Anda di halaman 1dari 9

Kehidupan seseorang pada umumnya penuh dorongan dan minat untuk mencapai atau memiliki sesuatu.

Perilaku seseorang dan munculnya berbagai kebutuhan disebabkan oleh berbagai dorongan dan minat. Dorongan-dorongan dan minat seseorang itu terpenuhi merupakan dasar dari pengalaman emosionalnya. Seorang individu dalam merespon sesuatu lebih banyak diarahkan oleh penalaran dan pertimbangan-pertimbangan objektif. Akan tetapi pada saat-saat tertentu di dalam kehidupannya, dorongan emosional banyak campur tangan dan mempengaruhi pemikiran-pemikiran dan tingkah lakunya. Oleh karena itu untuk memahami anak / remaja, perlu mengetahui apa yang ia lakukan dan pikirkan. Disamping itu hal yang lebih penting untuk diketahui adalah apa yang mereka rasakan. Jadi makin banyak kita memahami dunia anak/remaja , makin perlu kita melihat ke dalam kehidupan emosionalnya dan memahami perasaan-perasaannya, baik perasaan tentang dirinya sendiri maupun tentang orang lain. Gejala-gejala emosional seperti marah, takut, bangga dan rasa malu, cinta dan benci, harapan-harapan dan rasa putus asa, perlu dicermati dan difahami dengan baik agar proses pembelajaran pendidikan pada anak / remaja dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. B. Tujuan : 1. Sebagai salah satu tugas mata kuliah Perkembangan Peserta Didik. 2. Dapat bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya. PEMBAHASAN C. Pengertian Emosi Perbuatan atau perilaku dalam sehari-hari pada umumnya disertai oleh perasaan-perasaan tertentu, seperti perasaan senang dan tidak senang. Perasaan senang atau tidak senang yang terlalu menyertai perbuatan-perbuatan kita sehari-hari disebut warna afektif. Dalam hal warna afektif tersebut kuat, maka perasaan-perasaan menjadi lebih mendalam, lebih luasdan lebih terarah. Perasaan-perasaan seperti ini disebut emosi (Sarlito,1982:59).Emosi dan perasaan adalah dua hal yang berbeda. Tetapi perbedaan antara keduanya tidak dapat dinyatakan dengan tegas. Emosi dan perasaan merupakan suatu gejala emosional yang secara kualitatif berkelanjutan, akan tetapi tidak jelas batasnya. Pada suatu saat suatu warna afektif dapat dikatakn sebagai perasaan, tetapi juga dapat dikatakan sebagai emosi. Jadi emosi adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari dalam individu tentang keaadaan mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak. Emosi adalah warna afektif yang kuat dan ditandai oleh perubahan-perubahan fisik . Pada saat terjadi emosi seringkali terjadi perubahan-perubahan pada fisik , antara lain berupa : 1. Reaksi elektris pada kulit meningkat bila terpesona 2. Peredaran darah bertambah cepat bila marah. 3. Denyut jantung bertambah cepat bila terkejut. 4. Pernafasan; bernafas panjang kalau kecewa 5. Pupil mata; membesar bila marah 6. Liur; mengering kalau takut atau tegang. D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi Sejumlah penelitian tentang emosi anak menunjukkkan bahwa perkembangan emosi mereka

