Anda di halaman 1dari 15

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Dewasa ini, penyakit-penyakit seperti Penyakit Menular Seksual (PMS), HIV/AIDS semakin banyak di idap oleh masyarakat luas. Di dunia, setiap tahunnya ada lebih dari 400 juta orang dewasa terinfkesi penyakit menular seksual dan tiap harinya ada 16.000 orang terinfeksi HIV. Kelompok yang paling rentan terhadap penyakit-penyakit tersebut adalah perempuan dan remaja, juga ibu hamil dan bayinya yang dapat terinfeksi. Perempuan menjadi kelompok utama yang paling rentan terkena penyakit-penyakit tersebut karena berbagai faktor biologis dan sosial. Apabila ditilik dari pembagian usia, kelompok usia dibawah 25 tahun lah yang paling banyak terinfkesi penyakit tersebut. Tidak mungkin bagi pasangan suami-istri untuk tidak memenuhi kebutuhan biologisnya dan juga bagi pasangan-pasangan yang belum menikah tetapi telah aktif secara seksual. Bukan hanya pasangan tetapi para psk pun sangat rentan terkena penyakit-penyakit tersebut karena mereka behubungan dengan lebih dari satu pasangan. Bahkan seorang wanita dewasa yang telah menikah mempunyai resiko yang tinggi terinfeksi PMS dan HIV karena lapisan vagina jauh lebih tipis sehingga kemungkinan terjadi lecet yang dapat mengakibatkan masuknya virus atau bakteri menjadi lebih besar dan apabila seorang wanita telah teinfeksi penyakit tersebut dan suatu ketika ia mengandung, maka sangat rentan bayi yang dikandungnya pun ikut terinfeksi juga. Sehingga cara pencegahan terinfeksi PMS dan HIV bukan dengan mencegah berhubungan seksual saja tetapi dengan cara melakukan hubungan seks yang aman. Hubungan seks aman yang dimaksud adalah pasangan tersebut dinyatakan bersih dari PMS dan HIV, kebersihan tubuh saat melakukan hubungan seks, dan juga memakai alat pelindung yaitu kondom. Kondom adalah salah satu alat pelindung yang efektif untuk mencegah terinfeksi PMS dan HIV. Tetapi di beberapa negara, termasuk Indonesia, kondom masih lah menjadi hal yang tabu bahkan hanya sekedar untuk dibicarakan. Padahal sudah jelas kondom efektif dalam pencegahan penularan PMS dan HIV. Tetapi persepsi masyarakat masih banyak yang negatif dengan berpendapat bahwa kondom adalah benda untuk melegalkan seks bebas. 1

1.2 Pembatasan Masalah Dalam penulisan makalah ini, penulis akan membahas mengenai persepsi masyarakat bahwa kondom tidak efektif dalam mencegah Penyakit Menular Seksual (PMS), HIV/AIDS, dan juga tidak dapat mencegah kehamilan. Akan disinggung juga tentang bagaimana proses pembuatan kondom. Sehingga dalam makalah ini, penulis menitikberatkan pada kesalahan persepsi masyarakat yang menyatakan bahwa pemakaian kondom kurang efektif dan hal tersebut sama saja dengan melegalakan seks bebas. 1.3 Tujuan Penulisan Anggapan masyarakat yang salah terhadap kondom harus lah dirubah. Karena dengan pemakaian kondom dapat mencegah kehamilah yagn tidak diinginkan, yang artinya juga dapat menurunkan angka aborsi, sampai mencegah terinfeksi PMS dan HIV. Karena itulah, penulis mengangkat tema Persepsi Masyarakat Tentang Pemakaian Kondom untuk makalah ini. Bukan hanya itu saja, tujuan makalah ini pun untuk memenuhi tugas mata kuliah dasar psikologi yang semester ini penulis ikuti. 1.4 Metodologi penulisan Makalah ini disusun berdasarkan data sekunder. Pencarian data sekunder dilakukan dengan cara mencari data dari buku, internet, jurnal, dan artikel. 1.5 Sistematika Penyajian Makalah ini terdiri dari tiga bab. Bab pertama yang dinamakan bab pendahuluan berisi tentang latar belakang pengambilan judul makalah ini, tujuan pembuatan makalah, metodologi pencarian data, dan juga sistematika penyajian makalah ini. Bab kedua yang berjudul landasan teori terdiri dari berbagai sub bab yang membahas tentang semua teori yang diperlukan dalam pembuatan makalah ini. Seperti teori sikap, pengertian kondom, dan sebagainya. Bab ketiga yaitu bab pembahasan. Dalam bab ini akan dibahas tentang sikap dan persepsi masyarakat terhadap kondom, cara pembuatan kondom, dan sebagainya.

Terakhir adalah bab kesimpulan. Pada bab ini, penulis akan memberikan kesimpulan dan saran.

