Anda di halaman 1dari 5

Kebijakan Pengunan Helm Pada Kedaran Bermotor

Pasal 57
1.Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan wajib dilengkapi dengan
perlengkapan Kendaraan Bermotor.
2. Perlengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Sepeda Motor berupa
helm standar nasional Indonesia.
Pasal 106
(8) Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor dan Penumpang Sepeda
Motor wajib mengenakan helm yang memenuhi standar nasional Indonesia.
Semakin hari saya semakin sering kita melihat pelanggaran yang dilakukan oleh
pengguna jalan. Dan keadaan ini semain diperparah dengan Undang-Undang lalu
lintas yang seolah tak bertaring.

Pelanggaran lalu lintas seolah sudah menjadi mindset sebagian besar pengguna jalan
di Republik ini. Berdasar hal itu pula, dan atas pengalaman saya berkendara, saya
mencoba membaginya dalam beberapa sifat dasar pelanggar lalu-lintas.

1. Malas

Pelanggar dengan sifat dasar seperti ini adalah yang paling banyak saya lihat. Mereka
cenderung malas mengikuti rules yang ada di jalanan. Atau malas untuk membuat
sebuah keputusan yang setidaknya akan memperpanjang waktu tempuhnya.
Contohnya, pengendara yang malas meminggirkan motornya untung menjawab
panggilan ponsel. Atau, pengendara yang malas melintasi jalur memutar yang
memang adalah jalur yang semestinya. Karena rasa malas itu, mereka berani
mempertaruhkan nyawanya dengan melawan arah.

Contoh lainnya adalah, malas nge-rem. Sering kita lihat, pengendara yang terkadang
malah membejek gas ketika ada mobil/motor yang akan masuk jalur atau orang
menyebrang. Padahal dikejauhan, Ia jelas-jelas sudah melihat adanya kendaraan lain
atau penyebrang jalan tersebut.
2. Tidak Peduli

Ini salah satu sikap teburuk. Sikap yang bisa menyengsarakan orang lain. Pengendara
seperti ini hanya mementingkan dirinya sendiri tanpa melihat kepentingan orang lain.
Dan yang terparah adalah bahwa pengendara seperti ini tidak berfikir bahwa
tindakannya bisa membunuh orang lain

Contohnya, pengendara yang tidak peduli dengan pengguna jalan lain ketika dia asik
mengobrol dengan pengendara lain di jalan raya, biasanya pengendara motor. Atau
pengendara yang tidak peduli dengan pengendara lain ketika ia memarkir
kendaraannya sembarangan.

Ada juga Supir angkot yang tidak peduli dengan pengguna jalan lain ketika ia ngetem
sembarangan sehingga memacetkan lalu litas. Bahkan ada yang tidak peduli apabila
orang bisa celaka karena prilakunya. Yaitu menerobos lampu merah. Dan juga tidak
sedikit orang yang tidak peduli dengan aturan yang sudah diberlakukan. Semisal UU
No. 22 Tahun 2009.

3. Tidak sabar

Ini hampir mirip dengan sifat malas namun agak berbeda. Coba lihat, mereka yang
tidak sabar menunggu lampu merah, dengan nekat akan menerobos. Atau mereka
yang tidak sabar mengantri di kemacetan, pasti akan memotong antrian yang akhirnya
malah menambah kemacetan dengan prilaku tidak sabarnya.

Prilaku tidak sabar ini tak jarang malah menambah kesemerawutan ketika jalan raya
dalam keadaan macet. Prilaku ‘maling’ seperti menerobos lampu merah, melintas di
trotoar, menggunting antrian. Tak hanya pengendara motor dan mobil, jenis
pelanggaran ini juga banyak di temukan pada supir-supir angkutan umum.

4. Tidak Tahu

Bikers seperti ini juga banyak berkeliaran dijalan raya. Entah karena kurangnya
informasi atau mereka yang tidak mau mencari informasi. Namun hal seperti ini
didasari karena kurangnya sosialisasi tentang keamanan berkendara oleh aparat terkait
yang seharusnya diberi saat bikers tersebut akan mengambil SIM.

Ada bikers yang tidak tahu tentang aturan berhenti dibelakang garis putih. Atau yang
sering saya alami, banyak bikers yang belum tahu tentang aturan menyalakan lampu
disiang hari. What? Ya.. Sering sekali saya di beri tahu orang ketika berkendara
bahwa lampu motor saya menyala. Lainnya, masih banyak orang yang masih belum
tahu tentang UU No.22 2009 sampai denda atau sangsi pelanggaran lalu lintas. Malah
ada juga yang tidak tahu baik buruknya berkendara tanpa helm.

Bikers seperti ini mesti diarahkan dengan benar, jangan sampai dia terpengaruh
budaya-budaya lalu-lintas yang negatif.

Kalau dibahas satu persatu, 4 sifat dasar tersebut diatas bisa disinggungkan satu sama
lain. Semisal, melawan arah, selain menjadi contoh kemalasan, bisa juga menjadi
contoh ketidakpedulian. Namun, menurut saya, semua pelanggaran lalu lintas jika
dibahas satu persatu akan kembali ke 4 sifat dasar tersebut diatas.

