Anda di halaman 1dari 4

Imam AL-GHAZALI, sang Pemikir Besar Kelas Dunia

ama lengkap tokoh ini adalah Abu Hamid Muhammad Ibn Muhammad Al
N Ghazali Ath Thusi. Beliau termasyhur dengan sebutan Hujjatul Islam. Lahir
di Thus sebuah kota kecil di Khurasan pada tahun 450 H atau 1058 M,
bertepatan dengan setelah tiga tahun kaum Saljuk berkuasa di Baghdad. Orang tua
beliau adalah seorang yang hidup sederhana dan shaleh yang sehari-harinya bertenun
dan pemintal benang dari bulu. Orang tua beliau sangat senang berkunjung kepada
para alim ulama untuk menimba ilmu dan pengetahuan agama. Ketika mengikuti
pelajaran dari gurunya ayah beliau sering menangis dan berdo'a memohon kepada
Allah agar dikaruniai anak-anak yang shaleh dan pintar dalam agama.

Awal pertama beliau belajar agama pada waktu kecil, beliau menimba ilmu pada Abu
Hamid Ahmad Ibn Muhammad Ath Thusi Ar Radzkani, seorang ulama terkenal
sesuai wasiat ayahnya sebelum meninggal dunia. Kemudian beliau pergi ke Nisabur
untuk belajar di Madrasah Nizhamiyah pimpinan Al Haramain al Juwaini yang
bermadzhab Syafi'i, yang pada saat itu merupakan salah satu pusat ilmu pengetahuan
yang terkenal di dunia Islam. Di Madrasah ini beliau belajar Ilmu fiqih dan ushul
fiqih, tasawuf, tauhid, filsafat dan logika.

Karena kecakapannya dalam penguasaan ilmu, Al Ghazali oleh gurunya dikenalkan


dengan Nizam Al Muluk (Perdana Mentri Sultan Saljuk Malik Syah) yang merupakan
pendiri Madrasah Nizhamiyah pada tahun 1091 M ini. Dalam pertemuan dengan
penguasa dan para ulama diadakanlah tanya jawab keagamaan. Ketika itulah
kecerdasa dan kemahiran Al Ghazali terbukti. Setiap pertanyaan masalah agama yang
diajukan kepadanya dapat dijawab dengan tepat, sehingga para ulama mengakui
kelebihannya, bahkan para hadirin dalam sidang tersebut merasa kagum dan terpesona
akan kepandaian dan kepiawaian Al Ghazali dalam penguasaan ilmu agama. Oleh
karena itu ia mendapat penghormatan dan kepercayaan menjadi tenaga pengajar di
Madrasah Nizhamiyah di Baghdad pada tahun 484 H. Setelah lima tahun mengajar
beliau diangkat sebagai kepala Madrasah tersebut.

Pada masa itu di baghdad dan dunia Islam pada umumnya, sedang muncul berbagai
aliran pemikiran dan pertentangan yang masing-masing mengaku bahwa alirannya
sajalah yang benar. Di berbagai tempat banyak diadakan dialog, simposium, seminar,
hingga berjuang pada perdebatan yang sengit, dan mengarah pada upaya
mempertahankan doktrin-doktrin dari aliran masing-masing yang cenderung saling
antagonistik, seperti pemikiran dari aliran kalam, filsafat, fiqih, tasawuf dan aliran
batiniyah. Sejak meninggalnya Mujtahid mutlak, Imam Ahmad Ibn Hanbal Ibn Hilal
Adh-Dhahiliy Asy-Syaibani pada tahun 241 H /848 M hingga lahirnya Imam Al
Ghazali (450H/1058 M), merupakan kurun waktu yang cukup panjang dan penuh
diwarnai dengan maraknya perdebatan pendapat dan fanatisme mazhab, yang
berujung pada iklim pemikiran yang kurang sehat, sebab masing-masing mengklaim
bahwa mazhabnyalah yang sesuai dengan ajaran syari'at Islam dan menafikan mazhab
lain sebagai ajaran yang tidak benar dan sesat.

