9#
? <
yang artinya Maka, bakarlah hai Haman untukku tanah liat, yakni
bakarlah batu bata merah. Dari Ibnu Abbas, Qatadah berkata, Firaun adalah orang
yang pertama kali membuat batu bata dan membuat bangunan dengannya (Asmuni,
2008: 735).
Kedudukan istimewa di mana lempung sebagai bahan dasar pembentuk
manusia pertama yaitu Nabi Adam A.S juga dijelaskan dalam Surat Al-Hijr 26
sebagai berikut:
)9 $)=z }# = *q ``
Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering
(yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk (QS. Al-Hijr 26).
Istilah Arab, shalshal merujuk pada jenis tanah liat kering, yang jika dibentuk
menjadi peliut dan ditiup akan menimbulkan suara (Faqih, 2005: 346). Kata
shalshal secara etimologis adalah tanah kering yang apabila dipukul akan berbunyi,
sedangkan kata hamamim masnun adalah tanah hitam yang lembek dan berubah-
ubah (Ash-Shabuny, 2001: 350). Menurut pendapat jumhur ulama Tanah Bersuara
adalah tanah yang bersuara jika dipukul sebagaimana memukul besi. Sehingga dia
menjadi tanah yang gembur, maksudnya bagian-bagiannya mudah terpisah yang
kemudian dibasahi sehingga menjadi tanah liat. Lalu dibiarkan membusuk dan
menjadi lempung yang berbentuk, yakni yang berubah. Kemudian mengering
sehingga menjadi keramik (Asmuni, 2008: 52).
Ibnu Abbas, Mujahid dan Qatadah mengatakan : yang dimaksud dengan
shalshal di sini adalah tanah liat yang kering. Dari Mujahid pula Shalshal adalah
yang berbau busuk, dan menafsirkan satu ayat dengan ayat lain itu lebih utama.
Firman Allah Dan lumpur hitam yang diberi bentuk, maksudnya dari tanah liat
yang licin ( tanah yang basah ) (Syaikh, 2007: 10). Shalshal juga diartikan sebagai
tanah liat kering, terdengar darinya suara deringan, maksud kamaim masnun adalah
tanah yang hitam dan baunya dapat berubah (Al-Jaizi, 2007: 146). Ibnu Abbas
menafsirkan Dari lumpur hitam yang diberi bentuk sebagai tanah liat yang
dibasahi dan telah berbau, lalu dikeringkan seperti tembikar (Misbah, 2009: 790).
Asmuni (2008: 52) menyatakan bahwa menurut Ibnu Abbas shalshal adalah tanah
panas yang dicampur dengan pasir sehingga menjadi liat jika dikeringkan. Jika
dibakar dengan api maka dia menjadi keramik. Sehingga shalshal adalah tanah
kering yang apabila dipukul akan berbunyi dan apabila dimasak atau dipanggang dia
akan menjadi bentuk yang mengeras (Ash-Shabuny, 2001: 352).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-April 2010 di Laboratorium
Kimia Fisik jurusan kimia dan Optik jurusan biologi Universitas Islam Negeri (UIN)
Maulana Malik Ibrahim Malang, Laboratorium Teknik Hasil Pertanian Universitas
Brawijaya Malang, Laboratorium Sentral Universitas Negeri Malang (UNM),
Laboratorium Mekanika Tanah Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), dan
Laboratorium Riset dan Penelitian Institut Teknologi Sepuluh November (ITS)
Surabaya.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : labu ukur 25 mL, pipet
ukur 5 mL, gelas beaker 100 mL, ayakan ukuran 40 mesh, desikator, tanur (Thermo
Scientific), timbangan analitik, oven, spatula, cawan penguap, spektrofotometer
(Thermo Scientific), Color Reader, mikroskop optik (Stereoscopic Zoom Microscope
/ SMZ 1500), seperangkat alat atterberg, seperangkat alat pelet, seperangkat
instrument FTIR (Shimadzu), seperangkat instrument XRF (MiniPal4) dan
seperangkat instrument XRD (Philips Xpert).
