Anda di halaman 1dari 15

Nama : Ismiyatin Qurrata’aini

NIM : 0970750039

Tugas : Hukum Internasional

A. Syarat-Syarat Berdirinya Negara

Suatu negara apabila ingin diakui sebagai negara yang berdaulat secara
internasional minimal harus memenuhi empat persyaratan faktor atau unsur negara
berikut di bawah ini:

1. Memiliki Wilayah

Untuk mendirikan suatu negara dengan kedaulatan penuh diperlukan wilayah


yang terdiri atas darat, laut dan udara sebagai satu kesatuan. Untuk wilayah yang jauh
dari laut tidak memerlukan wilayah lautan. Di wilayah negara itulah rakyat akan
menjalani kehidupannya sebagai warga negara dan pemerintah akan melaksanakan
fungsinya.

2. Memiliki Rakyat

Diperlukan adanya kumpulan orang-orang yang tinggal di negara tersebut dan


dipersatukan oleh suatu perasaan. Tanpa adanya orang sebagai rakyat pada suatu ngara
maka pemerintahan tidak akan berjalan. Rakyat juga berfungsi sebagai sumber daya
manusia untuk menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari.

3. Pemerintahan Yang Berdaulat

Pemerintahan yang baik terdiri atas susunan penyelengara negara seperti lembaga
yudikatif, lembaga legislatif, lembaga eksekutif, dan lain sebagainya untuk
menyelengarakan kegiatan pemerintahan yang berkedaulatan.

4. Pengakuan Dari Negara Lain (Hubungan Internasional dengan Negara Lain)

Untuk dapat disebut sebagai negara yang sah membutuhkan pengakuan negara
lain baik secara de facto (nyata) maupun secara de yure. Sekelompok orang bisa saja
mengakui suatu wilayah yang terdiri atas orang-orang dengan sistem pemerintahan,

1
namun tidak akan disetujui dunia internasional jika didirikan di atas negara yang sudah
ada.

Negara adalah suatu wilayah di permukaan bumi yang kekuasaannya baik politik,
militer, ekonomi, sosial maupun budayanya diatur oleh pemerintahan yang berada di
wilayah tersebut. Negara adalah pengorganisasian masyarakat yang mempunyai rakyat
dalam suatu wilayah tersebut, dengan sejumlah orang yang menerima keberadaan
organisasi ini. Syarat lain keberadaan negara adalah adanya suatu wilayah tertentu tempat
negara itu berada. Hal lain adalah apa yang disebut sebagai kedaulatan, yakni bahwa
negara diakui oleh warganya sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas diri mereka pada
wilayah tempat negara itu berada.

B. Terbentuknya Negara

Beberapa teori terbentuknya Negara dapat dilihat dari teori dibawah sebagai
berikut:

1. Teori hukum alam

Pemikiran pada masa Plato dan Aristoteles kondisi alam tumbuhnya manusia
berkembangnya negara.

2. Teori ketuhanan

Segala sesuatu adalah ciptaan tuhan.

3. Teori perjanjian

Manusia menghadapi kondisi alam dan timbullah kekerasan. Manusia akan


musnah bila ia tidak mengubah cara-caranya. Manusia pun bersatu untuk mengatasi
tantangan dan menggunakan persatuan dalam gerak tunggal untuk kebutuhan
bersama. Proses terbentuknya negara di zaman modern. Proses tersebut dapat berupa
penaklukan, peleburan, pemisahan diri, dan pendudukan atas negara atau wilayah
yang belum ada pemerintahan sebelumnya.

Asal Mula Terjadinya Negara:

1. Pendudukan (Occupatie)

2
Hal ini terjadi ketika suatu wilayah yang tidak bertuan dan belum dikuasai,
kemudian diduduki dan dikuasai.Misalnya,Liberia yang diduduki budak-budak Negro
yang dimerdekakan tahun 1847.

2. Peleburan (Fusi)

Hal ini terjadi ketika negara-negara kecil yang mendiami suatu wilayah
mengadakan perjanjian untuk saling melebur atau bersatu menjadi Negara yang
baru.Misalnya terbentuknya Federasi Jerman tahun 1871.

