Anda di halaman 1dari 13

Alzheimer

Alzheimer bukan penyakit menular, melainkan merupakan sejenis sindrom dengan


apoptosis sel-sel otak pada saat yang hampir bersamaan, sehingga otak tampak mengerut dan
mengecil. Alzheimer juga dikatakan sebagai penyakit yang sinonim dengan orang tua.
Resiko untuk mengidap Alzheimer, meningkat seiring dengan pertambahan usia. Bermula
pada usia 65 tahun, seseorang mempunyai risiko lima persen mengidap penyakit ini dan akan
meningkat dua kali lipat setiap lima tahun, kata seorang dokter. Menurutnya, sekalipun penyakit ini
dikaitkan dengan orang tua, namun sejarah membuktikan bahawa pesakit pertama yang dikenal
pasti menghidap penyakit ini ialah wanita dalam usia awal 50-an.
Penyakit Alzheimer paling sering ditemukan pada orang tua berusia sekitar 65 tahun ke atas.
Di negara maju seperti Amerika Serikat saat ini ditemukan lebih dari 4 juta orang usia lanjut
penderita penyakit Alzheimer. Angka ini diperkirakan akan meningkat sampai hampir 4 kali di
tahun 2050. Hal tersebut berkaitan dengan lebih tingginya harapan hidup pada masyarakat di negara
maju, sehingga populasi penduduk lanjut usia juga bertambah.
Pada tahap awal perkembangan Alzheimer, penurunan faktor-faktor resiko vaskular dapat
menyulitkan diagnosis sindrom ini, namun mengurangi kecepatan perkembangan demensia.
1. Perkembangan

(Otak)

Nama penyakit Alzheimer berasal dari nama Dr. Alois Alzheimer, dokter berkebangsaan Jerman
yang pertama kali menemukan penyakit ini pada tahun 1906. Dr. Alzheimer memperhatikan
adanya perubahan jaringan otak pada wanita yang meninggal akibat gangguan mental yang
belum pernah ditemui sebelumnya.
Hasil pengamatan dari bedah, Alzheimer mendapati saraf otak tersebut bukan saja
mengerut, bahkan dipenuhi dengan sedimen protein yang disebut plak amiloid dan serat yang
berbelit-belit neuro fibrillary.
Meskipun penyakit ini ditemukan hampir satu abad yang lalu, ia tidak sepopuler penyakit
lain, seperti sakit jantung, hipertensi, Sindrom Pernafasan Akut Parah (SARS) dan sebagainya.
Publikasi mengenai penyakit Alzheimer masih rendah, banyak orang tidak mengetahui penyakit
ini hingga dipublikasikan secara terbuka oleh mantan Presiden Amerika Serikat yang ke-40,
Ronald Reagan dalam suratnya tertanggal 5 November 1994.
Pada sekitar 1950-an diperkirakan 2,5 juta penduduk dunia mengidap penyakit ini, dan
mencapai enam milyar orang pada tahun 2000. WHO memperkirakan lebih dari satu milyar
orang tua yang berusia lebih dari 60 tahun atau 10 persen penduduk dunia mengidap Alzheimer
pada tahun 2003.
Peningkatan ini disebabkan dengan semakin banyak penduduk dunia yang berusia lanjut,
peningkatan masa hidup hingga umur 80 tahun bagi wanita dan 75 tahun bagi lelaki. Selain itu,
penjagaan kesehatan yang lebih baik, tingkat perkawinan menurun, perceraian bertambah dan
mereka yang kawin tetapi tidak banyak anak. Penelitian klinis terbaru menunjukkan
suplementasi dengan asam lemak omega-3 dapat memperlambat menurunan fungsi kognitif pada
penderita alzheimer ringan.

