Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BAB I
PENDAHULUAN
Pneumonia merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai dengan gejala demam,
batuk, sesak napas, dan adanya ronkhi basah halus serta gambaran infiltrat pada foto polos
dada. World Health Organization (WHO) memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia
menderita pneumonia.. Sumber lain menyebutkan bahwa pasien pneumonia sudah
mencapai 300 juta orang di seluruh dunia dan terus meningkat selama 20 tahun belakangan
ini. Apabila tidak dicegah dan ditangani dengan baik, maka diperkirakan akan terjadi
peningkatan prevalensi yang lebih tinggi lagi pada masa akan datang serta mengganggu
proses tumbuh-kembang anak dan kualitas hidup pasien.
Pneumonia memberi dampak negatif bagi pengidapnya seperti sering menyebabkan
anak tidak masuk sekolah, membatasi kegiatan olahraga serta aktifitas seluruh keluarga
menurunkan kualitas hidup penderitanya, dan menimbulkan masalah pembiayaan. Selain
itu, mortalitas pneumonia relatif tinggi.
1|Page
Pneumonia
BAB II
2.2. Etiologi
2.2.1. Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram
posifif seperti : Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus
pyogenesis. Bakteri gram negatif seperti Haemophilus influenza, klebsiella
pneumonia dan P. Aeruginosa.
2.2.2. Virus
2|Page
Pneumonia
2.2.5. Aspirasi
Penyerapan suatu benda oleh paru yang biasanya diakibatkan oleh :
makanan, kerosin(minyak tanah,bensin), cairan amnion, dan benda asing lain.
2.3. Klasifikasi
Berdasarkan anatominya, pneumonia dibagi atas :
1. Pneumonia lobaris
Adalah pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau lebih yang terkena
(percabangan besar dari pohon bronkus) baik kanan maupun kiri.
2. Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
Adalah pneumonia yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang
mempunyai pola penyebaran berbercak-bercak (ditandai dengan adanya bercak
infiltrate), teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronki dan
meluas ke parenkim paru yang berdekatan disekitarnya.
3. Pneumonia interstitialis (bronkiolitis)
Adalah radang pada dinding alveoli (interstitium) dan peribronkhial dan jaringan
interlobular.
3|Page
Pneumonia
4|Page
Pneumonia
Faktor Risiko
Beberapa kelompok-kelompok mempunyai faktor risiko yang lebih tinggi
untuk terkena pneumonia, yaitu antara :
o Usia lebih dari 65 tahun
o Merokok
o Malnutrisi baik karena kurangnya asupan makan ataupun dikarenakan
o penyakit kronis lain.
o Kelompok dengan penyakit paru, termasuk kista fibrosis, asma, PPOK, dan
o emfisema.
o Kelompok dengan masalah-masalah medis lain, termasuk diabetes dan
penyakit jantung. Kelompok dengan sistem imunitas dikarenakan HIV,
transplantasi organ, kemoterapi atau penggunaan steroid lama.
o Kelompok dengan ketidakmampuan untuk batuk karena stroke, obat-obatan
sedatif atau alkohol, atau mobilitas yang terbatas.
o Kelompok yang sedang menderita infeksi traktus respiratorius atas oleh
virus(IKA FKUI,1995).
Faktor yang meningkatkan resiko berjangkitnya pneumonia
Umur dibawah 2 bulan
Jenis kelamin laki-laki
Gizi kurang
Berat badan lahir rendah
Tidak mendapat ASI memadai
Polusi udara
Kepadatan tempat tinggal
Imunisasi yang tidak memadai
Membedong bayi
Defisiensi vitamin A
Faktor yang meningkatkan resiko kematian akibat pneumonia
a. Umur dibawah 2 bulan
b. Tningkat sosio ekonomi rendah
c. Gizi kurang
6|Page
Pneumonia
2.6. PATOFISIOLOGI
Di antara semua pneumonia bakteri, patogenesis dari pneumonia pneumokokus
merupakan yang paling banyak diselidiki. Pneumokokus umumnya mencapai alveoli
lewat percikan mukus atau saliva. Lobus bagian bawah paru-paru paling sering terkena
karena efek gravitasi. Setelah mencapai alveoli, maka pneumokokus menimbulkan
respon yang khas terdiri dari empat tahap yang berurutan (Price, 1995 : 711) :
a. Kongesti (24 jam pertama) : Merupakan stadium pertama, eksudat yang kaya protein
keluar masuk ke dalam alveolar melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor,
disertai kongesti vena. Paru menjadi berat, edematosa dan berwarna merah.
b. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) : Terjadi pada stadium kedua, yang berakhir
setelah beberapa hari. Ditemukan akumulasi yang masif dalam ruang alveolar,
bersama-sama dengan limfosit dan magkrofag. Banyak sel darah merah juga
dikeluarkan dari kapiler yang meregang. Pleura yang menutupi diselimuti eksudat
fibrinosa, paru-paru tampak berwarna kemerahan, padat tanpa mengandung udara,
7|Page
Pneumonia
disertai konsistensi mirip hati yang masih segar dan bergranula (hepatisasi = seperti
hepar).
c. Hepatisasi kelabu (3-8 hari) : Pada stadium ketiga menunjukkan akumulasi fibrin
yang berlanjut disertai penghancuran sel darah putih dan sel darah merah. Paru-paru
tampak kelabu coklat dan padat karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi di
dalam alveoli yang terserang.
d. Resolusi (8-11 hari) : Pada stadium keempat ini, eksudat mengalami lisis dan
direabsorbsi oleh makrofag dan pencernaan kotoran inflamasi, dengan
mempertahankan arsitektur dinding alveolus di bawahnya, sehingga jaringan
kembali pada strukturnya semula.(Underwood, 2000 : 392).
8|Page
Pneumonia
Antibiotik yang sering digunakan adalah penicillin G. Mediaksi efektif lainnya termasuk
eritromisin, klindamisin dan sefalosporin generasi pertama.
b. Kortikosteroid
c. Inotropik
Pemberian obat inotropik seperti dobutamin atau dopamine kadang-kadang diperlukan bila
terdapat komplikasi gangguan sirkulasi atau gagal ginjal pre renal.
d. Terapi oksigen
Terapi oksigen diberikan dengan tujuan untuk mencapai PaO 2 80-100 mmHg atau saturasi
95-96 % berdasarkan pemeriksaan analisa gas darah.
e. Nebulizer
Nebulizer digunakan untuk mengencerkan dahak yang kental. Dapat disertai nebulizer untuk
pemberian bronchodilator bila terdapat bronchospasme.
f. Ventilasi mekanis
Gagal nafas yang ditandai oleh peningkatan respiratory distress, dengan atau didapat
asidosis respiratorik.
Respiratory arrest
I. ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
1. Identitas pasien
Nama :An. Berry
Umur :7 bulan
Tgl MRS :6 Maret 2011
2. Penanggung jawab
9|Page
Pneumonia
Anak Berry dirawat dengan menunjukkan gejala sesak napas, malas makan dan
minum, serta pilek dan batuk.
o riwayat alergi
o riwayat imunisasi
o MRS sebelumnya ).
7. Riwayat psikososial
-
8. Pola kebiasaa sehari-hari
a. Nutrisi
- Nafsu makan
- Kebersihan alat).
b. Pola eliminasi
(tanyakan pada ibu :
10 | P a g e
Pneumonia
(tanyakan pada ibu :pasien sudah bias apa (terkait proses tumbuh kembang))
d. Pola istirahat dan tidur
a. Keadaan umum
Somnolen
b. TTV
- RR :55x/mnt
- HR :140x/mnt
- T :37,2ºC
c. Head to toe
11 | P a g e
Pneumonia
1. Kepala
- Mata :simetris
- Hidung:PCH
- Mulut :-
- Telinga:-
b). leher dan tenggorokan
- I :-
- P :-
c). thorak
- I :RR :55x/mnt
- P :RR:55x/mnt,retraksi substernum
- P :-
- A :ronkhi (+)
d). Abdomen
- I :-
- A :-
- P :-
- P :-
e). ekstremitas
-
1. Hematologi
- Hb :10,3
- Hematokrit :31
- Trombosit :289.000
- Eritrosit :3,7
12 | P a g e
Pneumonia
- Leukosit :8.600
2. Analisa gas darah
- pH :7,28
- PCO2 :49
- PO2 :53,9
- HCO3 :25,9
3. Foto thoraks
Bercak-bercak infiltrate pada beberapa lobus
ANALISA DATA
↓
Secret bronkus ↑
↓
Pertukaran O2 inefektif
↓
Dispnea
↓
Ketidakefektifan bersihan
jalan napas
DS :ibu klien mengeluh sesak Kuman etiologi Gangguan pola napas
napas ↓
13 | P a g e
Pneumonia
Edema paru
↓
compliance↓
↓
Suplai O2 ↓
↓
Hiperventilasi
↓
Dispnea
↓
PCH/retraksi dada
↓
14 | P a g e
Pneumonia
↓
Gangguan eksudat dalam
plasma
↓