3. Penyerahan (Cessie)

Hal ini terjadi Ketika suatu Wilayah diserahkan kepada negara lain
berdasarkan suatu perjanjian tertentu.Misalnya,Wilayah Sleeswijk pada Perang Dunia
I diserahkan oleh Austria kepada Prusia,(Jerman).

4. Penaikan (Accesie)

Hal ini terjadi ketika suatu wilayah terbentuk akibat penaikan Lumpur Sungai
atau dari dasar Laut (Delta).Kemudian di wilayah tersebut dihuni oleh sekelompok
orang sehingga terbentuklah Negara. Misalnya wilayah negara Mesir yang terbentuk
dari Delta Sungai Nil.

5. Pengumuman (Proklamasi)

Hal ini terjadi karena suatu daerah yang pernah menjadi daerah jajahan
ditinggalkan begitu saja. Sehingga penduduk daerah tersebut bisa mengumumkan
kemerdekaannya. Contahnya, Indonesia yang pernah di tinggalkan Jepang karena
pada saat itu jepang dibom oleh Amerika di daerah Hiroshima dan Nagasaki.

6. Perjanjian Internasional
7. Plebesi (Referendrum atau pemungutan suara).

Unsur Negara:

1. Bersifat konstitutif.
Berarti bahwa dalam negara tersebut terdapat wilayah yang meliputi
udara, darat, dan perairan(dalam hal ini unsur perairan tidak mutlak), rakyat atau
masyarakat dan pemerintahan yang berdaulat

3
2. Bersifat deklaratif.
Sifat ini ditunjukan oleh adanya tujuan negara, UUD, pengakuan dari
negara lain baik secara de jure maupun de facto dan masuknya negara dalam
perhimpunan bangsa-bangsa misalnya PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa).

C. Pengakuan Terhadap Negara

1. Teori-teori tentang Pengakuan

Salah satu materi penting dalam pengajaran hukum internasional adalah


masalah pengakuan (recognition). Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah ada atau
tidaknya pengakuan membawa suatu akibat hukum terhadap status atau keberadaan suatu
negara menurut hukum internasional? Dalam hubungan itu ada beberapa teori :

1. Teori Deklaratoir

2. Teori Konstitutif

3. Teori Pemisah atau Jalan Tengah.

Menurut penganut Teori Deklaratoir, pengakuan hanyalah sebuah pernyataan


formal saja bahwa suatu negara telah lahir atau ada. Artinya, ada atau tidaknya
pengakuan tidak mempunyai akibat apa pun terhadap keberadaan suatu negara sebagai
subjek hukum internasional. Dengan kata lain, ada atau tidaknya pengakuan tidak
berpengaruh terhadap pelaksanaan hak dan kewajiban suatu negara dalam hubungan
internasional.

Berbeda dengan penganut Teori Deklaratoir, menurut penganut Teori Konstitutif,


pengakuan justru sangat penting. Sebab pengakuan menciptakan penerimaan terhadap
suatu negara sebagai anggota masyarakat internasional. Artinya, pengakuan merupakan
prasyarat bagi ada-tidaknya kepribadian hukum internasional (international legal
personality) suatu negara. Dengan kata lain, tanpa pengakuan, suatu negara bukan atau
belumlah merupakan subjek hukum internasional.

Karena adanya perbedaan pendapat yang bertolak belakang itulah lantas lahir
teori yang mencoba memberikan jalan tengah. Teori ini juga disebut Teori Pemisah
karena, menurut teori ini, harus dipisahkan antara kepribadian hukum suatu negara dan

4
pelaksanaan hak dan kewajiban dari pribadi hukum itu. Untuk menjadi sebuah pribadi
hukum, suatu negara tidak memerlukan pengakuan. Namun, agar pribadi hukum itu dapat
melaksanakan hak dan kewajibannya dalam hukum internasional maka diperlukan
pengakuan oleh negara-negara lain.

