Anda di halaman 1dari 17

Analisis Hubungan Kausalitas antara Pasar Modal dan PDB Riil di Indonesia Studi Kasus Tahun 1998 Triwulan

I s.d. 2010 Triwulan I dengan Pendekatan Vector Error Correction Model (VECM) Oleh: I M. A. S.
Abstraksi : Tulisan ini bertujuan untuk melakukan analisis hubungan kausalitas antara pasar modal khususnya bursa saham, yang direpresentasikan oleh IHSG dengan PDB riil. Penelitian ini juga memasukkan pengaruh tingkat bunga SBI dalam analisis. Analisis kausalitas tersebut, bertujuan untuk membuktikan secara empiris, mana diantara dua hipotesis tentang hubungan antara sektor keuangan khususnya bursa saham, dengan PDB riil yang berlaku di Indonesia : supply leading atau demand following. Pengujian uji kausalitas tersebut dilakukan dengan uji kausalitas Granger dalam VECM. Hasil uji kausalitas Granger, menemukan hubungan satu arah dimana IHSG mempengaruhi (Granger cause) PDB riil. Artinya, hipotesis supply leading berlaku di Indonesia. Kata kunci : pasar modal, PDB riil, kausalitas Granger, VECM

1. Pendahuluan Apakah eksistensi pasar modal, khususnya pasar saham sekunderi di Indonesia pendapatan pendapatan mempunyai nasional? nasional kontribusi Atau yang terhadap sebaliknya, menyebabkan pertumbuhan pertumbuhan

perkembangan pasar saham sekunder di Indonesia? Pencarian jawaban kedua pertanyaan tersebut secara empiris, merupakan tujuan dari tulisan ini. Menurut Filer, Hanousek dan Campos (1999), kedua pertanyaan tersebut merupakan inti perdebatan para ahli mengenai hubungan antara sektor finansial, khususnya pasar saham sekunder dengan pertumbuhan pendapatan nasional suatu negara. Kedua pertanyaan tersebut didasarkan oleh pemikiran bahwa (1) seiring dengan semakin meningkatnya

pendapatan nasional, maka permintaan akan (2) aktivitas perdagangan harga-harga pendapatan di bursa, nasional yang dapat

saham sebagai tercermin dari

salah satu bentuk investasi juga akan semakin meningkat dan pergerakan pertumbuhan mekanisme. Hubungan antara bursa saham dan pendapatan nasional tidak terlepas dari pengaruh banyak variabel lain. Misalnya, dalam kerangka kebijakan moneter, variabel yang sangat berpengaruh terhadap keduanya adalah tingkat bunga bank sentral, yang di Indonesia disebut BI rate. Pengaruh perubahan BI rate terhadap pendapatan nasional dapat terjadi melalui adalah jalur perubahan harga 6 bagian. Bagian beberapa jalur, salah satunya saham, mempengaruhi beberapa

melalui

aset, dimana salah satu bentuk aset finansialii adalah saham. Selanjutnya, tulisan ini terdiri dari kerangka teoritis pertama merupakan pendahuluan, bagian kedua merupakan dan pengembangan hipotesis, bagian ketiga menjelaskan metode penelitian yang digunakan, bagian keempat memaparkan hasil analisis data, bagian kelima merupakan pembahasan dan kesimpulan dari bagian sebelumnya dan bagian terakhir membahas keterbatasan penelitian. 2. Kerangka Teoritis dan Pengembangan Hipotesis Hubungan antara pertumbuhan sektor finansial, khususnya pasar saham sekunder dengan pertumbuhan pendapatan nasional (pertumbuhan ekonomi), menurut Kamat dan Kamat (2007), secara teoritis dapat dikelompokkan menjadi tigaiii, yaitu: (1) pendekatan supply leading, (2) pendekatan following dan (3) pendekatan feedback. sebelumnya di banyak negara, demand Hasil penelitian