2. Klasifikasi
 Alzheimer yang disertai demensia
Hingga saat ini masih terdapat perbedaan pendapat mengenai relasi antara Alzheimer
dan demensia vaskular. Sebagian ilmuwan beranggapan bahwa demensia vaskular berada
pada lintasan dislipidemia aterogenis, khususnya dengan LDL rantai pendek dan jenuh,
aterosklerosis karotid, tekanan darah sistolik tinggi dan peningkatan rasio IR-UII (bahasa
Inggris: plasma levels of immunoreactive); sedangkan Alzheimer berada pada lintasan lain,
yaitu hiposomatomedinemia dan hipogonadisme.
Ilmuwan yang lain berpendapat bahwa demensia vaskular sebagai patogen yang
menyertai Alzheimer pada lintasan radang aterosklerosis, atau bahkan mengemukakan bahwa
aterosklerosis merupakan radang yang mencetuskan hipoperfusi pada otak dan berakibat pada
Alzheimer.
 Alzheimer yang disertai ataksia.
 Kombinasi keduanya
3. Gejala
3.1 Simtoma klinis

(Normal brain)
Gejala-gejala Demensia Alzheimer sendiri meliputi gejala yang ringan sampai berat. 10
tanda-tanda adanya Demensia Alzheimer adalah :
 Gangguan memori yang mempengaruhi keterampilan pekerjaan, seperti; lupa
meletakkan kunci mobil, mengambil baki uang, lupa nomor telepon atau kardus obat
yang biasa dimakan, lupa mencampurkan gula dalam minuman, garam dalam masakan
atau cara-cara mengaduk air,
 Kesulitan melakukan tugas yang biasa dilakukan, seperti; tidak mampu melakukan
perkara asas seperti menguruskan diri sendiri.
 Kesulitan bicara dan berbahasa
 Disorientasi waktu, tempat dan orang, seperti; keliru dengan keadaan sekitar rumah,
tidak tahu membeli barang ke kedai, tidak mengenali rekan-rekan atau anggota keluarga
terdekat.
 Kesulitan mengambil keputusan yang tepat
 Kesulitan berpikir abstrak, seperti; orang yang sakit juga mendengar suara atau bisikan
halus dan melihat bayangan menakutkan.
 Salah meletakkan barang
 Perubahan mood dan perilaku, seperti; menjadi agresif, cepat marah dan kehilangan
minat untuk berinteraksi atau hobi yang pernah diminatinya.
 Perubahan kepribadian, seperti; seperti menjerit, terpekik dan mengikut perawat ke
mana saja walaupun ke WC.
 Hilangnya minat dan inisiatif
Orang yang sakit juga kadangkala akan berjalan ke sana sini tanpa sebab dan pola tidur
mereka juga berubah. Orang yang sakit akan lebih banyak tidur pada waktu siang dan terbangun
pada waktu malam.
Secara umum, orang sakit yang didiagnosis mengidap penyakit ini meninggal dunia
akibat radang paru-paru atau pneumonia. Ini disebabkan, pada waktu itu orang yang sakit tidak
dapat melakukan sembarang aktivitas lain.

3.2 Simtoma paraklinis


Pada otak penderita Alzheimer, ditemukan:
 Penumpukan peptida dengan panjang 42-43 AA yang disebut amiloid-beta, dikelilingi
neurita distrofis. Amioid beta merupakan protein iris dari APP (bahasa Inggris: amyloid
precursor protein)
 filamen ph yang menumpuk di dalam soma
 Suatu lesi yang disebut badan Lewy
 Rasio proNGF yang tinggi. ProNGF merupakan prekursor hormon NGF yang sering
juga ditemukan memiliki rasio tinggi pada manusia berusia lanjut
 Rasio protein S100-beta yang tinggi, sebuah protein yang selalu dijumpai pada fasa
perkembangan neurita. Interaksi antara protein S100-beta dan tau dianggap merupakan
simulator perkembangan neurita.
 Tingginya rasio kemokina CCL2 yang merupakan kemotaksis utama dari monosit.
 Gangguan metabolisme glukosa serebral pada area hipokampal, dan hilangnya
neurotransmiter kolinergic kortikal, dan rendahnya laju O-GlkNAsilasi pada otak kecil.
O-GlkNAsilasi adalah salah satu proses glikosilasi modifikasi paska-translasi dari
protein nukleositoplasma dengan beta-N-asetil-glukosamina yang bergantung pada
metabolisme glukosa.
 Defisiensi CD36 atau EAAT.

