Keutamaan Sahabat Dan Yang Wajib Diyakini Tentang Mereka Serta Mazhab Ahlus Sunnah Dalam Peristiwa Yang Terjadi Di Antara Mereka
Keutamaan Sahabat Dan Yang Wajib Diyakini Tentang Mereka Serta Mazhab Ahlus Sunnah Dalam Peristiwa Yang Terjadi Di Antara Mereka
Yang wajib diyakini tentang mereka iaitu bahawa para sahabat adalah sebaik-
baiknya umat dan generasi, kerana mereka terlebih dahulu beriman, menemani
Nabi s.a.w., berjihad bersama beliau, dan membawa serta menyampaikan
syariat kepada orang-orang sesudah mereka. Allah memuji mereka dalam
firman-Nya,
Nabi Muhammad (s.a.w) ialah Rasul Allah; dan orang-orang yang bersama
dengannya bersikap keras dan tegas terhadap orang-orang kafir yang
(memusuhi Islam), dan sebaliknya bersikap kasih sayang serta belas kasihan
sesama sendiri (umat Islam). Engkau melihat mereka tetap beribadat rukuk dan
sujud, Dengan mengharapkan limpah kurnia (pahala) dari Tuhan mereka serta
mengharapkan keredhaan-Nya. Tanda Yang menunjukkan mereka (sebagai
orang-orang yang soleh) terdapat pada muka mereka - dari kesan sujud (dan
Ibadat mereka yang ikhlas). Demikianlah sifat mereka yang tersebut di Dalam
Kitab Taurat; dan sifat mereka di dalam Kitab Injil pula ialah: (bahawa mereka
diibaratkan) sebagai pokok tanaman yang mengeluarkan anak dan tunasnya,
lalu anak dan tunasnya itu menyuburkannya, sehingga ia menjadi kuat, lalu ia
tegap berdiri di atas (pangkal) batangnya dengan keadaan yang mengkagumkan
orang-orang yang menanamnya. (Allah menjadikan sahabat-sahabat Nabi
Muhammad s.a.w dan pengikut-pengikutny a berkembang biak serta kuat gagah
sedemikian itu) kerana ia hendak menjadikan orang-orang kafir merana dengan
perasaan marah dan hasad dengki - Dengan berkembang biaknya umat Islam
itu. (dan selain itu) Allah telah menjanjikan orang-orang yang beriman dan
beramal soleh dari mereka, keampunan dan pahala Yang besar. (al-Fath: 29)
(Juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan
dari harta benda mereka (kerana) mencari kurnia dari Allah dan keredhaan-Nya
dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang
benar. Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman
(Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai'
orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada
menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada
mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas
diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang
dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung.
(al-Hasyr: 8-9)
1. Mereka saling berkasih sayang di antara mereka dan bersikap keras terhadap
orang-orang kafir.
Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil
dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul
(Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. (al-Baqarah: 143)
Hai Nabi, cukuplah Allah (menjadi Pelindung) bagimu dan bagi orang-orang
mukmin yang mengikutimu. (al-Anfal: 64)
Melalui beberapa ayat di atas, jelas menyebut keutamaan umat pada masa
turunnya ayat tersebut (manusia dari kalangan para sahabat).
Dan berikut adalah dari beberapa hadis Rasulullah s.a.w. berkenaan keutamaan
para sahabat:
Tiada seorang nabi pun kecuali dibangkitkan oleh Allah ‘azza wa Jalla ada
bersamanya umat yang menjadi penolongnya, para sahabatnya yang mengambil
agama melalui sunnahnya dan mencontohinya dalam melaksanakan semua
perintahnya. (Hadis Riwayat Muslim dan Ahmad)
Adapun sahabat yang paling utama adalah Khulafa’ Rasyidin yang empat, yakni
Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali. Selanjutnya enam sahabat lain dan sepuluh
sahabat yang dikhabarkan pasti masuk syurga bersama mereka. Yakni Thalhah,
Zubair, Abdurrahman bin Auf, Abu Ubaidah bin Jarrah, Sa’d bin Abi Waqqash
dan Sa’id bin Zaid. Kemudian orang-orang Muhajirin lebih utama daripada
orang-orang Anshar. Juga para sahabat yang mengikuti perang Badar dan
Bai’atun Ridhwan lebih utama dari sahabat yang lain. Dan sahabat yang masuk
Islam sebelum dibebaskannya kota Makkah dan ikut berperang (jihad) lebih
utama daripada sahabat yang masuk Islam setelah pembebasan kota Makkah.
B. Mazhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam Hal Peperangan dan Fitnah
Yang Melibatkan Sesama Para Sahabat
Dalam hal ini ada dua kaedah penting yang wajib diketahui:
Pertama: Ahlus Sunnah wal Jama’ah bersikap diam terhadap apa yang terjadi di
antara para sahabat serta tidak membahaskannya. Sebab jalan yang selamat
dalam menyikapi hal seperti ini adalah diam seraya berkata,
“Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah
beriman lebih dahulu dari kami, dan Janganlah Engkau membiarkan kedengkian
dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami,
sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (al-Hasyr: 10)
“Jika seorang hakim berijtihad dan benar (ijtihadnya) maka dia memperolehi
dua pahala. Jika ia berijtihad dan salah (ijtihadnya) maka ia memperolehi satu
pahala.” (Hadis Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Amr bin al-Ash)
4. Sesungguhnya mereka adalah manusia biasa. Kerana itu adalah wajib jika
salah seorang mereka bersalah, sebab mereka tidak suci dari dosa, sebagai
seorang manusia. Akan tetapi apa yang terjadi pada mereka telah banyak
pelupus-nya, di antaranya:
Pertama, boleh jadi ia telah bertaubat dari padanya, dan taubat itu menghapus
keburukan/kesilapan dan betapa pun kesalahan itu adanya. Demikian
sebagaimana disebutkan dalam pelbagai dalil.
Di samping itu mereka adalah sahabat Nabi s.a.w., dan berjihad bersama beliau
s.a.w., merupakan sesuatu yang berupaya menghapuskan kesalahan yang lebih
kecil.
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka
berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang
telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan
kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb
kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang." (al-Hasyr:
10)
LARANGAN MENCACI PARA SAHABAT DAN
PARA IMAM
A. Larangan Mencela Sahabat Nabi s.a.w.
Salah satu prinsip-prinsip utama yang dimiliki oleh Ahlus Sunnah wal-Jama’ah
adalah (kewajiban) menjaga hati-hati dan lisan-lisan mereka (dari mencela)
sahabat-sahabat Rasulullah s.a.w. sebagaimana yang telah disifatkan oleh Allah
s.w.t. dalam firman-Nya,
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka
berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang
telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan
kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb
kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang." (al-Hasyr:
10)
Hal ini juga termasuk bentuk kepatuhan terhadap perintah Rasulullah s.a.w.,
dalam sabdanya,
Manhaj Ahlus Sunnah menerima semua yang disebutkan di dalam kitab dan
sunnah tentang keutamaan-keutamaan mereka, dan meyakini bahawa mereka
adalah generasi terbaik, seperti yang disabdakan Rasulullah s.a.w.,
“Mereka adalah orang yang berada pada (jalan) seperti (jalan) yang aku dan
sahabat-sahabatku berada di atasnya hari ini.” (Hadis Riwayat Ahmad dan
lainnya)
Oleh kerana itu, tidak boleh kita mencaci dan mencela mereka, ini adalah atas
sebab mereka adalah merupakan tokoh-tokoh dalam menunjuki jalan yang
benar. Allah s.w.t. berfirman,
Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginda dan
mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia binasa
terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan kami masukkan ia ke dalam
Jahannam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (an-Nisa’: 115)
2. Dia tidak meyakini bahawa sabda Nabi s.a.w., itu dimaksudkan untuk
masalah tertentu.
