Di dalam artikel ini dituliskan bahwa Singapura merupakan
bagian penting dalam bidang keamanan dan pertahanan Australia sejak tahun 1965. Hubungan perthanan Australia dan Singapura dibagi kedalam dua era. Era pertama yaitu antara tahun 1945-1975 dimana kedua negara bersama-sama mengatasi permasalahan komunis yang menyebar di wilayah Asia Tenggara serta pembuatan peta politik di Asia Tenggara setelah berakhirnya masa kolonialisme. Era yang ke dua adalah sejak tahun 1975 hingga sekarang, ditandai dengan kerjasama-kerjasama ekonomi dan politik yang dilakukan oleh Australia di wilayah Asia Tenggara terutama dengan Singapura. Hubungan Australia dan Singapura pada masa Perang Dunia II berlangsung ketika Australia mengirmkan pasukannya untuk membantu Inggris dan rakyat Singapura untuk menghadapi ekspansi Jepang pada masa itu. Pada saat itulah para tentara Australia dan penduduk Singapura merasakan kekejaman Jepang selam 3,5 tahun secara bersama-sama. Hubungan pertalian yang tercipta antara tentara Australia dan penduduk Singapura dari peristiwa tersebut sangatlah kuat, rumit dan amat sangat positif. Artikel ini mengungkapkan tentang Australia yang dilibatkan oleh Inggris di dalam melakukan pengamanan di wilayah Malaya dan Singapura pada tahun 1948 ketika terjadi kampanye Partai Komunis Malaya yang dilakukan dengan menggunakan kekuatan militer di wilayah Malaya dan Singapura. Australia dipaksa oleh Inggris untuk berkontribusi lebih dalam melakukan pengamanan di wilayah Malaya dan Singapura ketika pada saat itu wilayah tersebut merupakan wilayah berstatus darurat. Pada awalnya Australia menolak untuk terlibat langsung di wilayah tersebut tetapi pada akhirnya Australia setuju untuk mengirimkan pesawat transportasi militer C-47 dan satu skuadron Lincoln Bomber untuk digunakan dalam operasi kontra pemberontakan. Pesawat Lincoln Bomber tersebut tetap tinggal hingga tahun 1958 ketika akhirnya digantikan oleh pesawat jet lainnya dan pangkalan militernya dipindahkan ke Butterworth di Malaysia. Australia juga mengirimkan I batalion infantry sebanyak 800 personel angkatan darat pada Oktober 1955. dan jumlah itu bertambah hingga 1.400 personel dan bertahan di sana selam 18 tahun hingga tahun 1974. Artikel ini juga membahas tentang politik konfrontasi Indonesia yang berpengaruh pada kebijakan luar negeri Australia terhadap wilayah Malaysia dan Singapura. Pada tahun 1961 Indonesia menyatakan penentangannya terhadap penyatuan wilayah Borneo Utara dan Singapura ke dalam federasi Malaysia. Pada Januari 1963, Indonesia memberikan sinyal bahwa akan melakukan konfrontasi terhadap Federasi Malaysia buatan Inggris. Di tahun tersebut pula pasukan Indonesia menyerbu ke wilayah Borneo Utara yang di kuasai Inggris tersebut. Dan Inggris pun meresponnya dengan segera mengirimkan pasukannya ke wilayah Sabah dan Serawak. Ingris pun kemudian meminta kepada Australia dan Selandia Baru untuk ikut terlibat dalam konfrontasi ini. Australia mengirimkan batalion infanterinya dari Buterworth dan squadron SAS ke Sarawak pada bulan Februari tahun 1965. Peristiwa G30S/PKI di Indonesia dan terjadi pergantian kepemimpinan dari Soekaran ke Soeharto membuat kebijakan Konforntasi Indonesia berakhir. Tentara Australia di Sarawak ditarik kembali pada November 1966. setelah itu Australia membagi aset militernya antara Singapura dan Malaysia, mereka meinggalkan dua squadron Mirage III fighters di Butterworth, dan mereka merelokasi batalion infanterinya ke Singapura pada tahun 1969-1970. Australia melihat pemindahan batalion infanterinya dari Malaysia ke negara baru yaitu Singapura sebagai maksud untuk memperlihatkan kerendahan diri mereka. Namun tidak lama setelah itu Australia mengambil jalan yang sama sekali tidak low profile dengan bergabung kedalam FPDA pada tahun 1971. FPDA dibentuk berdasarkan respon Inggris terhadap tekanan regional terutama dari Singapura dan Australia yang kemudian diperkuat dengan tekanan dari AS. Tujuannya adalah untuk menunda kepulangan pasukan dari wilayah Singapura dan Malaysia. Pada tahun 1971 Australia membuat kesepakatan dengan Australia melalui FPDA bahwa setengah squadron Pesawat Mirage III akan menetap di Singapura untuk digunakan di dalam latihan Angkatan Udara Singapura. Pada saat Partai Buruh berkuasa di Australia mereka memulangkan para tentara yang ada di Vietnam dan Singapura kembali ke negaranya pada tahun 1973. Pada artikel ini dijelaskan bidang-bidang kerjasama Austrlai- Singapura. Kerja