AGAMA
AGAMA
“Setiap yang ada di dalam dunia ini akan lenyap, dan yang kekal
hanyalah wajah Allah, yang mempunyai keagungan dan kemuliaan”
-Buya Hamka-
Pengantar
Konsepsi Tauhid
Secara etimologi, aqidah berasal dari kata ‘aqada-
yaqidu-‘aqdan-‘aqidatan, yang berarti keyakinan (Ilyas, 1992). Adapun
tawhid berasal dari kata wahhada-yuwahhidu-tawhidan, sebagai
bentuk infinitif, yang kurang lebih diterjemahkan sebagai keesaan
(lihat Muzakki, 2006). Artinya, keyakinan kita kepada Allah akan
dimulai dari sebuah pemahaman, bahwa Allah itu esa. Pemahaman ini
akan berlanjut pada proses mengimani dan mengambil konsekuensi
dari keyakinan tersebut.
Akan tetapi, konsep tauhid dalam tataran yang lebih luas tidak cukup
hanya dengan membenarkan bahwa Allah itu Maha Esa. Tauhid
sejatinya memerlukan manifestasi dalam realitas empiris. Dalam
pandangan KH. Ahmad Dahlan, setidaknya ada empat hal yang harus
dijauhi oleh umat Islam dalam implementasi tauhid, yaitu Syirik
(Menyekutukan Allah), Takhayul (kepercayaan magis tradisional),
Bid’ah (mengada-ada dalam permasalahan agama), dan Khurafat
(kepercayaan magis-tradisional).
Konsekuensi Tauhid
Ada dua jenis ibadah: ibadah mahdhah (ritual) dan ibadah ‘ammah
(sosial). Kaidah ushul fiqh menyatakan, bahwa asal hukum dari ibadah
mahdhah adalah haram, kecuali jika ada dalil yang membolehkannya.
Sedangkan asal hukum ibadah ammah adalah halal, kecuali ada dalil
yang mengharamkannya.
Jika kita kembangkan masalah ini secara lebih jauh, aktivitas politik
pun tak lepas dari persoalan ibadah ini. Aktivitas politik (siyasah),
merujuk pada Al-Mawdudi, pada hakikatnya diletakkan atas dasar
tauhid sebagai penopang utama. Abul A’la Al-Mawdudi mendasarkan
siyasah islamiyyah atas tiga prinsip dasar: tauhid, risalah, dan khilafah
(lihat Syam, 2005). Aktivitas politik kemudian kita maknai sebagai
upaya membangun relasi positif antara umat (rakyat) dan imam
(pemimpin) atas dasar keimanan pada Allah.
Satu hal lagi yang penting adalah bahwa tauhid menuntut seorang
muslim untuk menerapkan fungsi keadilan, karena kepekaan terhadap
hak-hak kemanusiaan mengharuskan adanya perilaku adil kepada
Allah, sesama manusia, maupun kepada lingkungan sekitar. Saya
yakin, pendekatan ‘tauhid sosial’ dapat menjadi alternatif di tengah
krisis multidimensional yang melanda bangsa ini.