4. Patofisiologi
Simtoma Alzheimer ditandai dengan perubahan-perubahan yang bersifat degeneratif pada
sejumlah sistem neurotransmiter, termasuk perubahan fungsi pada sistem neural monoaminergik
yang melepaskan asam glutamat, noradrenalin, serotonin dan serangkaian sistem yang
dikendalikan oleh neurotransmiter. Perubahan degeneratif juga terjadi pada beberapa area otak
seperti lobus temporal dan lobus parietal, dan beberapa bagian di dalam korteks frontal dan girus
singulat, menyusul dengan hilangnya sel saraf dan sinapsis.
Sekretase-β dan presenilin-1 merupakan enzim yang berfungsi untuk mengiris domain
terminus-C pada molekul AAP dan melepaskan enzim kinesin dari gugus tersebut. Apoptosis
terjadi pada sel saraf yang tertutup plak amiloid yang masih mengandung molekul terminus-C,
dan tidak terjadi jika molekul tersebut telah teriris. Hal ini disimpulkan oleh tim dari Howard
Hughes Institute yang dipimpin oleh Lawrence S. B. Goldstein, bahwa terminus-C membawa
sinyal apoptosis bagi neuron. Sinyal apoptosis juga diekspresikan oleh proNGF yang tidak
teriris, saat terikat pada pencerap neurotrofin p75NTR, dan distimulasi hormon sortilin.
Penumpukan plak ditengarai karena induksi apolipoprotein-E yang bertindak sebagai
protein kaperon, defiensi vitamin B1 yang mengendalikan metabolisme glukosa serebral seperti
O-GlkNAsilasi, dan kurangnya enzim yang terbentuk dari senyawa tiamina seperti kompleks
ketoglutarat dehidrogenase-alfa, kompleks piruvat dehidrogenase, transketolase, O-GlcNAc
transferase, protein fosfatase 2A, dan beta-N-asetilglukosaminidase. Hal ini berakibat pada
peningkatan tekanan zalir serebrospinal, menurunnya rasio hormon CRH, dan terpicunya
simtoma hipoglisemia di dalam otak walaupun tubuh mengalami hiperglisemia.
Selain disfungsi enzim presenilin-1 yang memicu simtoma ataksia, masih terdapat enzim
Cdk5 dan GSK3beta yang menyebabkan hiperfosforilasi protein tau, hingga terbentuk tumpukan
PHF. Hiperfosforilasi juga menjadi penghalang terbentuknya ligasi antara protein S100 beta, dan
menyebabkan distrofi neurita, meskipun kelainan metabolisme seng juga dapat menghalangi
ligasi ini.
Simtoma hiperinsulinemia dan hiperglisemia juga menginduksi hiperfosforilasi protein
tau, dan oligomerasi amiloid-beta yang berakibat pada penumpukan plak amiloid. Namun meski
insulin menginduksi oligomerasi amiloid-beta, insulin juga menghambat enzim aktivitas enzim
kaspase-9 dan kaspase-3 yang juga membawa sinyal apoptosis, dan menstimulasi sekresi Hsp70
oleh sel LAN5 untuk mengaktivasi program pertahanan sel.
Terdapat kontroversi minor dengan dugaan bahwa hiperfosforilasi tersebut disebabkan
oleh infeksi laten oleh virus campak, atau Borrelia. Tujuh dari 10 kasus Alzheimer yang diteliti
oleh McLean Hospital Brain Bank of Harvard University, menunjukkan infeksi semacam ini.

5. Orang yang berisiko

(Alzheimer)
 Pengidap hipertensi yang mencapai usia 40 tahun ke atas
 Pengidap kencing manis
 Kurang berolahraga
 Tingkat kolesterol yang tinggi
 Faktor keturunan - mempunyai keluarga yang mengidap penyakit ini pada usia 50-an.

