Anda di halaman 1dari 6

Belajar dari Obama…

Siapa bakal menyangka Obama kecil yang dulu ada di Jakarta bakalan jadi
Presiden Amerika, itulah perjalanan hidup ga ada seorangpun di dunia ini yang tau
rancanganNya kecuali hanya Tuhan.

Saya Pribadi menjadi sangat terinspirasi dan mendapat sebuah pelajaran, setelah
memperhatikan pidato Presiden Barack Obama sangat menyentuh dan terkesan,
sehingga bisa merebut banyak perhatian banyak orang didunia.

Pidato yang sangat fantastis mampu mendongkrak semangat persatuan dan


kesatuan bangsa Indonesia dan juga menyatukan berbagai perbedaan suku, ras dan
Agama. Tunggu apalagi kita sebagai Rakyat dan bangsa Indonesia sudah
sepatutnya bersatu dan bangkit dari keterpurukan, berjuang bersama dan
membangun bangsa yang bermartabat dan sebagai salah satu negara yang memiliki
peran penting dalam percaturan dunia.

Khusunya bagi generasi Muda Indonesia mari bangkit, hadapi dunia dan era
Globalisasi secara nyata dan siap menghadapinya dengan menciptakan sesuatu
bagi bangsa Indonesia yang siap berperan dalam segala aspek bidang.

Tinggalkan dan tanggalkan segala kepentingan pribadi dan golongan tertentu, mari
maju bersama tanpa melihat latar belakang Agama, Suku dan ras. seperti yang
Barrack Obama katakan keragaman jangan jadi halangan namun keragaman
seharusnya menjadikan kita maju dan terus berkembang.

Saya juga sebagai generasi muda, sangat terpukul dan ingin sekali memberontak
untuk membantu menyumbangkan sesuatu bagi bangsa Indonesia, begitu banyak
cobaan dan musibah yang sudah menimpa bangsa ini. masihkah kita berdiam diri
dan hanya duduk berpangku tangan ????

Mari saudara-saudaraku sebagai generasi penerus dan pejuang Bangsa Indonesia


kita maju bersama untuk kebangkitan bangsa Indonesia dan menjadi generasi yang
membawa perubahan dengan semangat patriotisme. MERDEK

Rahasia Hidup Bahagia Para Samurai

Samurai adalah istilah untuk perwira militer kelas elit sebelum zaman
industrialisasi di Jepang. Kata samurai berasal dari kata kerja “samorau” asal
bahasa Jepang kuno, berubah menjadi “saburau” yang berarti melayani, dan
akhirnya menjadi samurai yang bekerja sebagai pelayan bagi sang majikan.

Samurai terkenal sebagai ksatria paling ditakuti dan dihormati pada masanya, juga
termasyhur pandai mengendalikan hawa nafsu dan sama sekali tak terpengaruh
keadaan sekitar. Para samurai ini hidup berlandaskan nilai-nilai bushido yang
mengutamakan keberanian, kehormatan, dan kesetiaan pribadi.

Spiritual Samurai memaparkan nilai-nilai bushido yang diwariskan kaum samurai


yang sampai saat ini masih tercermin di kehidupan masyarakat Jepang. Yang perlu
diketahui bahwa pondasi utama filosofi para samurai ialah mencapai kebahagiaan
sejati, baik dalam kemenangan atau pun kematian!

Kehidupan para samurai diibaratkan seperti bunga sakura yang indah menawan
namun berumur pendek. Karena itu samurai selalu mengingat kematian setiap saat.
Hal itulah yang membuat mereka selalu menjaga diri dan pikirannya dari hal yang
tidak pantas dan senantiasa melakukan yang terbaik di sepanjang hidupnya.

Spirit Samurai merupakan salah satu faktor yang membentuk karakter bangsa
Jepang yang menjadikannya sebagai bangsa unggul, sehingga mampu bangkit dari
kehancuran akibat Perang Dunia Kedua dan menjadi negara industri yang pesat
perkembangannya di dunia.

Dengan pelajaran ini kita bisa menjalani kehidupan dengan mengutamakan nilai-


nilai mulia seperti jujur, tanggungjawab, hormat, disiplin, kerjasama, adil, dan
peduli yang oleh kaum samurai disebut sebagai bushido.
Pemimpin yang Takut kepada Pihak Asing

Salah satu sumber masalah buat negeri kita ini adalah adanya mafia di level para
penentu kebijakan poitik dan ekonomi. Di antaranya yang disebut dengan mafia
Berkeley.

Mafia ini memang diciptakan oleh para penjarah di Amerika berupa pusat
pendidikan dan perguruan tinggi. Antara lain Universitas Berkeley, Cornell, MIT
(Massachusette Institute of Technology), Harvard dan lainnya. Berbagai perguruan
tinggi yang menjadi favorite ini ternyata merupakan sarang dan dapur CIA untuk
mencekokkan ilmu-ilmu liberal. Termasuk menjadi pusat untuk meng-Amerika-
kan para mahasiswa yang datang ke negeri itu (termasuk Indonesia) dan
menggemblengnya menjadi agen dan kaki tangan Amerika yang setia.

