magnitude gempabumi yang akan terjadi. Dan
semakin besar magnitude gempabumi makin besar pula percepatan tanah yang terjadi di suatu
tempat.

Untuk menghitung besarnya percepatan maksimum pada tiap-tipa grid digunakan metode
McGuire, dimana probabilitas kejadian gempa dihitung berdasarkan distribusi ektrim Gumbel
untuk periode ulang gempabumi 5, 10,20, 50, dan 100 tahun.

Metode McGuire :

dimana :

b1 = 472.3

b2 = 0.278

b3 = 1.301

m = magnitudo gelombang permukaan, dan

R = Jarak hiposenter

Ada 3 (tiga) tipe distribusi ekstrim gumbel yaitu :

1. Distribusi Ekstrim Gumbel tipe I :

= exp [- exp{-α (x – v)}] (1)

2. Distribusi Ekstrim Gumbel tipe II :

= exp {- } (2)
3. Distribusi Ekstrim Gumbel tipe III :

= exp {- } (3)

dimana :

α = parameter fungsi intensitas

v = karakteristik harga maksimum

x = suatu variable

ε = batas bawah harga maksimum

w = batas atas harga maksimum

k = parameter kelengkungan

Hasil peta

1. Peta PGA metoda McGuire

2. Peta PGA metoda Kanai

3. Peta PGA metoda Murphy-O’Brein

4. Peta PGA metoda Gutenberg-Richter

5.4. Peta sejarah Tsunami

Istilah “tsunami” berasal dari kosa kata Jepang “tsu” yang berarti gelombang dan “nami” yang
berarti pelabuhan, sehingga secara bebas, “tsunami” diartikan sebagai gelombang laut yang
melanda pelabuhan. Bencana tsunami terbukti menelan banyak korban manusia maupun harta
benda, sebagai contoh untuk Tsunami di Flores (1992) mengakibatkan meninggalnya lebih dari
2000 manusia, kemudian untuk tsunami di Banyuwangi (1994) telah menelan korban 800 orang
lebih, belum termasuk hitungan harta benda yang telah hancur.

Tsunami ditimbulkan oleh adanya deformasi (perubahan bentuk) pada dasar lautan, terutama
perubahan permukaan dasar lautan dalam arah vertikal. Perubahan pada dasar lautan tersebut akan
diikuti dengan perubahan permukaan lautan, yang mengakibatkan timbulnya penjalaran
gelombang air laut secara serentak tersebar keseluruh penjuru mata-angin. Kecepatan rambat
penjalaran tsunami di sumbernya bisa mencapai ratusan hingga ribuan km/jam, dan berkurang
pada sa’at menuju pantai, dimana kedalaman laut semakin dangkal. Walaupun tinggi gelombang
tsunami disumbernya kurang dari satu meter, tetapi pada saat menghepas pantai, tinggi gelombang
tsunami bisa mencapai lebih dari 5 meter. Hal ini disebabkan berkurangnya kecepatan merambat
gelombang tsunami karena semakin dangkalnya kedalaman laut menuju pantai, tetapi tinggi
gelombangnya menjadi lebih besar, karena harus sesuai dengan hukum kekekalan energi.

Penelitian menunjukkan bahwa tsunami dapat timbul bila kondisi tersebut dibawah ini terpenuhi :

 Gempabumi dengan pusat di tengah lautan.

 Gempabumi dengan magnitude lebih besar dari 6.0 skala Ricter

 Gempabumi dengan pusat gempa dangkal, kurang dari 33 Km

 Gempa bumi dengan pola mekanisme dominan adalah sesar naik atau sesar turun

 Lokasi sesar (rupture area) di lautan yang dalam (kolom air dalam).

 Morfologi (bentuk) pantai biasanya pantai terbuka dan landai atau berbentuk teluk.