6. Pengobatan
Menyusul ditemukannya kinom pada manusia, kinase protein telah menjadi prioritas
terpenting kedua pada upaya penyembuhan, oleh karena dapat dimodulasi oleh molekul ligan
kecil. Peran kinase pada lintasan molekular neuron terus dipelajari, namun beberapa lintasan
utama telah ditemukan. Sebuah protein kinase, CK1 dan CK2, ditemukan memiliki peran yang
selama ini belum diketahui, pada patologi molekular dari beberapa kelainan neurogeneratif,
seperti Alzheimer, penyakit Parkinson dan sklerosis lateral amiotrofik. Pencarian senyawa
organik penghambat yang spesifik bekerja pada kedua enzim ini, sekarang telah menjadi
tantangan dalam perawatan penyakit tersebut di atas.
 Donepezil
Donepezil adalah obat yang diminum secara oral untuk mengobati penyakit Alzheimer taraf
rendah hingga medium. Donepezil tersedia dalam bentuk tablet oral. Biasanya diminum satu
kali sehari sebelum tidur, sebelum atau sesudah makan. Dokter anda akan memberikan dosis
rendah pada awalnya lalu ditingkatkan setelah 4 hingga 6 minggu. Efek samping yang sering
terjadi sewaktu minum Donepezil adalah sakit kepala, nyeri seluruh badan, lesu, mengantuk,
mual, muntah, diare, nafsu makan hilang, berat badan turun, kram, nyeri sendi, insomnia,
dan meningkatkan frekwensi buang air kecil.
 Rivastigmine
Rivastigmine adalah obat yang diminum secara oral untuk mengobati penyakit
Alzheimer taraf rendah hingga medium. Setelah enam bulan pengobatan dengan
Rivastigmine, 25-30% penderita dinilai membaik pada tes memori, pengertian dan aktivitas
harian dibandingkan pada pasien yang diberikan plasebo hanya 10-20%.
Rivastigmine biasanya diberikan dua kali sehari setelah makan. Karena efek
sampingnya pada saluran cerna pada awal pengobatan, pengobatan dengan Rivastigmine
umumnya dimulai dengan dosis rendah, biasanya 1,5 mg dua kali sehari, dan secara
bertahap ditingkatkan tidak lebih dari 2 minggu.
Dosis maksimum biasanya hingga 6 mg dua kali sehari. Jika pasien mengalami
gangguan pencernaan yang bertambah parah karena efek samping obat seperti mual dan
muntah, sebaiknya minum obat dihentikan untuk beberapa dosis lalu dilanjutkan dengan
dosis yang sama atau lebih rendah.
Sekitar setengah pasien yang minum Rivastigmine menjadi mual dan sepertiganya
mengalami muntah minimal sekali, seringkali terjadi pada pengobatan di beberapa minggu
pertama pengobatan sewaktu dosis ditingkatkan. Antar seperlima hingga seperempat pasien
mengalami penurunan berat badan sewaktu pengobatan dengan Rivastigmine (sekitar 7
hingga 10 poun).
Seperenam pasien mengalami penurunan nafsu makan. Satu dari lima puluh pasien
mengalami pusing. Secara keseluruhan, 15 % pasien (antara sepertujuh atau seperenam)
tidak melanjutkan pengobatan karena efek sampingnya.
 Untuk pemilihan obat pikun atau obat Alzheimer yang tepat ada baiknya anda harus
periksakan diri dan konsultasi ke dokter.

7. Pencegahan
Mengonsumsi minyak ikan, berolahraga rutin dan mengisi teka teki silang adalah
aktivitas yang disebut-sebut bermanfaat bagi otak. Tetapi menurut kajian terbaru, tidak ada bukti
kuat bahwa semua itu dapat mencegah penyakit Alzheimer.Sebuah panel ahli yang terdiri dari
para ahli menyimpulkan, suplemen, obat atau interaksi sosial juga belum terbukti dapat
mencegah penyakit degenerasi otak tersebut. Kelompok ahli itu mengamati puluhan riset yang
menunjukkan cara-cara untuk mencegah Alzheimer, penyakit yang merusak otak dan tidak dapat
diobati. Tetapi belum menemukan satu pun bukti yang cukup kuat akan dampaknya bagi
pencegahan.
Ada definisi yang tidak konsisten tentang penyakit Alzheimer dan penurunan kondisi
kognitif yang menyebabkannya. Para dokter juga tidak sepenuhnya memahami bagaimana
penyakit itu berkembang. Contohnya, ada ketidaksepakatan tentang apakah plak amiloid yang
ditemukan dalam otak penderita menjadi penyebab penyakit itu atau hanya sekadar gejala. Saat
ini hanya ada sedikit obat untuk mengobati Alzheimer, tetapi efeknya hanya sementara.Serangan
penyakit Alzheimer ditandai dengan kehilangan daya pikir secara bertahap, dan akhirnya dapat
menjadi cacat mental total. Gejala awal Alzheimer adalah mudah lupa pada hal-hal yang sering
dilakukan dan hal-hal baru. Penderita juga mengalami disorientasi waktu dan mengalami
kesulitan fungsi kognitif yang kompleks seperti matematika atau aktivitas organisasi.
Alzheimer berat ditandai dengan kehilangan daya ingat yang progresif sampai
mengganggu aktivitas sehari-hari, disorientasi tempat, orang dan waktu, serta mengalami
masalah dalam perawatan diri , seperti lupa mengganti pakaian.Penderita penyakit itu biasanya
juga mengalami perubahan tingkah laku seperti depresi, paranoia, atau agresif. Orang yang
mempunyai riwayat keluarga Alzheimer mempunyai risiko mengalaminya dan risiko tersebut
makin meningkat apabila kedua orang tua mengidap Alzheimer.

