Anda di halaman 1dari 30

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterampilan baca-tulis merupakan modal utama bagi murid.

Dengan bekal kemampuan baca tulis, murid dapat mempelajari ilmu lain; dapat mengkomunikasikan gagasannya, dan dapat mengekspresikan dirinya. Kegagalan dalam penguasaan keterampilan ini akan mengakibatkan masalah yang fatal, baik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, maupun untuk menjalani kehidupan sosial kemasyarakatan. Namun, modal utama yang penting ini, masih belum merata dimiliki para murid. Banyak murid yang masih belum dapat membaca dan menulis. Harian Kompas (26 juli 1999) melaporkan bahwa di Propinsi Irian Jaya ada murid berijazah SD tidak dapat membaca. Bahkan ada siswa kelas 1 SMP Timika yang mengaku tidak dapat membaca apa yang ditulisnya. Sementara itu, para guru sekolah dasar masih berkutat tentang bagaimana membuat metode mengajar baca-tulis yang cepat pada siswa. Di sekolah Dasar antara siswa yang telah dan belum mampu membaca dan menulis dibedakan dengan siswa yang belum mampu membaca dan menulis. Kecenderungan tersebut misalnya tampak dengan adanya pengelompokan anak yang sudah dan belum pandai membaca dan menulis. Perlakuan itu menimbulkan kekhawatiran bagi sebagian orang tua, karena anaknya ditempatkan dalam kelompok yang belum pandai membaca dan menulis. Untuk memenuhi tuntutan masyarakat, tumbuh kecenderungan baru berupa pengajaran baca-tulis melalui pendekatan yang baru bagi siswa kelas rendah supaya mereka bisa mengikuti materi pelajaran dengan lancar. Pada pembelajaran Bahasa Indonesia di tingkat sekolah dasar / madrasah ibtidaiyah sangat mengandalkan penggunaan metode-metode yang atraktif dan menarik. Pembelajaran yang menarik akan memikat anak-anak untuk terus dan betah mempelajari Bahasa Indonesia sebagai bahasa ke-2 setelah bahasa ibu. Apabila siswa sudah tertarik dengan pembelajaran maka akan dengan mudah meningkatkan prestasi siswa dalam bidang bahasa. Di sebagian siswa, pembelajaran Bahasa Indonesia sangat membosankan karena mereka sudah merasa bisa dan penyampaian materi yang kurang menarik sehingga secara tidak langsung siswa menjadi lemah dalam penangkapan materi tersebut. Penulis sebagai guru Bahasa Indonesia sangat merasakan problem pembelajaran yang terjadi selama ini. Negara negara maju tidak lagi menggunakan metode metode pengajaran membaca tulis menggunakan ejaan dan pendekatan bunyi (phonic approach) seperti yang banyak dijumpai di Indonesia. Para ahli literasi di negara negara maju berpendapat bahwa membaca bukan hanya sekedar membunyikan huruf

huruf tetapi memberi makna pada tulisan. Melalui metode ini anak tidak hanya sekedar belajar membaca namun juga berpikir tentang isi bacaan. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dewasa ini sudah seharusnya metode pengajaran membaca disesuaikan dengan konteks dan penggunaan bahasa yang dapat diterima siswa, dan bukan memberikan kata kata tanpa konteks dan pengertian. Demikian juga dengan pengajaran menulis, ketrampilan menulis (hand writing) dengan jalan menyalin, mencontoh dan sebagainya merupakan cara yang sia sia (Godman dan kawan kawan:1986). Pengajaran literasi bukan hanya belajar membunyikan dan menuliskan huruf-huruf dengan cara merangkai-rangkainya melainkan upaya mengembangkan kemampuan literasi (baca-tulis) yang berdasar kepada kemampuan berbahasa. Sehingga kemampuan kognitif anak dalam menggunakan bahasa akan lebih baik. Melalui penggunaan metode yang menarik dan atraktif akan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan tidak kaku. Sehingga siswa dapat merasa nyaman dalam belajar di ruangan kelas. Para pakar pendidikan sepakat bahwa penyampaian materi akan lebih mudah dan tepat sasaran apabila kondisi mental peserta didik dalam kondisi senang / rileks. Bagi para ahli literasi dari negara maju, pengembangan kemampuan literasi berarti mengembangkan kognitif anak yang berhubungan dengan kemampuan berbahasa. Dalam hal ini baca-tulis hanya sebagai sarana anak dalam mengemukakan perasaan dan pikiran yang telah berkembang seiring dengan perkembangan bahasa mereka. Dengan kata lain belajar membaca dan menulis (dalam arti kemampuan mekanik) merupakan konsekuensi dari pengembangan kemampuan berbahasa. Selanjutnya, pemaknaan terhadap bacaan dan tulisan (construction of meaning) yang ada di sekeliling anak merupakan hasil dari sosialisasi anak dengan lingkungannya. Di lain pihak, peneliti mengamati bahwa pengembangan literasi yang dilaksanakan di Indonesia selama ini lebih berarti pada mengajarkan baca-tulis dengan pengertian mengajarkan sistem/mekanisme atau cara membunyikan, menuliskan dan merangkai huruf menjadi kalimat yang diberikan oleh guru atau buku pelajaran membaca/menulis. Dengan demikian kebebasan anak mengembangkan kemampuan berbahasa melalui bacaan yang ada dan mengemukakan perasaan dan pikiran mereka melalui tulisan, sangat terbatas. Oleh sebab itu guru sebagai pihak yang paling berperan penting dalam proses pembelajaran di sekolah dan di kelas perlu menggunakan pendekatan pengajaran yang baru. Melalui pendekatan pembelajaran model permainan siswa akan bermain sekaligus belajar. Metode ini mengkombinasikan antara kegemaran bermain dan bergerak aktif siswa dengan belajar membaca dan menulis. Berdasarkan uraian di atas, judul yang diambil oleh peneliti dalam penelitian ini adalah Pembelajaran Aktif Melalui Model Permainan Untuk Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Pada Siswa Kelas.Tahun Pelajaran...