tidak menunjukkan pola yang

seragam. Artinya, hubungan antara pertumbuhan pasar saham dan pertumbuhan ekonomi di setiap negara dapat berbeda satu

dengan lainnya. Oleh sebab itu, lebih tepat kiranya menyatakan bahwa ketiga pendekatan diatas dianggap sebagai hipotesis dalam penelitian empiris ini. Istilah supply leading pertama kali digunakan oleh Patrick (1966), untuk menyatakan bahwa pembentukan institusi finansial beserta aset, kewajiban dan jasa yang ditawarkannya mendahului permintaannya. Selanjutnya keberadaan institusi finansial sekunder, tersebut, lebih dapat khusus menciptakan lagi kesempatan harga untuk saham, memicu pertumbuhan ekonomi. Khusus untuk pasar saham perubahan

pengaruhnya terhadap pendapatan nasional dijelaskan oleh Mishkin (2004), melalui empat mekanisme, yaitu : (1) teori Tobins q, (2) efek kekayaan dalam rumah tangga, (3) efek likuiditas dalam rumah tangga dan (4) efek terhadap balance sheet perusahaan dalam hal penyaluran kredit. Selain empat mekanisme tersebut, Altissimo et al (2005), menunjukkan satu mekanisme tambahan yang disebut confidence channel. Pendekatan demand following menurut Patrick (1966), berarti bahwa pembentukan institusi keuangan modern beserta aset, kewajiban dan jasa yang ditawarkannya terjadi sebagai respon dari permintaan investor dan penabung dalam perekonomian. Pendekatan ini menekankan pentingnya peranan sisi permintaan instrumen pasar modal terhadap perkembangan pasar modal. Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi, akan meningkat pula permintaan instrumen pasar modal. Selanjutnya, peningkatan permintaan tersebut direspon dengan peningkatan penawaran instrumen dalam pasar modal. Respon penawaran instrumen pasar modal dalam pendekatan demand following ini diasumsikan bersifat elastis relatif terhadap permintaannya. Oleh sebab itu, sesuai dengan kerangka pemikiran Patrick (1966), pendekatan ini secara tidak langsung mengasumsikan bahwa pasar modal bersifat pasif dan permisif

dalam proses pertumbuhan ekonomi. Selain itu, secara implisit pendekatan ini berarti bahwa langkanya penawaran instrumen pasar modal terjadi karena langkanya permintaan investor akan instrumen tersebut. Sedangkan pendekatan feedback berarti terjadinya interaksi pendekatan supply leading dan demand following dalam perekonomian suatu negara. Penelitian empiris untuk membuktikan ketiga pendekatan diatas, telah banyak dilakukan dengan menggunakan metode penelitian yang bervariasi, terutama dalam hal penggunaan dapat konsisten untuk proxy, ada tidaknya variabel kontrol dan metode statistik. Hasil penelitian-penelitian empiris tersebut negara yang sama walaupun dengan metode penelitian yang berbeda, namun dapat pula tidak. Dua penelitian yang dilakukan di negara Malaysia, masing-masing dilakukan oleh Chee-Keong et al. (2005) dan Har, Ec Chun dan Tan (2008) dengan metode penelitian yang berbeda menunjukkan hasil yang sama, yaitu pertumbuhan pasar saham di Malaysia menyebabkan pertumbuhan ekonomi atau berlakunya hipotesis supply leading. Namun, terdapat pula penelitian dengan hasil yang tidak konsisten, walaupun hanya disebabkan variasi dari proxy yang digunakan, seperti telah dilakukan oleh Deb dan Mukherjee (2008) untuk kasus India. 3. Metode Penelitian Variabel-variabel yang akan diteliti umumnya masih berupa konsep. Oleh sebab itu, dalam penelitian empiris, konsep tersebut perlu terlebih dahulu diterjemahkan ke dalam indikator tertentu yang dapat mewakili ( menjadi proxy) variabel bersangkutan. Proxy yang umum digunakan untuk mengukur pendapatan nasional adalah Produk Domestik Bruto riil (PDB riil). PDB riil mengukur nilai barang dan jasa akhir pada suatu tahun