tergantung pada faktor kematangan dan faktor belajar ( Hurlock, 1960 : 266). Reaksi emosional yang tidak muncul pada awal kehidupan berarti tidak ada, reaksi tersebut mungkin akan muncul dikemudian hari, dengan berfungsinya system indokrin. Kematangan dan belajar terjalin erat satu sama lain dalam mempengaruhi perkembangan emosi. Perkembangan intelektual menghasilkan kemampuan untuk memahami makna yang sebelumnya tidak di mengerti , memperhatikan satu rangsangan dalam jangka waktu yang lebih lama dan menimbulkan emosi terarah pada satu objek. Dengan demikian anak-anak menjadi reaktif terhadap rangsangan yang tadinya tidak mempengaruhi mereka pada usia yang lebih muda. Kegiatan belajar menunjang perkembangan emosi antara lain : Belajar dengan coba-coba Anak belajar secara coba-coba untuk mengekpresikan emosi dalam bentuk perilaku yang memberikan pemuasan terbesar kepadanya dan menolak perilaku yang memberikan pemuasan sedikit atau samasekali tidak memberikan pemuasan. Belajar dengan cara meniru Dengan mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi tertentu orang lain, anak-anak bereaksi dengan emosi dan metode ekpresi yang sama dengan orang-orang yang diamati. Belajar dengan cara mempersamakan diri Anak menirukan reaksi emosional orang lain yang tergugaholeh rangsangan yang sama dengan rangsangan yang telah membangkitkan emosi orang yang ditiru. Belajar melalui Pengkondisian Dengan metode ini objek situasi yang pada mulanya gagal memancing reaksi emosional, kemudian dapat berhasil dengan cara asosiasi. Pelatihan atau belajar dibawah bimbingan dan pengawasan, terbatas pada aspek reaksi. Kepada anak di ajarkan cara bereaksi yang dapat diterima jika sesuatu emosi terangsang. Dengan bertambahnya umur, menyebabkan terjadinya perubahan dalam ekpresi emosional. Bertambahnya pengetahuan dan pengalaman berpengaruh terhadap perubahan-perubahan emosional tersebut. E. Upaya Pengembangan emosi anak dan implikasinya dalam penyelenggaraan pendidikan. Dalam kaitannya dengan emosi anak / remaja awal yang cenderung banyak melamun dan sulit diterka, maka satu-satunya hal yang dapat dilakukan oleh guru adalah konsisten dalam pengelolaan kelas dan memperlakukan siswa seperti orang dewasa yang penuh tanggungjawab.Guru-guru dapat membantu mereka yang bertingkah kasar dengan jalan mencapai keberhasilan dalam pekerjaan / tugas-tugas sekolah sehingga mereka menjadi anak yang lebih tenang dan lebuh mudah di tangani. Salah satu yang mendasar yaitu dengan cara mendorong mereka untuk bersaing dengan diri sendiri. Apabila ada ledakan-ledakan kemarahan sebaiknya kita memperkecil ledakan emosi tersebut, misalnya dengan jalan tindakan yang bijaksana dan lemah lembut, mengubah pokok pembicaraan dan memulai aktivitas baru. Jika kemarahan siswa tidak juga reda, guru dapat minta bantuan kepada petugas bimbingan dan konseling. Reaksi yang sering terjadi pada diri remaja terhadap temuan-temuan mereka bahwa kesalahan orang dewasa merupakan tantangan terhadap otoritas orang dewasa. Pendidik terperangkap oleh kemampuan siswa yang baru dalam menentukan / menemukan dan mengangkat ke permukaan tentang kelemahan-kelemahan orang dewasa. Satu cara untuk mengatasinya adalah meminta siswa mendiskusikan atau menulis tentang perasaan-perasaan mereka yang negatif. Untuk menunjukkan kematangan mereka seringkali terdorong untuk menentang otoritas orang dewasa.