3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian antara lain: kaolin, sekam
padi, K2Cr2O7 1 N, H2SO4 pekat dan aquades.
3.3 Tahapan Penelitian
Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :
a. Pembuatan abu sekam padi pada variasi suhu pengabuan 600
0
C, 700
0
C, dan
800
0
C.
b. Karakterisasi abu sekam padi dari hasil pengabuan pada suhu 600
0
C, 700
0
C, dan
800
0
C, meliputi identifikasi:
1. Warna
2. Kadar Karbon
3. Identifikasi Kualitatif Jumlah silika
4. Komponen Kimia
5. Kristalinitas
c. Pembentukan campuran kaolin-abu sekam padi
d. Penentuan indeks plastisitas campuran kaolinabu sekam padi
e. Karakterisasi distribusi partikel dan morfologi permukaan secara sederhana
dengan mikroskop optik pada campuran kaolin-abu sekam padi.
3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1 Pembuatan abu sekam padi
Sekam padi dibersihkan dan dicuci dengan air kemudian sekam padi
dikeringkan di bawah sinar matahari. Sekam padi yang telah bersih dan kering
kemudian dioven pada suhu 300
0
C selama 30 menit (Harsono, 2002). Arang yang
dihasilkan kemudian diabukan pada variasi suhu pengabuan 600
0
C, 700 C, dan 800
0
C selama 4 jam (Aina, 2007). Selanjutnya abu sekam padi yang diperoleh digunakan
sebagai sampel pada tahap selanjutnya.
3.4.2 Karakterisasi Abu Sekam Padi
3.4.2.1 Warna
Karakterisasi warna abu sekam padi dari hasil pengabuan pada suhu 600
0
C,
700
0
C, dan 800
0
C dilakukan dengan alat color reader, dimana sampel hasil
pengabuan sekam padi dimasukkan dalam plastik bening, kemudian color reader
dihidupkan dan ditentukan harga L, a* dan b*.
Keterangan :
L : Warna cerah (0-100)
a* : Warna jingga sampai merah
b* : Warna kuning sampai biru
3.4.2.2 Kadar Karbon (Sulaeman, 2005)
3.4.2.2.1 Pembuatan Kurva Standar
Larutan stok dibuat dengan cara menimbang 0,25 mg glukosa kemudian
dimasukkan dalam labu ukur 25 mL dan ditambahkan aquades hingga tanda batas.
Kemudian dibuat larutan standar 0 ppm, 1 ppm, 3 ppm, 5 ppm dan 7 ppm, dengan
memipet 0 mL, 2,5 mL, 7,5 mL, 12,5 mL dan 17,5 mL larutan stok ke dalam labu
ukur 25 mL. Selanjutnya ditambahkan 1,25 mL K
2
Cr
2
O
7
, lalu dikocok. Kemudian
ditambahkan 1,75 mL H
2
SO
4
pekat dikocok, lalu didiamkan selama 30 menit.
Larutan kemudian diencerkan dengan aquades sampai tanda batas, dibiarkan dingin
dan didiamkan. Keesokan harinya diukur absorbansi larutan jernih dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 561 nm.
3.4.2.2.2 Penentuan Kadar Karbon Abu Sekam Padi
Penentuan kadar karbon abu sekam padi yang diabukan pada variasi suhu
pengabuan 600
0
C, 700
0
C, dan 800
0
C dilakukan dengan cara menimbang 0,125 g
abu sekam padi dan dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL. Selanjutnya
ditambahkan 1,25 mL K
2
Cr
2
O
7
, lalu dikocok. Kemudian ditambahkan 1,75 mL
H
2
SO
4
pekat, dikocok lalu didiamkan selama 30 menit. Larutan kemudian diencerkan
dengan aquades sampai tanda batas, dibiarkan dingin dan didiamkan. Keesokan
harinya diukur absorbansi larutan jernih dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 561 nm. Hasil absorbansi dibandingkan dengan kurva standar. Kadar
karbon abu sekam padi diketahui melalui rumus sebagai berikut:
Kadar C (%) = ppm kurva x L ekstrak x 100 % x mg sampel
-1
x fk (3.1)
dimana,
ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara kadar
deret standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko.