atau kuartal dengan basis harga yang sama untuk setiap periode pengukuran. Oleh karena untuk memproduksi barang dan jasa diperlukan input dari faktor produksi yang dimiliki masyarakat, maka PDB riil dapat digunakan sebagai ukuran pendapatan, dan perkembangan daya beli masyarakat di suatu negara. Selain itu, PDB riil juga telah banyak digunakan sebagai proxy pertumbuhan ekonomi, seperti digunakan oleh Bahadur dan Neupane (2006) dan Har, Ec Chun dan Tan (2008). Adapun data PDB Riil yang digunakan dalam penelitian ini ber-frekuensi kuartalan dan bersumber dari Badan Pusat Statistik dan International Financial Statistic International Monetary Fund. Proxy untuk pertumbuhan pasar saham di Indonesia adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Bursa Efek Indonesiaiv . Oleh karena periode data IHSG adalah harian,

dalam penelitian ini digunakan nilai IHSG pada tiap akhir kuartal sebagai proxy pasar modal. Terdapat tiga pertimbangan dalam penggunaan IHSG sebagai proxy pasar modal. Pertama, IHSG merupakan indikator utama yang digunakan untuk menilai perkembangan pasar modal. Kedua, penggunaan indeks harga saham umum dalam penelitian sejenis telah banyak dilakukan, antara lain Colombage pada studi Har, Ec Chun dan Tan (2008), Taha, dan Maslyuk (2009) dan Oskooe (2010).

Pertimbangan terakhir, saham masih merupakan jenis efek yang paling banyak diperdagangkan di BEI, dengan prosentase lebih dari 99%v. Sedangkan proxy tingkat bunga bank sentral adalah BI rate atau tingkat bunga SBI 1 bulan yang datanya bersumber dari Bank Indonesia. BI rate yang digunakan merupakan rate yang berlaku untuk akhir setiap triwulan. Selanjutnya, periode pengambilan data untuk ketiga proxy variabel diatas dimulai pada tahun 1998 triwulan pertama sampai dengan tahun 2010 triwulan pertama.

Penelitian ini akan menggunakan Vector Error Correction Model (VECM) dengan 3 variabel yang telah disebutkan diatas. Adapun pertimbangan penggunaan model tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pola hubungan antara pertumbuhan pasar saham dan

pertumbuhan pendapatan nasional (juga dengan tingkat bunga SBI) yang secara teoritis dapat bersifat timbal balik, sehingga digunakan dalam menganalisis tunggal hubungan atau antara ketiga variabel yang akan digunakan dalam model tidak dapat persamaan sistem persamaan simultan. Model yang paling tepat adalah model Vector Autoregression (VAR) yang memperlakukan ketiga variabel secara variabel sama, yang tanpa membedakan stasioner yang pada mana variabel first eksogen dan endogen. Selanjutnya, oleh karena ketiga digunakan tingkat difference dan ber-kointegrasi, maka VAR perlu dimodifikasi menjadi VECM.
2. Hasil estimasi VECM, selanjutnya dapat digunakan untuk

melakukan uji kausalitas Granger. Uji kausalitas Granger digunakan untuk membuktikan hipotesis supply leading atau demand following yang berlaku di Indonesia. Secara teknis, uji kausalitas Granger akan menguji apakah nilai-nilai masa lalu (lag) dari perkembangan pasar saham (variabel LIHSG), dapat mempengaruhi PDB riil (variabel LRGDP) atau sebaliknya, dengan mempertimbangkan pengaruh varibel ketiga, yaitu BI rate (variabel SBI). Apabila ketiga variabel yang akan digunakan dalam analisis stasioner pada first difference dan berkointegrasivi, maka uji kausalitas dapat dilakukan dalam kerangka VECM, sehingga persamaan untuk pengujian hubungan kausalitas Granger dapat ditulis sebagai berikut:

LRGDP = 1ECT 1 t t

a + 1 i LRGDP i b 1+ t
i =1

i 1=

+ i LIHSGt c 1

n i i 1

d +
= 1i

SBIt i ..(1)

LIHSG t

= 2ECT1 t

a+ + 2 i LRGDP i b t 2
i =1

i 1 =

c LIHSG t 2+i

n i i 1

d
=

2 i

+ SBI i t ..(2)

SBIt = ECT 1 + 3 a 3 t

+ b3 i LRGDPt i
i =1

i 1=

+ c3 i LIHSGt

n i

i 1 =

+ d

3i

SBIt i .(3)

Menurut Enders (2004:334) dan Sawhney, Anoruo dan Feridun (2006), kausalitas Granger dalam sistem yang terkointegrasi (dalam VECM), seperti dalam sistem persamaan (1) s.d. (3) berbeda dengan uji kausalitas Granger dalam sistem yang tidak berkointegrasi. Dalam persamaan (1) s.d. (3), LIHSGt tidak menyebabkan (not Granger cause) LRGDPt jika koefisien nilai lag dari LIHSG (c1i) tidak signifikan secara statistik dan koefisien penyimpangan dari keseimbangan jangka panjang/ECTt1

(1) tidak signifikan secara statistik pada persamaan (1). Secara

singkat, pengujian arah hubungan kausalitas Granger dalam VECM, dapat ditulis menjadi :
1. LIHSG Granger cause LRGDP, dilakukan dengan menguji H0 : c1i = 0 ; H1 : c1i 0, dengan uji F/Chi-square dan/atau H0 : 1 = 0 ; H1 1, dengan uji t 2. LRGDP Granger cause LIHSG, dilakukan dengan menguji H0 : b2i = 0 ; b2i 0, dengan uji F/Chi-square dan/atau H0: 2 = 0 ; 2 0, dengan uji t

4. Analisis Data Prasyarat pertama secara ekonometris untuk menggunakan VECM adalah masing-masing variabel yang akan digunakan dalam model, stasioner pada tingkat first difference. Hasil uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) pada tabel 1,

menunjukkan bahwa ketiganya stasioner, pada tingkat first difference.

Tabel. 1 Hasil Uji ADF


Variabe Nilai Statistik ADF, ( ) = Probability-nya Kesimpulan l intersep dan trend hanya intersep LRGDP -1,39 (0,83) 1,45 (0,99) Tidak stasioner LIHSG -2,25 (0,45) -0,27 (0,92) Tidak stasioner SBI -2,59 (0,28) -2,11 (0,24) Tidak stasioner LRGD -14,23* (0,00) -14,27* (0,00) Stasioner P LIHSG -4,77*(0,00) -4,89* (0,00) Stasioner SBI -8,34* (0,00) -8,13* (0,00) Stasioner Keterangan : 1. Hipotesis null dari uji ADF adalah tiap variabel tidak stasioner (ada unit root) 2. * signifikan pada 1% Sumber : hasil pengolahan data

Prasyarat kedua dari penggunaan VECM adalah ketiga variabel yang masing-masing stasioner pada tingkat first difference tersebut, berkointegrasi dengan menggunakan uji

kointegrasi Johansenvii. Hasilnya, menunjukkan bahwa ketiga variabel tersebut berkointegrasi (tabel 2). Tabel 2 Hasil Uji Kointegrasi Johansen
H0 Jumlah Vektor Kointegrasi Tidak ada /None Trace Statisti c 30,80* Max-Eigen Statistic 22,59* 4,32 3,89 Kesimpulan Ada 1 vektor kointegrasi (H0 ditolak)

Paling sedikit 1/at 8,21 least 1 Paling sedikit 2 /at 3,89 least 2 Keterangan :*signifikan pada 5% Sumber : hasil pengolahan data

