Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan, obat paten adalah obat yang
masih memiliki hak paten. Obat generik adalah obat dengan nama resmi International Non Propietary Names (INN) yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya untuk zat berkhasiat yang dikandungnya. Obat generik bermerek/bernama dagang adalah obat generik dengan nama dagang yang menggunakan nama milik produsen obat yang bersangkutan (PERMENKES No. HK.02.02/MENKES/068/I/2010). Dengan demikian, obat generik adalah obat yang telah habis masa patennya (off patent), sehingga dapat diproduksi oleh semua perusahaan farmasi tanpa perlu membayar royalti. Pada obat generik bermerek, kandungan zat aktif obat tersebut diberi nama (merek). Zat aktif amoksisilin misalnya, oleh pabrik ”A” diberi merek ”inemicillin”, sedangkan pabrik ”B” memberi nama ”gatoticilin” dan seterusnya, sesuai keinginan pabrik obat. Dari berbagai merek tersebut, bahannya sama: amoksisilin (Hildayani, 2009). Pada obat generik yang merupakan program pemerintah menggunakan nama yang sesuai dengan nama Farmakope atau buku standar lainnya. Amoksisilin misalnya untuk obat yang mengandung amoksisilin.
3 4
2.2. Logo Obat generik
Gambar 2.1. Logo obat generik
Bulat : kebulatan tekad untuk memanfaatkan obat generik.
Garis tebal ke tipis : menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Warna hijau : obat telah lulus dari segala pengujian.
2.3. Tugas dan Kewajiban Penggunaan Obat Generik (PERMENKES No.
HK.02.02/MENKES/068/I/2010)
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah, Pemerintah Daerah wajib
menyediakan obat generik untuk kebutuhan pasen rawat jalan dan rawat inap dalam bentuk formularium. Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib menyediakan obat esensial dengan nama generik untuk kebutuhan Puskesmas dan Unit Pelaksana Teknis lainnya sesuai kebutuhan. Dokter yang bertugas di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah wajib menulis resep obat generik bagi semua pasien sesuai indikasi medis. Instalasi Farmasi Rumah Sakit wajib mengelola obat di Rumah Sakit secara berdaya guna dan berhasil guna. Instalasi Farmasi Rumah Sakit wajib membuat prosedur perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian dan pemantauan obat yang digunakan fasilitas pelayanan kesehatan. Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota wajib membuat perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyediaan, pengelolaan dan penditribusian obat kepada puskesmas dan pelayanan kesehatan lain. Apoteker dapat mengganti obat merek dagang/obat paten dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien. 5
2.4. Pembinaan dan Pengawasan (KEPMENKES No.
HK.03.01/MENKES/159/I/2010)
2.4.1. Pembinaan pelaksanaan penulisan resep dan penyediaan obat generik
a) Pembinaan pelaksanaan penulisan resep obat generik dilakukan melalui komunikasi, informasi dan edukasi dengan bimbingan teknis dan pertemuan berkala secara berjenjang b) Pembinaan dilaksanakan oleh pemerinntah dan organisasi profesi terkait c) Pembinaan pelaksanaan penyediaan obat generik dilakukan dengan menyusun pedoman penyediaan obat generik dan diseminasikan melalui Komunikasi, Informasi dan Edukasi, kepada unit terkait.
a) Pemantauan pelaksanaan resep obat generik dilakukan di Rumah Sakit, Puskesmas dan jaringannya, serta sarana pelayanan kesehatan lainnya. Pemantauan pelaksanaan dilakukan oleh: 1) Instalasi Farmasi Rumah Sakit untuk penulisan resep di Rumah Sakit 2) Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota untuk penulisan resep di Puskesmas dan jaringannya serta sarana pelayanan kesehatan lainnya. b) Hasil pemantauan dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota c) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi menyampaikan rekap hasil pemantauan kepada Kepala Dinas Kesehatan d) Rekapitulasi hasil pemantauan pelaksanaan penulisan resep obat generik di Rumah Sakit dikirimkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Propinsi kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melalui mekanisme dan sistem pelaporan yang berlaku 6
e) Rekapitulasi hasil pemantauan pelaksanaan penulisan resep obat
generik di Puskesmas dan jaringannya serta sarana dan pelayanana kesehatan lainnya dikirimkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Masyarakat dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melalui mekanisme dan sistem pelaporan yang berlaku
a) Pemantauan pelaksanaan penyediaan obat generik dilakukan oleh : 1) Satuan Pengawasan Internal untuk penyediaan obat generik di Rumah Sakit 2) Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota untuk penyediaan obat generik di Puskesmas dan jaringannya serta sarana pelayanan kesehatan lainnya b) Hasil pemantauan dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan format lampiran c) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menyampaikan rekapan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dengan menggunakan format lampiran d) Rekapitulasi hasil pemantauan penyediaan obat generik di rumah sakit dikirimkan oleh Kepala Dinas Propinsi kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melalui mekanisme dan sistem pelaporan yang berlaku e) Rekapitulasi hasil pemantauan penyediaan obat generik di puskesmas dan jaringannya serta sarana pelayanan kesehatan lainnya dikirimkan oleh Bina Kesehatan Masyarakat dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melalui mekanisme dan sistem pelaporan yang berlaku 7
2.5. Kebijakan harga obat generik (KEPMENKES
No.632/MENKES/SK/III/2011)
Kebijakan mengenai harga obat generik tertuang dalam Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 632/MENKES/SK/III/2011 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Generik. Berdasarkan keputusan ini, apotek, rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang melayani penyerahan obat generik hanya dapat menjual pada harga maksimal sama dengan HET. Rincian jenis obat, satuan kemasan dan HET dapat dilihat pada Lampiran 1.