Berbicara
dion 14:24
KATA PENGANTAR
Penulis memanjatkan puji serta syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan sebuah makalah tentang “Faktor-
faktor Penunjang Keefektifan Berbicara” sebagai tugas mata kuliah bahasa Indonesia.
Penyelesaian makalah ini telah mendapat bimbingan, dukungan, dan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dwi Yani Setiowati selaku dosen mata kuliah bahasa Indonesia,
2. Orang tua yang telah memberikan dukungan baik secara moral maupun material,
3. Rekan-rekan lain yang telah mebantu dalam proses penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa pada penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yag bersifat membangun guna
penyempurnaan penulisan makalah ini. Harapan penulis, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan
informasi dengan efektif, sebaiknya pembicara betul-betul memahami cara
mengemukakannya menyangkut masalah bahasa dan pengucapan bunyi-bunyi bahasa
tersebut. Yang dimaksud ucapan adalah seluruh kegiatan yang kita lakukan dalam
memproduksi bunyi bahasa, yanag meliputi artikulasi, yaitu bagaimana posisi alat bicara,
seperti lidah, gigi, bibir dan langit-langit pada waktu kita membentuk bunyi, baik vocal
maupun konsonan.
Untuk dapat menjadi pembicara yang baik, seorang pembicara selain harus memberikan
kesan bahwa ia menguasai masalah yang dibicarakan, si pembicara juga harus
memperlihatkan keberanian dan kegairahan. Selain itu pembicara juga harus berbicara
dengan jelas dan tepat. Dalam hal ini ada beberapa faktor yang harus di perhatikan oleh si
pembicara untuk keefktifan berbicara, yaitu factor kebahasaan dan nonkebahasaan.
BAB II
ISI
Kalau perbedaan atau perubahan itu terlalu mencolok, sehingga terjadi suatu
penyimpangan, maka keefektifan komunikasi akan terganggu. Kita belum memiliki lafal
baku, namun sebaiknya ucapan kita jangan terlalu diwarnai bahasa daerah, sehingga
dapat mengalihkan perhatian pendengar.
Demikian juga halnya dengan pengucapan tiap suku kata. Tidak jarang kita dengar orang
mengucapkan kata-kata yang tdak jelas suku katanya. Ada suku kata yang diucapkan
berdempet, ada yang kadang-kadang hilang bunyi-bunyi tertentu. Sebaliknya ada pula
kecenderungan pembicara menambahkan bunyi-bunyi tertentu di belakang suku kata atau
di belakang kata. Hal ini aelain membingungkan pendengar, tentu juga dapat
mengalihkan perhatian pendengar, sehingga mengurangi keefektifan berbicara.
Pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang tidak tepat atau cacat akan menimbulkan
kebosanan, kurang menyenangkan, atau kurang menarik. Atau sedikitnya dapat
mengalihkan perhatian pendengar. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa dianggap cacat kalau
menyimpang terlalu jauh dari ragam lisan biasa, sehingga terlalu menarik perhatian,
mengganggu komunikasi, atau pemakaiannya (pembicara) dianggap aneh.
Kesesuaian tekanan, nada, sendi, dan durasi merupakan factor penentu. Walaupun
masalah yang dibicarakan kurang menarik, dengan penempatan tekanan, nada, sendi, dan
durasi yang sesuai, akan menyebabkanmasalahnya menjadi menarik. Sebaliknya jika
penyampaiannya datar saja, hamper dapat dipastikan akan menimbulkan kejemuan dan
keefektifan berbicara tentu berkurang.
Demikian juga halnya dalam pemberian tekanan pada kata atau suku kata. Misalnya kata
penyanggah, pemberani, kesempatan, kita beri tekanan pada pe-, pem-, ke-, tentu
kedengarannya janggal, sehingga pokok pembicaraan atau pesan yang disampaikan
kurang diperhatikan.
Pilihan kata hendaknya tepat, jelas, dan bervariasi. Jelas maksudnya mudah dimengerti
oleh pendengar yang menjadi sasaran. Kata-kata yang belum dikenal memang
membangkitkan rasa ingin tahu, namun akan menghambat kelancaran komunikasi. Selain
itu hendaknya dipilih kata-kata yang konkret sehingga mudah dipahami pendengar. Kalau
si pembicara memaksakan diri memilih kata-kata yang tidak dipahaminya dengan
maksud supaya lebih mengesankan, malah akibatnya sebaliknya. Demikian juga
sebaliknya, karena pembicara ingin turun ke kalangan pendengarnya, mka ia
menggunakan bahsa yang popular tau kata-kata yang tidak baku. Tetapi akibatnya
kedengarannya murah dan tidak wajar. Dalam hal ini hendaknya pembicaramenyadari
siapa pendengarnya dan apa pokok pembicaraannya, dan menyesuaikan pilihan katanya
dengan pokok pembicaraan dan pendengarnya.