100 = konversi ke %
Fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 % kadar air)
% kadar air dari abu sekam padi ditentukan sesuai dengan
langkah pada sub bab 3.4.2.2.3.
3.4.2.2.3 Penentuan Kadar Air Abu Sekam Padi
Abu sekam padi 1 g dimasukkan dalam cawan, kemudian dipanaskan dalam
oven selama 2 jam pada suhu 105
0
C. Kemudian didinginkan dalam desikator selama
30 menit kemudian ditimbang dan dicatat beratnya. Selanjutnya dipanaskan kembali
dalam oven selama 1 jam pada suhu 105
0
C, lalu didinginkan, perlakuan diulang
hingga berat konstan. Kadar air ditentukan dengan persamaan 3.2 sebagai berikut:
Kadar Air (%) =
b
c b a + ) (
x 100 % ........................................................... (3.2)
dimana,
a = berat cawan kosong (g)
b = berat sampel (g)
c = berat cawan dan sampel setelah dipanaskan (g)
3.4.2.3 Identifikasi Kualitatif Jumlah SiO
2
Identifikasi kualitatif jumlah silika (SiO
2
) dari abu sekam padi yang diabukan
pada variasi suhu pengabuan 600
0
C, 700
0
C dan 800
0
C dilakukan dengan
menggunakan sepektrofotometer inframerah (IR). Sampel sekam dan abu sekam padi
yang diabukan pada variasi suhu pengabuan 600
0
C, 700
0
C dan 800
0
C diambil
secukupnya dengan menambahkan pelarut KBr perbandingan 1:3 (Sampel:KBr).
Sampel tersebut kemudian dihaluskan dalam mortar, lalu dipress dan dianalisa
dengan spektrofotometer inframerah (Shimadzu).
3.4.2.4 Identifikasi Komponen Kimia Sekam Padi
Karakterisasi komponen kimia dari abu sekam padi dilakukan dengan
menggunakan instrument X-Ray Fluorencence (XRF). Karakterisasi ini dilakukan
dengan cara sebagai berikut: sampel yang dikarakterisasi dihaluskan kemudian
diletakkan dalam sample holder, kemudian disinari dengan sinar X. Perlakuan diatas
diulang sebanyak 3 kali. Kemudian akan diperoleh data berupa presentase unsur yang
terkandung pada sampel yang diuji.
3.4.2.5 Kristalinitas
Penentuan kristalinitas dari abu sekam padi yang telah diabukan pada variasi
suhu pengabuan 600
0
C, 700
0
C, dan 800
0
C dilakukan dengan menggunakan
instrument difraksi sinar X (XRD). Karakterisasi ini dilakukan dengan cara sebagai
berikut: sampel yang dikarakterisasi dihaluskan kemudian diletakkan dalam sample
holder, kemudian disinari dengan sinar X. Jarak antara bidang bidang (d) mineral
dalam sampel ditetapkan dari difraktogram masing-masing sampel berdasarkan
hukum Bragg :
n = 2 d sin ....................................................................................(3.3)
dimana,
n adalah bilangan bulat yang disebut sebagai orde pembiasan
adalah panjang gelombang sinar-X yang digunakan,
d adalah jarak antara dua bidang kisi,
adalah sudut datang (besar sudut antara sinar X dengan bidang kristal)
Metode pengukuran sudut 2 dari difraktogram sinar X berdasarkan pada pengukuran
sudut yang telah direkam pada setiap difraktogram, dan dihitung secara proposional
setelah sudut 2 diketahui.