Metode pemetaan

Peta bahaya tsunami di wilayah Indonesia berasal dari dua peta; peta rawan tsunami dan peta
potensi tsunami. Sumber data peta ini berasal dari catatan sejarah peristiwa alam tsunami di
Indonesia dari tahun 0 sampai dengan tahun 2000. Sumber data peristiwa alam termasuk gempa
bumi dan gunung meletus beserta akibatnya pada tahun 0 sampai dengan 1900 diambil dari
catalog “The Earthquake of The Indonesian Archipelago” oleh Arthur Wichmann versi bahasa
Inggris. Catalog ini berisi catatan peristiwa alam yang dirangkum dari berbagai sumber termasuk
catatan harian pelaut, pedagang dsb. Peristiwa Tsunami diterjemahkan kedalam tingginya tsunami
pada suatu lokasi untuk dipetakan.

Peta Potensi Tsunami adalah peta bahaya tsunami pada daerah tersebut berdasarkan peristiwa
tsunami yang pernah terjadi. Data dasar yang dipakai dalam pembuatan peta ini adalah ketinggian
“run up” (limpasan gelombang tsunami di pantai) yang terukur di lapangan. Ketinggian diukur
dengan titik dasar pada garis pantai. “Run up” dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu : tidak
bahaya, dengan tinggi run up 0 – 2 m; bahaya, dengan tinggi run up 2 - 5 m; dan sangat bahaya,
dengan tinggi run up lebih dari 5m.

Peta rawan tsunami

Peta rawan tsunami menggambarkan pantai-pantai di Indonesia yang rawan terhadap bahaya
tsunami. Kerawanan terhadap tsunami disusun berdasarkan peta tektonik Indonesia, dimana zona-
zona subduksi dan zona busur dalam (back arc thrust) merupakan sumber gempabumi dangkal di
laut. Dengan demikian pantai yang menghadap kedua kondisi tektonik tersebut merupakan pantai
yang rawan tsunami.

Hasil pemetaan

Peta potensi dan rawan tsunami.


5.5. Peta Resiko Gempa Bumi

Semua pemetaan di atas disimpulkan dalam Peta resiko gempa bumi yang
dihasilkan dari intergrasi dua peta yaitu peta yang menampilkan dampak gempa
bumi di lokasi tertentu. Penampilan peta ini bisa dari integrasi percepatan
maksimum tanah dengan Tsunami dan distribusi energi gempa dengan tsunami.
Untuk integrasi ini perlu didefinisikan tingkat resiko gempa bumi. Definisi yang
kita pakai sangat subjektif, karena banyak parameter yang tidak tersedia. Definisi
ini sangat mudah diubah-ubah dalam aplikasi SIG, sesuai dengan tingkat resiko
dan parameter yang tersedia. Parameter yang dimaksud sangat dipengaruhi oleh
kondisi lokal seperti ketebalan lapisan sedimen dan perioda dominan lapisan
tanah.

Penjumlahan tingkat resiko didefinisikan sebagai penjumlahan linier;

T = R1 + R2

Dimana T=total resiko, R1, adalah resiko parameter I dan R2 adalah resiko
parameter II.

5.5.1. Peta Percepatan tanah maksimum dan tsunami

Peta percepatan tanah maksimum merupakan dampak gelombang gempa dilokasi


pengamat, sehingga bisa menjadi ukuran resiko gempa bumi dan dijumlahkan
dengan tingkat resiko tsunami. Peta percepatan tanah maksimum diklasifikasikan
menjadi 10 (sepuluh) macam tingkat resiko berdasarkan besaran percepatan
maksimum (satuan gal = cm/s2) dan Intensitas (satuan MMI).

NO. TINGKAT RESIKO NILAI PERCEPATAN INTENSITAS KODE

(gal) (MMI)
1. Resiko sangat kecil < 25 < VI 0
2. Resiko kecil 25 – 50 VI-VII 1
3. Resiko sedang satu 50 – 75 VII-VIII 2
4. Resiko sedang dua 75 – 100 VII-VIII 3
5. Resiko sedang tiga 100 – 125 VII- VIII 4
6. Resiko Besar satu 125 – 150 VIII – IX 5
7. Resiko Besar dua 150 – 200 VIII – IX 6
8. Resiko Besar tiga 200 – 300 VIII – IX 7
9. Resiko sangat besar satu 300 – 600 IX – X 8
10. Resiko sangat besar dua > 600 >X 9

Peta tsunami diklasifikasikan menjadi 10 macam tingkat resiko berdasarkan tinggi


runup.

