Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PENDIDIKAN ANTI KORUPSI Korupsi dan Pemerintah yang baik

Dosen Pembimbing: Yusraini, M.Pd.I

Disusun Oleh
Zulkifli Antoni kazam Muallimah Sri lestari

FAKULTAS TARBIYAH JURUSAN FISIKA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI 2011

BAB I

PENDAHULUAN Korupsi adalah suatu permasalahan besar yang merusak keberhasilan pembangunan nasional. Korupsi menjadikan ekonomi menjadi berbiaya tinggi. Politik yang tidak sehat dan molaritas yang terus merosot. Pemerintah yang baik (good govarnace )memiliki pengertian akan segala hal yang terkait dengan tidakan atau tingkah laku yang bersifat, menyarankan, mengendalikan atau mempengaruhi urusan public untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Sering kita mendengar kata yang satu ini, yaitu KORUPSI, korupsi ada disekeliling kita, mungkin terkadang kita tidak menyadari itu. Korupsi bias terjadi dirumah, sekolah, masyarakat, maupun diintansi tertinggi dan dalam pemerintahan. Mereka yang melakukan korupsi terkadang mengangap remeh hal yang dilakukan itu. Hal ini sangat menghawatirkan, sebab bagaimana pun, apabila suatu organisasi dibangun dari korupsi akan dapat merusaknya. Dari kenyataan diatas dapat ditarik dua kemungkinan melakukan korupsi, yaitu ; 1. Metode yang digunakan oleh pendidik belum sesuai dengan kenyataannya, sehingga pelajaran yang diajarkan tidak dapat dicerna secara optimal oleh anak didik. 2. Kita sering menganggap remeh bahkan malas untuk mempelajari hal ini , karena kurangnya moyivasi pada diri sendiri, sehingga sering sekali berasumsi untuk apa mempelajari padahal itu sangat penting untuk diketahui agar tahu hak dan kewajiban kita untuk Negara ini.

Dalam seminar yang diadakan oleh Asian Development Bank (ADB) di Fukuoka Jepang pada tanggal 10 Mei 1997 didapat sebuah kesimpulan, pengalaman negara-negara di Asia Timur memperlihatkan bahwa pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean government) merupakan faktor penting dalam sebuah proses pembangunan (ADB, 1997). Pertemuan ini juga menyepakati

empat elemen penting dari pemerintahan yang baik dan bersih yaitu (1) accountability, (2) transparancy, (3) predictability, dan (4) participation. Kesimpulan ini tidak dapat dilepaskan dari adanya kesadaran bahwa tanpa keinginan mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih tidak mungkin melakukan pembangunan dengan baik. Pengabaian terhadap good governance telah menjadi penyebab terhadap krisis keuangan yang terjadi di kawasan Asia. Krisis ini meluas menjadi ekonomi, sosial dan politik. Bahkan kemudian meruyak kepada krisis kepercayaan publik yang amat parah. Menurut Wanandi (1998) krisis ini terjadi karena penyelenggaraan pemerintah yang tidak berdasarkan hukum, kebijakan publik yang tidak transparan serta absennya akuntabilitas publik akhirnya menghambat pengembangan demokrasi dalam masyarakat.

BAB II PEMBAHASAN A. KORUPSI 1. Korupsi Korupsi berasal dari kata latin, yaitu corruption, dari kata kerja corrompere berarti busuk, rusak, menyogok. Menurut transparency internasional, korupsi adalah perilaku pejabat public,baik politis maupun pegawai negeri yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuatan politik yang dipercaya kepada mereka. Dalam arti luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. 2. Faktor-faktor penyebab munculnya korupsi Dinegara Indonesia, suatu tindakan korupsi seseorang dapat disebabkan atau didukung oleh hal-hal berikut : a. Kurangnya transparansi pada pengambilan keputusan pemerintah b. Lemahnya ketertiban hokum c. Gaji Pegawai perintah yang sangat kecil 3. Bentuk- Bentuk Penyalahgunaan Korupsi mencakup penyalahgunaan oleh pejabat pemerintahan seperti penggelapan dan nepotisme, penyogokan. a. Penyogokan : pesogok dan penerima sogokan b. Tuduhan Korupsi sebagai alat politik c. Mengukur korupsi . 4. Akibat Dari Korupsi a. Berkurangnya kepercayaan terhadap pemerintahan.

b. Berkurangnya kewibawaan pemerintah dalam masyarakat. c. Menurunya pendapatan Negara. d. Hukum tidak lagi dihormati.1
1

Evi Hartati, Tindakan pidana korupsi,(Jakarta:Sinar Grafika,2005),h.8 2 Faisal Baasir, OP,Cit,h.235.

