Anda di halaman 1dari 10

BAB I PENDAHULUAN

1.1

latar belakang Dalam kehidupan kaum Muslimin yang semakin sulit ini, memang ada

yang tidak memperdulikan lagi masalah halal dan haramnya bunga bank. Bahkan ada pendapat yang terang-terangan menghalalkannya. Ini dikarenakan keterlibatan kaum Muslimin dalam sistem kehidupan Sekularisme-Kapitalisme Barat serta sistem Sosialisme-Atheisme. Bagi yang masih berpegang teguh kepada hukum Syariat Islam, maka berusaha agar kehidupannya berdiri di atas keadaan yang bersih dan halal. Namun karena umat pada masa sekarang adalah umat yang lemah, bodoh, dan tidak mampu membeda-bedakan antara satu pendapat dengan pendapat lainnya, maka mereka saat ini menjadi golongan yang paling bingung, diombang-ambing oleh berbagai pendapat dan pemikiran. Dalam tulisan yang singkat ini, ada beberapa aspek yang ingin diketengahkan tentang seputar masalah riba : Pertama, bunga riba dalam tinjauan sejarah. Akan dijelaskan secara singkat peran Bani Israil dan tingkah laku mereka dalam masalah riba. Kedua, diketengahkan kelakuan orang-orang Yahudi dalam mengubah syariatnya sendiri (Hukum Allah SWT). Secara singkat akan dipaparkan peran kaum Yahudi dalam menghalalkan riba. Ketiga, masih dalam kerangka tingkah laku kaum Yahudi, diceritakan juga serba sedikit usaha-usaha mereka dalam membangun jaringan kehidupan dalam bidang ekonomi dan keuangan dunia, khususnya dalam bidang moneter dan perbankan. Keempat, mengetengahkan bagaimana bank pada awalnya berdiri, serta keterlibatan umat Islam Indonesia dalam masalah perbankan pada dekade awal abad XX sampai sekarang.

Kelima, mengetengahkan usaha-usaha para tokoh masyarakat Islam (intelektual dan kaum modernis) dalam menghalalkan riba (bunga) bank. Keenam, mengetengahkan hukum riba yang tetap haram sampai Hari Kiamat.

1,2

rumusan masalah Dalam makalah ini masalah yang kami dapat apakah pengertian riba dan

bunga,pandangan dalam islam dan agama lain?

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi bunga Pengertian bunga adalah sejumlah uang yang dibayar atau untuk penggunaan modal. Jumlah tersebut, misalnya dinyatakan dengan satu tingkat atau persentase modal yang bersangkut paut dengan itu yang dinamakan suku bunga modal.

2.2

Definisi

riba

pengertian riba /Ar-Riba atau Ar-Rima makna asalnya ialah tambah, tumbuh, dan subur. Adapun pengertian tambah dalam konteks riba ialah tambahan uang atas modal yang diperoleh dengan cara yang tidak dibenarkan syara, apakah tambahan itu berjumlah sedikit maupun berjumlah banyak, seperti yang diisyaratkan dalam Al-Quran. A. Tinjauan larangan riba dari praktik yang dilakukan masyarakat Arab

sebelumnya. Persoalan yang selalu dimunculkan pada setiap kali ada diskusi tentang apakah bunga bank sama dengan riba adalah tidak dicantumkannya secara eksplisit kata bunga di dalam Al-Quran dan Hadist. Mereka tidak meragukan, bahwa apa yang diharamkan itu adalah riba sebagaimana disebutkan dalam lima ayat yang berbeda dalam Al-Quran. Kelima ayat itu adalah sebagai berikut: 1. QS. Ar-Rum (30): 39 di Mekkah. Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah itu, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).

2. QS. An-Nisa (4): 161 di Madinah. dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih. 3. QS. Ali-Imran (3): 130 di Madinah. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat

keberuntungan. 4. QS. Al-Baqarah (2): 275-276 di Madinah. Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah, Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.

Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. 5. QS. Al-Baqarah (2): 278-279 di Madinah. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu ornag-orang yang beriman.

Maka, jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.

