Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Bisnis Internasional
Disusun oleh:
Indra Lutfi Sofyan D2D008041
Selama Januari-Juli 2010 ekspor produk karet mengalami peningkatan sebesar 103,9%
dibandingkan periode yg sama tahun 2009 dengan nilai mencapai US$ 5,2 miliar. Peningkatan
ini seiring dengan tren kenaikan harga karet dipasar internasional selama Januari-Juli 2010
mencapai 1,19% dengan rata-rata harga selama periode tersebut sebesar 361 US/kg (Commodity
Market Review, 2010).
Dari nilai ekspor Karet sebesar US$ 5,2 miliar, sebanyak 99,7% merupakan karet
industri. Dari nilai ekspor tersebut ekspor dari karet berbasis industri yaitu Scrap of Rubber (HS
4004); Tube, Vulcanised Rubber (HS 4009); Conveyor or Transmission (HS 4010); Reclaimed
Rubber (HS 4003) serta New Pneumatic Tyres (HS 4011). Kelima produk karet industri tersebut
mencapai 17,5% dari total ekspor karet Indonesia. Selama periode Januari-Juli 2010, kelima
produk tersebut mengalami pertumbuhan cukup tinggi dengan pangsa yang relatif besar, yaitu
Scrap of Rubber (HS 4004), yaitu sebesar 73,4%; Tube, Vulcanised Rubber (HS 4009) sebesar
52,2%; Conveyor or Transmission (HS 4010) sebesar 41,6%; Reclaimed Rubber (HS 4003)
sebesar 31,5% serta New Pneumatic Tyres (HS 4011) sebesar 34,8%. Ekspor produk karet
industri yang paling tinggi selama periode tersebut adalah New Pneumatic Tyres (HS 4011)
dengan nilai mencapai US$ 0,8 miliar atau memiliki pangsa mencapai 15,8% terhadap total
ekspor karet Indonesia.
Tabel 1. Kinerja Ekspor Produk Karet (HS 40) dan Negara Tujuan, Januari-Juli 2010
Untuk produk Karet, Indonesia merupakan negara ke 8 terbesar pemasok produk karet
Dunia. Negara tujuan utama ekspor adalah Amerika Serikat, RRT dan Jepang. Di pasar Jepang,
produk karet Indonesia menguasai 24,1% pasar produk karet impor di Jepang (Tabel 2).
Tabel 2. Kinerja Ekspor Produk Karet (HS 40) dan Negara Tujuan, Januari-Juli 2010
Selama tahun 2005-2009 pangsa produk karet Indonesia di pasar Jepang mencapai 23,6%
dengan pertumbuhan sebesar 11,3% per tahun. Di pasar Jepang negara pesaing utama Indonesia
adalah Thailand. Seperti halnya Indonesia, produk karet asal Thailand yang banyak di ekspor ke
Jepang yaitu berupa karet mentah. Trend ekspor karet Thailand ke Jepang relatif mengalami
penurunan, yaitu sekitar 0,5% selama tahun 2005-2009, namun pangsa pasar Thailand di Jepang
relatif besar yaitu 29,3%. Dimasa yang akan datang pesaing baru untuk produk karet di pasar
Jepang juga akan muncul seperti China dan Korea Selatan (UN-Comtrade, 2010).
Sementara itu pada periode yang sama, produk karet Indonesia mengisi pasar China
mencapai 8,6% masih relatif kecil bila dibandingkan pasar Indonesia di pasar Jepang. Namun
kecenderungan ekspor produk karet Indonesia ke China cukup tinggi, yaitu rata-rata mencapai
21,1% per tahun. Pesaing terbesar Indonesia untuk produk Karet di China, yaitu Thailand dan
Malaysia. Selama periode diatas, Thailand memasok produk karet di pasar China mencapai
21,2% dan Malaysia mencapai 14,1%. Potensi ekspor produk karet Indonesia di pasar China
masih cukup prospektif, dimana kecenderungan ekspor produk tersebut terus meningkat, yaitu
21,1% per tahunnya bila dibandingkan dengan Malaysia, yaitu hanya 18,4% per tahun.
Sementara Thailand memang sudah mempunyai pasar yang cukup besar dan kecenderungan
ekspornya sudah cukup tinggi yaitu 26,5% per tahun. Kedepan, pasar karet Indonesia di China
juga harus terus ditingkatkan baik kwantitas maupun kwalitas mengingat produk karet asal Korea
Selatan, Amerika Serikat dan Jepang sudah masuk di pasar China (UN-Comtrade, 2010).
Tingginya peran Thailand dipasar karet dunia tidak terlepas dari kemampuan negara tersebut
meningkatkan produktivitas karetnya yang cukup tinggi, yaitu 1,7 ton per hektar (ha) dengan
lahan perkebunan karet 2,76 juta ha. Sementara Indonesia mempunyai luas lahan perkebunan
karet sebesar 3,43 juta ha dengan produktivitas hanya mencapai 0,9 ton per hektar (ha) (Bisnis
Indonesia, 2010).
Sepanjang tahun 2010, nilai ekspor karet terus melonjak tinggi seiring meningkatnya
permintaan pasar dari luar terhadap salah satu komoditas unggulan Indonesia ini. Diperkirakan
kinerja ekspor karet kembali pulih setelah krisis global tahun 2008 hingga 2009.