2. Macam atau Jenis Pengakuan

Ada dua macam atau jenis pengakuan, yaitu:

1. Pengakuan de Facto; dan

2. Pengakuan de Jure.

Pengakuan de facto, secara sederhana dapat diartikan sebagai pengakuan terhadap


suatu fakta. Maksudnya, pengakuan ini diberikan jika faktanya suatu negara itu memang
ada. Oleh karena itu, bertahan atau tidaknya pengakuan ini tergantung pada fakta itu
sendiri, apa fakta itu (yakni negara yang diberi pengakuan tadi) bisa bertahan atau tidak.
Dengan demikian, pengakuan ini bersifat sementara. Lebih lanjut, karena sifatnya hanya
memberikan pengakuan terhadap suatu fakta maka pengakuan ini tidak perlu
mempersoalkan sah atau tidaknya pihak yang diakui itu. Sebab, bilamana negara yang
diakui (atau fakta itu) ternyata tidak bisa bertahan, maka pengakuan ini pun akan berakhir
dengan sendirinya.

Berbeda dengan pengakuan de facto yang bersifat sementara, pengakuan de jure


adalah pengakuan yang bersifat permanen. Pengakuan ini diberikan apabila negara yang
akan memberikan pengakuan itu sudah yakin betul bahwa suatu negara yang baru lahir
itu akan bisa bertahan. Oleh karena itu, biasanya suatu negara akan memberikan
pengakuan de facto terlebih dahulu baru kemudian de jure. Namun tidak selalu harus
demikian. Sebab bisa saja suatu negara, tanpa melalui pemberian pengakuan de facto,
langsung memberikan pengakuan de jure. Biasanya pengakuan de jure akan diberikan
apabila :

 Penguasa di negara (baru) itu benar-benar menguasai (secara formal maupun


substansial) wilayah dan rakyat yang berada di bawah kekuasaannya;

 Rakyat di negara itu, sebagian besar, mengakui dan menerima penguasa (baru) itu;

5
 Ada kesediaan dari pihak yang akan diakui itu untuk menghormati hukum
internasional.

3. Cara Pemberian Pengakuan

Ada dua cara pemberian pengakuan, yaitu:

1. Secara tegas (expressed recognition); dan

2. Secara diam-diam atau tersirat (implied recognition).

Pengakuan secara tegas maksudnya, pengakuan itu diberikan secara tegas melalui
suatu pernyataan resmi. Sedangkan pengakuan secara diam-diam atau tersirat
maksudnya adalah bahwa adanya pengakuan itu dapat disimpulkan dari tindakan-
tindakan yang dilakukan oleh suatu negara (yang mengakui). Beberapa tindakan atau
peristiwa yang dapat dianggap sebagai pemberian pengakuan secara diam-diam adalah :

 Pembukaan hubungan diplomatik (dengan negara yang diakui secara diam-diam itu);

 Kunjungan resmi seorang kepala negara (ke negara yang diakui secara diam-diam
itu);

 Pembuatan perjanjian yang bersifat politis (dengan negara yang diakui secara diam-
diam itu).

4. Penarikan Kembali Pengakuan

Secara umum dikatakan bahwa pengakuan diberikan harus dengan kepastian.


Artinya, pihak yang memberi pengakuan terlebih dahulu harus yakin bahwa pihak yang
akan diberi pengakuan itu telah benar-benar memenuhi kualifikasi sebagai pribadi
internasional atau memiliki kepribadian hukum internasional (international legal
personality). Sehingga, apabila pengakuan itu diberikan maka pengakuan itu akan
berlaku untuk selamanya dalam pengertian selama pihak yang diakui itu tidak kehilangan
kualifikasinya sebagai pribadi hukum menurut hukum internasional (Catatan: masalah
pengakuan ini akan disinggung lebih jauh dalam pembahasan mengenai suksesi negara).

Namun, dalam diskursus akademik, satu pertanyaan penting kerapkali muncul


yaitu apakah suatu pengakuan yang diberikan oleh suatu negara dapat ditarik kembali?

6
Pertanyaan ini berkait dengan persoalan diperbolehkan atau tidaknya memberikan
persyaratan terhadap pengakuan.

Terhadap persoalan di atas, ada perbedaan pendapat di kalangan sarjana yang


dapat digolongkan ke dalam dua golongan:

(1) Golongan pertama adalah mereka yang berpendapat bahwa pengakuan dapat ditarik
kembali jika pengakuan itu diberikan dengan syarat-syarat tertentu dan ternyata pihak
yang diakui kemudian terbukti tidak memenuhi persyaratan itu;

(2) Golongan kedua adalah mereka yang berpendapat bahwa, sekalipun pengakuan
diberikan dengan disertai syarat, tidak dapat ditarik kembali, sebab tidak dipenuhinya
syarat itu tidak menghilang eksistensi pihak yang telah diakui tersebut.