2.3

Riba dalam agama Islam


Dalam Islam, memungut riba atau mendapatkan keuntungan berupa riba

pinzaman adalah haram. Ini dipertegas dalam Al-Qur'an Surah Al-Baqarah ayat 275 : ...padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.... Pandangan ini juga yang mendorong maraknya perbankan syariah dimana konsep keuntungan bagi penabung didapat dari sistem bagi hasil bukan dengan bunga seperti pada bank konvensional, karena menurut sebagian pendapat (termasuk Majelis Ulama Indonesia), bunga bank termasuk ke dalam riba. bagaimana suatu akad itu dapat dikatakan riba? hal yang mencolok dapat diketahui bahwa bunga bank itu termasuk riba adalah ditetapkannya akad di awal. jadi ketika kita sudah menabung dengan tingkat suku bunga tertentu, maka kita akan mengetahui hasilnya dengan pasti. berbeda dengan prinsip bagi hasil yang hanya memberikan nisbah bagi hasil bagi deposannya. dampaknya akan sangat panjang pada transaksi selanjutnya. yaitu bila akad ditetapkan di awal/persentase yang didapatkan penabung sudah diketahui, maka yang menjadi sasaran untuk menutupi jumlah bunga tersebut adalah para pengusaha yang meminjam modal dan apapun yang terjadi, kerugian pasti akan ditanggung oleh peminjam. berbeda dengan bagi hasil yang hanya memberikan nisbah tertentu pada deposannya. maka yang di bagi adalah keuntungan dari yang didapat kemudian dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati oleh kedua belah pihak. contoh nisbahnya adalah 60%:40%, maka bagian deposan 60% dari total keuntungan yang didapat oleh pihak ban.

2.4

Jenis-Jenis Riba
Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua.Yaitu riba hutang-piutang

dan riba jual-beli.Riba hutang-piutang terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyyah. Sedangkan riba jual-beli terbagi atas riba fadhl dan riba nasiah.
y

Riba Qardh
o

Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang (muqtaridh).

Riba Jahiliyyah
o

Hutang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan.

Riba Fadhl
o

Pertukaran antarbarang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.

Riba Nasiah
o

Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasiah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.

2.5

Riba dalam agama Yahudi


Agama Yahudi melarang praktik pengambilan bunga. Pelarangan ini

banyak terdapat dalam kitab suci agama Yahudi, baik dalam Perjanjian Lama maupun undang-undang Talmud. Kitab Keluaran 22:25 menyatakan:

Jika engkau meminjamkan uang kapada salah seorang ummatku, orang yang miskin di antaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai penagih hutang terhadap dia, janganlah engkau bebankan bunga terhadapnya. Kitab Ulangan 23:19 menyatakan:Janganlah engkau membungakan kepada saudaramu, baik uang maupun bahan makanan, atau apa pun yang dapat dibungakan. Kitab Ulangan 23:20 menyatakan:Dari orang asing boleh engkau memungut bunga, tetapi dari saudaramu janganlah engkau memungut bunga supaya TUHAN, Allahmu, memberkati engkau dalam segala usahamu di negeri yang engkau masuki untuk mendudukinya."Kitab Imamat 35:7 menyatakan:Janganlah engkau mengambil bunga uang atau riba darinya, melainkan engkau harus takut akan Allahmu, supaya saudara-mu bisa hidup di antaramu. Janganlah engkau memberi uang-mu kepadanya dengan meminta bunga, juga makananmu janganlah kau berikan dengan meminta riba.

2.6

Konsep Bunga di Kalangan Kristen


Kitab Perjanjian Baru tidak menyebutkan permasalahan ini secara jelas.

Namun, sebagian kalangan Kristiani menganggap bahwa ayat yang terdapat dalam Lukas 6:34-5 sebagai ayat yang mengecam praktik pengambilan bunga. Ayat tersebut menyatakan : Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu daripadanya, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun meminjamkan kepada orang berdosa, supaya mereka menerima kembali sama banyak. Tetapi, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Tuhan Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterimakasih dan terhadap orang-orang jahat. Ketidaktegasan ayat tersebut mengakibatkan munculnya berbagai

tanggapan dan tafsiran dari para pemuka agama Kristen tentang boleh atau tidaknya orang Kristen mempraktikkan pengambilan bunga. Berbagai pandangan di kalangan pemuka agama Kristen dapat dikelompokkan menjadi tiga periode utama, yaitu pandangan para pendeta awal Kristen (abad I hingga XII) yang mengharamkan bunga, pandangan para sarjana Kristen (abad XII - XVI) yang berkeinginan agar bunga diperbolehkan, dan pandangan para reformis Kristen (abad XVI - tahun 1836) yang menyebabkan agama Kristen menghalalkan bunga. Namun, pada zaman sekarang, uang dapat memberikan hasil, karena uang dapat dibungakan atau di investasikan.Dengan demikian, meminjamkan uang dengan bunga yang pantas bukanlah tindakan yang tidak adil. Namun, kalau memberikan pinzaman dengan bunga yang terlalu tinggi, maka telah dianggap berdosa karena melawan keadilan. Namun,prinsip ini pun harus di laksanakan dengan bijaksana.