Berdasarkan data, volume ekspor karet tahun 2006 mencapai 512.267 ton dan terjadi
penurunan mulai tahun 2007 yang berkisar 506.036 ton. Kemudian saat krisis global tahun 2008
hingga 2009 volume ekspor karet terus terjungkal yakni dari 486.652 ton tahun 2008 dan turun
435.703 ton ditahun 2009.
Menurut Edi, peningkatan nilai ekspor karet tahun 2010 ini didongkrak dengan adanya
krisis di Eropa dan Amerika yang merupakan negara konsumen utama karet alam selain China
dan Jepang. Selain itu, dari negara produsen karet yakni Thailand, Indonesia dan Malaysia
pasokan produksi karet berkurang karena iklim dan juga dapat dipengaruhi stabilitas politik
negara seperti di Thailand.
Perubahan iklim yang terjadi saat ini, lanjut Edi akan kembali diposisi normal yakni
berkurangnya turun hujan pada Januari 2011 diawali dari Negara Thailand sehingga diperkirakan
pasokan akan berangsur-angsur membaik. "Pertangahan Januari musim hujan sudah turun dan
seiring normalnya cuaca membuat pasokan membaik dan harga akan ikut turun," ungkapnya.
Namun, meskipun begitu, permintaan karet alam dari negara konsumen masih bagus bahkan ada
pertumbuhan sehingga ekspor karet akan terus melonjak. Namun, untuk harga belum bisa
diprediksi nilainya karena dilihat dari suplai dan demand ke depan.Pengamat ekonomi luar
negeri Sumut Suharil Latief menambahkan, peningkatan permintaan ekspor karet juga
dipengaruhi membaiknya kondisi dalam negeri negara-negara konsumen komoditi ini.
Hal-hal tersebut diatas menunjukkan bahwa potensi komoditas ekspor karet cukup baik.
Diharapkan Indonesia mampu bersaing secara kualitas dan mampu untuk memenuhi permintaan
karet dunia yang sangat besar.
Negara tujuan utama ekspor adalah Amerika Serikat, RRT dan Jepang. Kemudian ke
Singapura, Brazil, India, Korea Selatan, Jerman, Kanada dan Turki. Di pasar Jepang, produk
karet Indonesia menguasai 24,1% pasar produk karet impor di Jepang seperti yang telah
dipaparkan pada tebel 2.
4. NILAI TAMBAH EKONOMIS YANG DIPEROLEH
Selain penghasil devisa karet juga merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting
peranannya di Indonesia. Selain sebagai sumber lapangan kerja bagi sekitar 1,4 juta kepala
keluarga, komoditas ini juga memberikan kontribusi yang signifikan sebagai salah satu sumber
devisa non-migas, pemasok bahan baku karet dan berperan penting dalam mendorong
pertumbuhan sentra-sentra ekonomi baru di wilayah-wilayah pengembangan karet. Jadi bila
pertumbuhan ekspor karet ke arah yang baik maka akan menambah pendapatan bagi masyarakat
yang bekerja dibidang komoditas tersebut.
5. ANALISIS SWOT
a. Strength
b. Weakness
c. Opportunity
Adanya persaingan dari Thailand yang dapat mengancam pasar ekspor karet
Indonesia dan tingginya pertumbuhan permintaan relatif tidak diikuti dengan
pertumbuhan produksi dari negara-negara produsen karet. Kondisi tersebut
mengakibatkan terjadinya over demand pasar yang mendorong terjadinya peningkatan
harga di pasar internasional, disamping terjadinya kenaikan harga minyak dunia yang
juga berperan dalam mendorong kenaikan harga karet internasional. Menurut perkiraan
IRSG (International Rubber Study Group), pada tahun 2020 dengan proyeksi permintaan
dunia mencapai 10,9 juta ton dengan rata-rata pertumbuhan konsumsi per tahun sebesar
9%, akan terjadi kekurangan pasokan karet bila produksi karet tidak mengalami
pertumbuhan yang tinggi (diatas 9%).
PENUTUP
Karet merupakan komoditas unggulan yang memiliki pasar cukup cerah di pasar internasional
sampai dengan tahun 2035. Produksi karet Indonesia banyak didukung oleh perkebunan rakyat,
sehingga karet memiliki arti yang penting sebagai sumber devisa, penyerap tenaga kerja, dan
sebagai sumber pendapatan petani. Pengembangan agribisnis karet di Indonesia, perlu
memperhatikan hal-hal berikut:
Peremajaan dan penanaman karet pada lahan yang memiliki kesesuaian agroklimat,
menggunakan klon-klon sesuai dengan rekomendasi yang mempunyai potensi produksi
yang tinggi, dan adanya persiapan sebelumnya (1-1.5 tahun) untuk pembuatan
bibit/bahan tanam yang akan digunakan.
Usaha perkebunan karet yang dilaksanakan dengan menggunakan Pola Kemitraan akan
memiliki tingkat keberhasilan yang lebih baik, asalkan dalam pelaksanaannya mencakup
adanya pola pembiayaan/pendanaan, bantuan pembinaan pada aspek produksi,
pemasaran, dan pengelolaan usaha oleh pihak mitra Perusahaan Perkebunan Karet Besar
Negara/Swasta.
DAFTAR PUSTAKA
http://epaper.kompas.com/epaper.php?v=1.0
http://www.medanpunya.com/mpc-ekonomi/14821-2010-ekspor-karet-kembali-pulih-setelah-
krisis
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20137/4/Chapter%20I.pdf
http://www.kadin-indonesia.or.id/enm/images/dokumen/KADIN-168-4757-18112010.pdf
iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/1807/4/A08ehh_abstract.ps