Sesungguhnya ada pula pandangan yang menyatakan bahwa pengakuan itu tidak
boleh disertai dengan persyaratan. Misalnya, persyaratan itu diberikan demi kepentingan
pihak yang mengakui. Contohnya, suatu negara akan memberikan pengakuan kepada
negara lain jikan negara yang disebut belakangan ini bersedia menyediakan salah satu
wilayahnya sebagai pangkalan militer pihak yang hendak memberikan pengakuan.

Persyaratan semacam itu tidak dibenarkan karena dianggap sebagai pemaksaan


kehendak secara sepihak. Hal demikian dipandang tidak layak karena pengakuan yang
pada hakikatnya merupakan pernyataan sikap yang bersifat sepihak disertai dengan
persyaratan yang membebani pihak yang hendak diberi pengakuan.

Pertimbangan lain yang tidak membenarkan pemberian persyaratan dalam


memberikan pengakuan (yang berarti tidak membenarkan pula adanya penarikan kembali
pengakuan) adalah bahwa memberi pengakuan itu bukanlah kewajiban yang ditentukan
oleh hukum internasional. Artinya, bersedia atau tidak bersedianya suatu negara
memberikan pengakuan terhadap suatu peristiwa atau fakta baru tertentu sepenuhnya
berada di tangan negara itu sendiri. Dengan kata lain, apakah suatu negara akan
memberikan pengakuannya atau tidak, hal itu sepenuhnya merupakan pertimbangan
subjektif negara yang bersangkutan.

Persoalan lain yang timbul adalah bahwa dikarenakan tidak adanya ukuran
obejktif untuk pemberian pengakuan itu maka secara akademik menjadi pertanyaan

7
apakah pengakuan itu merupakan bagian dari atau bidang kajian hukum internasional
ataukah bidang kajian dari politik internasional. Secara keilmuan, pertanyaan ini sulit
dijawab karena praktiknya pengakuan itu lebih sering diberikan berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan subjektif yang bersifat politis daripada hukum. Oleh sebab
itulah, banyak pihak yang memandang pengakuan itu sebagai bagian dari politik
internasional, bukan hukum internasional. Namun, dikarenakan pengakuan itu membawa
implikasi terhadap masalah-masalah hukum internasional, hukum nasional, bahkan juga
putusan-putusan badan peradilan internasional maupun nasional, bagian terbesar ahli
hukum internasional menjadikan pengakuan sebagai bagian dari pembahasan hukum
internasional, khususnya dalam kaitanya dengan substansi pembahasan tentang negara
sebagai subjek hukum internasional.

5. Bentuk-bentuk Pengakuan

Yang baru saja kita bicarakan adalah pengakuan terhadap suatu negara. Dalam
praktik hubungan internasional hingga saat ini, pengakuan ternyata bukan hanya
diberikan terhadap suatu negara. Ada berbagai macam bentuk pemberian pengakuan,
yakni (termasuk pengakuan terhadap suatu negara):

1. Pengakuan negara baru. Jelas, pengakuan ini diberikan kepada suatu negara (entah
berupa pengakuan de facto maupun de jure).

2. Pengakuan pemerintah baru. Dalam hal ini dipisahkan antara pengakuan terhadap
negara dan pengakuan terhadap pemerintahnya (yang berkuasa). Hal ini biasanya
terjadi jika corak pemerintahan yang lama dan yang baru sangaat kontras
perbedaannya.

3. Pengakuan sebagai pemberontak. Pengakuan ini diberikan kepada sekelompok


pemberontak yang sedang melakukan pemberontakan terhadap pemerintahnya sendiri
di suatu negara. Dengan memberikan pengakuan ini, bukan berarti negara yang
mengakui itu berpihak kepada pemberontak. Dasar pemikiran pemberian pengakuan
ini semata-mata adalah pertimbangan kemanusiaan. Sebagaimana diketahui,
pemberontak lazimnya melakukan pemberontakan karena memperjuangkan suatu
keyakinan politik tertentu yang berbeda dengan keyakinan politik pemerintah yang
sedang berkuasa. Oleh karena itu, mereka sebenarnya bukanlah penjahat biasa. Dan

8
itulah maksud pemberian pengakuan ini, yaitu agar pemberontak tidak diperlakukan
sama dengan kriminal biasa. Namun, pengakuan ini sama sekali tidak menghalangi
penguasa (pemerintah) yang sah untuk menumpas pemberontakan itu.