Cara yang paling baik untuk menghadapi pemberontakan para remaja/ anak adalah mencoba untuk mengerti mereka, yang kedua adalah melakukan segala sesuatu yang dapat dilakukan untuk membantu siswa berhasil berprestasi dalam bidang yang diajarkan. Jadi terdapat berbagai cara mengendalikan lingkungan untuk menjamin pembinaan pola emosi yang diinginkan dan menghilangkan reaksi-reaksi emosional yang tidak diinginkan sebelum berkembang menjadi kebiasaan yang tertanam kuat. F. Upaya mengembangkan nilai, moral dan sikap anak / remaja serta implikasinya dalam penyelenggaraan pendidikan Perwujudan nilai, moral dan sikap tidak terjadi dengan sendirinya. Proses yang dilalui seseorang dalam pengembangan nilai-nilai hidup tertentu adalah sebuah proses yang belum seluruhnya di pahami oleh para ahli (Surakhmad, 1980 : 17). Apa yang terjadi di dalam diri pribadi seseorang hanya dapat didekati melalui cara-cara tidak langsung, yakni dengan cara mempelajari gejala serta tingkah laku orang lain. Karena itu ada kemungkinan bahwa ada individu yang tahu tentang sesuatu nilai tetap menjadi pengetahuan. Tidak semua individu mencapai tingkat perkembangan moral seperti yang diharapkan, maka pendidik dihadapkan dengan masalah pembinaan. Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam mengembangkan nilai, moral dan sikap remaja adalah : a. Menciptakan komunikasi Dalam komunikasi didahului dengan pemberian informasi tentang nilai-nilai dan moral.Sehingga anak tidak pasif mendengarkan dari orang dewasa bagaimana seseorang harus bertingkah laku sesuai dengan norma dan nilai-nilai moral tetapi anak-anak dirangsang supaya lebih aktif. b. Menciptakan iklim lingkungan yang serasi. Untuk remaja, moral merupakan suatu kebutuhan tersendiri oleh karena mereka sedang dalam keadaan membutuhkan pedoman dan petujuk dalam rangka mencari jalannya sendiri. Nilai-nilai keagamaan perlu mendapat perhatian, karena agama juga menyatu tingkah laku baik buruk, sehingga secara psikologis merupakan alat final. PENUTUP Kesimpulan : Kematangan dalam belajar serta kondisi-kondisi kehidupan atau kultur merupakan faktor-faktor emosi akan mempengaruhi tingkah laku anak. Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pendidikan, pendidik dapat melakukan beberapa upaya dalam pengembangan emosi anak / remaja antaralain : konsisten dalam pengelolaan kelas, mendorong anak bersaing dengan diri sendiri, pengelolaan diskusi kelas yang baik, mencoba memahami anak didik dan membantu siswa untuk berprestasi. Pola emosi pada remaja sama dengan pola emosi pada anak-anak , yang membedakan adalah pada rangsangan yang membnagkitkan emosi dan derajatnya serta pengendalian remaja terhadap ungkapan emosi mereka. Upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan nilai, moral dan sikap anak / remaja adalah dengan menciptakan komunikasi disamping memberi informasi dan anak diber kesempatan untuk berpartisipasi untuk aspek moral, serta menciptakan system lingkungan yang serasi. DAFTAR PUSTAKA

Gunarsa, Singgih, Dasar dan Teori Perkembangan anak. Jakarta : PT. BPK Gunung Mulia 1991. , Perkembangan Anak( Alih bahasa Martasari Tjandrasa & Muslichah Zarkasih) Jakarta: Erlangga, 1990 Sunarto, Agung Hartono Perkembangan Peserta Didik Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994. Tugiyono WA, Ashari Perkembangan Peserta Didik FKIP UMP, 2003 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan seseorang pada umumnya penuh dorongan dan minat untuk mencapai atau memiliki sesuatu. Perilaku seseorang dan munculnya berbagai kebutuhan disebabkan oleh berbagai dorongan dan minat. Dorongan-dorongan dan minat seseorang itu terpenuhi merupakan dasar dari pengalaman emosionalnya. Seorang individu dalam merespon sesuatu lebih banyak diarahkan oleh penalaran dan pertimbangan-pertimbangan objektif. Akan tetapi pada saat-saat tertentu di dalam kehidupannya, dorongan emosional banyak campur tangan dan mempengaruhi pemikiran-pemikiran dan tingkah lakunya. Oleh karena itu untuk memahami anak / remaja, perlu mengetahui apa yang ia lakukan dan pikirkan. Disamping itu hal yang lebih penting untuk diketahui adalah apa yang mereka rasakan. Jadi makin banyak kita memahami dunia anak/remaja , makin perlu kita melihat ke dalam kehidupan emosionalnya dan memahami perasaan-perasaannya, baik perasaan tentang dirinya sendiri maupun tentang orang lain. Gejala-gejala emosional seperti marah, takut, bangga dan rasa malu, cinta dan benci, harapan-harapan dan rasa putus asa, perlu dicermati dan difahami dengan baik agar proses pembelajaran pendidikan pada anak / remaja dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. B. Tujuan : 1. Sebagai salah satu tugas mata kuliah Perkembangan Peserta Didik. 2. Dapat bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya. PEMBAHASAN C. Pengertian Emosi Perbuatan atau perilaku dalam sehari-hari pada umumnya disertai oleh perasaan-perasaan tertentu, seperti perasaan senang dan tidak senang. Perasaan senang atau tidak senang yang terlalu menyertai perbuatan-perbuatan kita sehari-hari disebut warna afektif. Dalam hal warna afektif tersebut kuat, maka perasaan-perasaan menjadi lebih mendalam, lebih luasdan lebih terarah. Perasaan-perasaan seperti ini disebut emosi (Sarlito,1982:59).Emosi dan perasaan adalah dua hal yang berbeda. Tetapi perbedaan antara keduanya tidak dapat dinyatakan dengan tegas. Emosi dan perasaan merupakan suatu gejala emosional yang secara kualitatif berkelanjutan, akan tetapi tidak jelas batasnya. Pada suatu saat suatu warna afektif dapat dikatakn sebagai perasaan, tetapi juga dapat dikatakan sebagai emosi. Jadi emosi adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari dalam individu tentang keaadaan mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak. Emosi adalah warna afektif yang kuat dan ditandai oleh perubahan-perubahan fisik . Pada saat terjadi emosi seringkali