NO. TINGKAT RESIKO NILAI RUNUP KODE

(m)
1. Resiko sangat kecil < .1 0
2. Resiko kecil 0.1 – 0.5 1
3. Resiko sedang satu 0.5-1 2
4. Resiko sedang dua 1-2 3
5. Resiko sedang tiga 2-4 4
6. Resiko Besar satu 4-7 5
7. Resiko Besar dua 7-10 6
8. Resiko Besar tiga 10-20 7
9. Resiko sangat besar satu 20-30 8
10. Resiko sangat besar dua > 30 9

5.5.2. Peta akumulasi energi gempa dan tsunami

Akumulasi energi gempa adalah jumlah seluruh gempa yang pernah terjadi dalam
periode 100 tahun. Akumulasi ini menjadi ukuran tingkat seismisitas pada
pemetaan ini dan dijumlahkan dengan tingkat resiko tsunami.

Klasifikasi resiko akumulasi energi gempa didefinisikan sbb:

NO. TINGKAT RESIKO Magnitude Log Mo KODE

(mB) (pangkat 10)


1. Resiko sangat kecil < 4.5 19-20.9 0
2. Resiko kecil 4.5 – 5 20.9-22.1 1
3. Resiko sedang satu 5-5.5 22.1-23.3 2
4. Resiko sedang dua 5.5-6 23.3-24.5 3
5. Resiko sedang tiga 6-6.5 24.5-25.7 4
6. Resiko Besar satu 6.5-7 25.7-26.9 5
7. Resiko Besar dua 7-7.5 26.9-28.1 6
8. Resiko Besar tiga 7.5-8 28.1-29.3 7
9. Resiko sangat besar satu 8.0-8.5 29.3-30.5 8
10. Resiko sangat besar dua > 8.5 30.5-33 9

Hasil pemetaan

1. Peta resiko gempa 1, penjumlahan percepatan tanah maksimum dan tsunami.

Penjumlahan ini dilakukan dengan memakai beberapa peta percepatan tanah maksimum
yaitu;

1.a. Percepatan tanah maksimum versi McGuire untuk perioda ulang 5,25,50 dan 100 tahun

1.b. Percepatan tanah maksimum versi Murphy-O’Brien

1.c. Percepatan tanah maksimum versi Gutenberg Richter

2. Peta resiko gempa 2, penjumlahan akumulasi energi dan tsunami

6. Team peneliti
Untuk memudahkan mekanisme kerja, kami bagi kelompok kerja berdasarkan
pada unsur peta;

a) Percepatan tanah; menghitung percepatan tanah

b) Tsunami; mengumpulkan dan memetakan data tsunami

c) Data makro;mengumpulkan dan memetakan data intensitas

d) Hyposenter; memetakan berbagai macam seismisitas

e) Sistem Informasi Geografi (SIG); merangkum semua unsur peta, merancang


aplikasi dan membuat manual.

Anggota team terdiri dari;

a. Fauzi MSc PhD


b. Masturyono MSc PhD
c. Drs. Rasyidi Sulaiman
d. Ir. Sindhu Nugroho Msi
e. Drs. Subardjo Dip.Seis.
f. Drs. Wandono MSi
g. Ir. Rameo Adi MSc
h. Ir. Roberto Pasaribu DEA
i. Ir. Rinto Mardiyono SSi
j. Ir. Rizkita Paritusta MT
k. Guswanto SSi
l. RR Yuliana P
m. Muzli
n. Iqbal
o. Karyono
p. Ariska R
q. Drs. Abdul Gafur

