Anda di halaman 1dari 45

RESPONSI DOKTER MUDA IMUNISASI

Pembimbing: Prof. Dr. Ismoedianto dr, Sp A(K) Penyusun: Dian Fitriyana Adi Wasis P Christina Meilani 010610161 010610167 010610

Departemen Ilmu Kesehatan Anak Universitas Airlangga / RSUD Dr. Soetomo Surabaya 2011
1

IMUNISASI Definisi Imunisasi merupakan proses dimana seseorang dibuat menjadi kebal atau memiliki ketahanan terhadap suatu penyakit menular tertentu dan biasanya dengan cara memberikan vaksin. (WHO, 2011). Imunisasi merupakan upaya memberikan kekebalan aktif buatan. Tujuan Tujuan dilakukannya imunisasi adalah untuk mencegah timbulnya gejala penyakit pada seseorang atau kelompok apabila terpapar suatu agen penyakit atau bila terjadi penyakit tidak akan terlalu parah dan dapat mencegah gejala yang dapat menimbulkan cacat atau kematian. Adapaun tujuan imunisasi terbsebut dapat dibedakan menjadi tujuan dekat dan tujuan akhir. Tujuan dekat imunisasi adalah untuk mencegah penyakit pada individu dan reduksi kasus dan kejadian luar biasa. Sedangkan tujuan akhir imunisasi adalah melindungi populasi, mereduksi dan mengeliminasi penyakit, bahkan jika mungkin ditujukan untuk mengeradikasi penyakit. Manfaat Manfaat imunisasi tidak hanya membuat manusia kebal terhadap penyakit, namun imunisasi juga memiliki manfaat yang lebih luas dari segi individu maupun epidemiologi. Imunisasi dapat menciptakan suatu herd immunity, yaitu terjadinya kekebalan masal suatu kelompok yang telah diimunisasi sehingga penderita yang rentan terkena suatu penyakit, menjadi kecil kemungkinannya untuk terjangkit. Selain itu imunisasi dapat menimbulkan perubahan pola epidemiologik high ke low endemicity pada saat cakupan meningkat. Yang artinya jumlah penyakit yang semula menjangkiti banyak anak, setelah imunisasi menjadi tidak ada lagi kasus klinis dan tidak ada lagi transmisi agen penyebab sakit. Imunisasi juga meningkatkan kelangsungan hidup anak. Hal tersebut dapat dilihat dari berkurangnya angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi

kecacatan akibat penyakit tertentu. Cost effectiveness imunisasi terbilang cukup efektif bila dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan apabila anak sakit.

Jenis Imunisasi Menurut jenisnya, imunisasi dibagi 2, yaitu: 1. Imunisasi Aktif Merupakan pemberian zat sebagai antigen yang diharapkan akan terjadi suatu proses infeksi buatan sehingga tubuh mengalami reaksi imunologi spesifik yang akan menghasilkan respon seluler dan humoral serta dihasilkannya sel memori, sehingga apabila benar benar terjadi infeksi maka tubuh secara cepat dapat merespons. Dalam imunisasi aktif terdapat empat macam kandungan dalam setiap vaksinnya antara lain ; a. Antigen b. Pelarut (dapat berupa air steril atau carian kultur jaringan) c. Preservatif, Stabiliser, dan antibiotika yang berguna untuk menghindari tumbuhnya mikroba dan stabilisasi antigen. d. Adjuvan yang berguna untuk meningkatkan imunogentas antigen. 2. Imunisasi Pasif Merupakan pemberian zat (imunoglobulin) yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia atau binatang yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang diduga sudah masuk ke dalam tubuh yang terinfeksi. Menurut waktunya, imunisasi dibagi menjadi: 1. Imunisasi Dasar Adalah imunisasi yang diberikan pertama kali, yang mengandung sejumlah dosis yang diperlukan untuk mencapai kadar antibody di atas netralisasi

2. Imunisasi Ulangan Adalah imunisasi yang diberikan beberapa waktu setelah imunisasi dasar untuk meningkatkan kembali kadar antibodi tubuh sampai di atas kadar netralisasi. Menurut keharusannya, imunisasi dibagi menjadi: 1. Imunisasi wajib Imunisasi yang diharuskan sesuai dengan PPI (Program Pengembangan Imunisasi). Contoh: BCG, campak, DPT, Polio, dan Hepatitis B. 2. Imunisasi anjuran Imunisasi di luar PPI. Contoh: Varicella, Hepatitis A, Typhoid, MMR, dan HiB.( Heamophillus influenza Tipe B). Program Pengembangan Imunisasi (Imunisasi Wajib) Imunisasi wajib yang diberikan dimulai sejak bayi baru lahir adalah BCG, Hepatitis B, DPT, polio, dan campak. BCG dan Hepatitis B diberikan sedini mungkin. Namun pada Hepatitis B, apabila ibu HbsAg positif, diberikan immunoglobulin dalam rentang waktu duabelas jam setelah lahir, disusul imunisasi aktif. DTP diberikan setelah umur dua bulan dengan interval 4 sampai 6 minggu. Suntikan dasar berupa tiga suntikan, ulangan setelah satu tahun dari suntikan dasar dan selanjutnya diberikan tiap tiga tahun. Polio diberikan dalam bentuk OPV, mulai neonatus akan pulang, minimal empat kali dengan ulangan setahun kemudian. Imunisasi suplemen untuk memutus rantai penularan dan imunisasi polio suntik setelah program erdikasi polio selesai. Sedangkan campak diberikan dua kali suntikan, mulai usia 9 bulan lalu dilanjutkan dengan vaksin mono atau trivalent (MMR). Imunisasi anjuran yang diberikan pada bayi adalah HIB, MMR, demam typhoid, varicella, hepatitis A, polivalen pneumokokus, influenza. HIB dimulai umur dua bulan dan diberikan suntikan dasar minimal dua kali. MMR diberikan sebagai vaksin kedua campak atau sebagai vaksin rubella atau mumps dan diulang pada usia 12 tahun. Demam thyphoid IV diberikan setalah umur 2 tahun atau per oral pada usia 6 tahun dikemas dalam dosis 3 kali

dengan interval sehari. Varicella diberikan mulai umur 1 tahun, ulangan 12 tahun. Hepatitis A diberikan setalh umur 2 tahun, dua kali suntikan dengan interval 1 bulan, dengan ulangan 6 bulan kemudian. Pneumococcus diberikan setelah 2 tahun, pada anak kelainan darah, untuk mencega pneumonia. Meningococcus diberikan bila akan bepergian ke daerah endemic di afrika atau kumpulan banyak manusia. Influenza diberikan pada anak usia 6 bulan, dilakukan tiap tahun sebelum pergantian musim. Vaksin dibagi menjadi 2 jenis: 1. Live Attenuated yaitu bakteri atau virus hidup yang dilemahkan Virus : campak, gondongan, rubella, Polio sabin, demam kuning Bakteri : kuman TBC (BCG) dan demam tifoid oral 2. Inactivated yaitu bakteri atau virus atau komponennya yang dibuat tidak aktif atau dimatikan Virus : influenza, Polio salk, rabies, hepatitis A Bakteri : pertusis (DPT), typoid, kolera Racun kuman seperti toksoid : dipteri toksoid (DPT), tetanus (TT) Polisakarida murni : pneumokokkus, meningokokus dan haemophylus influenza Vaksin yang dibuat dari protein : hepatitis B

