Anda di halaman 1dari 3

KEABSAHAN NILAI ETIS KEADILAN PADA HUKUM POSITIF

Idealnya hukum harus dapat memberikan rasa keadilan bagi setiap warga
negara, namun dalam praktek kehidupan bernegara hal ini belum dapat dilaksanakan
secara maksimal. Hukum baru dapat memberikan kepastian hukum saja terhadap pihak-
pihak yang memberikan kepastian saja terhadap pihak-pihak yang mencari keadilan di
dalam hukum. Baik dalam kasus pidana, perdata maupun tata usaha negara, dalam
setiap keputusan yang diberikan oleh majelis hakim belum mencerminkan rasa keadilan
namun didapat kepastian yang bersifat semu dimana dapat dilihat bahwa kepastian itu
bersifat memenangkan dan atau mengalahkan salah satu pihak atau memberikan
hukuman dan atau membebaskan seseorang dari ancaman hukuman.
Tertib sosial hanya tercipta apabila hukum dibangun dengan kesadaran dan
tanggungjawab moral untuk membela keadilan. Tanpa keadilan sebagai tujuannya,
hukum hanya akan menjadi pembenaran kesewenang-wenangan mayoritas atau pihak
penguasa terhadap minoritas atau pihak yang dikuasai.
Hukum yang baik, bukan sekadar menjamin kepastian hukum, tetapi juga harus
menjamin keadilan dan kemanfaatan meskipun antara kepastian hukum dengan keadilan
dan kemanfaatan sering bertentangan
Hans Kelsen menyatakan bahwa hukum itu terlepas dari keadilan yaitu hukum dan
keadilan merupakan subtansi yang berbeda. Hans Kelsen memiliki pandangan orisinil
mengenai hukum. Ia ingin membebaskan hukum dari unsur diluar hukum. Beberapa
pandangannya memperlihatkan bahwa hukum itu merupakan sesuatu yang otonom. Dari
beberapa karyanya dapat disimpulkan beberapa pendapatnya mengenai hukum,
diantaranya:
1. Teori hukum adalah teori mengenai Norma.
2. Subyeknya hukum positif yaitu Tatanan Keharusan (Sollensordnung).
3. Jadi sistem hukum artinya ialah struktur bangunan norma hukum – bukan
kenyataan kemasyarakatan/sosial.
4. Disini ia berseberangan dengan ajaran ilmu hukum sosiologis (sociological
jurisprudence).
5. Teorinya adalah positivis artinya norma hukum adalah makna kehendak
manusia. Berbeda dengan ajaran Hukum Kodrat/Alam, yang memandang hukum
sebagai produk adikodrati ataupun buah akal budi manusia. Karenanya tugas
pengajaran hukum intinya ialah menentukan sebisa mungkin kehendak pembuat
undang-undang/hukum.
6. Adanya pemisahan antara apa Yang Senyatanya dengan Yang Seharusnya (das
Sein dan das Sollen).
7. Ada dualisme antara fakta dan nilai, kenyataan dan kehendak. Disini Kelsen
menolak keabsahan hukum berdasarkan daya berlakunya. Melainkan absahnya
hukum didasarkan pada suatu asumsi adanya norma dasar (Grundnorm). Daya
berlaku dalam masyarakat bukanlah dasar untuk kesahihan hukum, tetapi lebih
merupakan suatu syarat saja bagi ilmu hukum. Nilai-nilai moral sifatnya relatif
dihadapan Teori Hukum Murni.
8. Teori Hukum Murni membuahkan pemisahan tegas antara ilmu hukum dan
politik hukum (kebijakan hukum). Sifat murninya juga tampak dalam pemisahan
hukum positif dengan sistem-sistem normatif, khususnya moralitas. Fokus ilmu
hukum ialah bagaimana kita mengenali hukum, sedang focus politik hukum ialah
penciptaan hukum.
9. Memisahkan hukum positif dan ilmu hukum, norma-norma hukum yang
memerintahkan dan proposisi-proposisi norma deskriptif (disebut Rechtssätze).
Dengan berbekal proposisi normative para ahli hukum dapat menggambarkan situasi
atau keadaan hukum, tapi tidak boleh menciptakan norma hukum.
10. Adanya perspektif hukum ganda yaitu relativitas oposisi antara pembentukan
hukum dan penerapannya.
11. Hukum itu terlepas dari keadilan, hukum terlepas dari nilai.

Keadilan dalam hukum secara harfiahnya mempunyai makna yang sempit yaitu
yang sesuai dengan hukum dianggap adil sedang yang melanggar hukum dianggap tidak
adil. Jika terjadi pelanggaran hukum, maka harus dilakukan pengadilan untuk
memulihkan keadilan. Dalam hal terjadinya pelanggaran pidana atau yang dalam bahasa
sehari-hari disebut “kejahatan” maka harus dilakukan pengadilan yang akan melakukan
pemulihan keadilan dengan menjatuhkan hukuman kepada orang yang melakukan
pelanggaran pidana atau kejahatan tersebut.
Seringkali fakta yang telah diletakkan penyelidikan hukum bisa berubah menajdi
politik yang kebal hukum, disamping itu juga tidak sedikit aparat penegak hukum yang
sering memainkan perundang-undangan sehingga menjadikan hukum semakin jauh dari
idealitas. Moralitas harus dikedepankan bagi aparat hukum, karena prinsip moral
berperan sebagai uji kritis terhadap hukum positif. Moralitas juga akan membangun
sistem hukum itu sendiri mendekat kepada kebenaran dan keadilan, sehingga akan
mendekatkan kepada idealitas hukum sebagai penegak keadilan.
Hukum diberlakukan untuk masyarakat, untuk itu hukum dituntut untuk berisi nilai-
nilai yang diperlukan bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Hukum mengatur
masalah hubungan sosial, budaya dan ekonomi. Selain itu hukum juga mengatur
hubungan individu dengan pihak yang lain dan mengkategorikan perbuatan yang salah
dan perbuatan yang benar. Setiap hukum dalam dirinya mengandung sistem nilai,
sehingga dipertanyakan keberadaan hukum, jika dalam suatu masyarakat terjadi
kekacauan sosial dan banyak ketidakadilan.
Hak warga negara yang harus dipenuhi oleh negara yang berdasarkan hukum yaitu :
1. Hak terhadap pelayanan hukum (the rights to legal representation)
2. Hak terhadap pengadilan yang cepat, mudah, sederhana, dan berbiaya ringan
(the rights to speedy, easily, simple, and low cost trial)
3. Hak untuk memperoleh informasi hukum (the rights to access legal information)
4. Hak untuk tidak mendapat perlakuan diskriminatif atas dasar apapun
5. Hak untuk mendapat perlindungan dan pelayanan yang baik ketika dalam masa
penahanan dan/atau pemenjaraan
6. hak-hak lain yang dijamin dalam hukum nasional Indonesia

Anda mungkin juga menyukai