DAFTAR ACUAN :

1. Benjamin F Howell,JR; Introduction to Geophysics, Mc Graw Book Company, 1956

2. P.J. Prih Harjadi & Subardjo, Fungsi Attenuasi Intensitas Gempa Flores 12 Desember
1992, Proceding PIT-HAGI ke 18 tahun 1993

3. Ir. Gunawan, dkk, Diktat Perencanaan Struktur Tahan Gempa, Jilid 1, Delta Tehnik
Group.

4. Peta Resiko Gempabumi di Indonesia, Proyek Meteorologi dan Geofisika Pusat BMG
dengan Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMIPA ITB- Bandung 1995.
5. Hagiwara,Yukio, Probability of earthquake occurrence as obtained from
a Weibull distribution analysis of crustal strain Tectonophysics,23
(1974),313-318.

6. Rikitake,Tsuneji,Earthquake forecasting and warning,Center for


Academic Publication,1981.

7. Larson,Harold,J,Introduction to probability theory and statistical


inference,second edition,John Wiley & son,Inc,1974.

8. Sulaeman Ismail,Metode peramalan gempa bumi dan


penerapannya,BMG,Departemen Perhubungan,1983.

9. A Physical-Based Earthquake Recurrence Model for Estimation of Long-


Term Earthquake Probabilities. Ellsworth, W.L., Matthews. M.V, Nadeau,
RM., Nishenko, S.P., Raesenberg, PA., Simpson, R.W., Workshop on
Earthquake recurrence state of the art and direction for the future, Istituto
Nazionale de Geofisica, Rome, Italy, Feb.,1999.

http://www.reindo.co.id/gempa/Reference/peta_gempa.htm

epat dan Tepat, Memilih Tenaga Bantuan Bencana

Edisi 68 November 2009

Bencana dapat terjadi di mana dan kapan saja. Seringkali menuntut ketersediaan tenaga
ahli penanggulangan bencana secepat mungkin. Bagaimana proses rekrutmennya?

Dalam setiap bencana, diperlukan langkah-langkah cepat. Termasuk kesigapan para


lembaga atau organisasi penanggulangan bencana dalam menyiapkan tenaga ahli yang
akan diterjunkan ke lokasi bencana. Bagaimana mereka merekrut tenaga ahli yang
profesional dalam waktu relatif singkat?

Salah satu lembaga kemanusiaan yang fokus pada penanggulangan bencana di Indonesia,
di antaranya Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang dirintis sejak 1994. Direktur Program ACT
Imam Akbari menceritakan, dalam proses rekrutmen ACT membangun kerja sama
strategis dengan berbagai asosiasi profesional nasional dari berbagai bidang kerja yang
relevan dengan kebutuhan ACT dan dapat mendukung ketersediaan sumber daya manusia
(SDM) yang sesuai di lapangan. Misalnya, melalui Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
dan Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI)-Medical Relief. Bisa juga
diambil dari database yang terkumpul baik dari aplikasi relevan yang masuk melalui
Masyarakat Relawan Indonesia (MRI) atau yang dibentuk ACT sendiri di berbagai
daerah di seluruh Indonesia, maupun hasil interaksi di lokasi bencana saat itu.

Para tenaga ahli yang direkrut ACT dilatarbelakangi dari berbagai bidang profesi,
tergantung kebutuhan spesifik di lapangan. Umumnya meliputi tenaga medis, rescue,
logistik, fotografer, jurnalis, psikolog, dan lain-lain. Iman memaparkan, lantaran kondisi
emergency yang sangat menuntut kecepatan, pihaknya melakukan rekrutmen melalui
wawancara secara informal, dengan mengeksplorasi jatidiri dan karakter kandidat yang
sesuai dengan visi dan misi lembaga. “Setiap aktivitas kami berbasis kerelawanan. Jadi,
pada dasarnya tak ada syarat khusus untuk menjadi seorang relawan, karena kerelawanan
bersifat universal,” imbuhnya.