Misalnya, pelanggaran dengan tidak menggunakan helm. Alasan apa yang membuat
dia tidak menggunakan helm. Sebut saja, karena tujuan perjalanannya dekat.
Penjabarannya, bisa saja Ia malas menggunakan helm, atau tidak peduli dengan aturan
yang ada tentang penggunaan helm. Yang terparah adalah dia tidak peduli dengan
keselamatan dirinya.

Kefektifitasan Tentang Kebijakan Meyalakan Lampu Kendaran Di


Siang Hari
Pasal 107
1. Pengemudi Kendaraan Bermotor wajib menyalakan lampu utama Kendaraan
Bermotor yang digunakan di Jalan pada malam hari dan pada kondisi
tertentu.
2. Pengemudi Sepeda Motor selain mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib menyalakan lampu utama pada siang hari.      
     
Tidak bisa dipungkiri, bahwa penerapan Light On ini banyak menimbulkan
kontroversi dari masyarakat. Maka perlu diketahui, apa saja yang menjadikan adanya
efek negatif yang menimbulkan kontroversi pada peraturan ini.
a.      Efek Negatif Secara Umum
            Dari beberapa pengamatan dan pengalaman, ada beberapa efek negatif yang
ditimbulkan ketika para pengendara motor menyalakan lampunya di siang hari yang
terik. Efek negatif tersebut antara lain:
1. Menambah beban kerja mesin kendaraan yang berakibat kepada borosnya
bahan yang di pakai.

2. Mengurangi umur lampu (bolam) karena sering di nyalakan baik siang


ataupun malam.

3. Membuat suhu udara luar menjadi lebih panas, karena setiap benda yang
memancarkan cahaya pasti memancarkan panas.

4. Membuat mata sakit bagi pejalan kaki yang melihatnya. Kalau satu dua motor
tidak masalah, namun apa jadinya jika banyak kendaraan yang menyalakan
lampu utama, mungkin bisa membutakan pejalan kaki.

5. Pemborosan uang karena biaya akan bertambah.

b.      Efek Negatif Ditinjau Dari Efisiensi Energi


            Beberapa waktu lalu sepeda motor menjadi tersangka atas pemborosan bahan
bakar yang menurut perhituangan pemerintah APBN tidak akan cukup untuk
menutupi anggaran subsidi Premium. kini rakyat kembali di salahkan, padahal
meningkatnya penggunaan BBM juga tidak lepas dari peraturan pemerintah salah
satunya UU lalu lintas terbaru.
            Mungkin saja menghidupkan lampu di siang hari mengurangi jumlah
kecelakaan di jalan. sebaliknya ini membuat seringkali pada malam hari orang lupa
menyalakan lampu dan bisa menimbulka kecelakaan. hal ini sering disebut hukum
konsekuensi yang tidak diharapkan.
            Jika memang UU ini akan tetap diberlakukan maka akan menyebabkan
peningkatan kebutuhan konsumsi bensin. Lampu memerlukan tenaga, dan mesin
kendaraan menghasilkan tenaga dengan menggunakan bensin. Jika membuat beberapa
asumsi, mungkin dapat memperkirakan berapa banyak bensin  yang diperlukan.

c.       Efek Negatif Terhadap Global Warming


            Kebijakan pemerintah untuk menyalakan lampu di siang hari (sejak april
2010) nampaknya tidak memperhatikan dampak negatif jangka panjang yang justru
berakibat fatal, khususnya pemanasan global / global warming.
            Terjadinya pemanasan Global di bumi dikarenakan energi panas yang
dipancarkan lampu mempengaruhi cuaca, iklim dan panas pada permukaan bumi
secara Global. Bayangkan saja, ada berapa juta kendaraan sepeda motor seluruh
indonesia yang dipaksa membakar lampunya setiap hari. Betapa besar sumbangan
peraturan ini terhadap global warming.
            Banyak sekali anggota masyarakat yang belum memahami pentingnya
menyalakan lampu kendaraan sepeda motornya di siang hari. Seperti yang telah
diketahui bahwa kemampuan mata manusia memiliki apa yang disebut sebagai blind-
spot (titik mati). Titik mati ini adalah kondisi dimana mata manusia bereaksi terhadap
obyek di sekitarnya dalam jarak tertentu. Obyek dalam posisi tersebut sering tidak
diperhatikan. Secara umum kemampuan otak dan koordinasi fisik manusia hanya
mampu bereaksi secara antisipatif terhadap benda yang bergerak dengan kecepatan 5-
10 km/jam. Padahal kemampuan reaksi fisik dan otak sangatlah terbatas dan tidak
menentu. Sehingga jika sewaktu-waktu ada sepeda motor yang dipacu hingga
kecepatan mencapai 100 km/jam akan melambatkan reaksi dalam mengantisipasinya.
            Diharapkan dengan menyalakan lampu para pengguna jalan lainnya terutama
para pengemudi kendaraan dapat melihat gerakan sepeda motor walaupun masih
dalam blind-spotnya.

Anda mungkin juga menyukai