Anda di halaman 1dari 4

MOTIVASI BELAJAR

A. Pengertian Motivasi Motivasi merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan keberhasilan anak di dalam belajar. Begitu urgennya peran motivasi tersebut, terdapat banyak ahli yang membahas bagaimana motivasi tersebut muncul, bagaimana dapat mengembangkan motivasi, apakah macam-macam motivasi tersebut menentukan prestasi yang dicapai anak dan bagaimana pendidik dalam memberikan penghargaan hingga dapat meningkatkan motivasi tersebut. Pengertian motivasi hingga kini masih terus diperdebatkan oleh para pakar psikologi. Sebagian besar pakar psikologi menyatakan bahwa motivasi merupakan konsep yang menjelaskan alas an seseorang berperilaku. Pengertian ini masih bersifat umum, sehingga banyak dihadapkan pada pembahasan spesifik tentang makna motivasi yang dilandasi oleh berbagai asumsi dan terminologi. Demikian pula masalah yang paling mendasar dalam memahami konsep motivasi adalah tidak adanya kemampuan seseorang dalam mengamati dan menyentuhnya secara langsung. Konsep motivasi yang dikenal di dalam literature psikologi merupakan konstruk hipotetik, dan motivasi itu memberikan ketetapan yang menjelaskan tentang kemungkinan sebab-sebab perilaku peserta didik. Oleh karena itu motivasi tidak dapat diukur secara langsung, seperti halnya mengukur panjang atau lebar suatu ruangan. Walaupun begitu, diakui bahwa pemahaman tentang alasan peserta didik berperilaku tertentu merupakan aspek yang sangat penting dalam membantu kegiatan belajar. Kebanyakan pakar psikologi menggunakan kata motivasi dengan mengaitkan belajar untuk menggambarkan proses yang dapat: (a) memunculkan dan mendorong perilaku, (b) memberikan arah tujuan perilaku, (c) memberikan peluang terhadap perilaku yang sama, dan (d) mengarahkan pada pilihan perilaku tertentu. Apabila pendidik bertanya pada diri sendiri misalnya: apa yang dapat saya lakukan untuk membantu peserta didik memulai belajar? atau apa yang dapat saya lakukan untuk membantu peserta didik agar mempelajari apa yang saya tawarkan? atau apa yang dapat saya lakukan untuk membantu peserta didik agar berusaha keras di dalam belajarnya? maka jawabannya adalah memotivasi peserta didik. Demikian pula bahwa motif anak yang dibawa ke dalam situasi belajar sangat berpengaruh terhadap bagaimana mereka belajar dan apa yang mereka pelajari. Pandangan ini sangat tepat karena motif merupakan kondisi di dalam diri anak yang mempengaruhi kesiapannya di dalam memprakarsai atau melanjutkan kegiatan belajar. Misalnya, anak sedang mengalami kebutuhan untuk memahami bagaimana memiliki tubuh yang sehat, maka anak tersebut memiliki motif untuk membaca buku tentang kesehatan jasmani. Motivasi tidak hanya penting untuk membuat peserta didik melakukan aktivitas belajar, melainkan juga menentukan berapa banyak peserta didik dapat belajar dari aktivitas yang mereka lakukan atau informasi yang mereka hadapi. Peserta didik yang termotivasi menunjukkan proses kognitif yang tinggi dalam belajar, menyerap, dan mengingat apa yang