Pada masa Imam Al Ghazali bahasan diskusi pada umumnya lebih didominasi pada
pemikiran kalam secara umum dengan argumen-argumen yang didominasi akal budi
dan doktrin keagamaan yang ditopang oleh rasio. Latar belakang Al Ghazali
mengggeluti pemikiran kalam adalah mempertahankan akidah Ahlussunah dari
serangan pemikiran Ahlul bib'ah. Oleh karena itulah penting bagi beliau menyelidiki
dan mempelajari sedalam-dalamnya aliran dan faham tersebut, untuk dapat
dsimpulkan dan manfaat apa yang dapat diambilnya. Setelah beliau mendalami ilmu
kalam tersebut, ternyatabeliau banyak melihat bahaya yang ditimbulkan dari
perkembangan pemikiran ilmu kalam dari pada manfaatnya. Ilmu ini lebih banyak
mengeluarkan premis-prmis yang mempersulit dan menyesatkan daripada
menguraikannya secara jelas. Al Ghazali menyatakan bahwa para teolog tidak mampu
mencapai pengetahuan yang hakiki jika hanya menggnakan metode ilmu kalam saja.
Karena akal manusia mengalami kesulitan untuk mengetahui Allah, sifat-sifat-Nya,
tindakan-tindakan-Nya secara hakiki. Oleh karena itu Al Ghazali meninggalkan ilmu
kalam dan pindah mengejar ilmu filsafat. Pada bidang filsafat pun Al Ghazali banyak
menentang kecenderungan para filosof yang dipandang sangat membahayakan
akidah. Untuk meluruskan mereka dan menjelaskan pemikiran-pemikiran filsafat
disertai kritik yang sangat pedas, maka Al Ghazali menulis kitab Tahafut Al-
Falasifah. Setelah mendalami filsafat, Imam Al Ghazali melihat bahwa, ternyata
filsafat tidak mampu menyingkap ilmu methafisik, bahkan banyak melahirkan
kekacauan dalil-dalil yang digunakan para filosof. Para filosof tidak konsisten
menggunakan rasio. Oleh karena itu beliau pun meninggalkan kajian filsafat.
Kemudian beliau mengkaji faham -faham kaum bathiniah. Dalam fahan ini beliau
melihat bahwa, kelompok bathinian hanya menerima realitas dari imam yang ma'sum
(terpelihara dari dosa), yang menurut mereka akan selalu ada pada tiap masa. Mereka
juga kelihatan sangat kontra dengan para filosof yang bebas menggunakan raasio.
Kelompok bathiniah memendang bahwa rasio hanya akan mengahantarkan manusia
pada pendapat yang kontradiktif. Mereka mengklaim bahwa metode yang benar
dalam memahami ilmu pengetahuan adalah dengan metode pengajaran dari imam
yang ma'sum. Melihat pemahaman seperti ini Imam Ghazali berpendapat bahwa,
kema'suman hanya terbatas pada tingkat para Nabi dan Rasul Allah. Karena Allah
melalui kitab suci-Nya telah memberikan barometer kepada manusia sebagai alat
untuk mengetahui kebenaran.

Begitu banyak ilmu pengetahuan yang beliau pelajari, hingga membutuhkan


pengkajian dan perenungan yang mendalam. Untuk mencari dan menilai kebenaran
dari apa yang beliau pelajari, maka Al Ghazali memutuskan untuk beruzlah. Beliau
pergi meninggalkan pangkat, kedudukan dan keluarga yang disayangi, dan
membagikan hartanya kepada orang lain yang membutuhkan dan mengambil hanya
sekedar untuk biaya hidup keluarga yang ditinggalkan dan sekedar bekal untuk
kepergiannya.Beliau pergi ke nergeri Syam selama dua tahun. Di sana beliau
melakukan uzlah, khalwat, riyadhah dan mujahadah sebagaimana seorang sufi untuk
menjernihkan bathinnya. Hari-harinya beliau i'tikaf di Masjid Damsyik di atas menara
dengan pintu tertutup. Di sini beliau membaca, merenung, menulis, berkontemplasi
sebagai seorang sufi. Di sini pula beliau memperoleh puncak kesempurnaan
tasawufnya, dan banyak melahirkan karya ilmiah, terutama sebuah karya yang
monumental, yaitu kitab Ihya 'Ulum Ad-Din. Setelah itu beliau pergi ke Baitul
Maqdis. Di sana beliau mesuk ke Qubbtus Sakhrah dan tinggal dengan pintu tertutup
pula. Kemudian beliau pergi ke Hijaz dan terus menunaikan ibadah haji di Makkah
dan berziarah ke Madinah. Perjalanan beliau ini memakan waktu sepuluh tahun.

Seperti apa yang pernah dikatakan beliau bahwa: "Selama waktu berkhalwat itu,
terbukalah bagiku rahasia yang tak terhitung jumlahnya, tak mungkin di istiqsa. Yang
ingin kukatakan (untuk diambil manfaatnya) ialah, aku yakin benar bahwa kaum
shufiyah itulah yang benar-benar telah menempuhjalan yang dikehendaki oleh Allah
Swt. Merekalah golongan yang paling utamadalam cara-cara hidupnya, yang paling
tepat tingkah lakunya, dan paling tinggi budi pekertinya. Bahkan seandainya akal para
'uqala (orang yang berakal), hikmah para hukama dan ilmu para ulama yang tahu
rahasia syara' dihimpunkan untuk menciptakan cara yang lebi hutama dari pada cara-
cara shufiyah itu tidaklah akan memberi hasil. Sebab segala gerak-gerik mereka
(kaum shufiyah) baik lahir maupun batin, diterangi oleh cahaya kenabian. Di dunia ini
tidak ada cahaya yang lebih terang dari cahaya kenabian. Setelah menempuh jalan
shufiyah itu, jelaslah bagiku hakekat kenabian dan khasiatnya."