terjadi perubahan-perubahan pada fisik , antara lain berupa : 1. Reaksi elektris pada kulit meningkat bila terpesona 2. Peredaran darah bertambah cepat bila marah. 3. Denyut jantung bertambah cepat bila terkejut. 4. Pernafasan; bernafas panjang kalau kecewa 5. Pupil mata; membesar bila marah 6. Liur; mengering kalau takut atau tegang. D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi Sejumlah penelitian tentang emosi anak menunjukkkan bahwa perkembangan emosi mereka tergantung pada faktor kematangan dan faktor belajar ( Hurlock, 1960 : 266). Reaksi emosional yang tidak muncul pada awal kehidupan berarti tidak ada, reaksi tersebut mungkin akan muncul dikemudian hari, dengan berfungsinya system indokrin. Kematangan dan belajar terjalin erat satu sama lain dalam mempengaruhi perkembangan emosi. Perkembangan intelektual menghasilkan kemampuan untuk memahami makna yang sebelumnya tidak di mengerti , memperhatikan satu rangsangan dalam jangka waktu yang lebih lama dan menimbulkan emosi terarah pada satu objek. Dengan demikian anak-anak menjadi reaktif terhadap rangsangan yang tadinya tidak mempengaruhi mereka pada usia yang lebih muda. Kegiatan belajar menunjang perkembangan emosi antara lain : Belajar dengan coba-coba (trial and error learning) Anak belajar secara coba-coba untuk mengekpresikan emosi dalam bentuk perilaku yang memberikan pemuasan terbesar kepadanya dan menolak perilaku yang memberikan pemuasan sedikit atau samasekali tidak memberikan pemuasan. Belajar dengan cara meniru learning by imitation Dengan mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi tertentu orang lain, anak-anak bereaksi dengan emosi dan metode ekpresi yang sama dengan orang-orang yang diamati. Belajar dengan cara mempersamakan diri learning by identification Anak menirukan reaksi emosional orang lain yang tergugaholeh rangsangan yang sama dengan rangsangan yang telah membangkitkan emosi orang yang ditiru. Belajar melalui Pengkondisian Dengan metode ini objek situasi yang pada mulanya gagal memancing reaksi emosional, kemudian dapat berhasil dengan cara asosiasi. Pelatihan atau belajar dibawah bimbingan dan pengawasan, terbatas pada aspek reaksi. Kepada anak di ajarkan cara bereaksi yang dapat diterima jika sesuatu emosi terangsang. Dengan bertambahnya umur, menyebabkan terjadinya perubahan dalam ekpresi emosional. Bertambahnya pengetahuan dan pengalaman berpengaruh terhadap perubahan-perubahan emosional tersebut. E. Upaya Pengembangan emosi anak dan implikasinya dalam penyelenggaraan pendidikan. Dalam kaitannya dengan emosi anak / remaja awal yang cenderung banyak melamun dan sulit diterka, maka satu-satunya hal yang dapat dilakukan oleh guru adalah konsisten dalam pengelolaan kelas dan memperlakukan siswa seperti orang dewasa yang penuh tanggungjawab.Guru-guru dapat membantu mereka yang bertingkah kasar dengan jalan mencapai keberhasilan dalam pekerjaan / tugas-tugas sekolah sehingga mereka menjadi anak yang lebih tenang dan lebuh mudah di tangani. Salah satu yang mendasar yaitu dengan cara mendorong mereka untuk bersaing dengan diri sendiri.