Selanjutnya, setelah terbukti, bahwa data yang digunakan, stasioner pada first difference dan berkointegrasi, dilakukan estimasi VECM, sesuai model persamaan (1) s.d. (3)viii. Setelah estimasi VECM tersebut, dilakukan uji kausalitas Granger dengan hasil ditunjukkan oleh tabel 3 dan tabel 4. Tabel 3. Hasil Uji Kausalitas Granger dalam VECM (1)

Dependen Variabel LRGDPt LIHSGt SBIt

Koefisien ECT t-1 ( )= nilai t statistik -0,15 (-3,13)a) 0,43 (0,39) -7,08 (-1,62)

Keterangan Identik dgn koef. 1 di Pers (1) Identik dgn koef. 2 di Pers (2) Identik dgn koef. 3 di Pers (3)

Sumber : hasil pengolahan data

Pada

tabel (not

3,

signifikannya cause)

koefisien LRGDP

ECTt-1

pada ditolak.

persamaan (4.1) menyebabkan hipotesis null : LIHSG tidak menyebabkan Granger dapat Sedangkan tidak signifikannya koefisien ECTt-1 pada persamaan (2) menyebabkan hipotesis null : LRGDP tidak menyebabkan (not Granger cause) LIHSG tidak dapat ditolak. Selain itu, signifikannya koefisien ECTt-1 pada persamaan (1) menyebabkan hipotesis null : SBI tidak menyebabkan (not Granger cause) LRGDP dapat ditolak. Sedangkan tidak signifikannya koefisien ECTt-1 pada persamaan (3) menyebabkan hipotesis null : LRGDP tidak menyebabkan (not Granger cause) SBI tidak dapat ditolak. Pada tabel 4, tidak ditemukan hubungan kausalitas Granger antara pasar modal (LIHSG) dan PDB riil (LRGDP). Kesimpulan tersebut diperoleh nilai probability nilai Chi-Square koefisien 5 lag, tidak ada yang kurang dari 5%. Contohnya, pada persamaan (1), koefisien-koefisien lima lag dari pertumbuhan pasar modal (LIHSGt) secara bersama-sama tidak signifikan mempengaruhi nilai saat ini dari pertumbuhan ekonomi (LRGDPt), sehingga hipotesis null pasar modal (LIHSG) tidak mempengaruhi (not Granger cause) PDB riil tidak dapat ditolak. Kegagalan untuk menolak hipotesis null tersebut karena nilai statistik 2 dari lima lag LIHSG, memiliki nilai probabilita 44 persen, yang jauh lebih besar dari tingkat signifikansi 5 persen. Tabel 4 Hasil Uji Kausalitas Granger dalam VECM (2)

Dependent variable: Excluded Chi-sq 4.81968 8 8.24183 1

D(LRGDP)
df 5 5 Prob. 0.4383 0.1434

LIHSG SBI

Dependent variable: Excluded Chi-sq 1.99761 5 2.67197 0

LIHSG
df 5 5 Prob. 0.8495 0.7504

LRGDP SBI

Dependent variable: Excluded Chi-sq 12.1620 0 4.94446 9

SBI
df 5 5 Prob. 0.0326 0.4227

LRGDP LIHSG

Sumber : hasil pengolahan data

5. Pembahasan dan Kesimpulan Arah hubungan kausalitas, dimana pasar modal yang dalam penelitian ini direpresentasikan oleh IHSG, mempengaruhi (Granger cause) PDB riil, secara ekonomi dapat diintepretasikan sebagai berikut :
a. Keberadaan IHSG berpengaruh terhadap PDB riil. Dengan

kata lain, dapat dikatakan bahwa pertumbuhan pasar modal yang menyebabkan pertumbuhan PDB riil (pertumbuhan ekonomi) dan bukan sebaliknya.
b. Granger (1969) menjelaskan bahwa sesuatu yang terjadi

terlebih dahulu di masa lampau mungkin dapat menyebabkan hal lainnya pada saat ini. Namun sesuatu yang terjadi di masa depan tidak mungkin dapat menyebabkan sesuatu hal lainnya pada saat ini. Dasar pemikiran kausalitas Granger tersebut, digunakan oleh Thurman dan Fisher (1988) untuk menjawab pertanyaan klasik : mana yang terjadi lebih dahulu,