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan suatu masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah peningkatan prestasi belajar siwa dengan diterapkannya pembelajaran model permainan? 2. Bagaimanakah pengaruh metode pembelajaran model permainan terhadap motivasi belajar siswa? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Ingin mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkannya pembelajaran model permainan. 2. Ingin mengetahui pengaruh motivasi belajar siswa setelah diterapkan pembelajaran model permainan. D. Manfaat Penelitian Penulis mengharapkan dengan hasil penelitian ini dapat: 1. Memberikan informasi tentang metode pembelajaran yang sesuai dengan materi bahasa Indonesia. 2. Meningkatkan motivasi pada pelajaran bahasa Indonesia 3. Mengembangkan metode pembelajaran yang sesuai dengan bidang studi bahasa Indonesia. E. Batasan Masalah Karena keterbatasan waktu, maka diperlukan pembatasan masalah meliputi: 1. Penelitian inihanya dikenakan pada siswa kelas tahun pelajaran 200X/200X. 2. Penelitian ini dilakukan pada bulan September semester ganjil tahun pelajaran 200X/200X. 3. Materi yang disampaikan adalah pokok bahasan

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Bahasa Dalam arti luas: Bahasa ialah alat yang dipakai manusia untuk memberi bentuk kepada sesuatu yang hidup di jiwanya, sehingga diketahui orang. Jadi disini termasuk juga mimiek (gerak muka), pantho mimiek (gerak anggota), dan menggambar. Dalam arti umum : Bahasa ialah pernyataan perasaan jiwa dengan kata yang diisikan atau ditulis. Apakah penguasaan bahasa? Mengerti apa yang dikatakan orang lain dan mempergunakan sendiri bahasa itu disebut menguasai bahasa. Orang yang telah menguasai sesuatu bahasa dengan baik dikatakan orang itu mempunyai penguasan bahasa yang baik. B. Macam Macam Penguasaan Bahasa Penguasaan bahasa itu ada dua macam, yaitu (1) penguasaan bahasa pasif : mengerti apa yang dikatakan orang lain kepadanya, dan (2) penguasaan bahasa aktif: dapat menyatakan isi hati sendiri kepada orang lain. Dalam pengajaran bahasa di sekolah, penguasaan bahasa itu dapat dibagi seperti bagan berikut :

Mendengarkan Penguasaan Bahasa Pasif Membaca Penguasaan bahasa

Bercakap - cakap Penguasaan Bahasa Aktif Mengarang/Menulis

C. Perbendaharaan Bahasa dan Tujuan Pengajaran Bahasa Tujuan terpenting ialah mebentuk pengertian; yang berarti: mengajarkan perkataan-perkataan baru dengan artinya sekaligus kepada anak anak. Oleh karena itu, pada saat anak belajar membaca permulaan, jangan mulai dari menghafal huruf, tetapi mulai dari pola kalimat sederhana dan lembaga kata. Biasakan anak untuk mendengar, membaca, dan menuliskan yang mempunyai arti ganda. Sekalian perkataan yang diketahui artinya oleh anak anak dikatakan: perbendaharaan bahasa. Perbendaharan bahasa itu bertambah terus menerus pada anak-anak ataupun orang dewasa. Penambahan perbendaharaan bahasa ini telah dimulai sejak kelas I, pada saat anak telah dapat menuliskan apa yang telah didengarnya. Contoh: Mulai dari huruf a Abu, aku, anak, asik, aci, acar, api, dan seterusnya. Dalam menambah perbendaharaan bahasa anak-anak ini, yang paling penting bukanlah isi dan arti, melainkan bentuk bahasa itu; meskipun sesungguhnya isi dan bentuk itu sukar diceraikan, karena bentuk itu menentukan isi. Jadi: Tujuan pengajaran bahasa ialah:

a. Belajar memahami pikiran dan perasaan orang lain dengan teliti, jadi

menangkap bahasa: mendengarkan dan membaca b. Menyatakan pikiran dan perasaan sendiri dengan teliti, atau mempergunakan bahasa: berbicara/bercakap cakap dan menulis (dalam arti mengarang). D. Tahap tahap perkembangan Bahasa Anak Kemampuan berbahasa merupakan suatu potensi yang dimiliki semua anak manusia yang normal. Kemampuan ini diperolehnya tanpa melalui pembelajaran yang khusus. Anak sudah dapat berkomunikasi dengan orang orang disekitarnya dalam waktu yang relatif singkat. Bahkan sebelum bersekolah anak telah mampu bertutur seperti orang dewasa untuk berbagai keperluan dan dalam berbagai macam situasi. Kemampuan berbahasa tidaklah diperoleh anak secara tiba tiba namun dengan proses yang bertahap. Kemajuan kemampuan berbahasa mereka berjalan seiring dengan perkembangan fisik, emntal, intelektual, dan sosialisasinya. Perkembangan bahasa anak ditandai oleh keseimbangan dinamis atau suatu rangkaian kesatuan yang bergerak dari bunyi bunyi atau ucapan yang sederhana menuju tuturan yang lebih kompleks Proses perkembangan kemampuan berbicara anak dibagi melalui tahap tahap sebagai berikut : 1. Tahap Pralinguistik (Masas Meraban) Pada tahap ini, bunyi bunyi bahasa yang dihasilkan anak belum lah bermakna. Bunyi bunyi itu memang telah menyerupai vokal atau konsonan tertentu. Tetapi, secara keseluruhan bunyi tersebut tidak mengacu pada kata dan makna tertentu. Fase fase tahap pralinguistik (sejak anak lahir umur 12 bulan) : a. Pada umur 0 -2 bulan, anak hanya mengeluarkan bunyi bunyi refleksif untuk menyatakan rasa lapar, sakit, atau ketidaknyamanan yang menyebabkan anak menangis dan rewel; serta bunyi vegetatif yang berkaitan dengan aktivitas tubuh seperti batuk, bersin, sendaawa, telanan (makanan), dan tegukan (menyusu dan minum). Umumnya, bunyi itu seperti bunyi vokal dengan suara yang agak serak. Sekalipun bunyi bunyi itu tidak bermakna secara bahasa, tetapi bunyi bunyi itu merupakan bahan untuk tuturan selanjutnya. b. Pada umur 2 5 bulan, anak mulai mendekat dan mengeluarkan bunyi bunyi vokal yang bercampur dengan bunyi bunyi mirip konsonan. Bunyi itu biasanya muncul sebagai respon terhadap senyum atau ucapan ibunya atau orang lain. c. Pada umur 4 7 bulan, anak mulai mengeluarkan bunyi agak utuh dengan durasi (rentang waktu) yang lebih lama. Bunyi mirip konsonan

atau mirip vokalnya lebih bervariasi. Konsonan nasal/m/n/sudah mulai muncul. d. Pada umur 6 12 bulan, anak mulai berceloteh. Celotehnya berupa reduplikasi atau pengulangan konsonan dan vokal yang sama seperti/ ba ba ba/, ma ma ma/, da da da/. Vokal yang muncul adalah dasar /t, d/. Selanjutnya, cerlotehan reduplikasi ini berubah lebih bervariasi. Vokalnya sudah mulai menuju vokal /u/ dan /i/, dan konsonan friktif pun seperti /s/ sudah mulai muncul. 2. Tahap satu kata Fase ini berlangsung ketika anak berusia 12 18 bulan. Pada masa ini, anak menggunakan satu kata yang memiliki arti yang mewakili keseluruhan idenya. Tegasnya, satu kata mewakili satu atau lebih frase atau kalimat. Oleh karena itu, frase ini disebut juga tahap holofrasis. Contoh : Versi satu kata Versi lengkap - Mimi ! (sambil menunjuk - Minta (mau) minum ! cangkirnya) - Saya takut laba laba - Akut ! (Sambil menunjuk - Jariku sakit ! laba - laba) - Takit ! (Sambil mengacungkan jarinya) 3. Tahap dua kata Fase ini berlangsung sewaktu anak berusia sekitar 18 24 bulan. Pada masa ini, kosakata dan gramatika anak berkembang dengan cepat. Anak anak mulai menggunakan dua kata dalam berbicara. Tuturnya mulai bersifat telegrafik. Artinya, apa yang dituturkan anak hanyalah kata kata yang penting saja, seperti kata benda, kata sifat, dan kata kerja. Kata kata yang tidak penting, seperti halnya kalau menulis telegram, dihilangkan. Versi dua kata Versi lengkap - Mamah, makan ! - Mama saya mau makan - Bapa, putuh ! (sambil - Bapak, temboknya dipukul! menunjuk dinding, bekas - Fajar, mau tidur ! anak terbentur kepalanya) - Bapa, mau pergi kemana ? - Ajar, bobo! - Saya mau kue ! - Bapa, ana! - Mau ueh ! 4. Tahap banyak kata

Fase ini berlangsung ketika anak berusia 3 -5 tahun atau bahkan sampai mulai bersekolah. Pada usia 3 4 tahun, tuturan anak mulai lebih agak panjang dan tata bahasanya lebih teratur. Anak tidak lagi menggunaklan hanya dua kata, tetapi tiga atau lebih. Pada umur 5 -6 tahun, bahasa anak lebih menyerupai bahasa orang dewasa. Sebagian besar aturan gramatikal telah dikuasainya dan pola bahasa serta panjang tuturnya semakin bervariasi. Anak telah mampu menggunakan bahasa dalam berbagai cara untuk berbagai keperluan, termasuk bercanda atau menghibur (Tomkins dan Hoskisson, 1995) Tahap tahap perkembangan anak diatas, dilalui oleh semua anak di dunia ini. Yang berbeda hanyalah muatan bahasanya sesuai dengan lingkungan bahasa anak itu tinggal. F. Membaca dan mendengarkan Membaca dan mendengarkan keduannya termasuk penguasaan bahasa pasif. Tujuan membaca adalah menangkap yang tertulis dengan tepat dan teratur. Mendengarkan itu berlangsung secara sepontan, dan diajarkan dengan spontan pula. Sedangkan membaca ialah menangkap pikiran dan perasaan orang lain dengan perantara tulisan (gambar dari bahasa yang dilisankan). Jadi pada mndengarkan, dengan langsung kita tangkap melalui pengertian tentang tanda tanda. Untuk itu teknik membaca harus dikuasi. G. Pengajaran Bahan Melalui Permainan Banyak bentuk permainan yang dapat dilakukan dan salah satunya ialah permainan yang ditulis oelh Gretchen E. Weed dalam salah satu artikelnya yang berjudul Using Games in Teaching Children yang dimuat oleh ELEC Buletin, No. 32, Winter 1971 yang diterbitkan di Tokyo Jepang yang diberi nama Stand Up and Sit Down. Permainan ini membuat anak bergerak aktif. Para siswa diminta keluar dari tempat duduk lalu berbaris dengan rapi. Yang paling depan ialah ketua (leader), sedangkan yang berbaris di belakang disebut anggota. Bila jumlah siswa lebih dari sepuluh, kita tidak usah panik. Bagilah mereka ke dalam kelompok; tiga atau empat kelompok bermain. Tiaptiap kelompok memiliki satu orang leader. Pokok bahasan kali ialahlah kalimat pendek berupa perintah seperti duduk manis!, berdiri tegak!, berjalan ke depan!, dan seterusnya. Leader akan memberikan perintah dengan kalimat-kalimat pendek tersebut dan seluruh anggota yang berada di belakangnya mengerjakan perintah tersebut. Misalnya, dengan suara lantang, leader menyebut duduk manis!, maka seluruh anggota mengerjakan perintah sang leader yaitu duduk. Apabila perintah sang leader yaitu tidak dipahami karena salah satu sebab, respons akan dihitung sebagai salah satu kesalahan. Kesalahan harus segera diperbaiki oleh guru. Sebaliknya, bila seluruh