Sistem rekrutmen karyawan ACT, lanjut Imam, dilakukan secara konvensional seperti
standar perekrutan karyawan pada umumnya di berbagai lembaga atau organisasi.
Namun, katanya, perekrutan karyawan ACT tetap dengan mempertimbangkan nilai-nilai
kepedulian dan kerelawanan, sesuai visi dan misi lembaga. “Meski merupakan lembaga
nonprofit, nilai-nilai profesionalitas dalam konteks akuntabilitas dan responsibilitas
pekerjaan menjadi perhatian utama kami. Kami lembaga yang diusung publik dan diaudit
oleh kantor akuntan publik terkemuka,” ujarnya.

Tantangan yang dihadapi dalam merekrut tenaga ahli untuk penanggulangan bencana
biasanya karena adanya tuntutan ketersediaan tenaga lokal di lokasi dengan cepat. “Salah
satu karakter kerja kami adalah memberdayakan potensi lokal termasuk dalam hal SDM,”
tutur Imam memberitahu.

Selain ACT, lembaga yang juga kerap memberi bantuan kemanusiaan, yakni CARE
Indonesia (CI). CI merupakan bagian dari CARE International, yang terdiri dari 12
negara. Beroperasi di Indonesia sejak 1967, awalnya CI terlibat dalam penyaluran
makanan, pembangunan fasilitas kesehatan, program pemberian makanan di sekolah, dan
proyek-proyek infrastruktur kecil lainnya. Seiring waktu, CI mengubah fokusnya menuju
program untuk menghadapi kondisi darurat. Misalnya, menanggapi berbagai konflik dan
bencana alam. CI kini juga mengembangkan beragam inisiatif yang bertujuan untuk
mengurangi penderitaan masyarakat sambil meletakkan landasan kuat untuk pemulihan
dan pengembangan di masa yang akan datang.

Saat bencana gempa di Padang, Sumatera Barat, misalnya, CI mengirimkan anggota tim
tanggap darurat pada hari pertama. CI merupakan anggota tim assessment bersama
beberapa departemen pemerintah, organisasi kemanusiaan lain dan badan PBB untuk
menentukan kebutuhan utama bagi para korban gempa yang selamat. “Dalam keadaan
darurat di Padang, Care Indonesia telah merekrut tujuh orang profesional yang meliputi
satu orang project manager, dua orang untuk logistik, satu orang untuk mengurusi
keuangan, dan tiga driver,” ungkap Maruba Lumban Toruan, Senior HR Manager CARE
Indonesia.

Menurut Toru, sapaan akrabnya, para tenaga ahli penanggulangan bencana yang direkrut
CI untuk kota Padang disesuaikan dengan kebutuhan pada saat kondisi emergency di
lokasi bencana. “Orang-orang yang kami rekrut itu berdasarkan database yang kami
miliki dan mereka sudah pernah ikut proyek kami sebelumnya. Kalau merekrut orang
lain, belum tentu punya pengalaman untuk mengatasi kondisi emergency,” paparnya
seraya menambahkan, para tenaga ahli tersebut sudah disetuji pihak CARE Pusat di
Kanada.

Meski memiliki banyak database para tenaga ahli penanggulangan bencana, CI


mengutamakan potensi SDM lokal yang memiliki kemampuan sesuai dengan kebutuhan.
“Kebetulan project manager kami yang di Padang memang orang sana. Jadi dia tahu
daerahnya sendiri,” tuturnya. Kendati demikian, proses rekrutmen tetap selektif. Dalam
arti, kandidat yang terpilih memang memiliki kemampuan atau pengalaman kerja
sebelumnya sesuai posisinya sekarang. “Biasanya kami hanya melakukan short interview
karena kami sudah tahu data dia sebelumnya. Jadi, kami tidak perlu melakukan lagi cek
referensi. Kecuali, kalau dia sudah berhenti dari CARE lebih dari dua tahun,” ujar Toru
menjelaskan.