Berikut penjelasan lebih dalam mengenai masing masing imunisasi wajib (PPI) 1. Vaksin BCG BCG adalah vaksin hidup yang dibuat dari mycobacterium bovis yang dibiakkan secara berulang selama 1-3 tahun sehingga didapatkan basil tidak virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas. Vaksinasi BCG tidak mencegah infeksi tuberkulosis tetapi mengurangi risiko terjadi tuberkulosis berat seperti meningitis TB dan tuberkulosis milier. Vaksin BCG diberikan dengan cara dilarutkan dulu dengan 4 cc pelarut, vaksin yang dilarutkan harus dibuang dalam 3 jam, dosis pada bayi < 1 tahun 0,05 ml sedangkan pada anak > 1 tahun 0,10 ml. Vaksin ini disuntikan secara intracutan pada daerah lengan kanan atas (insertio musculus deltoideus). Efek proteksi vaksin BCG timbul 8-12 minggu setelah penyuntikan dilakukan. Vaksin disimpan pada suhu 2-8C, tidak boleh beku dan tidak

boleh terkena sinar matahari. Vaksin yang sudah diencerkan harus digunakan dalam waktu 8 jam. Jadwal pemberian 1. Diberikan pada bayi 0-12 bulan tapi sebaiknya diberikan pada umur 2 bulan 2. Apabila diberikan >3 bulan harus terlebih dahulu dilakukan uji tuberkulin (mantoux). Vaksin diberikan bila uji tuberkulin negatif. 3. Pada bayi yang jontak erat dengan pasien TB dengan BTA +3 sebaiknya diberikan INH profilaksis terlebih dahulu. Apabila pasien kontak sudah tenang bayi dapat diberi BCG. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi Dapat menimbulkan ulkus lokal di tempat pemyuntikan, timbul 2-3 minggu setelah penyuntikan. Ulkus tertutup krusta, sembuh dalam 2-3 bulan, dan meninggalkan luka parut dengan diameter 4-8 mm Limfadenitis - dapat terjadi pembesaran kelenjar regional di axila (ketiak) atau leher. Tergantung pada umur dan dosis yang dipakai, biasanya akan sembuh sendiri Indikasi kontra Reaksi uji tuberkulin > 5 mm Sedang menderita HIV atau resiko tinggi infeksi HIV, imunokompromais akibat pengobatan kortikosteroid (leukimia), mendapat pengobatan radiasi, penyakit keganasan yang mengenai sumsum tulang atau sistem limfe Anak menderita gizi buruk Menderita demam tinggi Menderita infeksi kulit yang luas Pernah/masih menderita TBC Kehamilan Kemampuan Proteksi Mulai 8-12 minggu pasca vaksinasi

Daya lindung hanya 42% (WHO 50-78%) Mencegah TB berat 60-80%

2. Vaksin Hepatitis B Diberikan untuk memberi kekebalan terhadap penyakit hepatitis B. Berasal dari rekombinan DNA sel ragi tidak infeksius. Pencegahan dapat diberikan dengan imunisasi pasif ataupun imunisasi aktif. Imunisasi pasif Dilakukan dengan pemberian imunoglobulin, yaitu HBIG (Hepatitis B Immune Globulin). Pemberian HBIG hanya dilakukan pada kondisi pasca paparan (postexposure), yaitu: Paparan mukosa dengan darah yang mengandung HbsAg (terciprat darah) Paparan seksual dengan pengidap HbsAg (+) Paparan perinatal ibu dengan HbsAg (+) Imunisasi aktif Vaksin hepatitis B harus segera diberikan setelah lahir, mengingat vaksinasi hepB merupakan upaya pencegahan yang sangat efektif untuk memutuskan rantai penularan melalui transmisi maternal dari ibu kepada bayinya. Vaksin diberikan secara intramuskular dalam. Pada bayi dan neonatus diberikan di aterolateral paha, sedangkan pada dewasa diberikan di regio deltoid. Jadwal imunisasi hepatitis B: Imunisasi hepB-1 diberikan sedini mungkin (dalam waktu 12 jam) setelah lahir, mengingat paling tidak 3,9% ibu hamil mengidap hepatitis B aktif dengan risiko penularan kepada bayinya sebesar 45%.

Imunisasi hepB-2 diberikan setelah 1 bulan (4 minggu) dari imunisasi hepB-1 yaitu saat bayi berumur 1 bulan. Untuk mendapat respon imun optimal, interval imunisasi hepB-2 dengan hepB-3 minimal 2 bulan terbaik 5 bulan. Maka imunisasi hepB-3 diberikan pada umur 3-6 bulan.

Pemberian imunisasi Hb harus berdasarkan status HbsAg ibu pada saat melahirkan. Bayi lahir dari ibu yang tidak diketahui status HbsAg nya HepB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan dilanjutkan pada umur 1 bulan dan 3-6 bulan. Apabila semula status HbsAg ibu tidak diketahui dan dalam perjalanan selanjutnya diketahui bahwa ibu HbsAg positif, maka ditambahkan hepatitis B imunoglobulin (HBIg) 0,5 ml sebelum bayi berumur 7 hari. Bayi lahir dari ibu yang HbsAg nya (+) Diberikan 0,5 ml HBIG dan vaksin hepB-1 secara bersamaan di sisi tubuh yang berbeda dalam waktu 12 jam, dosis kedua pada usia 1-2 bulan, dosis ketiga pada usia 6 bulan Imunisasi ulangan hepB (booster) pada usia 5 tahun masih belum diperlukan, karena berdasarkan penelitian terhadap anak dari ibu pengidap hepatitis B yang telah memperoleh imunisasi dasar 3x pada masa bayi, 90,7% diantaranya masih memiliki titer antibodi anti HBs protektif. Kejadian ikutan pasca imunisasi hari Reaksi sistemik : mual muntah, nyeri kepala, nyeri otot, nyeri sendi Indikasi kontra Sampai saat ini belum dipastikan adanya kontra indikasi absolut terhadap pemberian vaksin VHB. Kehamilan dan laktasi bukan indikasi kontra imunisasi VHB. 9 Reaksi lokal kemerahan, nyeri, bengkak, demam ringan 2

3. Vaksitn Difteri, Pertusis, Tetanus (DTP) Tujuan pemberian vaksin ini adalah untuk memberikan kekebalan aktif yang bersamaan terhadap penyakit Difteri, Pertusis dan Tetanus. Vaksin berasal dari Toxoid yang dimurnikan (Difteri dan Tetanus); bakteri mati, terabsorbsi dalam aluminium fosfat (Pertusis). Tiap 1 ml terdiri dari 40Lf toksoid difteria, 24 OU pertusis, 15 Lf toksoid tetanus, alumunium fosfat 3 mg, thimerosal 0,1 mg Toksoid Difteria Untuk imunisasi primer terhadap difteri digunakan toksoid difteri (alum precipitated formol toxoid) yang digabung dengan tetanus toxoid dan vaksin pertusis Vaksin pertusis Untuk imunisasi yang dipakai adalah vaksin pertusis whole-cell (alum precipitated vaccine) yaitu vaksin yang merupakan suspensi kuman B pertusis mati Umumnya diberikan kombinasi bersama toxoid difteri dan tetanus Toksoid tetanus Vaksin tetanus dikenal 2 macam vaksin yaitu : 1. Vaksin yang digunakan untuk imunisasi aktif adalah toxoid tetanus yang telah dilemahkan Kemasan tunggal (TT) Kemasan dengan vaksin difteri (DT) Kemasan dengan vaksin difteri dan pertusis (DTP) 2. Kuman yang telah dimatikan yang digunakan untuk imunisasi pasif (ATS) Jadwal pemberian Imunisasi DTP primer diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan

10

(DTP tidak boleh diberikan sebelum umur 6 minggu) dengan interval 4-8 minggu. Interval terbaik diberikan 8 minggu, jadi DTP-1 diberikan pada umur 2 bulan, DTP-2 pada umur 4 bulan, DTP-3 pada umur 6 bulan. Upaya DEPKES untuk melaksanakan Program Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN) mengharuskan seorang anak minimal mendapat vaksin tetanus toksoid sebanyak 5 kali untuk memberikan perlindungan seumur hidup, sehingga setiap wanita usia subur (WUS) mendapat perlindungan untuk bayi yang akan dilahirkannya terhadap bahaya tetanus neonatorum. Perlindungan dapat diperoleh dengan cara sebagai berikut: Imunisasi DTP primer pada bayi 3x akan memberikan imunitas 1-3 tahun. Dengan 3 dosis toxoid tetannus pada bayi, dihitung setara dengan 2 dosis toxoid pad anak besar atau dewasa. Ulangan DTP pada umur 18-24 bulan (DTP 4) akan memperpanjang imunitas 5 tahun yaitu sampai dengan umur 6-7 tahun, pada umur dewasa dihitung setara 3 dosis toksoid. Toxoid tetanus kelima (DTP 5) bila diberikan pada usia sekolah, akan memperpanjang imunitas 10 tahun lagi sampai umur 17-18 tahun. Dengan 5 toxoid tetanus pada anak dihitung setara dengan 4 dosis toxoid dewasa. Tetanus toxoid tambahan yang diberikan pada tahun berikutnya di sekolah (DT 6 atau dT) akan memperpanjang imunitas 20 tahun lagi, pada umur dewasa dihitung setara 5 dosis toksoid. Dosis vaksinasi DTP adalah 0,5 ml, intramuskular, baik untuk imunisasi dasar atau ulangan. Imunisasi T1 Spacing Masa perlindungan Tujuan Mengembangkan