10

ayam atau telur? Hasil uji kausalitas dengan menggunakan data peternakan Amerika menunjukkan bahwa telur menyebabkan (Granger-cause) ayam. Selanjutnya, dengan membalik logika dasar kausalitas Granger diatas, mereka menemukan bahwa telur terjadi lebih dahulu daripada ayam. Dengan kata lain, apabila telah diketahui bahwa telur menyebabkan ayam, maka telur terjadi terlebih dahulu daripada ayam. Analog dengan logika yang digunakan oleh Thurman dan Fisher tersebut, hasil penelitian ini yang menemukan pasar modal menyebabkan (Granger-cause) PDB riil, dapat diartikan bahwa pasar modal di Indonesia berkembang terlebih dahulu dari sisi penawaran (terutama didukung kebijakan pemerintah), dibandingkan permintaan masyarakat domestik (yang diukur dengan PDB riil) akan instrumen investasi pasar modal. Selain itu dapat dikatakan bahwa pasar modal berperan aktif dalam mempengaruhi PDB Indonesia. Atau dengan kata lain dapat dikatakan hipotesis supply leading berlaku di Indonesia. Pertanyaan yang menarik selanjutnya adalah apakah temuan penelitian ini cukup beralasan? Pertanyaan tersebut dapat dijawab, dengan mengacu pada penelitian sejenis yang telah dilakukan sebelumnya, misalnya Rachmawati (2010). Rachmawati menemukan bahwa ukuran pasar modal (rasio antara kapitalisasi saham di bursa dengan PDB) mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi yang direpresentasikan dengan PDB riil. Selain itu hasil uji impulse respon function, menunjukkan respon PDB riil terhadap shock yang terjadi di bursa saham lebih besar dari respon bursa saham terhadap shock yang terjadi pada PDB riil. Kesimpulan ini menurut Rachmawati, mengindikasikan fenomena supply leading terjadi di Indonesia. Oleh karena kapitalisasi pasar saham adalah

11

perkalian antara jumlah saham yang tercatat di bursa dengan harga saham, maka nilai kapitalisasi pasar saham sangat terkait dengan harga saham / IHSG. Selanjutnya, sebagian ahli ekonomi berpendapat seharusnya PDB riil yang mempengaruhi IHSG dan bukan sebaliknya, atau dengan kata lain, pengaruh IHSG terhadap PDB dianggap tidak signifikan. Pertanyaan yang timbul selanjutnya adalah bagaimanakah kondisi di Indonesia? Menurut tim identifikasi investor asing Bapepam (2008), kurang lebih 60% nilai perdagangan di BEI sepanjang tahun 2000-2008 didominasi investor asing. Hal tersebut menunjukkan bahwa permintaan investor domestik yang timbul dari PDB riil tidak cukup kuat mempengaruhi pergerakan IHSG di BEI. Dengan kata lain, peningkatan IHSG di BEI selama periode tersebut sangat dipengaruhi oleh permintaan investor asing dan bukan dari permintaan domestik / PDB riil. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa di Indonesia pengaruh PDB riil terhadap IHSG dapat tidak signifikan. Peningkatan harga saham/IHSG yang dipicu tingginya permintaan investor asing tersebut selanjutnya dapat mempengaruhi PDB riil Indonesia secara tidak langsung dan tidak seketika. Kesimpulan ini tentunya dapat dibenarkan secara teoritis dengan lima mekanisme pengaruh harga saham terhadap PDB riil, namun sayangnya, model yang digunakan dalam penelitian ini tidak dapat mengidentifikasi mekanisme mana yang berlaku di Indonesia. 6. Keterbatasan Penelitian Terdapat hal penting yang perlu diperhatikan dalam mengartikan hasil penelitian ini. Pertama, pengaruh perubahan IHSG terhadap pertumbuhan ekonomi terjadi tidak secara langsung dan seketika, namun harus melalui beberapa