CI sebagai organisasi internasional non-pemerintah (NGO), diakui Toru, dalam


melakukan rekrutmen karyawan tidak serumit di perusahaan swasta yang biasanya
melakukan screening, psikotest, dan wawancara berulangkali. Namun untuk posisi
tertentu, seperti manajer proyek, akan dilakukan uji persentasi satu studi kasus
penanggulangan bencana. Itu pun kalau waktunya memungkinkan. “Misalnya, kita punya
bujet proyek sekian, Anda sebagai project manager dalam waktu dua tahun ke depan, apa
yang harus Anda lakukan? Strategi apa yang Anda pakai dalam penanggulangan
bencana?,” tuturnya mencontohkan pertanyaan saat uji presentasi.

Kalau waktunya tidak memungkinkan untuk bertemu dengan kandidat, biasanya proses
wawancara dilakukan melalui teleconference. “Kelemahannya memang kami tidak
mengetahui bentuk fisiknya kandidat. Tetapi, upaya ini dilakukan karena kami butuh
orang cepat dan bujet terbatas untuk mendatangkan kandidat itu ke kantor,” katanya
memberi alasan. Waktu yang dihabiskan dalam perbincangan dengan satu kandidat
sekitar 1-2 jam. “Tetapi tergantung posisinya. Kalau posisinya teknikal, biasanya agak
lama karena kami butuh penjelasan yang lebih detail,” ujar Toru.

http://www.portalhr.com/

Prinsip-prinsip penanggulangan bencana

Prinsip-prinsip penanggulangan bencana adalah (1) cepat dan tepat, (2) prioritas, (3)
koordinasi dan keterpaduan, (4) berdaya guna dan berhasil guna, (5) transparansi dan
akuntabilitas, (6) kemitraan, (7) pemberdayaan, (8) nondiskriminatif, (9) nonproletisi.
(UU 24/2007)

Penanganan cepat dan tepat


http://file.upi.edu/

Analisis Time History menggunakan SAP2000


atau ETABS
Indonesia adalah negara yang dilalui 2 jalur seismik. Oleh karenanya gempa
bumi sering terjadi di negara ini. Bagi seorang insinyur teknik sipil
khususnya struktur, beban gempa bumi harus menjadi aspek penting
yang perlu diperhitungkan dalam mendesain bangunan dari aspek
struktural. Ada 2 pendekatan yang digunakan untuk
memperhitungkan beban lateral (gempa bumi) yang bekerja pada
suatu struktur, yaitu analisis secara statik ekivalen dan analisis
dinamik (respon spektra atau time history). Kali ini saya mau berbagi
cara menganalisis beban lateral time history dengan menggunakan
bantuan software SAP2000 atau ETABS. Sengaja saya tulis di blog
saya, dengan harapan dapat bermanfaat bagi orang lain dan saya juga
semakin mengerti dengan menuliskannya di sini

Adapun analisis ini saya bagi menjadi 3 tahapan, yaitu:

1. Download recorded accelerograms dari the PEER database

2. Upload accelerogram yang telah didownload ke SAP2000

3. Run “time-history analysis: dan menampilkan hasil analisis

Download recorded accelerograms dari the PEER database

Salah satu intitusi yang bernama


“The Pacific Earthquake Engineering Research (PEER)”, yang
berpusat di University of California at Berkeley, mempunyai koleksi
lebih dari 10,000 rekaman strong ground motion yang terdiri dari 173
data gempa yang berbeda yang dapat diakses publik secara online.

Alamat websitenya adalah: http://peer.berkeley.edu/

Keseluruhan database ini dapat dicari di alamat: http://peer.berkeley.edu/nga/

Sebagai contoh, misalnya kita ingin mendownload accelerogram recorded the


Imperial Valley 1940 earthquake. Silakan ikuti langkah seperti pada
gambar berikut.
Saat event telah terpilih di top drop-down list, kita harus memilih menu
DISPLAY the results “In Table” daripada “On Map”.Lalu SEARCH!