anggota mengerjakan perintah dengan benar, respons akan dihitung sebagi perolehan poin. Akan tetapi, bila perintah tidak dapat dikerjakan karena tidak tahu bagaimana mengerjakannya, guru memberikan isyarat atau mencohkannya. Misalnya, berputar. Mungkin saja mereka tidak tahu bagaimana melakukan gerakan karena kurang memahami arti frase tersebut. Gurulah yang akan mencontohkannya sambil mengulangi kalimat pendek tersebut perlahah-lahan dan brulang-ulang sampai setiap anggota dalam grup tersebut paham betul, di samping tahu membedakannya dengan perintah yang lain seperti berputar kekiri, atau berputar ke kanan. Perintah-perintah tersebut dapat pula dikombinasikandengankata jangan.. seperti jangan duduk di lantai! yang berarti perintah tidak boleh dilakukan. Lewat permainan di atas, para siswa belajar memahami bentuk kalimat perintah (command) dan tanpa disadari perbendaharaan kata yang diperoleh melalui pengalaman atau pekerjaan akan bertahan lebih lama dibandingkan dengan yang diperoleh melalui pelajaran menghafal. Untuk menambah kegembiraan bermain, boleh dilakuakan pertandingan seperti pertandingan sesama anggota yang berada dalam satu group atau antar grup. Bila pertandingan dilaksanakan antar grup, para siswa tidak hanya mendapatkan pengalaman belajar yang menyenangkan, tetapi juga pengalaman sosial yang menggembirakan. H. Bentuk Permainan yang Dapat Diterapkan Sebenarnya, tidak ada bentuk permainan yang khusus. Selama permainan tersebut permainan anak, disukai, dan menggunakan bahasa, permainan dapat dimanfaatkan, khususunya bagi anak usia sekolah lanjutan tingkat pertama. Seperti quiet games. Lebih lanjut Gretchenn E. Weed menulis bahwa permainan ini memerlukan sebuah benda kecil yang berlubang di tengahnya yang menyerupai sebuah cincin dan seutas tali. Masukkanlah tali ke dalam lingkaran cincin kemudian sambungkan tali menjadi sebuah lingkaran yang besar. Bentuklah kelompok. Tiap-tiap kelompook terdiri atas enam sampai sepuluh anak yang duduk berdekatan membuat sebuah lingkaran sebesar lingkara tali. Tiap-tiap anak memegang tali dan anak yang kebetulan memegang cincin, cincinnya tidak boleh diperlihatkan kepada yang lain, tetapi harus ditutup dengan tangan. Salah seorang dari kelompok tersebut harus berdiri di tengah lingkaran. I. Memilih Permainan Mengajar bahasa melalui permainan tidak hanya memerlukan kreativitas dan daya imajinasi yang tinggidari seorang guru, tetapi juga harus memperhatikan hal-hal yang berikut: 1. Tujuan

