Anda di halaman 1dari 4

HUKUM SYARA'

hukum Syara' adalah khithab Syari' (seruan Allah sebagai pembuat hukum) yang berkaitan
dengan amal perbuatan hamba (manusia), baik itu berupa ketetapan yang sumbernya pasti dan
tidak diragukan lagi (qath'i tsubut) seperti Al-Quran dan Haditsmutawatir, maupun berupa
ketetapan yang yang sumbernya belum pasti dan masih berupa sangkaan (zhanni tsubut) seperti
hadits yang bukan tergolong mutawatir. Apabila ketetapannya pasti, maka perlu pengkajian lebih
lanjut; yaitu bila penunjukan dalilnya bersifat pasti (qath'iud dilalah), maka hukum yang
dikandungnya adalah pasti pula, misalnya jumlah rakaat shalatfardlu yang kesemuanya
bersumber dari hadits mutawatir. Begitu juga dengan hukum haramnya riba, potong tangan bagi
pencuri, atau hukumjilid.

berbagai masalah dan bertindak sesuai dengan pendapat mujtahid dalam masalah tersebut, maka
tidak dibolehkan meninggalkan mujtahid itu dalam masalah hukum tersebut, tetapi boleh
mengikuti mujtahid lain dalam masalah lain secara mutlak. Apabila ia ingin mengikuti mujtahid
yang lain dalam masalah lain yang berbeda, maka hal tersebut dibolehkan sebagaimana
ketetapan dari Ijma' shahabat. Karena itu, dalam hal ini, seorang

muqallid dibolehkan meminta fatwa kepada orang


alim dalam masalah tertentu. Adapun jika seorang
muqallid menentukan satu mazhab, misalnya

mazhab Syafi'i dan berkata "Saya bermazhab kepadanya dan terikat kepadanya", maka dalam hal
ini ada keterangan lain. Yaitu, bila setiap persoalan yang diambil dari mazhab yang diikutinya
berkaitan dengan apa yang ia lakukan, maka secara mutlak ia tidak diperkenankan bertaqlid
kepada selain mazhab yang telah dipilihnya dalam suatu masalah. Lain halnya jika amal
perbuatannya itu tidak tergantung kepada masalah yang telah ditentukan oleh satu mazhab yang
dianutnya. Dalam masalah ini, maka tidak ada larangan baginya untuk mengikuti selain mazhab
yang dipilihnya.

Bagi seorang mujtahid yang dalam ijtihadnya sampai kepada suatu kesimpulan hukum
tertentu, maka baginya diperkenankan untuk meninggalkan apa yang telah dicapainya (dalam
ijtihadnya) dalam masalah tersebut untuk kemudian bertaqlid kepada yang lain jika ia
mempunyai maksud untuk menyatukan kaum muslimin dalam satu pendapat. Inilah yang telah
terjadi pada saat pem-bai'at-a

Ijma'

Ijma' artinya kesepakatan yakni kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum hukum
dalam agama berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits dalam suatu perkara yang terjadi. Adalah
keputusan bersama yang dilakukan oleh para ulama dengan cara ijtihad untuk kemudian
dirundingkan dan disepakati. Hasil dari ijma adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama
dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.
[sunting] Qiyâs

Qiyas artinya menggabungkan atau menyamakan artinya menetapkan suatu hukum suatu perkara
yang baru yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalah sebab,
manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama. Dalam
Islam, Ijma dan Qiyas sifatnya darurat, bila memang terdapat hal hal yang ternyata belum
ditetapkan pada masa-masa sebelumnya

• Beberapa definisi qiyâs (analogi)


1. Menyimpulkan hukum dari yang asal menuju kepada cabangnya, berdasarkan titik
persamaan diantara keduanya.
2. Membuktikan hukum definitif untuk yang definitif lainnya, melalui suatu
persamaan diantaranya.
3. Tindakan menganalogikan hukum yang sudah ada penjelasan di dalam [Al-
Qur'an] atau [Hadis] dengan kasus baru yang memiliki persamaan sebab (iladh).