4. Pengakuan beligerensi. Pengakuan ini mirip dengan pengakuan sebagai pemberontak.


Namun, sifat pengakuan ini lebih kuat daripada pengakuan sebagai pemberontak.
Pengakuan ini diberikan bilamana pemberontak itu telah demikian kuatnya sehingga
seolah-olah ada dua pemerintahan yang sedang bertarung. Konsekuensi dari
pemberian pengakuan ini, antara lain, beligeren dapat memasuki pelabuhan negara
yang mengakui, dapat mengadakan pinjaman, dll.

5. Pengakuan sebagai bangsa. Pengakuan ini diberikan kepada suatu bangsa yang
sedang berada dalam tahap membentuk negara. Mereka dapat diakui sebagai subjek
hukum internasional. Konsekuensi hukumnya sama dengan konsekuensi hukum
pengakuan beligerensi.

6. Pengakuan hak-hak teritorial dan situasi internasional baru (sesungguhnya isinya


adalah “tidak mengakui hak-hak dan situasi internasional baru”). Bentuk pengakuan
ini bermula dari peristiwa penyerbuan Jepang ke Cina. Peristiwanya terjadi pada
tahun 1931 di mana Jepang menyerbu Manchuria, salah satu provinsi Cina, dan
mendirikan negara boneka di sana (Manchukuo). Padahal Jepang adalah salah satu
negara penandatangan Perjanjian Perdamaian Paris 1928 (juga dikenal sebagai
Kellogg-Briand Pact atau Paris Pact), sebuah perjanjian pengakhiran perang. Dalam
perjanjian itu terdapat ketentuan yang menegaskan bahwa negara-negara penanda
tangan sepakat untuk menolak penggunaan perang sebagai alat untuk mencapai
tujuan-tujuan politik. Dengan demikian maka penyerbuan Jepang itu jelas
bertentangan dengan perjanjian yang ikut ditandatanganinya. Oleh karena itulah,
penyerbuan Jepang ke Manchuria itu diprotes keras oleh Amerika Serikat melalui
menteri luar negerinya, Stimson, yang menyatakan bahwa Amerika Serikat “tidak
mengakui hak-hak teritorial dan situasi internasional baru” yang ditimbulkan oleh
penyerbuan itu. Inilah sebabnya pengakuan ini juga dikenal sebagai Stimson’s
Doctrine of Non-Recognition.

9
D. Macam-macam Negara

Negara mempunyai bentuk yang berbeda-beda, tergantung dari sistem


pemerintahan yang dipakai, kesatuan, maupun wilayah.

Tipe negara dibagi menjadi dua golongan, yaitu tipe negara menurut sejarah dan
tipe negara ditinjau dari sisi hukum.

Tipe negara menurut sejarahnya, dibagi menjadi 5, yaitu:

1. Tipe Negara Timur Purba


Tipe negara ini bersifat tirani, monarki dan teokratis, raja berkuasa penuh
atas segala keputusan atau aturan-aturan yang berlaku di kerajaannya tanpa
adanya pertentangan dari rakyat. Menurut Aristoteles, sistem monarki dapat
dibagi menjadi 3, yaitu:
a. Monarki Absolut: seluruh kekuasaan dan wewenang Raja tidak terbatas.
Perintah raja merupakan undang-undang yang harus dilaksanakan. Terkenal
ucapan Louis ke-XIV dari Prancis : L’Etat cest moi (Negara adalah saya).
b. Monarki Konstitusional: kekuasaan raha dibatasi oleh suatu konstitusi. Raja
tidak boleh berbuat sesuatu yang bertentangan dengan konstitusi.
c. Monarki Parlementer: terdapat suatu Parlemen (DPR), terhadap dewan
dimana para Menteri, baik perseorangan maupun secara keseluruhan
bertanggung jawab sepenuhnya.
2. Tipe Negara Yunani Kuno
Bersifat aristrokasi, pemerintahan oleh aristokrat (orang yang
berpendidikan), tipe ini mempunyai bentuk negara kota (city state) negaranya
kecil, hanya satu kota saja dan dilingkari oleh benteng pertahanan dan
penduduknya sedikit. Pemerintahannya berbentuk demokrasi langsung, dan dalam
pelaksanaan demokrasi langsung, rakyat diberikan ilmu pengetahuan oleh kaum
aristokrat.
3. Tipe Negara Romawi Kuno
Bersifat Imperium, pemerintahannya lebih mendominasi negara atau
bangsa lain, mengeksploitasi sumber daya dari negara yang di dominasi.
Pemerintahannya dipegang oleh Caesar yang menerima seluruh kekuasaan dari