Sesuaikan permainan yang dipilih dengan materi pelajaran. 2. Ruang Bermain Kalau ruang tidak memadai, pilihlah halaman atau ruang lain. 3. Jumlah Siswa Sesuaikan teknik bermain dengan jumlah siswa. Permainan yang dipilih harus dapat melibatkan seluruh siswa karena kalau hanya sebagian saja yang mengikuti permainan sebagaia lagiakan menjadi penonoton. 4. Usia Sesuaikan bentuk permainan dengan usia anak. Pilihlah perbendaharaan kata atau kalimat sedrhana bagi si pemula. 5. Kegiatan Bila kegiatan memerlukan aktivitas yang tinggi sehingga membuat gaduh dan mengganggu kelas sebelah menyebelah, sebaiknya kegiatan tidak dilaksanakan di dalam kelas. 6. Waktu Perhitungkan waktu yang tersedia dengan waktu yang diperlukan untuk bermain. Banyak permainan yang memerlukan waktu yang lama. Untuk permainan seperti ini, kalau tidak berhati-hati berhitung akan mengganggu waktu yang disediakan untuk mata pelajaran berikutnya. 7. Peralatan Bermain Begitu permaina dipilih, siapkan peralatan main sehingga akan lancar dan dapat menghemat waktu. 8. Hadiah Siapkanlah hadiah bila ada pertandingan dalam permainan. Sekecil apa pun sebuah hadiah, selalu merupakan motivasi yang kuat bagi si anak untuk belajar.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai. Menurut Oja dan Sumarjan (dalam Titik Sugiarti, 1997; 8) mengelompokkan penelitian tindakan menjadi empat macam yaitu (a) guru bertindak sebagai peneliti, (b) penelitian tindakan kolaboratif, (c) Simultan terintegratif, dan (d) administrasi social ekperimental. Dalam penelitian tindakan ini menggunakan bentu guru sebagai peneliti, penanggung jawab penuh penelitian tindakan adalah praktisi (guru). Tujuan utama dari penelitian tindakan ini adalah meningkatkan hasil pembelajaran di kelas dimana guru secara penuh terlibat dalam penelitian mulai dari perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Dalam penelitian ini peneliti tidak bekerjasama dengan siapapun, kehadiran peneliti sebagai guru di kelas sebagai pengajar tetap dan dilakukan seperti biasa, sehingga siswa tidak tahu kalau diteliti. Dengan cara ini diharapkan didapatkan data yang seobjektif mungkin demi kevalidan data yang diperlukan. Penelitian ini akan dihentikan apabila ketuntasan belajar secara kalasikal telah mencapai 85% atau lebih. Jadi dalam penelitian ini, peneliti tidak tergantung pada jumlah siklus yang harus dilalui. A. Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian 1. Tempat Penelitian Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di . tahun pelajaran 200X/200X. 2. Waktu Penelitian Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau saat penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September semester gasal 200X/200X. 3. Subyek Penelitian Subyek penelitian adalah siswa-siswi kelas ..pada pokok bahasan B. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Tim Pelatih Proyek PGSM, PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan itu, serta memperbaiki kondisi dimana praktek pembelajaran tersebut dilakukan (dalam Mukhlis, 2000: 3).

Sedangkah menurut Mukhlis (2000: 5) PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat sistematis reflektif oleh pelaku tindakan untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang dilakukan. Adapun tujuan utama dari PTK adalah untuk memperbaiki/meningkatkan pratek pembelajaran secara berkesinambungan, sedangkan tujuan penyertaannya adalah menumbuhkan budaya meneliti di kalangan guru (Mukhlis, 2000: 5). Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari sklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perncanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan. Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut.

Putar an 1

Refleksi

Rencana Rencana awal/rancangan awal/rancangan

Putar an 2

Tindakan/ Observasi Refleksi Tindakan/ Observasi Refleksi Tindakan/ Observasi Gambar 3.1 Alur PTK Penjelasan alur di atas adalah: Rencana yang Rencana yang direvisi direvisi Rencana yang Rencana yang direvisi direvisi

1. Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian peneliti menyusun rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk di dalamnya instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran.

Putar an 3

2. Kegiatan dan pengamatan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati hasil atau dampak dari diterapkannya metode pembelajaran model discovery . 3. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat. 4. Rancangan/rencana yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi dari pengamat membuat rancangan yang direvisi untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya. Observasi dibagi dalam tiga putaran, yaitu putaran 1, 2 dan 3, dimana masing putaran dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan membahas satu sub pokok bahasan yang diakhiri dengan tes formatif di akhir masing putaran. Dibuat dalam tiga putaran dimaksudkan untuk memperbaiki sistem pengajaran yang telah dilaksanakan. C. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: 1. Silabus Yaitu seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian hasil belajar. 2. Rencana Pelajaran (RP) Yaitu merupakan perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman guru dalam mengajar dan disusun untuk tiap putaran. Masingmasing RP berisi kompetensi dasar, indicator pencapaian hasil belajar, tujuan pembelajaran khusus, dan kegiatan belajar mengajar. 3. Lembar Kegiatan Siswa Lembar kegaian ini yang dipergunakan siswa untuk membantu proses pengumpulan data hasil eksperimen. 4. Lembar Observasi Kegiatan Belajar Mengajar a. Lembar observasi pengolahan pembelajaran model permainan, untuk mengamati kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran. b. Lembar observasi aktivitas siswa dan guru, untuk mengamati aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran. 5. Tes formatif Tes ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Tes formatif ini diberikan setiap akhir putaran. Bentuk soal yang diberikan adalah pilihan ganda (objektif). D. Metode Pengumpulan Data Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi pengolahan pembelajaran model permainan, observasi aktivitas siswa dan guru, dan tes formatif. E. Teknik Analisis Data

Untuk mengetahui keefektivan suatu metode dalam kegiatan pembelajaran perlu diadakan analisa data. Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui prestasi belajar yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon siswa terhadap kegiata pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Untuk mengalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran. Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana yaitu: 1. Untuk menilai ulangan atu tes formatif Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:
X =

: X = Nilai rata-rata X = Jumlah semua nilai siswa N = Jumlah siswa 2. Untuk ketuntasan belajar Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan belajar mengajar kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994), yaitu seorang siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai skor 65% atau nilai 65, dan kelas disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya serap lebih dari sama dengan 65%. Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:
P=