Bahkan sebenarnya menurut David Ransom, bebagai perguruan tinggi itu pada
hakikatnya hanya kedok saja. Isinya tidak lain adalah wadah bagi CIA untuk
melakukan cuci otak. Luar biasa bukan?

Para mahasiswa jebolan Berkeley dan yang lainnya, setelah mendapat gelar Phd
dan sejenisnya, kemudian pulang negeri kita dan berkerumun di sekitar pusat
kekuasaan dan menguasai berbagai Fakultas Ekonomi. Tujuannya, selain menjadi
penyambung lidah Amerika, memelintir cara berpikir bangsa, juga mengambil alih
kebijasanaan negara dalam masalah ekonomi.

Mafia ini kemudian duduk menjadi pejabat yang paling menentukan arah langkah
kebijakan ekonomi di negeri ini. Semua jabatan menteri di bidang perekonomian
dikuasai, siapa pun yang jadi presidennya. Jabatan Menteri Keuangan, Menteri
Perdagangan, Bapenas, Penanaman Modal Asing, Menteri Perindustrian, Dirjen
Pemasaran dan Perdagangan, dan jabatan penting lainnya adalah tempat yang
paling strategis untuk menjalankan agenda kolonialisme Amerika modern di negeri
kita.
Jejak CIA di Indonesia – bag.4

Tumbangnya Soekarno dan naiknya Jenderal Suharto disambut gembira


Washingon. Presiden AS Richard M. Nixon sendiri menyebut hal itu sebagai
“Terbukanya upeti besar dari Asia”.

Untuk membangun satu kelompok militer—terutama Angkatan Darat—di


Indonesia yang ‘baru’ (baca: pro Amerika), AS menyelenggarakan pendidikan
militer untuk para perwira Indonesia ini di Fort Leavenworth, Fort Bragg, dan
sebagainya. Pada masa antara 1958-1965 jumlah perwira Indonesia yang mendapat
pendidikan ini meningkat menjadi 4.000 orang. (Suroso; 2008; h. 373)

Selain militer, AS juga membangun satu kelompok elit birokrat di Universitas-


Universitas AS seperti di Berkeley, MIT, Harvard, dan sebagainya, yang dikenal
sebagai Mafia Berkeley. Kedua elemen ini binaan AS ini (kelompok perwira AD
yang dipimpin Suharto dan kelompok birokrat yang tergabung dalam ‘Mafia
Berkeley’ pimpinan Sumitro) kelak berkuasa di Indonesia setelah Soekarno
ditumbangkan. Inilah cikal bakal Orde Baru (The New Order). Amerika Serikat
sendiri juga dikenal sebagai pemimpin Orde Dunia Baru (The New World Order).
Indonesia: diantara Penguasa, Sistem dan Kesejahteraan

Ketiga, pada aspek ekonomi kebijakan Orde Baru banyak ‘dibantu’ AS dengan
cara membentuk mafia ekonomi yang dikenal dengan Mafia Berkeley. Mafia inilah
yang kemudian merancang kebijakan ekonomi Indonesia yang kapitalistik, liberal
dan sesuai dengan kepentingan AS. Mereka ditempatkan dalam posisi strategis
dalam pemerintahan untuk mengendalikan perekonomian negara. Sebagian besar
pejabat ekonomi dalam kabinet Orde Baru adalah hasil didikan AS terutama dari
Mafia Berkeley tersebut. Misalnya, Widjojo Nitisastro sebagai ketua Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional dan Emil Salim sebagai wakilnya, Subroto
sebagai dirjen pemasaran dan perdagangan, menteri keuangan Ali Wardhana, serta
ketua Penanaman Modal Asing Moh Sadli. Sesuai dengan politik ekonomi AS,
mafia ini menjalankan kebijakan ekonomi yang kapitalistik. Yaitu kebijakan yang
pro pasar, mengundang investasi asing, meminjam hutang luar negeri. Dampaknya
sangat luar biasa. Kebijakan investasi asing ditandai dengan penjualan kekayaan
alam Indonesia kepada perusahaan asing sebagai kompensasi dari bantuan hutang
luar negeri Indonesia. Freeport mendapat emas di Papua Barat, sebuah perusahaan
konsorsium Eropa mendapat Nikel di Papua Barat, perusahaan lain mendapat hutan
tropis. Sementara hutang luar negeri kemudian menjadi alat tekanan negara donor
yang semakin menjerat Indonesia. Akibat jebakan hutang ini Indonesiapun harus
patuh terhadap instruksi IMF dan Bank Dunia, yang alih-alih menyelesaikan krisis
ekonomi, tapi malah membuat krisis ekonomi makin parah.

Anda mungkin juga menyukai