telah dipelajari. Tugas utama pendidik adalah merencanakan cara-cara mendudkung peserta didik. Motivasi untuk melakukan sesuatu berasal dari berbagai faktor seperti karakteristik kepribadian. Individu mungkin memiliki minat yang cukup dan mantap dalam berpartisipasi pada pelbagai kegiatan seperti akademik, olah raga, dan aktivitas sosial. Motivasi dapat berasal dari karakteristik intrinsik dari suatu tugas belajar. Motivasi juga dapat berasal dari sumber ekstrinsik suatu tugas. Penilaian terhadap prestasi peserta didik merupakan bentuk karakteristik ekstrinsik dari suatu tugas belajar. B. Pentingnya Motivasi dalam Belajar Motivasi adalah penting, bahkan tanpa kesepakatan tertentu mengenai definisi konsep tersebut. Apabila terdapat dua anak yang memiliki kemampuan sama dan memberikan peluang dan kondisi yang sama untuk mencapai tujuan, kinerja dan hasil yang dicapai oleh anak yang termotivasi akan lebih baik dibandingkan dengan anak yang tidak termotivasi. Hal ini dapat diketahui dari pengalaman dan pengamatan sahari-hari. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa apabila anak tidak memiliki motivasi belajar, maka tidak akan terjadi kegiatan belajar pada diri anak tersebut. Walaupun begitu, hal itu kadang-kadang menjadi masalah, karena motivasi bukanlah suatu kondisi. Apabila motivasi peserta didik anak itu rendah, umumnya diasumsikan bahwa prestasi peserta didik anak yang bersangkutan akan rendah. Motivasi bukan saja penting karena menjadi faktor penyebab belajar, namun juga memperlancar belajar dan hasil belajar. Secara historik, pendidik selalu mengetahui kapan peserta didik perlu dimotivasi selama proses belajar, sehingga aktivitas belajar berlangsung lebih menyenangkan, arus komunikasi lebih lancar, menurunkan kecemasan peserta didik, meningkatkan kreativitas dan aktivitas belajar. Walaupun motivasi merupakan prasyarat penting dalam belajar, namun agar aktivitas belajar itu terjadi pada diri anak, ada faktor lain seperti kemampuan dan kualitas pembelajaran yang harus diperhatikan pula. Jika anak diberikan tugas-tugas belajar di luar kemampuannya, bagaimanapun mereka termotivasi anak tersebut tidak akan mampu melakukannya. Kenyataannya, ada penurunan titik pengembalian pada kedua faktor tersebut, termasuk juga motivasi. Misalnya, jika peserta didik diberikan suatu tugas yang memiliki tingkat kesulitan tinggi, namun mereka memiliki kemempuan mengerjakannya, maka kemungkinan anak tersebut akan berhasil mengerjakannya. Hanya mungkin anak tersebut memerlukan praktik tambahan atau emerlukan penambahan waktu belajar. Hal yang perlu dipertimbangkan adalah berkenaan dengan masalah kemampuan anak di dalam melekukan aktivitas belajar, dan kegiatan pembelajaran yang menarik agar anak tersebut termotivasi.