Mencari accelerogram:

Dengan meng-klik data yang diinginkan dalam hal ini NGA0006, halaman
baru akan muncul dengan beberapa informasi terkait gempa tersebut.
Apabila kita me-scroll down, links menuju 3 komponen dari
accelerogram (180°, 270° and vertical) akan muncul.
Dengan right-click pada satu dari link tersebut (misal komponen pertama
horizontal ditandai dengan IMPVALL/I-ELC180), halaman baru
berupa kumpulan data angka-angka akan terbuka yang berisi time
history of the ground acceleration yang dipilih.
Empat baris pertama data di atas adalah berupa keterangan mengenai gempa tersebut,
yaitu:

• Location: “Imperial Valley”


• Date: 19th May 1940
• Time: 4:39am
• Station: “El Centro Array #9”
• Direction: Horizontal, 180°
• Units of acceleration: g= 9.81 m/s2 (acceleration of gravity)
• Number of time instants: 4,000
• Sampling time: Δt= 0.01 s (f= 100 Hz)

Save data dalam format TXT atau anda dapat mengganti ekstensinya secara
manual.

Adapun cara membaca data gempa tersebut adalah dari dari kiri ke kanan per baris lalu
ganti ke baris selanjutnya hingga baris terakhir.

Upload accelerogram yang telah didownload ke SAP2000

Ikuti langkah-langkah seperti yang ditunjukkan oleh anak panah pada gambar.

Definisikan Time History Function.


Upload accelerogram dengan memilih menu upload from file.

Isi data-data berikut:


Dalam contoh ini data yang diisi adalah,

• Name of the function (e.g. EL_CENTRO_1940)


• Location of the file by using the button BROWSE…
• Number of lines to skip (4 for the PEER database)
• Number of points per line (5 for the PEER database

Agar data yang telah dimasukkan dapat digunakan dalam analisis, makan data tersebut
harus didefinisikan secara benar dalam menu ANALYSIS CASE. Hal tersebut dapat
dilakukan dengan memilih SELECT pada menu bar, kemudian DEFINE → ANALYSIS
CASES. Analysis case dari accelerogram tadi adalah TIME HISTORY, yang dapat
dipilih dari menu drop-down list setelah mengklik ADD NEW CASE…
Definisikan analysis case type dan isi data-data lainnya yang sesuai
• The load type is an ACCELeration of the ground (pilihan pertama di drop-down
list)
• Untuk model planar, biasanya gempa diasumsikan terjadi pada arah X, misal
Load name U1 (drop-down list kedua)
• Data gempa dari website PEER masih menggunakan satuan g atau gravitasi, jadi
scale factor diisi dengan 9.81 m/s2 atau 981 cm/s2, tergantung unit yangs edang
digunakan pada SAP2000 atau ETABS.
• The number of time steps harus diberikan berdasarkan durasi dari accelerogram
dibagi dengan sampling time: dalam contoh ini: 40 s / 0.01 s = 4,000 steps

Run “time-history analysis: dan menampilkan hasil analisis

Run program (lihat gambar di bawah ini)


Contoh hasil analisis berupa diagram gaya aksial dan diagram momen
Kita juga dapat mengetahui gaya-gaya dalam yang terjadi pada waktu
tertentu seperti berikut:
Dalam kasus seperti di atas, gaya-gaya dalam adalah yang terjadi pada saat t=1
detik. Selain itu, diagram berwarna merah pada gaya aksial berarti
tekan sedangkan yang berwarna kuning adalah tarik.

Selain itu, kita juga dapat menampilkan output lainnya dengan memilih menu
DISPLAY lalu SHOW PLOT FUNCTION.
Dalam contoh ini akan ditampilkan displacement dalam arah X joint no. 23,
dengan selang waktu 0 hingga 40 detik. Hasilnya adalah sebagai
berikut:
Mohon penjelasan misal pada :

El Centro 2 ( 19 Mei 1940 ) ada 3 set :


ELC180
ELC270
ELC-UP

Northridge-1 NGA1077 ( Santa Monica City Hall ) ada 3 set :


NORTHHR090
NORTHHR360
NORTHHR-UP

Lalu untuk 2 contoh di atas mana saja yg nanti jadi time history arah X, Y & Z di
etabs/sap2000 ?