11

kekebalan tubuh pada T2 T3 T4 T5 4 pekan setelah T1 6 bulan setelah T2 1 tahun setelah T3 1 tahun setelah T4 3 tahun 5 tahun 10 tahun 25 tahun infeksi Menyempurnakan kekebalan Menguatkan kekebalan Menguatkan kekebalan Mendapatkan kekebalan penuh KIPI Lokal: bengkak, kemerahan, nyeri pada tempat suntikan (42,9% penerima DTP) Anak gelisah, menangis terus menerus selama beberapa jam pasca suntikan (inconsolable crying) Adanya kejang demam (0,06%) sesudah vaksinasi. Reaksi anafilaktik, ensefalopati akut yang terbukti disebabkan oleh pemberian vaksin pertusis. Indikasi kontra Riwayat anafilaksis pada pemberian vaksin sebelumnya. Ensefalopati pasca DPT sebelumnya. Keadaan yang merupakan perhatian khusus (precaution) antara lain riwayat hiperpireksia, keadaan hipotonik-hiporesponsif dalam 48 jam, anak menangis terus selama 3 jam, dan riwayat kejang dalam 3 hari sesudah imunisasi DTP. 4. Vaksin Polio Ada 2 macam jenis vaksin polio: Vaksin virus polio oral (OPV) OPV berisi virus polio tipe 1, 2 dan 3 adalah strain/suku sabin yang masih hidup tapi sudah dilemahkan (attenuated), vaksin ini dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera yang distabilkan dengan sukrosa

12

Vaksin ini digunakan secara rutin sejak bayi lahir dengan dosis 2 tetes oral. Virus vaksin ini kemudian menempatkan diri di usus dan memacu pembentukan antibodi baik dalam darah maupun pada epitelium usus, yang menghasilkan pertahanan lokal terhadap virus polio liar yang datang masuk kemudian Vaksin polio oral harus disimpan tertutup pada suhu 2-8oC. OPV dapat disimpan beku pada temperatur 20oC. Vaksin yang beku dapat cepat dicairkan dengan cara ditempatkan antara kedua telapak tangan dan digulir-gulirkan, dijaga agar warna tidak berubah yaitu merah muda sampai orange muda (sebagai indikator pH). Bila keadaan tersebut dapat terpenuhi, maka sisa vaksin yang telah terpakai dapat dibekukan lagi, kemudian dipakai lagi sampai warna berubah dengan catatan tanggal kadaluarsa harus selalu diperhatikan.

Vaksin polio inactivated (IPV) atau vaksin polio injeksi IPV berisi tipe 1, 2 dan 3 dibiakan pada sel-sel fero ginjal kera dan dibuat tidak aktif dengan formaldehid IPV harus disimpan pada suhu 2-8oC dan tidak boleh dibekukan Pemberian dengan dosis 0,5 ml, SC 3x berturut-turut dengan jarak masing-masing dosis 2 bulan akan memberkan imunitas jangka panjang (mukosal maupun humoral) terhadap tiga macam tipe virus polio. Imunitas mukosa yang ditimbulkan IPV lebih rendah dibandingkan dengan yang ditimbulkan OPV Jadwal Pemberian OPV diberikan pada bayi baru lahir sesuai dengan Pengembangan Program Imunisasi (PPI) dan Program Eradiksi Polio (ERAPO) tahun 2000 sebanyak 2 tetes peroral. OPV sebaiknya diberikan saat bayi meninggalkan rumah sakit/ rumah bersalin agar tidak mencemari bayi lain karena 13

virus polio vaksin dapat diekskresi melalui tinja. Kemudian diteruskan dengan imunisasi dasar mulai umur 2-3 bulan yang diberikan 3 dosis terpisah berturut-turut dengan interval waktu 6-8 minggu Satu dosis sebanyak 2 tetes (0,1 ml) diberikan per oral pada umur 2-3 bulan dapat diberikan bersama-sama waktunya dengan suntikan vaksin DPT dan hepatitis B. Imunisasi penguat (booster) Dosis penguat OPV harus diberikan sebelum masuk sekolah, yaitu bersamaan pada saat diberikan dosis DPT sebagai penguat. Dosis OPV berikutnya harus diberikan pada umur 15-19 tahun atau sebelum meninggalkan sekolah. Orang dewasa yang telah mendapatkan imunisasi sebelumnya, tidak diperlukan vaksinasi penguat, kecuali mereka yang dalam resiko khusus. Imunisasi untuk orang dewasa 1. Untuk orang dewasa sebagai imunisasi primer (dasar) dianjurkan diberikan 3 dosis berturut-turut OPV 2 tetes dengan jarak 4-8 minggu 2. Interval minimal antara 2 dosis vaksinasi dapat diperpanjang dan dapat menyelesaikan vaksinasinya tanpa mengulang lagi 3. KIPI Setelah vakisnasi, sebagian kecil resipien dapat mengalami gejala : Pusing-pusing Diare ringan Sakit pada otot Semua orang dewasa seharusnya divaksinasi terhadap poliomielinitis dan tidak boleh ada yang tertinggal

14

Kontrai indikasi pemberian OPV Penyakit akut atau demam (suhu >38,5 C) Muntah atau diare, vaksinasi ditunda. Sedang dalam proses pengobatan kortikosteroid atau imuno supresif oral maupun suntikan, juga pengobatan radiasi umum Keganasan (untuk pasien dan kontak) yang berhubungan dengan sistem retikuloendotelial seperti limfoma, leukimia, dan anak dengan mekanisme imunologik yang terganggu, misal pada hipo-gamaglobulinemia Menderita infeksi HIV/anggota keluarga sebagai kontak

5. Vaksin Campak Tahun 1963 dibuat dua jenis vaksin campak : 1. 2. Vaksin yang berasal dari virus campak yang hidup dan Vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan dilemahkan, jangan terkena sinar matahari (virus campak yang berada dalam larutan formalin yang dicampur dengan garam alumunium) Tiap 0,5 ml mengandung 1000 u virus strain CAM 70, 100 mcg kanamisin, 30 mg eritromisin Dosis dan cara pemberian Dosis minimal untuk vaksin yang dilemahkan adalah 0,5 ml secara subcutan atau intra muscular Jadwal pemberian campak pada bayi umur 9-11 bulan Imunisasi ulangan diberikan pada saat anak masuk sekolah usia 6-7 tahun dalam program BIAS Reaksi KIPI Demam >39,5 C, biasanya setelah hari ke 5-6 dan berlangsung selama 2 hari

15

Ruam, timbul pada hari ke 7-10 dan berlangsung selama 2-4 hari Reaksi KIPI berat jika ditemukan gangguan fungsi sistem saraf pusat seperti ensefalitis dan ensefalopati pasca imunisasi.