3.4.3 Pembentukan Campuran kaolin-abu sekam padi
Pembentukan campuran kaolin-abu sekam padi dilakukan dengan cara sebagai
berikut: hasil pengabuan sekam padi dari variasi suhu pengabuan 600
0
C, 700
0
C, dan
800
0
C dan kaolin diayak dengan ayakan 40 mesh. Selanjutnya kaolin 50 g yang
lolos ayakan 40 mesh ditambahkan dengan 5 g abu sekam padi dengan ukuran 40
mesh dari hasil pengabuan sehingga diperoleh 3 campuran kaolin-abu sekam padi.
Hasil campuran kaolin-abu sekam padi kemudian dilakukan penentuan indeks
plastisitas masing-masing.
3.4.4 Penentuan Plastisitas Campuran Kaolin-Abu Sekam Padi dengan Metode
Atterberg atau Casagrande
Penentuan plastisitas secara kualitatif ditentukan berdasarkan indeks
plastisitas (plasticity index) yang besarnya sama dengan kadar air pada batas cair
(liquid limit) dikurangi batas plastis (plastic limit).
3.4.4.1 Penentuan Batas Cair (Abdullah, 2004)
Campuran kaolin-abu sekam padi dengan ukuran 40 mesh ditambahkan air
hingga terbentuk pasta. Selanjutnya pasta diaduk hingga homogen agar kadar air yang
ada dalam pasta memiliki kadar air yang homogen. Pasta campuran kaolin-abu
sekam padi kemudian dimasukkan dalam mangkuk ( 8 mm tegak lurus dari dasar
mangkuk) yang ada pada alat Atterberg (ditunjukkan pada gambar 2.4). Pasta
campuran kaolin-abu sekam pada mangkuk dibelah menjadi dua bagian dengan alat
pengalur, kemudian engkol kecepatan (1 ketukan/ detik) sampai kedua bagian
campuran kaolin-abu sekam padi menyatu minimal sepanjang 12,7 mm. Selanjutnya
dicatat jumlah ketukannya dan ditentukan kadar airnya (dengan langkah pada sub bab
3.4.4.3). Batas cair terjadi pada pasta lempung yang memiliki kadar air dengan
jumlah pukulan sama dengan 25, karena hal ini sulit dilakukan maka batas cair dari
campuran kaolin-abu sekam padi ditentukan melalui hubungan linear antara jumlah
pukulan terhadap kadar air pada kertas semi-logaritma. Hubungan antara kadar air
dan jumlah pukulan ini selanjutnya digambarkan dalam grafik semi-logaritma seperti
yang ditunjukkan pada gambar 3.1.
Gambar 3.1 Kurva Batas Cair (Muntohar, 2007)
3.4.4.2 Penentuan Batas Plastis (Abdullah, 2004)
Campuran kaolin-abu sekam padi yang sudah berbentuk serbuk dengan
ukuran 40 mesh ditambahkan air dengan jumlah tertentu hingga terbentuk pasta
kemudian diratakan dengan bantuan spatula. Diambil secukupnya pasta campuran
kaolin-abu sekam padi dan dibentuk menjadi silinder (d=1/8 inch). Campuran kaolin-
abu sekam padi yang berbentuk silinder tersebut digulung-gulung perlahan-lahan
sampai timbul retak retak kemudian ditentukan kadar airnya dengan langkah sesuai
pada sub bab 3.4.4.3.
3.4.4.3 Penentuan Kadar Air (Sulaeman, 2005)
Cawan yang telah bersih dan kering ditimbang. Sampel yang akan ditentukan
kadar airnya ditempatkan dalam cawan dan ditimbang beratnya. Cawan ditempatkan
dalam oven pada suhu 105
0
C selama 3 jam. Kemudian cawan didinginkan dan
ditimbang hingga beratnya konstan.
Kadar air =
3 2
2 1
w w
w w