5, Penjatuhan Pidana Terhadap Koruptor Hukuman terhadap orang yang melakukan tindak pidana korupsi. a. Pidana mati. Dapat dipidanakan mati kepada orang yang melawan hukum atau merugikan b. Pidana penjara Seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun. c. Pidana tambahan Perampasan barang bergerak atau tidak bergerak yang diperoleh dari tindak pidana korupsi. Negara ( perekonomian).

6.

Jenis-Jenis Tindak Pidana Korupsi yang lain, di antaranya:


a. b. c. d. e.

memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan); penggelapan dalam jabatan; pemerasan dalam jabatan; ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara); menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).

7. Upaya Pemberantas Korupsi a. Penegakan hokum yang tegas dan konsisten dengan sangsi berat kepada pelaku korupsi ( Hukum mati ). b. Meningkatkan komitmen c. Menata kembali organisasi, memperjelas transparansi,mempertegas visi dan misi tugas dan fungsi yang di emban oleh pihak instansi d. Mengembangkan budaya kerja

3 Jamal Bake,Op.cit,h.28-83 4 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa DEPDIKBUD, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:Balai pustaka,1998),h.527.

e. Meningkatkan evaluasi laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah

B. Pemerintahan Yang baik (Good Govarnace) a. Pemerintahan Yang baik (Good Govarnace) Pemerintah yang baik ( good governance ) memiliki pengertian akan segala hal yang terkait dengan tindakan atau tingkah laku yang bersifat, mengarahkan, mengendalikan atau mempengaruhi urusan public untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. b. Prinsip-Prinsip Pokok Good Govarnance 1. Partisipasi (participation) 2. Penegakan hokum 3. Transparansi 4. Responsif 5. Keadilan Untuk mewujudkan pemerintahan yang baik, seluruh mekanisme pengelolaan Negara harus dilakukan secara terbuka (transparan) a. Penetapan posisi atau jabatan b. Kekayaan c. Ciri- Ciri Kepemerintahan yang baik di kemukakan didalam peraturan pemerintah Nomor 101 tahun 2000, adalah sebagai berikut: c. Profesionalitas d. Akuntabilitas e. Transparansi f. Pelayanan prima g. Demokrasi h. Efisiensi2

5 Jeremi pope,Strategi Membrantas Korupsi,Elemen sistem Integritas Nasional.(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,2003),h.6

i. Efektifitas3 j. Supermasi hokum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat.

c. Otonomi Daerah dan Upaya Menciptakan Pemerintahan yang Baik dan Bersih Perubahan paradigma hubungan pusat dan daerah melalui UU No. 22 Tahun 1999 adalah merupakan upaya melakukan reformasi total penyelenggaraan negara di daerah. Dampak reformasi total ini ditinjau dari segi politik ketatanegaraan membuktikan telah terjadi pergeseran paradigma dari pemerintahan yang bercorak highly centralized menjadi pola yang lebih terdesentralisasi dengan memberikan keleluasaan kepada daerah untuk mewujudkan otonomi daerah secara lebih luas sesuai dengan karakter khas yang dimiliki daerah. Hal ini dilakukan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi yang berkembang di tengah masyarakat sesuai dengan potensi wilayahnya. Perubahan yang dilakukan ini adalah untuk mewujudkan masyarakat madani dalam kehidupan berpemerintahan, bermasyarakat dan bernegara yang memiliki nilai-nilai good governance atau behoorlijk bestuur (Koswara, 2000). Hal ini sangat diperlukan karena berkurangnya secara signifikan peranan pemerintah pusat di daerah terutama dalam melakukan pengawasan preventif. Oleh karena itu, unsur-unsur pelaksanaan pemerintahan yang baik dan benar dapat memainkan peranan penting di daerah. Apalagi UU No. 22 Tahun 1999 secara terang mengatakan bahwa aspirasi rakyat akan menjadi roh pelaksanaan pemerintahan daerah. Sehubungan dengan good governance dalam pelaksanaan otonomi daerah, ada tiga hal penting yang harus dilakukan di tingkat daerah. Pertama, transparasi kebijakan. Pendapat ini muncul karena pada era Orde Baru nafas birokrasi sebagai
3