Dengan

X N

Siswa . yang .tuntas .belajar Siswa

x100 %

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Data penelitian yang diperoleh berupa hasil uji coba item butir soal, data observasi berupa pengamatan pengelolaan pembelajaran model permainan dan pengamatan aktivitas siswa dan guru pada akhir pembelajaran, dan data tes formatif siswa pada setiap siklus. Data hasil uji coba item butir soal digunakan untuk mendapatkan tes yang betul-betul mewakili apa yang diinginka. Data ini selanjutnya dianalisis tingkat validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda. Data lembar observasi diambil dari dua pengamatan yaitu data pengamatan penglolaan pembelajaran model permainan yang digunakan untuk mengetahui pengaruh penerapan metode pembelajaran model permainan dalam meningkatkan prestasi Data tes formatif untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkan pembelajaran model permainan. A. Analisis Item Butir Soal Sebelum melaksanakan pengambilan data melalui instrumen penelitian berupa tes dan mendapatkan tes yang baik, maka data tes tersebut diuji dan dianalisi. Uji coba dilakukan pada siswa di luar sasaran penelitian. Analisis tes yang dilakukan meliputi: 1. Validitas Validitas butir soal dimaksudkan untuk mengetahui kelayakan tes sehingga dapat digunakan sebagai instrument dalam penelitian ini. Dari perhitungan 46 soal diperoleh 16 soal tidak valid dan 30 soal valid. Hasil dari validits soal-soal dirangkum dalam tabel di bawah ini. Tabel 4.1. Soal Valid dan Tidak Valid Tes Formatif Siswa
Soal Valid 1, 2, 5, 6, 7, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 17, 19, 21, 23, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 36, 37, 38, 39, 41, 42, 43, 44, 45 Soal Tidak Valid 3, 4, 8, 15, 16, 18, 20, 22, 24, 31, 32, 33, 34, 35, 40, 46

2. Reliabilitas Soal-soal yang telah memenuhi syarat validitas diuji reliabilitasnya. Dari hasil perhitungan diperoleh koefisien reliabilitas r11 sebesar 0, 775. Harga

ini lebih besar dari harga r product moment. Untuk jumlah siswa (N = 22) dengan r (95%) = 0,423. Dengan demikian soal-soal tes yang digunakan telah memenuhi syarat reliabilitas. 3. Taraf Kesukaran (P) Taraf kesukaran digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaran soal. Hasil analisis menunjukkan dari 46 soal yang diuji terdapat: - 20 soal mudah - 16 soal sedang - 10 soal sukar 4. Daya Pembeda Analisis daya pembeda dilakukan untuk mengetahui kemampuan soal dalam membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Dari hasil analisis daya pembeda diperoleh soal yang berkriteria jelek sebanyak 14 soal, berkriteria cukup 20 soal, berkreteria baik 10 soal, dan yang berkriteria tidak baik 2 soal. Dengan demikian soal-soal tes yang digunakan telah memenuhi syara-syarat validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda. B. Analisis Data Penelitian Persiklus 1. Siklus I a. Tahap Perencanaan Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 1, LKS 1, soal tes formatif 1, dan alatalat pengajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I dilaksanakan pada tanggal 4 September 2001 di kelas VI dengan jumlah siswa 22 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif I dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil penelitian pada siklus I adalah sebagai berikut: Tabel 4.2. Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus I
No. Urut 1 2 3 Nilai 60 70 70 Keterangan T TT No. Urut 12 13 14 Nilai 60 80 70 Keterangan T TT

4 60 5 80 6 80 7 70 8 70 9 60 10 80 11 50 Jumlah 750 7 Jumlah Skor 1520 Jumlah Skor Maksimal Ideal 2200 Rata-Rata Skor Tercapai 69,09

15 16 17 18 19 20 21 22 Jumlah

80 70 90 60 60 70 70 60 770

8 3

Keterangan:

T : Tuntas TT : Tidak Tuntas Jumlah siswa yang tuntas : 15 Jumlah siswa yang belum tuntas :7 Klasikal : Belum tuntas Tabel 4.3. Rekapitulasi Hasil Tes Siklus I
Hasil Siklus I 69,09 15 68,18

No 1 2 3

Uraian Nilai rata-rata tes formatif Jumlah siswa yang tuntas belajar Persentase ketuntasan belajar

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan metode pembelajaran model permainan diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 69,09 dan ketuntasan belajar mencapai 68,18% atau ada 15 siswa dari 22 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai 65 hanya sebesar 68,18% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa masih merasa baru dan belum mengerti apa yang dimaksudkan dan digunakan guru dengan menerapkan metode pembelajaran model permainan. 2. Siklus II a. Tahap perencanaan Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 2, LKS 2, soal tes formatif II, dan alatalat pengajaran yang mendukung. b. Tahap kegiatan dan pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II dilaksanakan pada tanggal 12 September 2001 di kelas VI dengan jumlah siswa 22 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalahan atau kekurangan

pada siklus I tidak terulang lagi pada siklus II. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif II dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa selama proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrument yang digunakan adalah tes formatif II. Adapun data hasil penelitian pada siklus II adalah sebagai berikut. Tabel 4.4. Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus II
No. Urut Nilai 1 60 2 80 3 80 4 90 5 90 6 60 7 80 8 70 9 60 10 80 11 90 Jumlah 840 Jumlah Skor 1680 Jumlah Skor Maksimal Ideal 2200 Rata-Rata Skor Tercapai 76,36 Keterangan T TT 8 3 No. Urut 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Jumlah Nilai 90 80 80 80 80 60 80 70 60 80 80 840 Keterangan T TT 9 2

Keterangan:

T TT Jumlah siswa yang tuntas Jumlah siswa yang belum tuntas Klasikal

: Tuntas : Tidak Tuntas : 17 :5 : Belum tuntas


Hasil Siklus II 76,36 17 77,27

Tabel 4.5. Rekapitulasi Hasil Tes Siklus II


No 1 2 3 Uraian Nilai rata-rata tes formatif Jumlah siswa yang tuntas belajar Persentase ketuntasan belajar

Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 76,36 dan ketuntasan belajar mencapai 77,27% atau ada 17 siswa dari 22 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah megalami peningkatan sedikit lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar siswa ini

karena setelah guru menginformasikan bahwa setiap akhir pelajaran akan selalu diadakan tes sehingga pada pertemuan berikutnya siswa lebih termotivasi untuk belajar. Selain itu siswa juga sudah mulai mengerti apa yang dimaksudkan dan diinginkan guru dengan menerapkan metode pembelajaran model permainan. 3. Siklus III a. Tahap Perencanaan Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 3, LKS 3, soal tes formatif 3, dan alatalat pengajaran yang mendukung b. Tahap kegiatan dan pengamatan Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus III dilaksanakan pada tanggal 19 September 2001 di kelas VI dengan jumlah siswa 22 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus II, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus II tidak terulang lagi pada siklus III. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif III dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes formatif III. Adapun data hasil peneitian pada siklus III adalah sebagai berikut: Tabel 4.6. Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus III
No. Urut Nilai 1 90 2 90 3 90 4 80 5 90 6 80 7 90 8 60 9 90 10 90 11 60 Jumlah 910 Jumlah Skor 1800 Jumlah Skor Maksimal Ideal 2200 Rata-Rata Skor Tercapai 81,82 Keterangan T TT 9 2 No. Urut 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Jumlah Nilai 90 90 90 60 90 80 70 70 80 90 80 890 Keterangan T TT 10 1

Keterangan:

T TT

: Tuntas : Tidak Tuntas

Jumlah siswa yang tuntas Jumlah siswa yang belum tuntas Klasikal
No 1 2 3 Uraian Nilai rata-rata tes formatif Jumlah siswa yang tuntas belajar Persentase ketuntasan belajar

: 19 :3 : Tuntas
Hasil Siklus III 81,82 19 86,36

Tabel 4.7. Rekapitulasi Hasil Tes Siklus III

Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai rata-rata tes formatif sebesar 81,82 dan dari 22 siswa yang telah tuntas sebanyak 19 siswa dan 3 siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 86,36% (termasuk kategori tuntas). Hasil pada siklus III ini mengalami peningkatan lebih baik dari siklus II. Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus III ini dipengaruhi oleh adanya peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan pembelajaran model permainan sehingga siswa menjadi lebih terbiasa dengan pembelajaran seperti ini sehingga siswa lebih mudah dalam memahami materi yang telah diberikan. Pada siklus III ini ketuntasan secara klasikal telah tercapai, sehingga penelitian ini hanya sampai pada siklus III. c. Refleksi Pada tahap ini akah dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar dengan penerapan pembelajaran model permainan. Dari data-data yang telah diperoleh dapat duraikan sebagai berikut: 1) Selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan semua pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang belum sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masing-masing aspek cukup besar. 2) Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif selama proses belajar berlangsung. 3) Kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya sudah mengalami perbaikan dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik. 4) Hasil belajar siswa pada siklus III mencapai ketuntasan. d. Revisi Pelaksanaan Pada siklus III guru telah menerapkan pembelajaran model permainan dengan baik dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil belajar siswa pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakan selanjutnya adalah memaksimalkan dan mepertahankan apa yang telah ada dengan tujuan agar pada pelaksanaan

proses belajar mengajar selanjutnya penerapan pembelajaran model permainan dapat meningkatkan proses belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. C. Pembahasan 1. Ketuntasan Hasil belajar Siswa Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran model permainan memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru (ketuntasan belajar meningkat dari sklus I, II, dan II) yaitu masing-masing 68,18%, 77,27%, dan 86,36%. Pada siklus III ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai. 2. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran model permainan dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap prestasi belajar siswa yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap siklus yang terus mengalami peningkatan. 3. Aktivitas Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia pada pokok bahasan yang paling dominan adalah bekerja dengan menggunakan alat/media, mendengarkan/ memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa dapat dikategorikan aktif. Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah melaksanakan langah-langkah pembelajaran model permainan dengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul di antaranya aktivitas membimbing dan mengamati siswa dalam mengerjakan kegiatan LKS/menemukan konsep, menjelaskan/melatih menggunakan alat, memberi umpan balik/evaluasi/tanya jawab dimana prosentase untuk aktivitas di atas cukup besar. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama tiga siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pembelajaran dengan model permainan memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan

ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I (68,18%), siklus II (77,27%), siklus III (86,36%). 2. Penerapan metode pembelajaran model permainan mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa yang ditunjukan dengan hasil wawancara dengan sebagian siswa, rata-rata jawaban siswa menyatakan bahwa siswa tertarik dan berminat dengan metode pembelajaran model permainan sehingga mereka menjadi termotivasi untuk belajar. B. Saran Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar mengajar bahasa Indonesia lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi siswa, maka disampaikan saran sebagai berikut: 1. Untuk melaksanakan model model permainan memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus mampu menentukan atau memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan dengan model model permainan dalam proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal. 2. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih sering melatih siswa dengan berbagai metode pembelajaran, walau dalam taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. 3. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya dilakuakan di tahun pelajaran 200X/200X.

DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 1997. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Berg, Euwe Vd. (1991). Miskonsepsi bahasa Indonesia dan Remidi Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana. Hamalik, Oemar. 2002. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Joyce, Bruce dan Weil, Marsh. 1972. Models of Teaching Model. Boston: A Liyn dan Bacon. Masriyah. 1999. Analisis Butir Tes. Surabaya: Universitas Press. Mukhlis, Abdul. (Ed). 2000. Penelitian Tindakan Kelas. Makalah Panitia Pelatihan Penulisan Karya Ilmiah untuk Guru-guru se-Kabupaten Tuban. Nur, Moh. 2001. Pemotivasian Siswa untuk Belajar. Surabaya. University Press. Universitas Negeri Surabaya. Soedjadi, dkk. 2000. Pedoman Penulisan dan Ujian Skripsi. Surabaya; Unesa Universitas Press. Suryosubroto, B. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT. Rineksa Cipta. Usman, Uzer. 2000. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Widoko. 2002. Metode Pembelajaran Konsep. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.