Dalam hidupnya yang singkat, Imam Al-Ghazali banyak menyimpan rahasia yang
terkandung dalam berbagai karya yang ditinggalkan untuk dikaji lebih lanjut dan
mendalam untuk memahami pemikirannya. Hal ini menunjukkan keistimewaan beliau
sebagai seorang pengarang yang produktif. Menurut catatan Sulaiman Dunya, bahwa
karya tulis Imam Al-Ghazali mencapai kurang lebih 300 buah. Beliau mulai mengarag
kitab pada usia dua puluh lima tahun ketika masih berada di Nisabur. Ada pun waktu
yang digunakan untuk mengarang adalah selama tiga puluh tahun. Hal ini berarti
dalam setiap tahun beliau menhasilkan karya tidak kurang dari sepuluh buah kitab
besar maupun kecil dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan, yang di antaranya
sebagai berikut:

Ilmu Kalam dan Filsafat


1. Maqashid Al-Falashifah
2. Tahafut Al-Falashifah
3. Al-Iqtishad fi Al-I’tiqad
4. Al-Munkid min Adh-dhalal
5. Maqashid Asma fi Al-Ma’ani, Asma Al-Husna
6. Faishal At-Tafriqat
7. Qithas Al-Mustaqim
8. Al-Musthaziri
9. Hujjat Al-Haqq
10. Munfashil Al-Khilaf fi Ushul Ad-Din
11. Al-Muntahal fi Ilm Al-Jadal
12. Al-Madinum bin Al-Ghair Ahlihi
13. Mahkum An-Nadhar
14. Ara Ilmu Ad-Din
15. Arba’in fi Ushul Ad-Din
16. Iljam Al-Awam ‘an Ilm Al-Kat
17. Mi’yar Al-‘Ilm
18. Al-Intishar
19. Isbat An-Nadhar

Kelompok Fikih dan Ushul Fikih


1. Al-Basith
2. Al-Wasith
3. Al-Wajiz
4. Al-Khulashah Al-Mukhtasar
5. Al-Mustashfa
6. Al-Mankhul
7. Syifakh Al-‘Alil fi Qiyas wa Ta’lil
8. Adz-Dzari’ah Ila Makarim Al-Syari’ah

KelompokTafsir
1. Yaqul At-Ta’wil fi Tafsir At-Tanzil
2. Zawahir Al-Qur’an

Kelompok Ilmu Tasawuf dan Akhlak, secara intergral bahasanya (kalam, fikih, dan
tasawuf)
1. Ihya’ Ulum Ad-Din
2. Mizan Al-Amanah
3. Kimya As-Sa’adah
4. Misykat Al-Anwar
5. Muhasyafat Al-Qulub
6. Minhaj Al-Abidin
7. Ad-Dar Fiqhiratfi Kasyf ‘Ulum
8. Al-Aini fi Al-Wahdat
9. Al-Qurbat Ila Allah Azza wa Jalla
10. Akhlak Al-Abrar wa Najat min Al-Asrar
11. Bidayah Al-Hidayah
12. Al-Mabadi wa Al-Hidayah
13. Nashihat Al-Mulk
14. Talbisu Al-Iblis
15. Al-Ilm Al-Laduniyyah
16. Ar-Risalat Al-Ladunuyyah
17. Al-Ma’khadz
18. Al-‘Amali
19. Al-Ma’arij Al-Quds

Karya-karya yang multidisipliner beliau tersebut, dipandang sebagai bukti bahwa


Imam Al-Ghazali adalah pemikir kelas dunia yang sangat berpengaruh di kalangan
tokoh-tokoh ulama klasik seperti, Jalaluddin Ar-Rumi, Syekh Al-Asyraq, Ibnu Rusyd
dll. maupun para intelektual modern sepeti, Attar, Rumi, Sa’adu, Hafidz dll.

Demikian sekelumit tenteng sejarah hidup sang Hujjatul Islam, Imam Al-Ghazali,
semoga Allah merahmati beliau. Catatan kecil ini tidak cukup menginformasikan
kehidupan beliau yang begitu besar kiprah, sepak terjang dan sumbangannya dalam
dunia Islam.

Anda mungkin juga menyukai