Anda di halaman 1dari 2

BANDUNG

Sudah hampir dua tahun aku berada di kota Bandung. Yah, Bandung. Terkenal dengan sejuta arsitek khas jaman kolonial Belanda. Bandung yang terkenal dengan kota kembang. Bandung yang tekenal dengan Boscha, teropong bintang yang sudah tua dimakan waktu. Daerah dingin dengan dataran tinggi dan gunung mengelilinginya. Bandung bukanlah daerah pesisir yang panas. Bandung terasa sejuk dikala siang. Dengan pepohonan yang dibiarkan tumbuh besar dipinggir jalan protokolelnya. Bernaung pada adat sunda yang begitu terkenal dengan keramah tamahannya, menjadikan kota ini sesak padat diakhir minggu. Begitu banyak kendaraan yang melintas. Begitu banyak orang dari luar. Untuk mencari ilmu, bekerja, ataupun hanya untuk melepas lelah akan kesuntukan pekerjaan yang begitu menyiksa. Bandung merupakan kota dimana semua cerita dan legenda bermula. Bandung berada pada ketinggian 768 m di atas permukaan laut, dengan titik tertinggi di berada di sebelah utara dengan ketinggian 1.050 meter di atas permukaan laut, menjadikan kota Bandung begitu sejuk disaat siang dan terasa dingin pegunungan dikala malam hari. Maka dari itu, aku melakukan perjalanan menyusuri kota Bandung pada malam hari, karena akan terasa indah dengan gemerlap lampu yang menaunginya. Begitu indah hingga menyilaukan mata dan pikiranpun menjelajah ke masa dahulu, ketika pertama Bandung ada. Hari ini, jumat 20 mei 2011. Terasa bosan dengan suasana kostan yang berada di jalan dipatiukur, dago. Mulai terasa lapar perut ini ingin menyicipi masakan kota Bandung. Sudah kering mata ini ingin menyaksikan gemerlap kota Bandung pada malam hari. Dan terlalu penat kuping ini tak mendengarkan sejarah kota yang sangat aku senangi ini. Aku bersama kakak ku, Margo Dyslexia mulai menyalakan motor Mio merah kebanggaan ku, yah walaupun sudah butut termakan angin dan polusi. Aku berangkat tak tahu tujuan yang akan dituju. Kakak ku ini sangat gemar senang berjalan-jalan pada malam hari, sama denganku yang sellu menganggap indah kota Bandung yang indah ini pada malam hari. Kami berkeliling-keliling cukup lama, samapai perut ini tak mampu berkompromi. Kami menghentikan laju motor kami di sebuah jalan, di daerah karapitan. Kami makan bubur ayam sejenak. Enak rasanya, begitu hangat ke perut, ditambah dengan air teh hangat yang membuatnya begitu sangat special. Kami melanjutkan acara malam kami. Margo bercerita tentang SMA 3 dan SMA 5 Bandung yang terkenal dengan cerita seramnya, juga tentang sebuah rumah di sekitar GOR Saparua, yang terkenal dengan nama rumah kentang. Aku tak begitu tertarik sebenarnya. Lalu kami mulai mengarahkan motor kami kedaerah Siliwangi, saat Margo melewati sebuah patung yang ternyata itu merupakan salah satu Founder kota Bandung. Rasa penasaran ku mulai berkecamuk. Menelan pikiran dan membuat beragam pertanyaan yang begitu memusingkan. Beribu fakta yang belum terkuak. Beribu bangunan tua yang menjadi saksi bisu jaman kolonial Belanda. Margo bercerita tentang sebuah tongkat salah satu Founder kota Bandung itu. Dia bercerita tentang bagaimana keyakinan seseorang bias membuat Bandung seperti sekarang ini. Seorang founder kota Bandung itu menacapkan sebuah tongkat dan berbicara kepada semua orang bahwa Aku mencapkan tongkat ini. Ketika aku pulang dari Belanda, daerah ini sudah harus menjadi sebuah kota!. Benar saja, ketika dia pergi ke Belanda, lalu setelah beberapa lama dia kembali, daerah tersebut sudah menjadi kota. Menjadi kota Bandung yang kita kenal sekarang ini. Sekarang aku berada di depan tongkat itu, yang sekarang menjadi 0 kilometer kota bandung. Berada tepat di depan gedung sebuah pemerintahan di sekitar daerah Asia-Afrika.

Tidak beberapa jauh dari situ, aku melihat sebuah benda mekanik, yang ternyata itu adalah salah satu mesin cetak Koran yang ada pada jaman kolonial Belanda kala itu. Kembali beribu pertanyaan menyeruak di dalam pikiran ku. Tentang bagaimana tatanan kota Bandung ini begitu indah bagaikan sebuah berlian. Perjalanan aku lanjutkan ke depan gedung Asia-Afrika. Bukanlah gedung Asia-Afrika yang aku perhatikan. Melaikan bangunan yang ada di depan gedung tersebut. Sebuah gedung yang sangat kental dengan gaya khas bangunan Belanda. Aku tak tahu banyak tentang bangunan tersebut. Yang aku tahu itu adalah gedung pemerintahan Belanda kala itu, tercermin dari kata-kata Belanda yang belum pernah di gantikan dari dulu. Aku tertegun melihat keindahan bangunan tersebut. Begitu indah. Dengan setiap ukiran yang terkesan begitu simpel. Lalu aku mulai didengarkan cerita tentang keindahan kota Bandung. Tentang bagaimana semua tatanannya tak akan berubah. Tentang sebuah didalam sebuah bangunan. Tentang rumah kembar. Semua begitu memenatkan kepalaku. Mengisi setiap detik yang dulu pernah terlewati di kala semuanya tak seperti sekarang. Seperti menjelajah waktu, memutar ulang roll yang pernah tersimpan. Masih banyak cerita yang belum terkuak. Masih banyak keindahan yang belum terlihat. Kebanggaan ku pada kota Bandung ini menjadi sebuah kebanggaan terbesar. Keindahan yang selalu tersimpan rapih di antara bangunan dan dinginnya kota Bandung. Tatanan kota yang tak akan pernah berganti dari jaman ke jaman. Sejarah yang tak akan pernah terhapus begitu saja. Selalu ada yang tertinggal di kota Bandung. Selalu menjadi pengingat dikala meninggalkannya. Cerita yang begitu indah untuk di bagikan kepada anak cucu kita kelak. Waktu yang selalu dan tak akan pernah tergantikan. Ini bukan tentang bagaimana kamu menikmati kota Bandung, ini lebih dari itu. Ini tentang bagaimana kamu mencintai kota Bandung, selalu ingin kembali, selalu ingin seperti ini. Tak tahu sampai kapan rasa ini ada, yang pasti aku sangat ingin terus berada di sini, walau penat melihat jalanannya yang macet, asap polusi yang begitu hitam, bau sampah yang membusuk. Aku tak peduli. Hanya 2 hal yang aku pahami. Pertama, menikmati keindahan kota ini bukanlah pada siang ataupun pagi hari. Menikmati keindahan pada malam hari begitu terasa terlalu indah untuk di lewati setiap detiknya. Yang kedua, tentang tatanan kota yang tak akan pernah berubah. Jika ingin menghancurkan sejarah kota Bandung, hancurkan saja bangunan yang indah dan megahnya dengan cirri khas Belanda yang begitu menggiurkan mata untuk melihat lebih dekat. Bandung, begitu banyak kau menyimpan sejarah, begitu indahnya kau untuk aku lihat, selalu ada yang tertinggal di kota ini, Bandung. Selalu ada cerita. Bandung. End.

Anda mungkin juga menyukai