10
rakyat, pemerintahan Caesar ini bersifat mutlak dan mempunyai undang-undang
yang berlaku yang dinamakan Lex Regia. (Undang-Undang untuk memerintah
pada zaman kekasiaran Julius Caesar di Roma)
4. Tipe Negara Abad Pertengahan
Bersifat dualism antara rakyat dan pemerintah seperti yang dikatakan
Machiavelli yaitu apabila negara ini bukan Republik pasti negara ini berbentuk
Monarki. Di masa pemerintahan ini peralihan sistem Monarki ke sistem Republik
atau Diktator ke Demokrasi.
5. Tipe Negara Modern
Berlaku asas demokrasi, dimana pemerintahan berasal dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk kepentingan rakyat. Dianut oleh paham negara hukum, susunan
negaranya adalah kesatuan dan didalam negaranya ada satu pemerintahan yaitu
pemerintahan pusat yang mempunyai wewenang tertinggi.

Sedangkan Tipe negara ditinjau dari segi hukum dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:

1. Negara Hukum Liberal


Mengehendaki supaya Negara berstatus pasif, artinya bahwa warga negara
harus tunduk pada peraturan-peraturan negara. Penguasa dalam bertindak sesuai
dengan hukum. Disini kaum liberal menghendaki agar penguasa dan yang
dikuasai ada suatu persetujuan dalam bentuk hukum, serta persetujuan yang
menjadi penguasa.
2. Negara Hukum Formil
Yaitu negara hukum yang mendapat pengesahan dari rakyat, segala
tindakan penguasa memerlukan bentuk hukum tertentu, harus berdasarkan
undang-undang.
3. Negara Hukum Materiil
Merupakan perkembangan lebih lanjut dari hukum formil, tindakan
penguasa harus berdasarkan undang-undang atau berlaku asas legalitas, maka
dalam negara hukum materiil, tindakan dari penguasa dalam hal mendesak demi
kepentingan warga negara adalah dibenarkan (berlaku asas opportunistas).

11
Negara terbagi menjadi beberapa bentuk, dan ada pula bentuk kenegaraan yang
berbeda dari bentuk negara. Bentuk-bentuk negara adalah sebagai berikut :

1. Negara kesatuan (Unitaris)


Menurut C.F. Strong negara kesatuan ialah bentuk negara di mana
wewenang legislatif tertinggi dipusatkan dalam suatu badan legislatif
nasional/pusat. Azas yang mendasari negara kesatuan adalah azas unitarisme yang
pernah dirumuskan oleh Prof. Dicey sebagai “...The habitual exercise of supreme
legislative authority by one central power”. Negara kesatuan adalah bentuk
negara yang paling kukuh, jika dibandingkan dengan federasi dan konfederasi.
Dalam negara kesatuan terdapat baik persatuan (union) maupun kesatuan (unity).
2. Negara Serikat (Federasi)
Dalam federasi atau negara serikat (bondstaat, Bundesstaat), dua atau
lebih kesatuan politik yang sudah atau belum berstatus negara berjanji untuk
bersatu dalam suatu ikatan politik, ikatan dimana akan mewakili mereka sebagai
keseluruhan. Federasi adalah negara. Anggota-anggota sesuatu federasi tidak
berdaulat dalam arti yang sesungguhnya meskipun negara-negara bagian boleh
memiliki konstitusi sendiri, kepala negara sendiri, parlemen sendiri, dan kabinet
sendiri, yang berdaulat. Anggota-anggota federasi disebut “negara-bagian”, yang
didalam bahasa asing dapat dinamakan “deelstaat”, “state”. “canton” atau
“Linder” dalam negara serikat adalah gabungan negara-negara bagian yang
disebut negara federal. ederasi mungkin multi-etnik, atau melingkup wilayah yang
luas dari sebuah wilayah, meskipun keduanya bukan suatu keharusan. Federasi
biasanya ditemukan dalam sebuah persetujuan awal antara beberapa negara
bagian "sovereign". Bentuk pemerintahan atau struktur konstitusional ditemukan
dalam federasi dikenal sebagai federalisme.