Apabila ada ledakan-ledakan kemarahan sebaiknya kita memperkecil ledakan emosi tersebut, misalnya dengan jalan tindakan yang bijaksana dan lemah lembut, mengubah pokok pembicaraan dan memulai aktivitas baru. Jika kemarahan siswa tidak juga reda, guru dapat minta bantuan kepada petugas bimbingan dan konseling. Reaksi yang sering terjadi pada diri remaja terhadap temuan-temuan mereka bahwa kesalahan orang dewasa merupakan tantangan terhadap otoritas orang dewasa. Pendidik terperangkap oleh kemampuan siswa yang baru dalam menentukan / menemukan dan mengangkat ke permukaan tentang kelemahan-kelemahan orang dewasa. Satu cara untuk mengatasinya adalah meminta siswa mendiskusikan atau menulis tentang perasaan-perasaan mereka yang negatif. Untuk menunjukkan kematangan mereka seringkali terdorong untuk menentang otoritas orang dewasa. Cara yang paling baik untuk menghadapi pemberontakan para remaja/ anak adalah mencoba untuk mengerti mereka, yang kedua adalah melakukan segala sesuatu yang dapat dilakukan untuk membantu siswa berhasil berprestasi dalam bidang yang diajarkan. Jadi terdapat berbagai cara mengendalikan lingkungan untuk menjamin pembinaan pola emosi yang diinginkan dan menghilangkan reaksi-reaksi emosional yang tidak diinginkan sebelum berkembang menjadi kebiasaan yang tertanam kuat. F. Upaya mengembangkan nilai, moral dan sikap anak / remaja serta implikasinya dalam penyelenggaraan pendidikan Perwujudan nilai, moral dan sikap tidak terjadi dengan sendirinya. Proses yang dilalui seseorang dalam pengembangan nilai-nilai hidup tertentu adalah sebuah proses yang belum seluruhnya di pahami oleh para ahli (Surakhmad, 1980 : 17). Apa yang terjadi di dalam diri pribadi seseorang hanya dapat didekati melalui cara-cara tidak langsung, yakni dengan cara mempelajari gejala serta tingkah laku orang lain. Karena itu ada kemungkinan bahwa ada individu yang tahu tentang sesuatu nilai tetap menjadi pengetahuan. Tidak semua individu mencapai tingkat perkembangan moral seperti yang diharapkan, maka pendidik dihadapkan dengan masalah pembinaan. Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam mengembangkan nilai, moral dan sikap remaja adalah : a. Menciptakan komunikasi Dalam komunikasi didahului dengan pemberian informasi tentang nilai-nilai dan moral.Sehingga anak tidak pasif mendengarkan dari orang dewasa bagaimana seseorang harus bertingkah laku sesuai dengan norma dan nilai-nilai moral tetapi anak-anak dirangsang supaya lebih aktif. b. Menciptakan iklim lingkungan yang serasi. Untuk remaja, moral merupakan suatu kebutuhan tersendiri oleh karena mereka sedang dalam keadaan membutuhkan pedoman dan petujuk dalam rangka mencari jalannya sendiri. Nilai-nilai keagamaan perlu mendapat perhatian, karena agama juga menyatu tingkah laku baik buruk, sehingga secara psikologis merupakan alat final. PENUTUP Kesimpulan : Kematangan dalam belajar serta kondisi-kondisi kehidupan atau kultur merupakan faktor-faktor emosi akan mempengaruhi tingkah laku anak. Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pendidikan, pendidik dapat melakukan beberapa upaya dalam pengembangan emosi anak / remaja antaralain : konsisten dalam pengelolaan kelas, mendorong anak bersaing dengan diri sendiri, pengelolaan diskusi kelas yang baik, mencoba

