Lap. Tugas Paper
Lap. Tugas Paper
Abstrak
Paper ini membahas tentang masalah undetected packet misdelivery(UPM) atau paket
tak terkirim yang tak terdeteksi dalam jaringan komputer yang disebabkan node failures
(kegagalan node). Pemakaian kembali proses lama untuk proses baru setelah perbaikan node
dari kegagalan kemungkinan akan menyebabkan adanya data dari koneksi sebelumnya menjadi
misdelivered(tak terkirim) pada koneksi baru yang tak terdeteksi. Sebuah model analisis
dikembangkan untuk memperkirakan probabilitas (kemungkinan) terjadinya undetected
misdelivery jenis ini. Pada peper ini dibuat suatu perbandingan antara undetected misdelivery
karena node failures dengan undetected misdelivery yang disebabkan karena transmission
error (transmisi salah). Teknik untuk mengurangi kemungkinan terjadinya induksi kegagalan
misdelivery juga dibahas pada paper ini.
1. Pengantar
Integritas transfer data dalam jaringan komputer dapat didekati dari dua sudut
pandang. Untuk pengguna jaringan, dua kriteria kinerja utama dalam aspek ini adalah akurasi
(ketepatan) dan reliabilitas (keandalan). Ketepatan merujuk pada kebenaran fungsi, sedangkan
keandalan adalah probabilitas bahwa fungsi akan berhasil dilakukan untuk jangka waktu
tertentu.
Dari sudut pandang desainer jaringan, integritas data transfer ditekankan pada
kesalahan kontrol, yang berkaitan dengan mendeteksi dan memperbaiki kesalahan atau
kegagalan.
Untuk kedua pendekatan tersebut, integritas transfer data dalam jaringan komputer
dapat dikategorikan ke dalam dua wilayah besar: Yang pertama adalah integritas isi data (data
content), yang melibatkan perlindungan terhadap perubahan, kehilangan, duplikasi atau
missequencing data pengguna. Yang kedua adalah integritas pengiriman data (data delivery),
yang berkaitan dengan perlindungan terhadap pengiriman data pengguna pada koneksi atau
tujuan yang salah.
Jenis paket misdelivery tidak terdeteksi (UPM) yang dibahas: Karena menggunakan
nama proses yang terbatas dan penggunaan kembali nama proses tersebut setelah adanya
perbaikan node dari kegagalan. Pada kondisi tertentu hasil dari peng-alias-an nama proses
dapat menyebabkan paket dari koneksi lama menjadi misdelivered pada koneksi baru yang
tidak terhubung dan juga tidak terdeteksi oleh jaringan. Masalah ini dapat terjadi pada jaringan
yang menggunakan datagram sebagai internal protokol untuk menyediakan layanan koneksi.
2. Penjelasan Masalah
Gambar 1. Koneksi antara (X, C3) dan (Z, C1) tanpa terdeteksi (Y, C2)
Skenario yang dianalisis adalah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Terdapat
kasus node X yang pernah mengalami kegagalan. Misalkan bahwa sebelum kegagalan, ada
koneksi yang terjadi antara node Y dan node X. Nama proses dari Connection Control
Process(CCP) untuk koneksi tersebut adalah C1 pada node X dan C2 pada node Y. Setelah terjadi
kegagalan, terdapat koneksi setengah terbuka tetap di node Y tanpa diketahui oleh node X.
Setelah perbaikan pada node X, dibuat koneksi baru yang akan dibentuk antara Z dan X.
Diasumsikan bahwa node X telah sepenuhnya melupakan asosiasi pra-kegagalan dengan node
lain. Jadi, node X yang sekarang memberikan nama yang sama yaitu C1 ke CCP untuk koneksi
baru dengan CCP C3 di node Z.
Selama (Y, C2) tidak mendeteksi bahwa C1 di node X telah berbeda (yang sekarang
berkomunikasi dengan CCP lain), C2 akan terus mengirim paket data ke C1. Jika header paket
tidak memiliki source identifier, maka receiver (penerima) tidak dapat memverifikasi pengirim
paket tersebut. Maka (X, C1) mengasumsikan bahwa semua paket yang diterima adalah dari (Z,
C3) dan selanjutnya memberikan paket tersebut kepada protokol terkait yang sejalan dengan
tingkat yang lebih tinggi. Akibatnya, terjadi situasi dimana paket data misdelivered ke tujuan
yang salah tanpa terdeteksi.
CCP belum menerima paket atau probe dari mitranya untuk beberapa periode
waktu tertentu, hal itu diasumsikan bahwa koneksi harus berakhir.