E. Hak dan Kewajiban Negara

Suatu Negara tentunya di dalamnya diatur oleh dasar negara yang


mengarahkan bagaimana cara mereka untuk berjalan dalam kehidupan menuju cita-cita
yang merekainginkan dalam membentuk suatu negara. Indonesia misalnya ada UUD
1945 yangmengatur kehidupan Indonesia, dan tentunya dalam undang-undang itulah
12
terdapat hak-hak dan kewajiban-kewajiban suatu negara, dibawah ini saya akan
mencantumkan hak dan kewajiban secara umum dan juga dalam Piagam atau Statuta
PBB, menuliskan beberapa hak dan kewajiban negara yaitu:

 Hak Negara (secara umum)

Hak yang terdapat dalam suatu negara biasanya mengatur segala bidang
yangmencakup dalam negara tersebut, hak-hak negara secara umum yaitu antara lain:

1) Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang diatur


dandikembalikan kepada negara untuk dikelola demi kesejahteraan bersama.
2) Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang dan negara
mengatur.
3) Hal keuangan negara selanjutnya diatur dengan undang-undang.
4) Untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu
BadanPemeriksa Keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan undang-
undang. Hasil pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat.
5) Negara berhak menentukan untuk mengatur tata tertib rakyatnya dan
negaramendapatkan kesejajaran dalam beroganisasi dengan negara yang lain.
6) Negara dapat menentukan ideology apa yang ingin dianut oleh bangsanya.
 Hak Negara menurut Piagam PBB:
1) Hak atas kemerdekaan
2) Hak melaksanakan jurisdiksi terhadap wilayah, orang dan benda yang berada
diwilayahnya
3) Hak untuk mendapatkan kedudukan hukum yang sama dengan negara-negara
lain
4) Hak untuk menjalankan pertahanan diri sendiri atau kolektif
Banyak hal-hak yang dimiliki oleh negara, tetapi apabila diuraikan dengan
jelassemuanya disini, tampaknya terlalu luas, maka dengan demikian saya
hanyamencantumkan kewajiban negara secara umum dan menurut Piagam PBB.
 Kewajiban Negara (secara umum):
1) Menjaga dan melindungi warganya dari serangan bangsa lain

13
2) Menjaga dan memelihara sumber daya yang menguasai hajat hidup orang
banyak agar menciptakan kesejahteraan bagi bangsa
3) Memberikan pengakuan yang sama di depan hukum yang mengatur suatu
Negara
4) Memajukan bangsanya agar tidak tertinggal bangsa lain.
 Kewajiban Negara (menurut Piagam PBB):
1) Kewajiban tidak mencampuri urusan negara lain
2) Kewajiban melaksanakan hubungan internasional dengan etiket baik
3) Kewajiban tidak melakukan intervensi terhadap masalah-masalah yang terjadi
di Negara lain
4) Kewajiban menyelesaikan sengketa secara damai
5) Kewajiban memperlakukan semua orang yang berada di wilayahnya dengan
memperhatikan, mengakui atau menghormati Hak Azasi Manusia
6) Kewajiban tidak melakukan gencatan senjata atau tidak menggunakan
kekuatan atau ancaman senjata
7) Kewajiban tidak mengakui wilayah-wilayah yang diperoleh dengan cara
kekerasan
8) Kewajiban melakukan hubungan dengan negara lain sesuai dengan hukum
internasional
9) Kewajiban tidak menggerakan pergolakan sipil di negara lain

14
15

Anda mungkin juga menyukai