3. Keyakinan bahawa hukum tersebut telah di hapus.
Mereka itu berjasa pada kita semua, merekalah yang lebih dahulu memeluk
Islam dan menyampaikan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah s.a.w. kepada
kita. Merekalah yang menjelaskan kepada kita hal-hal yang tidak kita ketahui
dari syariat ini, maka Allah pun redha kepada mereka dan menjadikan mereka
redha (kepada-Nya)
"Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah
beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian
dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami,
Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang." (al-Hasyr: 10)
Wallahu a’lam...
Ahlul bait adalah keluarga Nabi yang diharamkan bagi mereka untuk menerima
shadaqah (zakat). Mereka adalah keluarga Ali r.a., keluarga Ja’far, keluarga
Aqil, keluarga al-Abbas, keturunan al-Harits bin Abdil Muththalib serta isteri-
isteri Nabi s.a.w., dan putera-puteri beliau.
“Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dan ayat-ayat Allah dan hikmah
(sunnah Nabimu).” (al-Ahzab: 34).
Selanjutnya, jika para isteri Nabi s.a.w. adalah termasuk keluarga (ahlul bait)
Nabi s.a.w., maka para kerabatnya lebih berhak untuk mendapatkan sebutan
ahlul bait. Demikian sebagaimana ditulis dalam Tafsir Ibnu Katsir.
Ahlus sunnah wal Jamaah mencintai Ahlul bait Rasulullah s.a.w., setia kepada
mereka dan selalu menjaga wasiat Rasulullah s.a.w. yang diucapkannya pada
hari Ghadir Khum (nama tempat):
“Aku mengingatkan kalian kepada Allah dalam hal ahli baitku.” (Hadis Riwayat
Muslim)
Ahlus Sunnab wal Jamaah mencintai ahlul bait dan memuliakan mereka, sebab
hal itu termasuk kecintaan terhadap Nabi s.a.w.. Tetapi hal itu harus dengan
syarat bahawa mereka mengikuti sunnah dan berada dalam agama yang lurus.
Sebagaimana para salaf mereka, seperti al-Abbas dan putra-putrinya serta Ali
dan putra putrinya. Adapun mereka yang menyelisihi sunnah dan tidak berada
dalam agama yang lurus, maka kita tidak boleh setia kepada mereka, meskipun
mereka itu termasuk ahlul bait.
Jadi, sikap Ahlus Sunnah wal-Jamaah terhadap ahlul bait adalah sikap adil dan
inshaf (lurus/jalan tengah). Mereka setia kepada ahlul bait yang berpegang
teguh pada agama dan lurus dengannya, serta berlepas diri dari yang
menyelisihi sunnah dan berpaling dari agama, meskipun ia termasuk ahlul bait
keberadaannya sebagai ahlul bait dan kedekatannya dengan Rasul s.a.w., dari
sisi kekerabatan sungguh tidak bermanfaat sedikit pun untuknya, sampai ia
berada pada agama yang lurus.
“Wahai segenap kaum Quraisy! —atau kalimat sejenis—, belilah diri kalian
sendiri, sesungguhnya aku tidak berguna sama sekali bagi kalian di hadapan
Allah. Wahai Abbas bin Abdul Muthalib! Sesungguhnya aku tidak berguna sama
sekali bagimu di hadapan Allah. Wahai Shafiyyah, bibi Rasulullah!
Sesungguhntja aku tidak berguna sama sekali bagimu di hadapan Allah. Wahai
Fathimah binti Muhammad! Mintalah kepadaku harta bendaku sesukamu, tetapi
sesungguhnya aku tidak berguna sama sekali bagimu di hadapan Allah.” (Hadis
Riwayat al-Bukhari)
Ahlus Sunnah Wal-Jama’ah dalam hal ini juga dalam hal-hal lain selalu berada
dalam manhaj yang adil dan jalan yang lurus, tidak meremehkan juga tidak
berlebih-lebihan.