Efektivitas dari mekanisme diatas tergantung pada frekuensi probe. Untuk menghindari
overhead yang tidak perlu pada jaringan, batas waktu idle harus lebih lama dari waktu rata-rata
antar paket yang diukur selama pengguna berada pada periode aktif. Untuk transmisi aliran
(seperti transfer file) di mana paket selalu terurut, maka timer idle harus diatur cukup singkat
untuk menghasilkan respon yang diinginkan.
Untuk tipe tanggapan yang interaktif dari transaksi, traffic dapat tiba-tiba terhenti.
Dengan rata-rata waktu antar paket yang relatif lebih lama, kita tidak bisa lagi melakukan
pengiriman probe terlalu sering.
Inilah masalah UPM yang timbul dari jenis kondisi trafic yang akan diselidiki. Dalam hal
ini, akan dianalisa seberapa efektif mekanisme deteksi dengan periode idle time-out yang relatif
lama.
3. Teori
o Kondisi UPM
Gambar 2. Hubungan antara kejadian berbeda selama node mengalami kegagalan (node failure)
Keterangan:
τ0 = masa saat forward paket diterima CCP moribund(gagal) pada τd sebelum periode quiescent
τ1 = masa saat forward paket diterima CCP moribund(gagal) pada τt setelah periode quiescent
h0 = transit delay yang dialami oleh forward paket yang dikirim pada masa τ0
h1 = transit delay yang dialami oleh forward paket yang dikirim pada masa τ1
τd = masa ketika node down (gagal)
τu = masa ketika node up (kondisi baik)
td = periode node down
tu = periode node up
tg = target span
Dari skenerio yang telah dijelaskan pada Bagian 2, kondisi yang harus dipenuhi untuk
suatu induksi kegagalan UPM adalah:
o (C1) Terdapat target span pada periode quiescent.
o (C2) Forward paket yang dikirim oleh CCP yang salah merupakan paket yang
memenuhi kriteria CCP yang salah.
Terdapat P[C1], P[C2] merupakan probabilitas yang mendukung kondisi di atas. (C 1) dan
(C2) merupakan kejadian saling bebas. Maka probabilitas dari induksi kegagalan UPM, P[MF]
adalah
P[MF] = P[C1] P[C2].
o Probabilitas UPM
Keterangan:
P[MF] = probabilitas UPM
Np = jumlah nama proses yang masih dapat dipakai kembali untuk proses selanjutnya setelah
node diperbaiki
W = ukuran window yang menerima CCP yang gagal
4. Proses Analisa
o Analisa Probabilitas UPM karena Node Failure
Dari rumus probabilitas UPM yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, ada
beberapa factor yang mempengaruhi terjadinya UPM karena node failure. Faktor pertama
berhubungan dengan terjadinya kegagalan node selama target span. Faktor kedua adalah
forward paket yang diterima node target selama periode perbaikan node, Tu. Faktor ketiga
tergantung pada terjadinya CCP gagal sebelum target span berakhir. Faktor terakhir adalah
paket yang diterima harus memenuhi kriteria CCP gagal.
Contoh:
S = 256
W=5
Tu = 30 sec
Np = 10000
λd = 1 failure/1000 hr
λe = I koneksi terbentuk request/sec
tg = 15 sec
Penyelesaian:
P[MF] ≈ (10-5) (10-1) (10-3)(10-2) = 10-11
Jika tg kita set 1 sec, dan parameter yang lain tetap sama, amaka akan diperoleh pengaruh yang
sangat besar:
P[MF] ≈ (10-7) (10-13) (10-4)(10-2) = 10-26
Dengan mencocokkan periode perbaikan dan memebuat variasi target span sperti
contoh diatas, maka dapat diketahui kesensitifan probabilitas UPM pada kondisi (C 1).
Gambar 4. Probabilitas UPM versus Periode Perbaikan Node dengan target span sebagai
parameter.
Keterangan:
P[MT] = Probabilitas UPM karena transmission error
Nn = jumlah node dalam network
Bn = panjang nama node(jumlah bit)
Np = jumlah nama proses
Bp = panjang nama proses
Bf = panjang paket
Contoh:
Є = 10-9, ρe = 0.7, Nn = 50, Bn = 8, Np = 10000, Bp = 16, Bf = 2000, W = 2, dan S= 256, maka akan
diperoleh P[MT] = 10-15 .
UPM dapat terjadi sebagaii akibat dari 2 sebab, node failure dan transmission error.
Untuk teknologi transmisi tertentu dengan strategi control eror tertentu, probabilitas memiliki
suatu hal yang sngat penting yaitu CCP identifier agar hasil dari transmission error dapat
diperkirakan. Hal ini dimungkinkan untuk digunakan sebagai standar untuk mengatur suatu
objek dalam probabilitas induksi kegagalan UPM.