6 Jur.Andi Hamzah,Perbandingan pemberantasan korupsi di berbagai Negara,(Jakarta: Sinar Grafika,2005)h.34.

alat kekuasaan yang represif sangat menonjol. Perumusan kebijakan pembangunan dan pemerintahan yang cenderung elitis, tertutup, dan berbau nepotis. Oleh karena itu, dalam era otonomi daerah, kondisi ini diharapkan tidak muncul lagi karena perilaku penyelenggara negara harus mengedepankan terjadinya transparasi kebijakan publik (Hadimulyo 2000). Kedua, partisipasi masyarakat. Walaupun UU No. 22 Tahun 1999 memberikan peluang kepada DPRD untuk melakukan kontrol kepada eksekutif tapi hal itu dirasakan belum cukup karena adanya indikasi bahwa DPRD dan pihak eksekutif bermain mata dalam menyikapi kebijakan-kebijakan politik yang strategis di daerah. Untuk mencegah ini diperlukan peranan yang optimal dari masyarakat dalam melakukan kontrol terhadap pelaksanaan pemerintahan. John Fenwick (1995) mengatakan bahwa dalam penataan pemerintahan daerah sudah waktunya diperlakukan prinsip the public as consumers. Hal ini dilakukan agar pemerintah lebih mengambil posisi sebagai fasilitator dan advokator kepentingan masyarakat. Dalam pelaksanaan otonomi daerah prinsip ini sudah pada tempatnya dilaksanakan di daerah karena dari dulu masyarakat hanya dilibatkan secara terbatas dalam memanajemen pemerintahan dan pembangunan. Bahkan dalam waktu yang lama rakyat lebih banyak dijadikan sebagai objek pembangunan. Peranan masyarakat hanya sebatas retorika, kepentingan birokrasi lebih menonjol dan birokrasi berubah menjadi personifikasi sekelompok elit birokrat. Subari Sukardi bekas Walikota Sawahlunto Sumatra Barat berpendapat ada tiga alasan meengedepankan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan otonomi daerah untuk mewujudkan good governance. Pertama, kualitas program akan meningkat karena dengan partisipasi masyarakat yang besar akan memberikan jaminan bahwa tidak ada kepentingan masyarakat yang tidak dipertimbangkan dalam proses penentuan kebijakan pemerintah. Kedua, akan diperoleh legitimasi yang lebih besar karena dengan partisipasi masyarakat yang lebih besar maka rakyat akan mempunyai tanggung jawab terhadap kebijakan tersebut. Dan dukungan masyarakat akan menjadi lebih besar dalam pelaksanaan

kebijakan pemerintahan. Ketiga, partisipasi masyarakat merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan perkembangan intelektual dan moral masyarakat. Yang pasti, membiasakan diri untuk memberikan akses informasi penyelenggaraan negara terhadap masyarakat. Kebiasaan instansi pemerintah tertutup terhadap pihak luar (terutama yang ingin menadapatkan informasi) harus segera dihilangkan. Ketertutupan ini dapat menimbulkan rasa curiga yang berlebihan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Sikap arogan sudah tidak masanya lagi karena ini dapat menimbulkan sikap vis a vis antara masyarakat dengan jajaran penyelenggara negara di daerah. Dan, kalau ini berlanjut, ia akan menimbulkan krisis kepercayaan dari masyarakat terhadap pemerintah

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Korupsi adalah perilaku pejabat, maupun pegawai Negara yang secara tidak legal.memperkaya, dengan menyalahgunaankan kekusaan public yang dipercaya kepada mereka Korupsi dinilai dari sudut manapun ia tetap suatu pelangaran Korupsi mengakibatkan kurangnya pendapatan Negara dan kurangnya kepercayaan terhadap pemerinta. Pemerintah yang baik adalah pelaksanaan politik, ekonomi, dan administrasi dalam mengelola masalah-masalah bangsa.

DAFTAR PUSTAKA
Chotib dkk. 2006. Kewarganegaraan 1. Jakarta : Yudishistira Hidayat Komaruddi, dkk .2003. Demokrasi. Jakarta : Uba www.google.com

Anda mungkin juga menyukai