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar Terdapat enam faktor yang didukung oleh sejumlah teori psikologi dan penelitian terkait yang memiliki dampak substansial terhadap motivasi belajar peserta didik. Keenam faktor yang dimaksud yaitu: 1. Sikap Sikap merupakan kombinasi dari konsep, informasi, dan emosi yang dihasilkan di dalam predisposisi untuk merespon orang, kelompok, gagasan, peristiwa, atau objek tertentu secara menyenangkan atau tidak menyenangkan. Misalnya, peserta didik baru yang akan mengikuti pelajaran tertentu. Seorang teman yang telah mengikuti pelajaran tersebut menceritakan pengalamannya bahwa pendidiknya bersikap autoritatif dan sombong. Peserta didik tersebut kemudian merasa agak cemas pada waktu mengantisipasi pelajaran yang akan didikuti. Pada pertemuan pembelajaran pertama, pendidik, dengan cara tertentu, mendiskusikan kegiatan pembelajaran dan persyaratan yang harus dimiliki oleh peserta didik. Peserta didik tersebut menilai gaya mengajar pendidik tersebut kurang baik. Sekarang dia mencemaskan cara pendidik dalam mengajar sehingga pelajaran yang akan diikuti. Peserta didik tersebut telah mengkombinasikan informasi dan emosi ke dalam suatu predisposisi untuk merespon peserta didik dan peristiwa yang tidak menyenangkan. Apabila temannya tersebut menceritakan bahwa pendidik mata pelajaran tersebut sangat membantu dan mempedulikan semua peserta didik, mungkin sikap peserta didik tersebut akan berbeda. Sikap memiliki pengaruh kuat terhadap perilaku dan belajar peserta didik karena sikap itu membantu peserta didik dalam merasakan dunianya dan memberikan pedoman kepada perilaku yang dapat menjelaskan dunianya. 2. Kebutuhan Kebutuhan merupakan kondisi yang dialami oleh individu sebagai suatu kekuatan internal yang memandu peserta didik untuk mencapai tujuan. Perolehan tujuan merupakan kemampuan melepaskan atau mengakhiri perasaan kebutuhan dan tekanan. Dahaga (suatu kebutuhan) memandu pada pencarian air (tujuan). Apabila air telah cukup diminum, kebutuhan atau tekanan dahaga tersebut berakhir. Kebutuhan itu berada di dalam jaringan atau memori manusia, dan kebutuhan itu dapat bersifat fisiologis, seperti lapar, atau kebutuhan itu merupakan hasil belajar, seperti kebutuhan untuk berprestasi. Semua orang merasakan kebutuhan yang tidak pernah berakhir. Kebutuhan mana yang dialami peserta didik sekarang ini akan bergantung pada sejarah belajar individu, situasi sekarang dan kebutuhan terakhir yang dipenuhi. 3. Rangsangan Rangsangan merupakan perubahan di dalam persepsi atau pengalaman dengan lingkungan yang membuat seseorang bersifat aktif. Seseorang melihat sesuatu dan tertarik padanya, mendengar sesuatu yang baru dan mendengarkan suara dengan seksama, menyentuh sesuatu yang tidak diharapkan dan menarik tangan dari padanya. Semua itu merupakan pengalaman yang merangsang. Apapun kualitasnya, stimulus yang

unik akan menarik perhatian setiap orang dan cenderung mempertahankan keterlibatan diri secara aktif terhadap stimulus tersebut. Manusia secara alamiah selalu mencari rangsangan. Petri dalam laporan penelitian neurofisiologi menyatakan tentang adanya kebutuhan actual manusia terhadap rangsangan. Dinyatakan bahwa rangsangan dapat meningkatkan aktivitas otak dan mendorong seseorag untuk menangkap dan menjelaskan lingkungannya. Perubahan kecil pada rangsangan akan memperkuat atau menyebabkan seseorang mengarahkan perhatian ke arah pelbagai bentuk rangsangan. Setiap orang secara terus-menerus memperhatikan perubahan tersebut, seperti kebaharuan ketidakmenentuan dan kesinambungannya. Apabila perubahan itu berhenti, seseorang cenderung menjadi bosan untuk memperhatikannya. 4. Afeksi Konsep afeksi berkaitan dengan pengalaman emosional-kecemasan, kepedulian, dan pemilikan-dari individu atau kelompok pada waktu belajar. Tidak ada kegiatan belajar yang terjadi di dalam kevakuman emosional. Peserta didik merasakan sesuatu saat belajar, dan emosi peserta didik tersebut dapat memotivasi perilakunya kepada tujuan. Beberapa pakar psikologi menyatakan bahwa emosi merupakan penggerak utama perilaku, dan banyak pakar psikologi menerima gagasan bahwa pikiran dan perasaan itu berinteraksi dan juga memandu pada perubahan perilaku. Weiner (1980), yang dikenal sebagai pakar psikologi kognitif, menyatakan bahwa perasaan di dalam dan pada diri individu dapat memotivasi perilaku. Gambaran tentak afeksi yang mempengaruhi perilaku dapat diilustrasikan dalam suatu contoh ilustratif berikut. Seorang peserta didik meminjam catatan temannya. Dia mengatakan bahwa dia tidak masuk kelas karena mengalami kecelakaan. Temannya merasa kasihan sehingga meminjamkan catatannnya. Di dalam contoh itu peserta didik tersebut memiliki pemahaman kognitif yang menimbulkan perasaan (kasihan) yang menyebabkan meminjamkan catatannya. Sebaliknya, apabila peserta didik yang menderita itu, dia mungkin tidak meminjamkan catatannya.

Anda mungkin juga menyukai