memahami anak didik dan membantu siswa untuk berprestasi. Pola emosi pada remaja sama dengan pola emosi pada anak-anak , yang membedakan adalah pada rangsangan yang membnagkitkan emosi dan derajatnya serta pengendalian remaja terhadap ungkapan emosi mereka. Upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan nilai, moral dan sikap anak / remaja adalah dengan menciptakan komunikasi disamping memberi informasi dan anak diber kesempatan untuk berpartisipasi untuk aspek moral, serta menciptakan system lingkungan yang serasi. DAFTAR PUSTAKA Gunarsa, Singgih, Dasar dan Teori Perkembangan anak. Jakarta : PT. BPK Gunung Mulia 1991. , Perkembangan Anak( Alih bahasa Martasari Tjandrasa & Muslichah Zarkasih) Jakarta: Erlangga, 1990 Sunarto, Agung Hartono Perkembangan Peserta Didik Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994. Tugiyono WA, Ashari Perkembangan Peserta Didik FKIP UMP, 2003 learning by identificationBerdasarkan penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat (dalam Masykouri, 2005: 12.7) sekitar 5-10% anak usia sekolah menunjukan perilaku agresif. Secara umum, anak laki-laki lebih banyak menampilkan perilaku agresif, dibandingkan anak perempuan. Menurut penelitian, perbandingannya 5 berbanding 1, artinya jumlah anak laki-laki yang melakukan perilaku agresif kira-kira 5 kali lebih banyak dibandingkan anak perempuan. Lebih lanjut Masykouri menejelaskan, penyebab perilaku agresif diindikasikan oleh empat faktor utama yaitu gangguan biologis dan penyakit, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan pengaruh budaya negatif. Faktor-faktor penyebab ini sifatnya kompleks dan tidak mungkin hanya satu faktor saja yang menjadi penyebab timbulnya perilaku agresif.

Keempat faktor penyebab anak berperilaku agresif adalah sebagai berikut:


A. Faktor Biologis Emosi dan perilaku dapat dipengaruhi oleh faktor genetic, neurologist atau faktor biokimia, juga kombinasi dari faktor ketiganya. yang jelas, ada hubungan antara tubuh dan perilaku, sehingga sangat beralasan untuk mencari penyebab biologis dari gangguan perilaku atau emosional. misalnya, ketergantungan ibu pada alcohol ketika janin masih dalam kandungan dapat menyebAnak berkebutuhan khususan berbagai gangguan termasuk emosi dan perilaku. Ayah yang peminum alkohol menurut penelitaian juga beresiko tinggi menimbulkan perilaku agresif pada anak. Perilaku agresif dapat juga muncul pada anak yang orang tuanya penderita psikopat (gangguan kejiwaan). Semua anak sebenarnya lahir dengan keadaan biologis tertentu yang menentukan gaya tingkah laku atau temperamennya, meskipun temperamen dapat berubah sesuai pengasuhan. Selain itu,