PEMBELAJARAN AKTIF MELALUI MODEL PERMAINAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBAHASA PADA SISWA KELAS TAHUN PELAJARAN.............

KARYA ILMIAH
OLEH ..
NIP:

DINAS PENDIDIKAN ..

HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN Setelah membaca dan mencermati karya ilmiah yang merupakan ulasan hasil penelitian yang tidak dipublikasikan tetapi didokumentasikan di perpustakaan .. hasil karya dari: Nama NIP Unit Kerja Judul : . : . : : Pembelajaran Aktif Melalui Model Permainan Untuk Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Pada Siswa Kelas.Tahun Pelajaran...

Menyetujui dan mengesahkan untuk diajukan mendapatkan Penetapan Angka Kredit Kenaikan Pangkat dalam jabatan fungsional guru. Mengetahui Ketua PD PGRI II .

Kepala

NPA:

.. NIP: .

HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN


Karya Ilmiah ini diajukan sebagai syarat untuk memenuhi penetapan angka kredit kenaikan pangkat dalam jabatan fungsional guru. Karya ilmiah ini tidak dipublikasikan tetapi telah disetujui dan disahkan untuk didokumentasikan di perpustakaan .. Pada Hari Tanggal : :

Pustakawan . NIP: .

Kepala .. NIP:

KATA PENGANTAR Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, hanya dengan limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan karya ilmiah dengan judul Pembelajaran Aktif Melalui Model Permainan Untuk Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Pada Siswa Kelas.Tahun Pelajaran..., penulisan karya ilmiah ini kami susun untuk dipakai dalam bacaan di perpustakaan sekolah dan dapat dipakai sebagai perbandingan dalam pembuatan karya ilmiah bagi teman sejawat juga anak didik pada latihan diskusi ilmiah dalam rangka pembinaan karya ilmiah remaja. Dalam penyusunan karya ilmiah ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu terima kasih ucapkan dengan tulus dan sedalam-dalamnya kepada: 1. 2. 3. 4. Yth. Kepala Dinas Pendidikan . Yth. Ketua PD II PGRI . Yth. Rekan-rekan Guru . Semua pihak yang telah banyak membantu sehingga penulisan ini selesai. Penulis menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini jauh dari sempurna untuk itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak selalu penulis harapkan. Penulis

ABSTRAK ., 200X. Pembelajaran Aktif Melalui Model Permainan Untuk Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Pada Siswa Kelas.Tahun Pelajaran... Kata Kunci: bahasa, model permainan Berhasilnya tujuan pembelajaran ditentukan oleh banyak faktor diantaranya adalah faktor guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar, karena guru secara langsung dapat mempengaruhi, membina dan meningkatkan kecerdasan serta keterampilan siswa. Untuk mengatasi permasalahan di atas dan guna mencapai tujuan pendidikan secara maksimal, peran guru sangat penting dan diharapkan guru memiliki cara/model mengajar yang baik dan mampu memilih model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan konsep-konsep mata pelajaran yang akan disampaikan. Permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah: (a) Bagaimanakah peningkatan prestasi belajar siswa dengan diterapkannya pembelajaran model permainan? (b) Bagaimanakah pengaruh metode pembelajaran model permainan terhadap motivasi belajar siswa? Tujuan dari penelitian tindakan ini adalah: (a) Ingin mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkannya pembelajaran model permainan. (b) Ingin mengetahui pengaruh motivasi belajar siswa setelah diterapkannya metode pembelajaran model permainan. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak tiga putaran. Setiap putaran terdiri dari empat tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas . Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif, lembar observasi kegiatan belajar mengajar. Dari hasil analis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus III yaitu, siklus I (68,18%), siklus II (77,27%), siklus III (86,36%). Kesimpulan dari penelitian ini adalah metode model permainan dapat berpengaruh positif terhadap motivasi belajar Siswa ., serta metode pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran bahasa Indonesia.

DAFTAR ISI

Halaman Halaman Judul .............................................................................................. Lembar Pengesahan ......................................................................................... Kata Pengantar ................................................................................................. Abstrak ............................................................................................................. Daftar Isi .......................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................... B. Perumusan Masalah............................................................ C. Tujuan Penelitian ............................................................... D. Manfaat Penelitian ............................................................. E. Batasan Masalah ................................................................ TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Bahasa ............................................................. B. Macam Macam Penguasaan Bahasa .............................. C. Perbendaharaan Bahasa dan Tujuan Pengajaran Bahasa.... D. Tahap tahap perkembangan Bahasa Anak....................... E. Membaca dan Mendengarkan............................................. G. Pengajaran Bahan Melalui Permainan................................ H. Bentuk Permainan yang Dapat Diterapkan......................... H. Memilih Permainan............................................................ BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat, Waktu, dan Subyek Penelitian ............................. B. Rancangan Penelitian ........................................................ C. Instrumen Penelitian .......................................................... D. Metode Pengumpulan Data ............................................... E. Teknik Analisis Data ......................................................... HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisi Item Butir Soal ..................................................... B. Analisis Data Penelitian Persiklus ....................................

BAB

II

BAB

IV

BAB

C. Pembahasan ...................................................................... PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................ B. Saran .................................................................................. DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

Anda mungkin juga menyukai