sama ini berawal pada saat Presiden pertama Singapura Lee Kuan Yew menydari bahwa orientasi strategi dari negara micro seperti Singapura harus mengarah ke Barat. Dia menyadari bahwa keamanan dan militer sangatlah penting untuk menjaga kestabilan negranya. Australia juga tertarik untuk melakukan kerjasama dengan Singapura dengan memberikan bantuan di bidang pertahanan dan Militer. Australia pada tahun 1980 setuju untuk mengizinkan angkatan darat Singapura berlatih di fasilitas Australian Defence Force (ADF), lebih tepatnya di area latihan Shoalwater Bay di Queensland. Pada tahun 1990 kedua negara menyepakati MoU yang berisikan bahwa Australia mengizinkan Singpaura untuk menempatkan alutsistanya di Shoalwater Bay. Beberapa tahun berikutnya kedua negara juga menyepakati untuk menempatkan Singapore Armed Forces (SAF) di wilyah tersebut untuk melakukan latihan perang tanpa lawan dengan ADF mengobserfer dari kejauhan. Sekitar 6.5oo SAF terlibat pada pelatian ini. Pada tahun 1981, tercapai kesepakatan antara Australia dan Singapura tentang pendirian sekolah penerbangan SAF di pangkalan militer RAAF di Pearce dekat Perth di wilayah Australia Selatan. Perjanjian ini akan berlangsung sampai dengan 2018 dan rencananya Singapura akan memperpanjangnya sampai dengan 2028. Dalam konteks kerjasama angkatan udara, juga telah tercipta suatu kesepakatan antara kedua negara pada Oktober 1996 yang kemudian memberikan dasar bagi Singapura untuk menggunakan ADF Army Aviation Centre di Oakey, Queensland. Balasan dari kebaikan Australia untuk membantu Singapura dalam bidang pelatihan militernya adalah Singapura selalu mendukung segala kebijakan Australia di wilayah Asia Tenggara. Pada akhirnya karena kepentingan Singapura di luar Asia Tenggara menciptakan kecenderungan untuk mendukung inisiatif kebijakan Australia dan dengan demikian, secara tidak langsung, untuk mendorong negara lain untuk melakukannya juga. Kedua negara juga terlibat dalam kerjasama intelijen. Kerjasama intelijen in sangat penting bagi kedua negara untuk meningkatkan kepercayaan kepercayaan politis dan militer diantara kedua negara. Penarikan pasukan Inggris pada tahun 1967 dan 1968 serta penarikan pasukan Australia pada tahun 1973 dari Singapura, membuat Singapura dapat membentuk dan memanfaatkan fasilitas yang ditinggalkan oleh kedua negara tersebut untuk badan intelijennya. Sangat masuk akal bila kita mengasumsikan bahwa pertukaran intelijen antara Australia dan Singapura adalah yang paling jelas dan bermanfaat dibandingkan dengan yang dilakukan oleh Australia terhadap negara-negara ASEAN lainnya. Hubungan ini pun berlanjut ketika kebijakan Australia untuk memerangi terorisme pasca serangan 11 September 2001. Kerja sama antara Australia dan Singapura juga berlangsung di dalam FPDA(Five Power Defence Arrangements). FPDA adalah kesepakatan Eksekutif yang bertujuan sebagai wadah komunikasi dan konsultasi negara-negra anggota untuk memutuskan tindakan apa yang akan dilakukan untuk menghadapi ancaman atau serangan militer yang dihadapi Singapura dan Malaysia. Singapura yang sejak awal kemerdekaannya menyadari pentingnya koneksi keamanan di luar kawasannya, menjadi negara anggota FPDA yang paling protektif dan tegas di dalam menjalankan aktifitas yang dilaksanakan pada kesepakatan ini. Kerja sama-kerja sama yang berlangsung di dalam FPDA dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hubungan kerja sama pertahanan Australia dan Singapura semakin kuat karena telah terjalin selama 60 tahun. Hubungan- hubungan terssebut selalu meningkat dari waktu ke waktu, dari mulai pelatihan militer yang diberikan oleh ADF kepada SAF sampai dengan kesepakatan eksekutif seperti FPDA. Namun di masa depan diharapkan hubungan kedua negara di bidan pertahanan dapat menjadi lebih baik lagi setrta hubungan baik ini menyebar ke bidang-bidang yang lainnya seperti keamanan, ekonomi, dan politik. Australia dan Singapura bersama-sama dengan Jepang adalah negara pendukung utama Proliferation Security Initiative (PSI) di kawasan Asia. Australia bersama negara Asia lainnya berencana mengadakan East Asia Summit. Di sini dapat dilihat bagaimana Australia berusaha membangun hubungan yang lebih luas dengan negara tetangganya ke arah kerja sama multilateral. Terlepas dari bagaimana cara Australia melakukan kerja sama multilateral dengan negara tetangganya, tetapi Singapura telah membuktikan menjadi aset terpenting Australia di antara negara-negara tetangga lainnya.