Misal,seseorang mempunyai uang 1 milyar dan seseorang meminjam dari orang tersebut 1 juta rupiah, maka janganlah menarik bunga, apalagi kalau orang yang meminjam benar-benar miskin. Bahkan kalau perlu,pemilik uang itu harus

memberikannya dengan rela. namun bila berada dalam situasi bisnis, maka adalah pantas, kalau menarik bunga dari pinzaman yang diberikan sebab sudah adanya persetujuan dari kedua pihak mengenai akan adanya bunga dari pinzaman tersebut. seperti yang dilalukan oleh pihak perbankan dan nasabahnya.

2.7

Perbedaan Investasi dengan Membungakan Uang


Ada dua perbedaan mendasar antara investasi dengan mem-bungakan uang.

Perbedaan tersebut dapat ditelaah dari definisi hingga makna masing-masing. 1. Investasi adalah kegiatan usaha yang mengandung risiko karena berhadapan dengan unsur ketidakpastian. Dengan demikian, perolehan kembaliannya (return) tidak pasti dan tidak tetap. 2. Membungakan uang adalah kegiatan usaha yang kurang mengandung risiko karena perolehan kembaliannya berupa bunga yang relatif pasti dan tetap. Islam mendorong masyarakat ke arah usaha nyata dan produktif. Islam mendorong seluruh masyarakat untuk melakukan investasi dan melarang membungakan uang. Sesuai dengan definisi di atas, menyimpan uang di bank Islam termasuk kategori kegiatan investasi karena perolehan kembaliannya (return) dari waktu ke waktu tidak pasti dan tidak tetap. Besar kecilnya perolehan kembali itu ter-gantung kepada hasil usaha yang benar-benar terjadi dan dilakukan bank sebagai mudharib atau pengelola dana. Dengan demikian, bank Islam tidak dapat sekadar menyalurkan uang. Bank Islam harus terus berupaya meningkatkan kembalian atau return of investment sehingga lebih menarik dan lebih memberi kepercayaan bagi pemilik dana.

2.8

Perbedaan Hutang Uang dan Hutang Barang


Ada dua jenis hutang yang berbeda satu sama lainnya, yakni hutang yang

terjadi karena pinjam-meminjam uang dan hutang yang terjadi karena pengadaan barang. Hutang yang terjadi karena pinjam-meminjam uang tidak boleh ada tambahan, kecuali dengan alasan yang pasti dan jelas, seperti biaya materai, biaya notaris, dan studi kelayakan. Tambahan lainnya yang sifatnya tidak pasti dan tidak jelas, seperti inflasi dan deflasi, tidak diperbolehkan. Hutang yang terjadi karena pembiayaan pengadaan barang harus jelas dalam satu kesatuan yang utuh atau disebut harga jual. Harga jual itu sendiri terdiri dari harga pokok barang plus keuntungan yang disepakati. Sekali harga jual telah disepakati, maka selamanya tidak boleh berubah naik, karena akan masuk dalam kategori riba fadl. Dalam transaksi perbankan syariah yang muncul adalah kewajiban dalam bentuk hutang pengadaan barang, bukan hutang uang.

2.9

Perbedaan antara Bunga dan Bagi Hasil


Sekali lagi, Islam mendorong praktik bagi hasil serta mengharamkan riba.

Keduanya sama-sama memberi keuntungan bagi pemilik dana, namun keduanya mempunyai perbedaan yang sangat nyata. Perbedaan itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
y

Bunga : Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung Bagi Hasil : Penentuan besarnya rasio/ nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi

Bunga : Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan Bagi Hasil : Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh

Bunga : Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi

Bagi hasil : tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.
y

Bunga : Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang booming Bagi hasil : Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.

Bunga : Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh beberapa kalangan Bagi hasil : Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil

Anda mungkin juga menyukai