penyakit kurang gizi, bahkan cedera otak, dapat menjadi penyebab timbulnya gangguan emosi atau tingkah laku. B. Faktor Keluarga Faktor keluarga yang dapat menyebAnak berkebutuhan khususan perilaku agresif dapat diidentifikasikan seperti berikut. 1. Pola asuh orang tua yang menerapkan disiplin dengan tidak konsisiten. Misalnya orang tua sering mengancam anak jika anak berani melakukan hal yang menyimpang. Tetapi ketika perilaku tersebut benar-benar dilakukan anak hukuman tersebut kadang diberikan kadang tidak, membuat anak bingung karena tidak ada standar yang jelas. hal ini memicu perilaku agresif pada anak. Ketidakonsistenan penerapan disiplin jika juga terjadi bila ada pertentangan pola asuh antara kedua orang tua, misalnya si Ibu kurang disiplin dan mudah melupakan perilaku anak yang menyimpang, sedang si ayah ingin memberikan hukuman yang keras. 2. Sikap permisif orang tua, yang biasanya berawal dari sikap orang tua yang merasa tidak dapat efektif untuk menghentikan perilaku menyimpang anaknya, sehingga cenderung membiarkan saja atau tidak mau tahu. Sikap permisif ini membuat perilaku agresif cenderung menetap. 3. Sikap yang keras dan penuh tuntutan, yaitu orang tua yang terbiasa menggunakan gaya instruksi agar anak melakukan atau tidak melakukan sesuatu, jarang memberikan kesempatan pada anak untuk berdiskusi atau berbicara akrab dalam suasana kekeluargaan. Dalam hal ini muncul hukum aksi-reaksi, semakin anak dituntut orang tua, semakin tinggi keinginan anak untuk memberontak dengan perilaku agresif. 4. Gagal memberikan hukuman yang tepat, sehingga hukuman justru menimbulkan sikap permusuhan anak pada orang tua dan meningkatkan sikap perilaku agresif anak. 5. Memberi hadiah pada perilaku agresif atau memberikan hukuman untuk perilaku prososial. 6. Kurang memonitor dimana anak-anak berada 7. Kurang memberikan aturan 8. Tingkat komunikasi verbal yang rendah 9. Gagal menjadi model yang 10. Ibu yang depresif yang mudah marah C. Faktor Sekolah Beberapa anak dapat mengalami masalah emosi atau perilaku sebelum mereka mulai masuk sekolah, sedangkan beberapa anak yang lainnya tampak mulai menunjukkan perilaku agresif ketika mulai bersekolah. Faktor sekolah yang berpengaruh antara lain: 1) teman sebaya, lingkungan sosial sekolah, 2) para guru, dan 3) disiplin sekolah. 1. Pengalaman bersekolah dan lingkungannya memiliki peranan penting dalam pembentukan perilaku agresif anak demikian juga temperamen teman sebaya dan kompetensi sosial

2. Guru-guru di sekolah sangat berperan dalam munculnya masalah emosi dan perilaku itu. Perilaku agresifitas guru dapat dijadikan model oleh anak. 3. Disiplin sekolah yang sangat kaku atau sangat longgar di lingkungan sekolah akan sangat membingungkan anak yang masih membutuhkan panduan untuk berperilaku. Lingkungan sekolah dianggap oleh anak sebagai lingkungan yang memperhatikan dirinya. Bentuk pehatian itu dapat berupa hukuman, kritikan ataupun sanjungan. D. Faktor Budaya Pengaruh budaya yang negatif mempengaruhi pikiran melalui penayangan kekerasan yang ditampilkan di media, terutama televisi dan film. Menurut Bandura (dalam Masykouri, 2005: 12.10) mengungkapkan beberapa akibat penayangan kekerasan di media, sebagai berikut. 1. Mengajari anak dengan tipe perilaku agresif dan ide umum bahwa segala masalah dapat diatasi dengan perilaku agresif. 2. Anda menyaksikan bahwa kekerasan bisa mematahkan rintangan terhadap kekerasan dan perilaku agresif, sehingga perilaku agresif tampak lumrah dan bisa diterima. 3. Menjadi tidak sensitif dan terbiasa dengan kekerasan dan penderitaan (menumpulkan empati dan kepekaan sosial). 4. Membentuk citra manusia tentang kenyataan dan cenderung menganggap dunia sebagai tempat yang tidak aman untuk hidup. Akibat sering nonton salah satu kartun, dan film robot di beberapa stasiun TV, anak cenderung meniru tokoh tersebut dan selain itu juga meniru perilaku saudara sepupu teman sepermainannya. Terkadang orang tua melarang putra putrinya untuk menonton film film kartun dan film robot tersebut tentunya dengan memberikan penjelasan, tetapi belum membuahkan hasil yang maksimal. Selain itu, faktor teman sebaya juga merupakan sumber yang paling mempengaruhi anak. Ini merupakan faktor yang paling mungkin terjadi ketika perilaku agresif dilakukan secara berkelompok. Ada teman yang mempengaruhi mereka agar melakukan tindakan-tindakan agresif terhadap anak lain. Biasanya ada ketua kelompok yang dianggap sebagai anak yang jagoan, sehingga perkataan dan kemauanya selalu diikuti oleh temannya yang lain. Faktor-faktor Penyebab Anak Berperilaku Agresif di atas sangat kompleks dan saling mempengaruhi satu sama lain.

Anda mungkin juga menyukai