Berikut penjelasan tentang imunisasi anjuran: 1. Vaksin Haemophilus Influenza B (Hib) Vaksin berasal dari kapsul H. Influenza, yaitu polyribosyribitol phosphate (PRP) yang dikonjugasi dengan membran protein luar dari Neisseria meningitidis, disebut PRP-OMP, atau dikonjugasikan dengan protein tetanus, disebut PRP-T. Vaksin Hib diberikan sejak umur 2 bulan. PRP-OMP diberikan 2 kali sedangkan PRP-T diberikan 3 kali dengan jarak waktu 2 bulan. Ulangan umumnya diberikan 1 tahun setelah suntikan terakhir Vaksin tidak boleh diberikan sebelum bai berumur 2 bulan karena bayi tersebut belum dapat membentuk antibodi. Lokasi penyuntikan umur <2 tahun di paha mid anterolateral dan usia > 2 tahun di deltoid 2. Vaksin Mumps Morbili Rubela (MMR) Merupakan virus kering yang mengandung vaksin hidup, harus disimpan pada temperatur 2-8oC atau lebih dingin dan terlindung dari cahaya. Pemberian vaksin MMR dengan dosis tunggal 0,5 ml suntikan intramuskular atau subkutan dalam, diberikan pada umur 12-18 bulan. Serokonversi pada >90% kasus Reaksi KIPI:

Malaise, demam atau ruam yang timbul 1 minggu setelah imunisasi

16

selama 2-3 hari. Dapat terjadi kejang demam dalam masa 6-11 hari pasca imunisasi Meningoensefalitis yang disebabkan oleh imunisasi gondongan Kontraindikasi : imunodepresi, alergi berat, demam akut, hamil, pasca imunoglobulin, transfusi darah (tunda 6-12 minggu). Tetap diberikan pada anak yang pernah campak, gondongan ataupun rubella 3. Vaksin Demam Thypoid 21a. Kemasan dalam bentuk kapsul, untuk anak umur 6 tahun atau lebih Cara pemberian: 1 kapsul vaksin dimakan tiap hari ke 1,3, dan 5, 1 Vaksin demam tifoid oral: Dibuat dari kuman Salmonella typhii yang dilemahkan, disebut Ty-

terjadi kira-kira 1/1.000.000 kasus.

jam sebelum makan dengan minuman yang tidak lebih dari 37oC. Kapsul ke4 pada hari ke-7. Imunisasi ulangan diberikan tiap 5 tahun. Namun pada individu yang terus terekspos dengan infeksi Salmonella sebaiknya diberikan 3-4 kapsul tiap beberapa tahun. Vaksinasi polisakarida parenteral: Pemberian secara suntikan intramuscular atau subkutan pada daerah Imunisasi ulangan tiap 3 tahun. Reaksi samping lokal: demam, nyeri kepala, pusing, nyeri sendi, Indikasi kontra: alergi terhadap bahan-bahan dalam vaksin, saat 4. Vaksin Hepatitis A Virus inaktif dalam formaldehid Indikasi : anak usia > 2 tahun, endemis, sering transfusi (hemofilia), tinggal di panti asuhan 17

deltoid atau paha.

nyeri otot, nausea, nyeri perut jarang dijumpai. demam, penyakit akut maupun penyakit kronik progresif.

Indikasi kontra : demam, infeksi akut, hipersensitif terhadap komponen vaksin Vaksin diberikan 2 kali, suntikan kedua atau booster bervariasi antara 6-18 bulan setelah dosis pertama. Protektif pada 95-100% Virus hidup dilemahkan, strain Oka Hanya diperlukan 1 dosis pada anak, sedang pada individu imunokompromais serta remaja dan dewasa dibutuhkan 2 dosis, selang 1-2 bulan. Vaksin mulai diberikan saat umur masuk sekolah 5 tahun, dosis 0,5 ml, secara subkutan, dosis tunggal. Pada keadaan terjadi kontak dengan kasus varicella, untuk pencegahan dapat diberikan dalam waktu 72 jam setelah penularan (dengan syarat: kontak dipisah / tidak berhubungan) KIPI:

5. Vaksin Varicella

Reaksi dapat bersifat lokal, demam, dan ruam papula-vesikel ringan. Pada 1% penderita imunokompromais dapat timbul penyulit varisella Indikasi kontra: demam tinggi, hitung limfosit kurang dari 1.200/l, pasien dengan pengobatan dosis tinggi kortikosteroid, alergi neomisin. 6. Vaksin Influenza Terdapat 2 macam, yaitu whole-virus vaccine, dan split-virus vaccine. Untuk menjaga agar daya proteksi berlangsung terus-menerus maka perlu dilakukan vaksinasi secara kontinu teratur setiap tahun, menggunakan vaksin yang mengandung galur yang mutakhir. Penyimpanan pada suhu 2-8C , jangan terkena sinar matahari

yang membutuhkan pengobatan asiklovir.

18

maupun beku. Rekomendasi imunisasi influenza, yaitu anak sehat umur 6-23 bulan, semua orang umur > 65 tahun, anak dengan penyakit kronik seperti asma, diabetes, penyakit ginjal, kelemahan sistem imun, anak dan dewasa yang menderita penyakit metabolik kronis, seperti diabetes, penyakit disfungsi ginjal, hemoglobinopati, dan imunodefisiensi. Pada usia 6-35 bulan dosis 0,25 ml, >36 bulan dosis 0,5 ml. Anak yang pertama kali mendapat vaksin influenza trivalen (TIV) pada usia < 8 tahun, diberikan 2 dosis, dengan selang waktu minimal 4 minggu, kemudian imunisasi diulang tiap tahun. - Demam - Reaksi lokal nyeri, eritema, indurasi pada tempat suntikan - Gejala sistemik tidak spesifik pada < 1% resipien berupa demam, lemas, dan mialgia (flu-like syndrome) yang timbul 6-12 jam setelah penyuntikan selama 1-2 hari, terutama pada anak usia muda. - Reaksi segera (immediate hypersensitivity) seperti hives, angioedema, asma, sistemik anafilaktik karena respon alergi terhadap protein telur. Vaksin Vaksin dibagi menjadi 2 jenis: 3. Live Attenuated yaitu bakteri atau virus hidup yang dilemahkan Virus : campak, gondongan, rubella, Polio sabin, demam kuning Bakteri : kuman TBC (BCG) dan demam tifoid oral 4. Inactivated yaitu bakteri atau virus atau komponennya yang dibuat tidak aktif atau dimatikan Virus : influenza, Polio salk, rabies, hepatitis A Bakteri : pertusis (DPT), typoid, kolera Racun kuman seperti toksoid : dipteri toksoid (DPT), tetanus (TT) Polisakarida murni : pneumokokkus, meningokokus dan haemophylus influenza 19 KIPI:- Ruam makula/papula

Vaksin yang dibuat dari protein : hepatitis B

20

CAMPAK Latar Belakang Penyakit campak merupakan salah satu penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, dan salah satu dampak keberhasilan program imunisasi ialah menurunnya angka kesakitan dan kematian penyakit campak. Sidang CDC / PAHO / WHO 1996 menyimpulkan bahwa penyakit campak dapat dieradikasi karena satu-satunya pejamu (host) reservoir campak hanya manusia, dan sidang WHA (1998) menetapkan kesepakatan Reduksi Campak. Program imunisasi campak di Indonesia dimulai tahun 1982, dan pada tahun 1991 Indonesia telah mencapai imunisasi dasar lengkap (Universal Child Immunization=UCI) secara nasional; meskipun demikian masih ada beberapa daerah yang cakupan imunisasi campaknya masih rendah sehingga sering terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) campak. Salah satu tahapan dalam upaya pemberantasan campak ialah Tahap Reduksi Campak yang salah satu strateginya ialah Surveilans (Surveilans rutin, SKD-respon KLB, dan Penyelidikan KLB). Surveilans penyakit campak dilakukan untuk menilai perkembangan program pemberantasan campak dan menentukan strategi pemberantasannya terutama di daerah. Kasus Campak klinis adalah kasus dengan gejala bercak kemerahan di tubuh berbentuk makulopapular selama 3 hari atau lebih disertai demam 38C (WHO,1996). Definisi Campak disebut juga dengan measles atau rubeola merupakan suatu penyakit infeksi akut yang sangat menular, disebabkan oleh paramixovirus yang pada umumnya menyerang anak-anak. Penyakit ini sangat infeksius, menular sejak awal masa prodromal sampai lebih kurang 4 hari setelah munculnya ruam. Infeksi disebarkan lewat udara (airborne). Campak ialah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu:

21

1. Stadium kataral Di tandai dengan enantem (bercak koplik) pada mukosa bukal dan faring, demam ringan sampai sedang, konjungtivitis ringan, koryza, dan batuk.

2. Stadium erupsi Ditandai dengan ruam makuler yang muncul berturut-turut pada leher dan muka, tubuh, lengan dan kaki dan disertai oleh demam tinggi.