8. World Alzheimer Day


World Alzheimer Day diperingati setiap tahunnya dan tahun ini mengambil tema ‘No
Time To Lose’. World Alzheimer Day merupakan suatu kampanye tahunan yang bertujuan
untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit Alzheimer dan diagnosa dini Demensia.
Asosiasi Alzheimer dunia, Alzheimer Disease International (ADI), termasuk di dalamnya
Asosiasi Azheimer Indonesia (AAzI) menyerukan agar peringatan kali ini difokuskan pada
perawatan (care) dengan menitikberatkan peningkatan pengetahuan penyebab penyakit
Demensia maupun cara-cara mendampingi ODD. Hal tersebut sesuai dengan Piagam Global
Penyakit Alzheimer yang dideklarasikan pada saat World Alzheimer Day yang mengungkapkan,
kurangnya kesadaran dan pemahaman terhadap Demensia Alzheimer mengakibatkan
ketidakcukupan sumber daya untuk menghadapi krisis ini.
Lihat Pula:

Demensia
Demensia (bahasa Inggris: dementia, senility) merupakan istilah digunakan untuk
menjelaskan penurunan fungsional yang disebabkan oleh kelainan yang terjadi pada otak. Demensia
bukan berupa penyakit dan bukanlah sindrom.
Pikun merupakan gejala umum demensia, walaupun pikun itu sendiri belum berarti indikasi
terjadinya demensia. Orang-orang yang menderita demensia sering tidak dapat berpikir dengan baik
dan berakibat tidak dapat beraktivitas dengan baik. Oleh sebab itu mereka lambat laun kehilangan
kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan dan perlahan menjadi emosional, sering hal
tersebut menjadi tidak terkendali.
Banyak penyakit/sindrom menyebabkan demensia, seperti strok, Alzheimer, penyakit
Creutzfeldt-Jakob, Huntington, Parkinson, AIDS, dan lain-lain. Demesia juga dapat diinduksi oleh
defisiensi niasin.
Demensia pada Alzheimer dikategorikan sebagai simtoma degeneratif otak yang progresif.
Mengingat beban yang ditimbulkan penyakit ini, masyarakat perlu mewaspadai gangguan perilaku
dan psikologik penderita demensia Alzheimer.

Klasifikasi
 Demensia vaskular
Pada tahap ini, menurut skala MMSE (Mini-Mental State Examination), penderita
mengalami gangguan minor pada orientasi tempat, waktu dan ingatan, pada 3 tahun
pertama, yang disebut MCI (Mild Cognitive Impairment) dengan penurunan ketebalan dan
volume otak pada korteks entorinal, hipokampus dan girus supramarginal.
 Demensia yang disertai badan Lewy
 Demensia frontotemporal, terjadi pada penderita sklerosis lateral amiotrofik dan penyakit
degeneratif lobus frontotemporal.
Neurita