12

mekanisme sesuai dengan teori ekonomi yang ada. Hasil estimasi VECM dalam penelitian ini menjelaskan hubungan antara ketiga variabel PDB rill, IHSG dan SBI secara tidak langsung dan tidak seketika untuk mengakomodasi hubungan teoritis tersebut. Kedua, VECM yang berbasis VAR merupakan model yang menganggap semua variabel mempunyai kedudukan yang sama dalam model, tidak terdapat variabel terikat atau bebas dan variabel eksogen atau endogen. Teori ekonomi dalam hal ini, hanya membantu peneliti untuk memilih variabel-variabel yang tepat untuk dimasukkan kedalam VECM. VECM juga merupakan satu bentuk pengamatan reduced form, yaitu pengamatan perilaku dua atau lebih variabel berdasarkan keeratan hubungan diantara keduanya tanpa perlu untuk mengeksplorasi bagaimana mekanisme transmisi/jalur suatu variabel dapat mempengaruhi variabel lainnya. Dengan kata lain bentuk reduced form tidak dapat menjelaskan pengaruh variabel-variabel lain yang menjadi perantara hubungan antara dua variabel yang diamati. Implikasi dari bentuk reduced form ini adalah parameter hasil estimasi dari VECM tidak dapat diintepretasikan secara langsung seperti dalam hasil regresi persamaan struktural atau bentuk persamaan yang sesuai dengan teori ekonomi yang ada.
*Penulis adalah lulusan PPIE UI 2011. Tulisan ini merupakan ringkasan dari thesis*.

13

DAFTAR PUSTAKA

Altissimo, F. et al (2005), Wealth and asset price effect on economic activity, occassional paper series no 29/June 2005 European Central Bank Awokuse, T. O. (2003), Is the export-led growth hypothesis valid for Canada?, The Canadian Journal of Economics / Revue canadienne d'Economique, Vol. 36, No. 1 (Feb., 2003), pp. 126-136 http://www.jstor.org/stable/3131917 Bahadur, S. G. C dan S. Neupane (2006), Stock market and economic development: a causality test, The Journal of Nepalese Business Studies, Vol III No.1, December, 2006. Bank Indonesia, Laporan tahunan, berbagai edisi Bapepam, Tim Identifikasi Investor Asing (2008), Identifikasi pemodal asing di pasar modal Indonesia, Laporan studi, www.bapepam.go.id Bodie, Z., A. Kane, A. J. Marcus (2009), Investments, 8th edition, McGraw-Hill international edition Bursa Efek Indonesia, IDX statistic, berbagai edisi Chee-Keong C., Z. Yusop, Siong-Hook L., Venus K. L. (2005), Financial development and economic growth in Malaysia: The perspective of stock market , Investment Management and Financial Innovations, 4/2005 105 Deb, S. G. dan J. Mukherjee (2008), Does stock market development cause economic growth? A time series analysis for Indian economy, International Research Journal of Finance and Economics, Issue 21 Enders, W. (2004), Applied econometric time series, 2nd edition, Wiley

Filer, R.K., J. Hanousek dan N.F. Campos, (1999), Do stock market promote economic growth?, CERGE-EC working papers 267.html Grsoy, C. T. dan, A. Mslmov (1998), Stock markets and economic growth : a causality test, www.ssrn.com Har W. M., Ec Chun S. dan Tan C. T. (2008), Stock market and economic growth in Malaysia : Causality Test, Asian Social Science Vol 4 No. 4. April 2008 International Financial Statistic, IMF, www.imf.org/ifs Kamat, M. S. dan M. M. Kamat (2007), Does financial growth lead economic performance in India? causality-cointegration using unrestricted VECM, www.ssrn.com Mishkin, F.S. (2004), The economic of money, banking and financial markets, 7th Edition, Pearson Addison Weasley, USA Oskooe, S. A. P., (2010), Emerging stock market performance and economic growth, American Journal of Applied Sciences 7 (2): p. 265-269 Patrick, H.T., (1966), growth in Financial development and economic countries, Economic underdeveloped WP151,www.ideas.repec.org/p/wdi/papers/1999-