3. Stadium konvalesensi Ditandai dengan hilangnya ruam sesuai urutan munculnya ruam, dan terjadi hiperpigmentasi.

Epidemiologi Penyakit ini terutama menyerang anak-anak usia 5-9 tahun. Dinegara berkembang menyerang pada usia lebih muda daripada negara maju. Biasanya penyakit ini timbul pada masa aanak dan kemudian menyebabkan kekebalan seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang pernah menderita morbili akan mendapatkan kekebalan secara pasif (melalui plasenta) sampai umur 4-6 bulan dan setelah umur tersebut kekebalan akan mengurang sehingga si bayi dapat menderita morbili. Bila si ibu belum pernah menderita menderita morbili ketika ia hamil 1 atau 2 bulan, maka 50% kemungkinan akan mengalami abortus, bila ia menderita morbili pada trimester pertama, kedua atau ketiga maka ia mungkin melahirkan seorang anak dengan kelainan bawaan atau seorang anak dengan berat badan lahir rendah atau lahir mati anak yang kemudian meninggal sebelum usia 1 tahun.

22

Etiologi Campak disebabkan oleh virus RNA dari famili paramixoviridae, genus Morbillivirus. Selama masa prodormal dan selama waktu singkat sesudah ruam tampak, virus ditemukan dalam sekresi nasofaring, darah dan urin. Virus dapat aktif sekurang-kurangnya 34 jam dalam suhu kamar. Virus campak dapat diisolasi dalam biakan embrio manusia atau jaringan ginjal kera rhesus. Perubahan sitopatik, tampak dalam 5-10 hari, terdiri dari sel raksasa multinukleus dengan inklusi intranuklear. Antibodi dalam sirkulasi dapat dideteksi bila ruam muncul. Penyebaran virus maksimal adalah melalui percikan ludah (droplet) dari mulut selama masa prodormal (stadium kataral). Penularan terhadap penderita rentan sering terjadi sebelum diagnosis kasus aslinya. Masa inkubasi adalah 10-14 hari sebelum gejala muncul. Orang yang terinfeksi menjadi menular pada hari ke 9-10 sesudah pemajanan, pada beberapa keadaan dapat menularkan hari ke 7. Tindakan pencegahan dengan melakukan isolasi terutama di rumah sakit atau institusi lain, harus dipertahankan dari hari ke 7 sesudah pemajanan sampai hari ke 5 sesudah ruam muncul. Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif dan kekebalan pasif pada seorang bayi yang lahir ibu yang telah kebal (berlangsung selama 1 tahun). Orang-orang yang rentan terhadap campak adalah: - bayi berumur lebih dari 1 tahun - bayi yang tidak mendapatkan imunisasi - remaja dan dewasa muda yang belum mendapatkan imunisasi kedua. Virus ini sangat sensitif terhadap panas dan dingin, sinar ultraviolet dan ether.

Patofisiologi Virus campak ditularkan lewat infeksi droplet lewat udara, menempel dan berkembang biak pada epitel nasofaring. Tiga hari setelah invasi, replikasi dan kolonisasi berlanjut pada kelenjar limfe regional dan terjadi viremia yang 23

pertama. Virus menyebar pada semua sistem retikuloendotelial dan menyusul viremia kedua setelah 5-7 hari dari infeksi awal. Adanya giant cells dan proses keradangan merupakan dasar patologik ruam dan infiltrat peribronchial paru. Juga terdapat udema, bendungan dan perdarahan yang tersebar pada otak. Kolonisasi dan penyebaran pada epitel dan kulit menyebabkan batuk, pilek, mata merah (3 C : coryza, cough and conjuctivitis) dan demam yang makin lama makin tinggi. Gejala panas, batuk, pilek makin lama makin berat dan pada hari ke 10 sejak awal infeksi (pada hari penderita kontak dengan sumber infeksi) mulai timbul ruam makulopapuler warna kemerahan.Virus dapat berbiak juga pada susunan saraf pusat dan menimbulkan gejala klinik encefalitis. Setelah masa konvelesen pada turun dan hipervaskularisasi mereda dan menyebabkan ruam menjadi makin gelap, berubah menjadi desquamasi dan hiperpigmentasi. Proses ini disebabkan karena pada awalnya terdapat perdarahan perivaskuler dan infiltrasi limfosit. Dari literatur lain, dikatakan bahwa manusia merupakan satu- satunya inang alamiah untuk virus campak, walaupun banyak spesies lain, termasuk kera, anjing, tikus, dapat terinfeksi secara percobaan. Virus masuk ke dalam tubuh melalui system pernafasan, dimana mereka membelah diri secara setempat; kemudian infeksi menyebar ke jaringan limfoid regional, dimana terjadi pembelahan diri selanjutnya. Viremia primer menyebabkan virus, yang kemudian bereplikasi dalam system retikuloendotelial. Akhirnya, viremia sekunder bersemai pada permukaan epitel tubuh, termasuk kulit, saluran pernafasan, dan konjungtiva, dimana terjadi replikaksi fokal. Campak dapat bereplikasi dalam limfosit tertentu, yang membantu penyebarannya di seluruh tubuh. Sel datia berinti banyak dengan inklusi intranuklir ditemukan dalam jaringan limfoid di seluruh tubuh (limfonodus, tonsil, apendiks). Peristiwa tersebut di atas terjadi selama masa inkubasi, yang secara khas berlangsung 9- 11 hari tetapi dapat diperpanjang hingga 3 minggu pada orang yang lebih tua. Mula timbul penyakit biasanya mendadak dan ditandai dengan koriza (pilek), batuk, konjungtivitis, demam, dan bercak koplik dalam mulut. Bercak koplik- patognomonik untuk campak- merupakan ulkus kecil, putih

24

kebiruan pada mukosa mulut, berlawanan dengan molar bawah. Bercak ini mengandung sel datia, antigen virus, dan nukleokapsid virus yang dapat dikenali. Selama fase prodromal, yang berlangsung 2- 14 hari, virus ditemukan dalam air mata, sekresi hidung dan tenggorokan, urin, dan darah. Ruam makulopopuler yang khas timbul setelah 14 hari tepat saat antibody yang beredar dapat dideteksi, viremia hilang, dan demam turun. Ruam timbul sebagai hasil interaksi sel T imun dengan sel terinfeksi virus dalam pembuluh darah kecil dan berlangsung sekitar seminggu. Pada pasien dengan cacat imunitas berperantara sel, tidak timbul ruam. Keterlibatan system saraf pusat lazim terjadi pada campak. Ensefalitis simptomatik timbul pada sekitar 1:1000 kasus. Karena virus penular jarang ditemukan di otak, maka diduga reaksi autoimun merupakan mekanisme yang menyebabkan komplikasi ini. Sebaliknya, ensefalitis menular yang progresif akut dapat timbul pada pasien dengan cacat imunitas berperantara sel. Ditemukan virus yang bereplikasi secara katif dalam otakdan hal ini biasanya bentuk fatal dari penyakit. Komplikasi lanjut yang jarang dari campak adalah peneesefalitis sklerotikkans subakut. Penyakit fatal ini timbul bertahun- tahun setelah infeksi campak awal dan disebabkan oleh virus yang masih menetap dalam tubuh setelah infeksi campak akut. Jumlah antigen campak yang besar ditemukan dalam badan inklusi pada sel otak yang terinfeksi, tetapi paartikel virus tidak menjadi matang. Replikasi virus yang cacat adalah akibat tidak adanya pembentukan satu atau lebih produk gen virus, sering kali protein maatriks. Tidak diketahui mekanisme apa yang bertanggung jawab untuk pemilihan virus patogenik cacat ini. Adanya virus campak intraseluler laten dalam sel otak pasien dengan panensefalitis sklerotikans subakut menunjukkan kegagalan system imun untuk membasmi infeksi virus. Ekspresi antigen virus pada permukaan sel dimodulasi oleh penambahan antibodi campak terhadap sel yang terinfeksi dengan virus campak. Dengan mengekspresikan lebih sedikit antigen virus pada permukaan, 25

sel- sel dapat menghindarkan diri agar tidak terbunuh oleh reaksi sitotoksik berperantara sel atau berperantara antibody tetapi dapat tetap mempertahankan informasi genetic virus. Anak- anak yang diimunisasi dengan vaksi campak yang diinaktivasi kemudian dipaparkan dengan virus campak alamiah, dapat mengalami sindroma yang disebut campak atipik. Prosedur inaktivasi yang digunakan dalam produksi vaksin akan merusak imunogenisitas protein F virus; walaupun vaksin mengembangkan respon antibody yang baik terhadap protein H, tanpa adanya infeksi antibody F dapat dimulai dan virus dapat menyebar dari sel ke sel melalui penyatuan. Keadaan ini akan cocok untuk reaksi patologik imun yang dapat memperantarai campak atipik. Vaksin virus campak yang diinaktifkan tampak digunakan lagi.