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d. peningkatan produk sekresi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, jalan napas kembali
efektif
Kriteria Hasil : - Secara verbal, ibu klien menyatakan keluhan sesak menurun
- Ronchii (+)
- RR = 30 – 50*/menit
Intervensi
1. Kaji fungsi pernapasan (bunyi napas, kecepatan, irama, kedalaman, dan penggunaan
otot bantu napas)
15 | P a g e
Pneumonia
Rasional
1. Penurunan bunyi napas dapat mengindikasikan atelektasis. Ronchii (+) menunjukkan
akumulasi sekret / ketidakmampuan untuk membersihkan jalan napas yg dapat
menimbulkan penggunaan otot aksesori pernapasan & peningkatan keja pernapasan
2. Pola napas tak efektif b/d proses inflamasi dan penumpukan cairan di dalam rongga
paru
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, klien akan menunjukkkan
pola napas yang kembali normal
- Ronchii (-)
- Sianosis (-)
Intervensi :
1. Kaji fungsi pernapasan, catat kecepatan pernapasan, dispnea, sianosis dan perubahan TTV.
Gunakan bantal dan bantalan pada bayi untuk membuka jalan napas.
Periksa posisi klien dengan sering untuk memastikan bahwa anak tidak merosot dan
untuk menghindari penekanan diafragma.
16 | P a g e
Pneumonia
Konsentrasi diatur sesuai kebutuhan anak (biasanya 40-50%) atau 4-6 liter cairan.
3. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan suplai dan perubahan pada membran alveoli
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, klien menunjukkan
perbaikan kapasitas ventilasi dan pertukaran gas
- RR = 30 – 50*/menit
- Sianosis (-)
- PCH (-)
- Hasil analisa gas darah normal
Intervensi :
1. Kaji dispnea, bunyi napas, suara tambahan, peningkatan upaya pernapasan dan
kelemahan.
2. Berikan posisi yang normal pada pasien untuk meningkatkan ekspansi paru yang
optimal :
Tinggikan kepala, kecuali jika dikontraindikasikan/ posisi yg mudah untuk
bernapas.
Periksa posisi dgn sering karena bila anak-anak merosot ke bawah, abdomen
akan menekan diafragma dan menyebakan pe↓ ekspansi paru.
Pertahankan kesejajaran tubuh yg tepat.
17 | P a g e
Pneumonia
7. Implementasikan tindakan yg menurunkan rasa takut & ansietas saat timbul gejala
penyakit (sesak napas).
Konsentrasi diatur sesuai kebutuhan anak (biasanya 40-50%) atau 4-6 liter
cairan.
3. Sianosis mungkin perifer (pada kuku) / sentral (sekitar bibir / daun telinga), keabu-
abuan dan sianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
5. Takikardia, disritmia & perubahan TD dpt menunjukkan efek hipoksia sistemik pada
fungsi jantung.
6. Klien anak-anak / bayi sangat sulit untuk diberikan perawatan yg sesuai & tidak
kooperatif.
7. Ansietas & gelisah akan meningkatkan kebutuhan oksigen pada pasien dan akan
memperberat gejala.
18 | P a g e
Pneumonia
8. Nilai akan meningkatkan jika kebutuhan tubuh meningkatkan. Nilai menurunkan dan
pH darah berubah menjadi pH alkali. Keadaan ini akan menyebabkan terjadinya
hipoksia dgn derajat lebih kecil / lebih besar.
9. Terapi oksigen dapat mengembalikan fungsi jaringan akibat proses penyakit dan
menambah jumlah udara dalam ruang alveoli.
19 | P a g e
Pneumonia
DAFTAR PUSTAKA
Ningsih, Nurno, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem R
espirasil. Jakarta: Salemba Medika
Price, Sylvia. 2005. Patofisiologi (konsep klinis proses – proses penyakit). Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C., Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth ed.8 vol.3. Jakarta: EGC
Scanlon C, Valerie, dkk. 2000. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi Edisi 3. Jakarta: EGC
20 | P a g e