Development and Cultural Change, 14, pp. 174-189. Rachmawati, T. Y. (2010), Analisa Hubungan Kapitalisasi Pasar Modal dengan PDB Pasca Krisis di Indonesia (Studi Kasus 1998:1-2008:4), Tesis Pascasarjana Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia Sawhney, B., E. Anoruo, M. Feridun (2006), Long-run relationship between economic growth and stock returns : An empirical investigation on Canada and the United States, Economiky Casopis, Vol. 54 No.6 p.584-596. www.ssrn.com Taha, R., S. R. N. Colombage and S. Maslyuk (2009), Financial development and economic growth in Malaysia:

14

cointegration and co-feature analysis, 31/09, Department of Economics, Australia Thurman, W.N. dan M. E. Fisher (1988), causality, or which came first?, Agricultural Economics,

Discussion paper Monash University

Chickens, eggs, and American Journal of

Vol.70,No.2(May,1988),pp.237-

238,http://www.jstor.org/stable/ 1242062

15

CATATAN :

Perdagangan saham di pasar sekunder di Indonesia dilaksanakan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Diantara berbagai jenis efek yang diperdagangkan di BEI, menurut hasil pengolahan data BEI tahun 2007 s.d. 2009, saham mendominasi nilai perdagangan sebanyak lebih dari 99%. Menurut Bodie Kane dan Marcus (2009:2), berdasarkan kegunaannya untuk dapat menghasilkan barang dan jasa secara langsung atau tidak, aset dapat dibedakan menjadi aset riil dan aset finansial. Contoh aset riil adalah tanah, bagunan, mesin dan skill, sedangkan contoh aset finansial adalah surat hutang, saham dan derivatif dari surat hutang dan saham.
ii iii

Ada kemungkinan keempat yaitu pada perkembangan sektor finansial dan pertumbuhan pendapatan nasional dapat tidak berhubungan satu dengan lainnya. IHSG adalah hasil perbandingan antara nilai seluruh saham pada hari tertentu terhadap nilai seluruh saham pada tanggal 10 Agustus 1982, yang selanjutnya dikalikan 100. Oleh sebab itu nilai IHSG pada 10 Agustus 1982 = 100. Nilai seluruh saham merupakan penjumlahan dari nilai saham individual. Sedangkan nilai saham individual adalah perkalian antara harga saham pada hari tertentu dengan jumlah saham bersangkutan yang beredar di bursa.
iv v

Sesuai hasil pengolahan data yang bersumber dari laporan tahunan BEI.

Sebelumnya data akan diuji dengan uji stasioneritas Augmented Dickey-Fuller (ADF) dan uji kointegrasi Johansen
vi

Panjang lag dalam uji kointegrasi Johansen, ditentukan seperti penentuan panjang lag untuk VAR dengan kriteria LR, AIC, SIC, dan HQ. Sedangkan asumsi pola trend pada data dalam uji Johansen, menggunakan pilihan standar (default) EVIEWS.
vii viii

Panjang lag yang digunakan untuk estimasi VECM adalah 5, yang ditentukan dengan prosedur yang sama dengan penentuan panjang lag pada VAR. Penentuan panjang lag telah dilakukan dengan sangat hati-hati, karena perbedaan panjang lag dapat menyebabkan perbedaan kesimpulan. Selain itu, hasil estimasi model persamaan (1) s.d. (3), dengan lima lag tidak ditampilkan secara lengkap karena kurang penting, apabila dikaitkan dengan tujuan penelitian. Namun, sebagian dari parameter hasil estimasi ditampilkan pada tabel 3 dan signifikansi 5 parameter lag secara serempak terhadap tiap dependen variabel pada persamaan (1) dan (3), ditampilkan pada tabel 4.

Anda mungkin juga menyukai