Gejala Klinis Masa inkubasi 10-20 hari dan kemudian timbul gejala-gejala yang dibagi dalam 3 stadium, yaitu:

Stadium kataral (prodormal).

Stadium ini berlangsung selama 4-5 hari disertai gambaran klinis seperti demam, malaise, batuk, fotopobia, konjungtivitis, dan coryza. Menjelang akhir dari stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantem, terdapat bercak koplik berwarna putih kelabu sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema. Lokasinya di mukosa bukal yang berhadapan dengan molar bawah. Gambaran darah tepi leukopeni dan limfositosis.

26

Stadium erupsi

Coryza dan batuk bertambah. Timbul enantem atau titik merah di palatum durum dan palatum mole. Kadang kadang terlihat bercak koplik. Terjadi eritem bentuk makulopapuler disertai naiknya suhu badan. Diantara macula terdapat kulit yang normal. Mula-mula eritema timbul dibelakang telinga, bagian atas lateral tengkuk sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Ruam mencapai anggota bawah pada hari ke 3, dan menghilang sesuai urutan terjadinya. Terdapat pembesaran kelenjar getah bening di sudut mandibula dan di daerah leher belakang. Sedikit terdapat splenomegali, tidak jarang disertai diare dan muntah. Variasi yang biasa terjadi adalah Black Measless, yaitu morbili yang disertai dengan perdarahan di kulit, mulut, hidung, dan traktus digestivus.

27

Stadium konvalesensi

Erupsi berkurang menimbulkan bekas yang berwarna lebih tua atau hiperpigmentasi (gejala patognomonik) yang lama kelamaan akan hilang sendiri. Selain itu ditemukan pula kelainan kulit bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk morbilli. Pada penyakit-penyakit lain dengan eritema atau eksantema ruam kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai normal kecuali bila ada komplikasi.

Langkah Diagnostik Anamnesis Adanya demam tinggi terus menerus 38,50 C atau lebih disertai batuk, pilek, nyeri menelan, mata merah dan silau bila kena cahaya (fotofobia), seringkali diikuti diare. Pada hari ke 4-5 demam, timbul ruam kulit, didahului oleh suhu yang meningkat lebih tinggi dari semula. Pada saat ini anak dapat mengalami kejang demam. Saat ruam timbul, batuk dan diare bertambah parah sehingga anak mengalami sesak nafas atau dehidrasi.

28

Pemeriksaan fisik Gejala klinis terjadi setelah masa tunas 10-12 hari, terdiri dari tiga stadium : Stadium prodromal, berlangsung 2-4 hari, ditandai dengan demam yang

diikuti dengan batuk, pilek, farings merah, nyeri menelan, stomatitis, dan konjungtivitis. Tanda patognomonik timbulnya enantema mukosa pipi di depan molar tiga disebut bercak Koplik. Stadium erupsi, ditandai dengan timbulnya ruam makulo-papular yang bertahan selama 5-6 hari. Timbulnya ruam dimulai dari batas rambut di belakang telinga, kemudian menyebar ke wajah, leher, dan akhirnya ke ekstrimitas. Stadium penyembuhan (konvalesens), setelah 3 hari ruam berangsurangsur menghilang sesuai urutan timbulnya. Ruam kulit menjadi kehitaman dan mengelupas yang akan menghilang setelah 1-2 minggu. Sangat penting untuk menentukan status gizi penderita, untuk mewaspadai timbulnya komplikasi. Gizi buruk merupakan risiko komplikasi berat. Pemeriksaan penunjang Laboratorium Darah tepi : jumlah leukosit normal atau meningkat apabila ada Pemeriksaan antibodi IgM anti campak Pemeriksaan untuk komplikasi : Ensefalopati/ensefalitis Enteritis : feses lengkap Bronkopneumonia : dilakukan pemeriksaan foto dada dan analisis : dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinalis, kadar elektrolit darah dan analisis gas darah.

komplikasi infeksi bakteri

gas darah. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya :

29

Anamnesis, tanda klinik dan tanda yang patognomonik pemeriksaan serologik atau virologik yang positif

Diagnosis banding, komplikasi dan prognosis Diagnosis banding adalah ruam kulit eksantema akut yang lain seperti : rubela, roseola infantum (eksantema subitum), infeksi mononukleosus, erupsi obat. Pada penyakit campak terdapat resistensi umum yang menurun sehingga dapat terjadi alergi (uji tuberkulin yang semula positif berubah menjadi negatif). Keadaan ini menyebabkan mudahnya terjadi komplikasi seperti: Campak menjadi berat pada pasien dengan gizi buruk dan anak yang lebih Diare dapat diikuti dehidrasi Otitis media Laringotrakeobronkitis (croup) Bronkopneumonia Ensefalitis akut, Reaktifasi tuberkulosis Malnutrisi pasca serangan campak Subacute sclerosing panencephalitis (SSPE), SSPE yaitu suatu penyakit

kecil

degenerasi yang jarang dari susunan saraf pusat. Ditandai oleh gejala yang terjadi secara tiba-tiba seperti kekacauan mental, disfungsi motorik, kejang, dan koma. Perjalan klinis lambat, biasanya meninggal dalam 6 bulan sampai 3 tahun setelah timbul gejala spontan. Meskipun demikian, remisi spontan masih dapat terjadi. Biasanya terjadi pada anak yang menderita morbili sebelum usia 2 tahun. SSPE timbul setelah 7 tahun terkena morbili, sedang SSPE setelah vaksinasi morbili terjadi 3 tahun kemudian.

30

Penyebab SSPE tidak jelas tetapi ada bukti-bukti bahwa virus morbilli memegang peranan dalam patogenesisnya. Anak menderita penyakit campak sebelum umur 2 tahun, sedangkan SSPE bisa timbul sampai 7 tahun kemudian SSPE yang terjadi setelah vaksinasi campak didapatkan kira-kira 3 tahun kemudian. Kemungkinan menderita SSPE setelah vaksinasi morbili adalah 0,5-1,1 tiap 10.000.000, sedangkan setelah infeksi campak sebesar 5,2-9,7 tiap 10.000.000. Prognosis campak baik pada anak dengan keadaan umum yang baik, tetapi prognosis buruk bila keadaan umum buruk, anak yang sedang menderita penyakit kronis atau bila ada komplikasi4. Angka kematian kasus di Amerika Serikat telah menurun pada tahuntahun ini sampai tingkat rendah pada semua kelompok umur, terutama karena keadaan sosioekonomi membaik. Campak bila dimasukkan pada populasi yang sangat rentan, akibatnya bencana. Kejadian demikian di pulau Faroe pada tahun 1846 mengakibatkan kematian sekitar seperempat, hampir 2000 dari populasi total tanpa memandang umur.