Pendengar akan lebih tertarik dan senang mendengarkan kalu pembicara berbicara
dengan jelas dalam bahasa yang dikuasainya, dalam arti yang betul-brtul menjadi
miliknya, baik sebagai perorangan maupun sebagai pembicara. Selain itu, pilihan kata
juga disesuaikan dengan pokok pembicaraan. Tentu dalam situasi ini kita tidak berbicara
secara santai mengenai masalah-masalah yang rumit dan serius, dan sebaliknya berbicara
secara serius mengenai hal-hal yang santai.
Seorang pembicara harus mampu menyusun kalimat efektif, kalimat yang mengenai
sasaran, sehingga mampu menimbulkan pengaruh, meninggalkan kesan, atau
menimbulkan akibat.
Kalimat yang efektif mempunyai cirri-ciri keutuhan, perpautan, pemusatan perhatian, dan
kehematan. Cirri keutuhan akan terlihat jika setiap kata betul-betul merupakan bagian
yang padu dari sebuah kalimat. Keutuhan kalimat akan rusak karena ketiadaan subjek
atau adanya kerancuan. Perpautan, ber talian dengan hubungan antara unsur-unsur
kalimat,misalnya antara kata dengan kata,frase dengan frase dalam sebuah
kalimat.Hubungan itu harus jelas dan logis.Pemusatan perhatian pada bagian yang
terpenting dalam kalimat dapat dicapai dengan menempatkan bagian tersebut pada awal
atau pada akhir kalimat,sehingga bagian ini mendapat tekanan waktu berbicara.Selain
itu,kalimat efektif juga harus hemat dalam pemakaian kata,sehingga tidak ada kata-kata
yang mubazir(tidak berfungsi),nah kata-kata ini yang dapat disingkirkan.
Keefektifan berbicara tidak hanya didukung oleh faktor kebahasaan,tetapi juga oleh
faktor non kebahasaan.
Pembicara yang tidak tenang,lesu dan kaku tentulah akan memberikan kesan pertama
yang kurang menarik.Padahal kesan pertama ini sangat penting untuk menjamin adanya
kesinambungan perhatian pihak pendengar.Dari sikap yang wajar saja sebenarnya
pembicara sudah dapat menunjukkan otoritas dan integritas dirinya.Tentu saja sikap ini
sangat banyak ditentukan oleh situasi,tempat,dan penguasaan materi.
Seorang pembicara hendaknya memiliki sikap terbuka dalam arti dapat menerima
pendapat pihak lain atau bersedia menerima kritik,bersedia merubah pendapatnya apabila
ternyata salah.
4.Gerak-gerik dan mimik yang tepat.
Gerak-gerik dan mimik yang tepat dapat pula menunjang keefektifan berbicara. Tetapi
gerak-gerik yang berlebihan akan mengganggu keefektifan berbicara.Mungkin perhatian
pendengar akan terarah pada gerak-gerik dan mimik berlebihan ini,sehingga pesan
kurang dipahami.
6.Kelancaran.
Seorang pembicara yang lancar berbicara akan memudahkan pendengar menangkap isi
pembicaraannya.
7Relevansi/penalaran.
Gagasan demi gagasan haruslah berhubungan dengan logis.Hal ini berarti hubungan
bagian-bagian dalam kalimat,hubungan kalimat dengan kalimat harus logis dan
berhubungan dengan pokok pembicaraan.
8.Penguasaan Topik.
Pembicaraan formal selalu menuntut persiapan.Tujuannya agar topik yang dipilih benar-
benar dikuasai.Penguasaan topik yang baik akan menumbuhkan keberanian dan
kelancaran.Jadi penguasaan topik ini sangat penting,bahkan merupakan faktor utama
dalam berbicara.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 saran
Dengan melihat betapa pentingnya faktor kebahasaan dan faktor nonkebahasaan dalam
menunjang keefektifan berbicara, maka penulis menyarankan agar pembaca dapat
menerapkan faktor-faktor tersebut dalam kegiatan sehari-hari, baik dalam keadaan resmi
maupun tidak resmi.
sumber : http://indeks-data.blogspot.com/2011/04/makalah-bahasa-indonesia-faktor-
faktor.html