Neurita (bahasa Inggris: neurite) merupakan proyeksi dari neuron. Proyeksi ini dapat berupa
akson maupun dendrita. Kata ini sering digunakan untuk merujuk ke sel saraf yang masih muda,
atau sedang berkembang, terutama pada kultur sel, karena masih sangat sulit untuk membedakan
soma dari akson sebelum diferensiasi sel tersebut selesai.
Neurita sering ditemukan terbalut oleh mikrotubula. Perkembangannya membutuhkan
protein S100-beta dan stimulasi NGF, MAPT, MAP, dan dipercepat oleh enzim nukleosida difosfat
kinase. Enzim ini banyak terdapat pada tumbuhan Arabidopsis thaliana.
Pengendalian migrasi neurita dan morfogenesis juga sangat penting untuk perkembangan
jaringan saraf. Trio, sejenis GEF (bahasa Inggris: Guanine nucleotide exchange factor) dengan
banyak domain, pada model tikus, merupakan modul sinyal utama yang mengendalikan migrasi
neuron dan morfogenesis otak kecil dan menterjemahkan sinyal ekstrinsik ke enzim Rho GTPase
untuk keperluan mengatur sitoskeleton. Defisiensi pada Trio menyebabkan neurita tidak responsif
terhadap faktor pertumbuhan neurita, seperti Netrin-1 dan Semaphorin-6A. Tikus yang tidak
memiliki Trio menunjukkan kelainan pada otak kecil dan simtoma ataksia yang sangat parah.
Cerebella yang terbentuk tidak memiliki granula pada IGL (Internal Granule cell Layer) oleh
karena adanya penyimpangan pada migrasi sel dan perkembangan neurita yang abnormal.
Walaupun mekanisme migrasi neurita masih belum banyak diketahui, neurita diketahui
mengalami perubahan modus dan laju migrasi yang bergantung pada lapisan kortikal yang
dilaluinya. Transduksi sinyal Ca+ dan nukleotida siklik, yang berlangsung sepanjang migrasi, dapat
terganggu oleh alkohol.
Neurotransmiter

(Ilustrasi dari elemen utama pada transmisi sinapsis)

Sebuah gelombang elektrokimiawi yang disebut potensi aksi bergerak sepanjang akson
sebuah neuron. Ketika gelombang tersebut mencapai sinapsis, sejumlah molekul neurotransmiter
dilepaskan dan bergerak menuju pencerap yang terletak pada membran neuron lain yang berada di
dekat sinapsis.
Neurotransmiter adalah senyawa organik endogenus membawa sinyal di antara neuron.
Neurotransmiter terbungkus oleh vesikel sinapsis, sebelum dilepaskan bertepatan dengan datangnya
potensi aksi.
Beberapa neurotransmiter utama, antara lain:
 Asam amino: asam glutamat, asam aspartat, serina, GABA, glisina
 Monoamina: dopamin, adrenalin, noradrenalin, histamin, serotonin, melatonin
 Bentuk lain: asetilkolina, adenosina, anandamida, dll.
Sinapsis

(Ilustrasi sinapsis)

Sinapsis adalah titik temu antara terminal akson salah satu neuron dengan neuron lain.
Sinapsis dibentuk oleh terminal akson yang membengkak. Di dalam sitoplasma sinapsis, terdapat
vesikula sinapsis. Ketika impuls mencapai ujung neuron, vesikula akan bergerak, lalu melebur
dengan membran pra-sinapsis dan melepaskan asetilkolin. Asetilkolin berdifusi melalui celah
sinapsis, lalu menempel pada reseptor di membran post-sinapsis. Penempelan asetilkolin pada
reseptor menimbulkan impuls pada sel saraf berikutnya. Enzim asetilkolinesterase menguraikan
asetilkolin yang tugasnya sudah selesai
Pada setiap bagian otak, terdapat jutaan neuron yang saling terhubung lewat sinapsis. Anak-
anak memiliki sekitar 1016 sinapsis (10 quadrillion). Jumlah ini berkurang seiring bertambahnya
usia. Orang dewasa memiliki 1015 sampai 5 × 1015 (1-5 quadrillion) sinapsis.
Struktur Neuron:
 Dendrit
 Soma
 Akson
 Nukleus
 Nodus Ranvier
 Sinapsis
 Sel Schwann
 Selubung Mielin

Referensi
 Llinas R. Sugimori M. and Simon S.M. 1982. PNAS 79:2415-2419.
 Llinas R. Steinberg I.Z. and Walton K.D. 1981. Biophys. J. 33: 323-352.
 Mark F. Bear, Barry W. Connors, Michael A. Paradiso. 2001. Neuroscience: Exploring the
Brain. Hagerstown, MD: Lippincott Williams & Wilkins

Anda mungkin juga menyukai