Penatalaksanaan Tatalaksana medik Pengobatan bersifat suportif, terdiri dari : o Pemberian cairan yang cukup o Kalori yang sesuai dan jenis makanan yang disesuaikan dengan tingkat kesadaran dan adanya komplikasi o Suplemen nutrisi o Antibiotik diberikan apabila terjadi infeksi sekunder o Anti konvulsi apabila terjadi kejang

31

o Pemberian vitamin A. Indikasi rawat inap : hiperpireksia (suhu > 39,00 C), dehidrasi, kejang, asupan oral sulit, atau adanya komplikasi. Campak tanpa komplikasi : o Hindari penularan o Tirah baring di tempat tidur o Vitamin A 100.000 IU, apabila disetai malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap hari o Diet makanan cukup cairan, kalori yang memadai. Jenis makanan disesuaikan dengan tingkat kesadaran pasien dan ada tidaknya komplikasi Campak dengan komplikasi : o Ensefalopati/ensefalitis Antibiotika bila diperlukan, antivirus dan lainya sesuai dengan PDT ensefalitis Kortikosteroid, ensefalitis Kebutuhan jumlah cairan disesuaikan dengan kebutuhan serta koreksi terhadap gangguan elektrolit o Bronkopneumonia : Antibiotika sesuai dengan PDT pneumonia Oksigen nasal atau dengan masker Koreksi gangguan keseimbangan asam-basa, gas darah dn elektrolit o Enteritis : koreksi dehidrasi sesuai derajat dehidrasi (lihat Bab enteritis dehidrasi). o Pada kasus campak dengan komplikasi bronkhopneumonia dan gizi kurang perlu dipantau terhadap adanya infeksi TB laten. Pantau gejala klinis serta lakukan uji Tuberkulin setelah 1-3 bulan penyembuhan. 32 bila diperlukan sesuai dengan PDT

o Pantau keadaan gizi untuk gizi kurang/buruk. Tatalaksana Epidemiologik Imunisasi aktif.

Imunisasi campak awal dapat diberikan pada usia 12-15 bulan tetapi mungkin diberikan lebih awal pada daerah dimana penyakit terjadi (endemik). Imunisasi aktif dilakukan dengan menggunakan strain Schwarz dan Moraten. Vaksin tersebut diberikan secara subcutan dan menyebabkan imunitas yang berlangsung lama. Dianjurkan untuk memberikan vaksin morbili tersebut pada anak berumur 10 15 bulan karena sebelum umur 10 bulan diperkirakan anak tidak dapat membentuk antibodi secara baik karena masih ada antibodi dari ibu. Akan tetapi dianjurkan pula agar anak yang tinggal di daerah endemis morbili dan terdapat banyak tuberkulosis diberikan vansinasi pada umur 6 bulan dan revaksinasi pada umur 15 bulan. Di Indonesia saat ini masih dianjurkan memberikan vaksin morbili pada anak berumur 9 bulan ke atas. Vaksin morbili tersebut dapat diberikan pada orang yang alergi terhadap telur. Hanya saja pemberian vaksin sebaiknya ditunda sampai 2 minggu sembuh. Vaksin ini juga dapat diberikan pada penderita tuberkulosis aktif yang sedang mendapat tuberkulosita. Akan tetapi vaksin ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil, anak dengan tuberkulosis yang tidak diobati, penderita leukemia dan anak yang sedang mendapat pengobatan imunosupresif. Imunisasi pasif.

Imunisasi pasif dengan kumpulan serum orang dewasa, kumpulan serum konvalesens, globulin plasenta atau gamma globulin kumpulan plasma adalah efektif untuk pencegahan dan pelemahan campak. Campak dapat dicegah dengan menggunakan imunoglobulin serum dengan dosis 0,25 mL/kg diberikan secara intramuskuler dalam 5 hari sesudah pemajanan tetapi lebih baik sesegera mungkin. Proteksi sempurna terindikasi untuk

33

bayi, anak dengan penyakit kronis dan untuk kontak dibangsal rumah sakit anak. Isolasi

Penderita rentan menghindari kontak dengan seseorang yang terkena penyakit campak dalam kurun waktu 20-30 hari, demikian pula bagi penderita campak untuk diisolasi selama 20-30 hari guna menghindari penularan lingkungan sekitar.

Campak di Indonesia Sidang WHO tahun 1988, menetapkan kesepakatan global untuk membasmi polio atau Eradikasi Polio (Rapo), Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN) dan Reduksi Campak (RECAM) pada tahun 2000. Beberapa negara seperti Amerika, Australia dan beberapa negara lainnya telah memasuki tahap eliminasi campak. Pada sidang CDC/PAHO/WHO tahun 1996 menyimpulkan bahwa campak dimungkinkan untuk dieradikasi, karena satu-satunya pejamu (host) atau reservoir campak hanya pada manusia dan adanya vaksin dengan potensi yang cukup tinggi dengan effikasi vanksin 85%. Diperkirakan eradikasi akan dapat dicapai 10 15 tahun setelah eliminasi. Program imunisasi campak di Indonesia dimulai pada tahun 1982 dan masuk dalam pengembangan program imunisasi. Pada tahun 1991, Indonesia dinyatakan telah mencapai UCI secara nasional. Dengan keberhasilan Indonesia mencapai UCI tersebut memberikan dampak positip terhadap kecenderungan penurunan insidens campak, khususnya pada Balita dari 20.08/10.000 3,4/10.000 selama tahun 1992 1997 (ajustment data rutin SST). Walaupun imunisasi campak telah mencapai UCI namun dibeberapa daerah masih terjadi KLB campak, terutama di daerah dengan cakupan imunisasi rendah atau daerah kantong. Tetapi angka cakupan imunisasi menurun < 80% dalam 6 tahun terakhir sehingga masih dijumpai daerah kantong risiko tinggi transmisi virus campak.

34

1) Tahapan pemberantasan Campak Pemberantasan campak meliputi beberapa tahapan, dengan kriteria pada tiap tahap yang berbeda-beda. a. Tahap Reduksi. Tahap reduksi campak dibagi dalam 2 tahap: Tahap pengendalian campak. Pada tahap ini terjadi penurunan kasus dan kematian, cakupan imunisasi >80%, dan interval terjadinya KLB berkisar antara 4 8 tahun. Tahap pencegahan KLB. Pada tahun ini cakupan imunisasi dapat dipertahankan tinggi dan merata, terjadi penurunan tajam kasus dan kematian, dan interval terjadinya KLB relative lebih panjang. Adapun strategi reduksi campak terdiri dari : Pengobatan pasien campak dengan memberikan vitamin A Imunisasi campak o o o o PPI : diberikan pada umur 9 bulan. Imunisasi campak dapat diberikan bersama vaksin MMR Mass campaign, bersamaan dengan Pekan Imunisasi Catch-up immunization, diberikan pada anak sekolah dasar

pada umur 12-15 bulan nasional kelas 1-6, disertai dengan keep up dan strengthening.

b. Tahap Eliminasi Pada tahap eliminasi, cakupan imunisasi sudah sangat tinggi (>95%), dan daerah-daerah dengan cakupan imunisasi rendah sudah sangat kecil jumlahnya. Kasus campak sudah jarang dan KLB hampir tidak pernah ternadi. Anak-anak yang dicurigai tidak terlindung (susceptible) harus diselidiki dan mendapat imunisasi tambahan.

c. Tahap Eradikasi 35

Cakupan imunisasi tinggi dan merata, dan kasus campak sudah tidak ditemukan. Transmisi virus sudah dapat diputuskan, dan negara-negara di dunia sudah memasuki tahap eliminasi. Pada TCG Meeting, Dakka, 1999, menetapkan Indonesia berada pada tahap reduksi dengan pencegahan terjadinya KLB.

2) Tujuan Reduksi Campak Reduksi campak bertujuan menurunkan angka insidens campak sebesar 90% dan angka kematian campak sebesar 95% dari angka sebelum program imunisasi campak dilaksanakan. Di Indonesia, tahap reduksi campak diperkirakan dengan insiden menjadi 50/10.000 balita, dan kematian 2/10.000 (berdasarkan SKRT tahun 1982).