[sunting] Istihsân

• Beberapa definisi Istihsân


1. Fatwa yang dikeluarkan oleh seorang fâqih (ahli fikih), hanya karena dia merasa
hal itu adalah benar.
2. Argumentasi dalam pikiran seorang fâqih tanpa bisa diekspresikan secara lisan
olehnya
3. Mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima, untuk maslahat orang
banyak.
4. Tindakan memutuskan suatu perkara untuk mencegah kemudharatan.
5. Tindakan menganalogikan suatu perkara di masyarakat terhadap perkara yang ada
sebelumnya...

[sunting] Maslahah murshalah

Adalah tindakan memutuskan masalah yang tidak ada naskhnya dengan pertimbangan
kepentingan hidup manusia berdasarkan prinsip menarik manfaat dan menghindari
kemudharatan.

[sunting] Sududz Dzariah

Adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentinagn
umat.

[sunting] Istishab

Adalah tindakan menetapkan berlakunya suatu ketetapan sampai ada alasan yang bisa
mengubahnya.

[sunting] Urf
ijtihad

Adalah tindakan menentukan masih bolehnya suatu adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat
setempat selama kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan aturan-aturan prinsipal dalam
Alquran dan Hadis.

Syarat-syarat

1. Memiliki ilmu pengetahuan yang luas tentang ayat-ayat


al-Qur'an yang berhubungan dengan masalah hukum, dengan
pengertian ia mampu membahas ayat-ayat tersebut untuk
menggali hukum.

2. Berilmu pengetahuan yang luas tentang hadits-hadits


Rasul yang berhubungan dengan masalah hukum, dengan arti ia
sanggup untuk membahas hadits-hadits tersebut untuk menggali
hukum.

3. Menguasai seluruh masalah yang hukumnya telah


ditunjukkan oleh ijma' agar ia tidak berijtihad yang
hasilnya bertentangan dengan ijma'.

4. Mengetahui secara mendalam tentang masalah qiyas dan


dapat mempergunakannya untuk menggali hukum.

5. Menguasai bahasa Arab secara mendalam. Sebab al-Qur'an


dan Sunnah sebagai sumber asasi hukum Islam tersusun dalam
bahasa Arab yang sangat tinggi gaya bahasanya dan cukup unik
dan ini merupakan kemu'jizatan al-Qur'an.

6. Mengetahui secara mendalam tentang nasikh-mansukh dalam


al-Qur'an dan Hadits. Hal itu agar ia tidak mempergunakan
ayat al-Qur'an atau Hadits Nabi yang telah dinasakh
(mansukh) untuk menggali hukum.

7. Mengetahui latar belakang turunnya ayat (asbab-u


'l-nuzul) dan latar belakang suatu Hadits (asbab-u
'l-wurud), agar ia mampu melakukan istinbath hukum secara
tepat.

8. Mengetahui sejarah para periwayat hadits, supaya ia


dapat menilai sesuatu Hadist, apakah Hadits itu dapat
diterima ataukah tidak. Sebab untuk menentukan derajad/nilai
suatu Hadits sangat tergantung dengan ihwal perawi yang
lazim disebut dengan istilah sanad Hadits. Tanpa mengetahui
sejarah perawi Hadits, tidak mungkin kita akan melakukan
ta'dil tajrih (screening).

9. Mengetahui ilmu logika/mantiq agar ia dapat menghasilkan


deduksi yang benar dalam menyatakan suatu pertimbangan hukum
dan sanggup mempertahankannya.

10. Menguasai kaidah-kaidah istinbath hukum/ushul fiqh, agar


dengan kaidah-kaidah ini ia mampu mengolah dan menganalisa
dalil-dalil hukum untuk menghasilkan hukum suatu
permasalahan yang akan diketahuinya.

Pemeliharaan Atas Keturunan

Hukum Islam telah menetapkan aturan aturan beserta hukum yang bertujuan mencegah
terjadinya kerusakan atas nasab dan keturunan manusia. Contohnya, Islam melarang zina dan
menghukum pelakunya.

"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji.
Dan suatu jalan yang buruk." (QS Al-Israa': 32)

Anda mungkin juga menyukai