Mohon dibantu, bisa langsung jawab ke e-mail saya

x dan y bisa dimisalkan yg mana saja. gunakan up untuk percepatan arah vertikal.

Thanks jawabannya
Berarti misal saya gunakan sebagai :
ELC180 –> X ( U1)
ELC270 –> Y (U2)
ELC-UP –> Y (UZ)

NORTHHR090–> X ( U1)
NORTHHR360 –> Y (U2)
NORTHHR-UP –> Y (UZ)

BETUL ?

Perasaan gempa yg di PEER tsb gempanya gempanya udah agak lama keliatannya paling
baru th 2000-an aja.
Kalo gempa yg lebih baru dimana cari time-historynya yah ?
Misal gempa sichuan cina, gempa cile & tentu saja yg barusan di jepang ?

Btw, untuk gempa lokal seperti gempa aceh 26 des 2004, gempa jogja 27 mei 2006, &
gempa2 lain di mana yah dapet time-history nya ?

Thanks

Sebenernya arah datangnya gempa kita kan gak tahu, kalo mau dipake buat desain pake
aja yg yang PGA nya lebih besar untuk arah sumbu lemah struktur. Tapi kalo misalkan
sitenya tanah lunak, gempa vertikal jadi salah satu pertimbangan utama. Untuk data
gempa lain bisa dicari di situs USGS, tapi kurang tahu juga update terakhirnya samapi
kapan. Kalau data gempa spesifik negara tertentu, misalnya yg saya tahu Taiwan, bisa
buka ke http://www.cwb.gov.tw kalau negara China, Japan, dll mungkin bisa dicek di
web pemerintah yg nanganin masalah kegempaannya. Kalau data gempa indonesia blm
nemu juga webnya, biasanya beredar dari teman ke teman, hehemohon bantuanya ya.
ini saya ada tugas akhir mengenai analisa kelakuan dinamis jembatan penyeberangan
akibat beban dinamis manusia. untuk analiasa kelakuan saya menggunakan time history
pada sap 2000. apakah langkahnya sama dengan tutorial di atas?? untuk gempa kan harus
download data terlebih dahulu, bagaimana kalau saya punya data beban sendiri.
trimakasih bantuannya..iya, sama saja. kalau punya data sendiri atau mau buat sendiri
juga bisa, menggunakan menu time history untuk mendefine bebannya..salam,
mau nanya nih, masih seputar SAP2000. jika kita sudah melakukan proses disain pada
struktur beton bertulang dengan SAP2000 dan selanjutnya kita ingin melakukan evaluasi
terhadap struktur tersebut (misalnya pushover/time history), apakah tulangan yang sudah
kita peroleh dalam proses disain tersebut secara otomatis di-inputkan ke dalam section
properties yang kita miliki? ataukah kita harus memasukkan jumlah tulangan hasil disain
tersebut secara manual? kalau secara manual, section properties pada sap hanya membagi
bentang balok menjadi dua bagian sedangkan tulangan tumpuan dan lapangan biasanya
berbeda. bagaimana menyiasati hal tersebut? thanks.baik ETABS maupun SAP2000
setahu saya tidak memodelkan tulangan balok. Yang bisa dimodelkan sejauh ini adalah
tulangan kolom. Dengan prinsip strong column weak beam, harusnya balok aman kalau
beam aman. Semoga bisa membantu.
http://andrepuja.wordpress.com/2011/03/04/analisis-time-history-menggunakan-sap2000-
atau-etabs/

http://peer.berkeley.edu/peer_ground_motion_database/site/tutorials
http://peer.berkeley.edu/

http://www.avira.com/en/support-vdf-update-info

Anda mungkin juga menyukai