3) Strategi Reduksi Campak Reduksi campak mempunyai strategi yaitu: Imunisasi Rutin 2 kali, pada bayi 9-11 bulan dan anak Sekolah Dasar Kelas I (belum dilaksanakan secara nasional) dan Imunisasi Tambahan atau Suplemen. Surveilans Campak. Penyelidikan dan Penanggulangan KLB Manajemen Kasus Pemeriksaan Laboratorium

4) Masalah pokok Surveilans dalam reduksi campak di Indonesia. Surveilans dalam reduksi campak di Indonesia masih belum sebaik surveilans eradikasi polio. Kendala utama yang dihadapi adalah, kelengkapan data/laporan rutin Rumah Sakit dan Puskesmas yang masih rendah, beberapa KLB campak yang tidak terlaporkan, pemantauan dini (SKD KLB) campak pada desa-desa berpotensi KLB pada umumnya belum dilakukan dengan baik 36

terutama di Puskesmas, belum semua unit pelayanan kesehatan baik Pemerintah maupun Swasta ikut berkontribusi melaporkan bila menemukan campak. Dukungan dana yang belum memadai, terutama untuk melaksanakan aktif surveilans ke Rumah Sakit dan pengembangan surveilans campak pada umumnya. Surveilans campak sangat penting untuk menilai perkembangan pemberantasan campak dan untuk menentukan strategi pemberantasannya di setiap daerah.

5) Angka Insidens Insidens campak di Indonesia selama tahun 1992 1998 dari data rutin Rumah sakit dan Puskesmas untuk semua kelompok umur cenderung menurut dengan kelengkapan laporan rata-rata Puskesmas kurang lebih 60% dan Rumah sakit 40%. Penurunan Insidens paling tajam terjadi pada kelompok umur Kejadian Luar Biasa (KLB).

37

DAFTAR PUSTAKA

IDAI.2008. Buku Pedoman Imunisasi Di Indonesia Edisi III. Jakarta :Badan Penerbit IDAI.

38

CONTOH KASUS I.IDENTITAS PASIEN Nama No DMK Umur Jenis Kelamin Alamat Berat badan Suku bangsa Tanggal MRS Orang tua Ayah Usia Pekerjaan Ibu Usia Pekerjaan II. ANAMNESA KELUHAN UTAMA : Panas badan RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG : Panas badan dikeluhkan sejak satu minggu sebelum masuk Rumah Sakit. Panas pada awalnya tidak terlalu tinggi, namun semakin lama semakin meningkat. Panas badan turun setelah minum obat penurun panas, namun kemudian naik lagi. Pada hari ke empat panas badan, muncul bercak-bercak merah di daerah perut. Setelah muncul bercak merah, panas badan turun. Batuk dan pilek sejak satu minggu yang lalu. Buang air kecil lancar tidak ada : Tn B : 25 th : Supir : Ny S : 23 th : Ibu Rumah Tangga : An. F : 10.96.11.92 : 1 th 9 bl : Laki-laki : Karang Empat : 10,2 kg : Jawa : 26April 2011

Tanggal pemeriksaan : 27 April 2011

39

keluhan. Buang air besar 5 kali per hari encer, berampas, tidak ada lendir ataupun darah, warna kuning. Makan dan minum susah semenjak sakit. Keluhan mata merah disangkal, nyeri telan disangkal, sesak napas disangkal. Riwayat konsumsi obat-obatan disangkal, kecuali obat penurun panas. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU: Sakit seperti sebelumnya disangkal oleh ibu pasien. Menurut ibu, pasien pernah sakit batuk pilek biasa dan langsung sembuh setelah diberi obat. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA: Orang tua dan keluarga lainnya tidak pernah sakit seperti ini. RIWAYAT KELAHIRAN : a. Antenatal : Ibu dalam kondisi sehat pada waktu hamil. Konsumsi jamu dan obat-obatan disangkal. Ibu pasien mengaku hanya mengkonsumsi vitamin yang diberi bidan. b. Natal : Pasien lahir operasi sectio dengan berat badan lahir 2400g, langsung menangis di Rumah Sakit, pasien langsung menangis. c. Neonatal: Riwayat biru, kuning, pucat dan kejang disangkal. RIWAYAT MAKANAN/ GIZI : Pasien minum ASI sejak lahir hingga sekarang Nasi tim dari umur 7 bulan hingga umur 13 bulan Makanan biasa seperti orang dewasa sejak usia 13 bulan hingga sekarang sekarang RIWAYAT IMUNISASI : BCG DPT Polio Campak + 1+ 1+ 2+ 2+ 3+ 3+

40

TT

RIWAYAT PERKEMBANGAN: Angkat kepala 3 bulan Duduk sendiri 6 bulan Berjalan dituntun 11 bulan Telungkup 3 bulan Merangkak 7 bulan Berbicara 15 bulan

RIWAYAT KEPRIBADIAN/ KEPANDAIAN : Pasien adalah anak yang sangat aktif ketika di rumah. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI : Pasien adalah anak tunggal. III.PEMERIKSAAN FISIK (9 April 2011) KEADAAN UMUM : Kesadaran : Compos mentis. Derajat Sakit : Cukup TANDA VITAL : Temperatur : 36,8oC Nadi : 120 x/menit Nafas : 38 x/menit ANTROPOMETRI Berat Badan Panjang badan Lingkar kepala Lingkar dada Lingkar lengan atas BBI % BBI : 10,2 kg : 89cm : 48cm : 49cm : 15cm : 13kg : 78,4 % (gizi kurang)

41

normochepaly STATUS GENERALIS Kepala Leher Anemis : (-), Ikterus : (-),Sianosis : (-), Dispneu : (-) Pernafasan cuping hidung-/Mata cowong (-), Pembesaran KGB (-) Thoraks : i. Paru- paru : 1. Inspeksi bentuk dada : a. Pergerakan kanan- kiri : simetris (+) b. Retraksi interkostal (-) c. Pemanjangan ekspirasi :d. Frekwensi nafas:28x/menit 2. Palpasi fremitus suara : simetris 3. Perkusi banding kanan dan kiri : sonor/ sonor 4. Auskultasi : Suara nafas : Vesikuler/ vesikuler Suara tambahan : Rhonki +/+, wheezing -/ii. Jantung : S1S2 tunggal M(-), G (-) Abdomen : Supel (+), flat Bising usus (+) normal. Hepar dan Lien tidak teraba. Makula hiperpigmentasi berbentuk bulan diameter 1-2mm tersebar di daerah abdomen. Ekstremitas : Hangat (+), Kering (+), Merah (+). Edema (-). CRT< 2

42

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium 9-4-2011 Darah lengkap WBC Ly Gr Mo Rbc Hb Hct MCV MCH MCHC Plt 14.3 x 10^3/uL 19,9 % 7,6% 2,5% 4,34 x 10^6/uL 10,5 g/dL 30,6 % 70,5 fL 24,2 pg 34,4 g/dL 369 x 10^3/uL 1.4-6.5 x 10^6/uL 11.0-18.0 g/dL 35.0-60.0% 80.0-99.9 fL 27.0-31.0 pg 33.0-37.0 g/dL 328. x 10^3/uL Tinggi Limits 4.5 - 10.5 x 10^3/uL 20.5- 51-1%

DAFTAR MASALAH 1. Panas badan lebih dari 7hari 2. Panas turun dengan obat penurun panas, namun naik kembali 3. Bercak merah di daerah perut 4. Panas badan turun setelah muncul bercak merah 5. Batuk dan pilek sejak lebih dari 7 hari 6. Buang air besar 5x/hari encer, berampas, tidak ada lendir ataupun darah 7. Makan dan minum menurun 8. Imunisasi campak (-) 9. Gizi kurang 10. Wheezing +/+ 11. Makula hiperpigmentasi pada daerah abdomen 12. Leukositosis

43

ASSESMENT Morbili + bronchopneumonia + diare akut non dehidrasi PLANNING PLANNING DIAGNOSA Cek darah ulang IgM anti campak Foto Thoraks Feces lengkap

PLANNING TERAPI o Nebul PZ 3cc 4x/hari o Inf KaEN 3B 1000cc/24 jam o Inj Ampilicin sulbactam 4x250mg iv o Inj Vit A 100.000 IU im o Probiotik 1x1sach o Thermoregulasi o Diet 1000 kkal +20 g prot PLANNING MONITORING Vital Sign, Keluhan PLANNING EDUKASI 1. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien tentang kondisi pasien menyangkut Penyebab dan faktor risiko mendapatkan penyakit Berat ringannya penyakit Perjalanan penyakit Berbagai macam komplikasi yang menyertai 44

Manajemen pengobatan Prognosis

2. Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang rencana isolasi kontak penderita

45

Anda mungkin juga menyukai