BAB II LANDASAN TEORI


2.1 Pengertian Sikap Manusia dapat mempunyai bermacam-macam sikap terhadap bermacam-macam hal. Contoh, bagi orang islam, maka makanan dari daging babi adalah haram dan kotor untuk dimakan, anak-anak menyukai permen, coklat, dan eskrim. Sikap merupakan produk dari proses sosialisasi di mana seseorang bereaksi sesuai dengan rangsang yang diterimanya. Jika sikap mengarah pada obyek tertentu, berarti bahwa penyesuaian diri terhadap obyek tersebut dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan kesediaan untuk bereaksi dari orang tersebtu terhadap obyek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, akan tetapi harus ditafsirkan terlebih dahulu sebagai tingkah laku yang masih tertutup. Secara operasional pengertian sikap menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap kategori stimulus tertentu dan dalam penggunaan praktis, sikap seingkali dihadapkan dengan rangsang sosial dan reaksi yang bersifat emosional. Sehingga dapat didefinisikan sikap adalah kesiapan dan kesediaan seseorang untuk bertindak secara tertentu terhadpa hal-hal tertentu. Sikap ini dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Dalam sikap positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek tertentu. Sedangkan dalam sikap negatif erdapt kecendrungan untuk menauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu. Untuk membedakannya dari aspek-sepek psikis yang lain (seperti motif, kebiasaan, pengetahuan, dan lain-lain), sikpa mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. Dalam sikap selalu terdapat hubungan subyek-obyek. Tidak ada sikap tanpa obyek. Obyek ini bisa berupa benda, orang, kelompok orang, nilainilai sosial, pandangan hidup, hukum, dan sebagainya. 2. 3. 4. 5. Sikap tidak dibawa sejak lahir, melainkan dipelajari dan dibentuk melalui pengalaman-pengalaman. Sikap dapat berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungan di sekitar. Dalam sikap tersangkut juga faktor motivasi dan perasaan. Sikap tidak menghilang walaupun kebutuhan telah terpenuhi. 4

6.

Sikap sangat bermacam-macam sesuai denagn banyaknya obyek yang dapat menjadi perhatian orang yang bersangkutan.

Sikap pun mempunyai beberapa karakteristik yang dihimpun dari berbagai dimensi pengertian sikap yang muncul dari berbagai ahli. Karakteristik sikap tersebut adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. attitude are learned, yang berarti sikap tidaklah merupakan sistem fisiologi atau diturunkan melainkan hasil dari proses belajar; attitudes have referent, yang berarti bahwa sikap selalu mempunyai obyek seperti manusia, wawasan, peristiwa, norma, dan sebagainya; attitudes are social learning, yang berarti bahwa sikap diperoleh dalam berinteraksi denang manusia lain dimana pun berada; attitudes have reaadiness to respond, yang berarti adanya kesiapan untuk bertindak dengan cara-cara tertentu terhadap obyek; attitudes are affective, yang berarti bahwa perasaan dan afeksi merupakan bagian dari sikap; attitudes have a time dimension, yang berarti bahwa sikap tersebut mungkin hanya cocok pada situsi yang sedang berlangsung; attitudes have durtion factor, yang berarti bahwa sikap dapat bersifat relatif consistent dalam sejarh hidup individu; attitudes are complex, yang berarti bahwa sikap merupakan bagian dari konteks persepsi ataupun kognisi individu; attitudes are evaluations, yang berarti bahwa sikap merupakan penilaian terhadap sesuatu yang mungkin mempunyai konsekuensi tertentu bagi yang bersangkutan; 10. attitudes are inferred, yang berarti bahawa sikap merupakn penafsiran dan tingkah laku yang mungkin menjadi indikator yan sempurna, atau bahkan tidak memadai. Sikap individu tentang obyek diperoleh melalui pengalaman langsung berdasarkan interaksi, namun dapat didasarkan juga atas pengalaman tidak langsung seperti cerita-cerita atau berita. Penilaian ini menghasilkan reaksi afektif yang berupa dimensi positif atau negatif terhadap obyek sikap.

Sikap juga dapat merupakan suatu pandangan, tetapi dalam hal itu masih berbeda dengan suatu pengetahuan yang dimiliki orang. Pengetahuan mengenai suatu objek tidak sama dengan sikap terhadap objek tersebut. Pengetahuan mengenai suatu objek baru menjadi sikap terhadap objek tersebut apabila pengetahuan itu disertai oleh kesiapan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan terhadap objek tersebut. Sikap juga mempunyai tugas-tugas tertentu. Tugas atau fungsi sikap dibagi menjadi empat golongan, yaitu : 1. Sebagai alat untuk menyesuaikan diri. 2. Sebagai alat pengatur tingkah laku. 3. Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman. 4. Sebagai pernyataan kepribadian. 2.2 Proses Pembentukan dan Perubahan Sikap Seperti yang telah dijelaskan diatas, sikap adalah proses dari pembelajaran. Berarti sikap mempunyai proses pembentuk dan dapat berubah seiring dengan proses belajar yagn mekin meningkat. Sikap dapat terbentuk atau berubah melalui empat macam cara: 1. Adopsi : kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang-ulang dan terus-menerus, lama kelamaan secara bertahap diserap ke dalam diri individu dan mempengaruhi terbentuknya suatu sikap. 2. Diferensiasi : dengan berkembangnya intelegensi, bertambahnya pengalaman, sejalan dengan bertambahnya usia,maka ada hal-hal yang tadinya dianggap sejenis, sekarang dipandang tersendiri lepas dari jenisnya. Terhadap obyek tersebut dapat terbentuk sikap tersendiri pula. 3. Integrasi : Pembentukan sikap di sini terjadi secara bertahap, dimulai denagn berbagai pengalaman yang berhubungan dengan satu hal teretntu, sehingga akhirnya terbentuk sikap mengenai hal tersebut. 4. Trauma : trauma adalah pengalamn yang tiba-tiba, mengejutkan, yang meninggalkan kesan mendalam pada jiwa orang yang bersangkutan. Pengalaman-pengalaman yang traumatis dapat juga menyebabkan terbentuknya sikap.

Pembentukan sikap tidak terjadi demikian saja, melainkan melalui suatu proses tertentu, melalui kontak sosial terus-menerus antara individu dengan individu-individu lain di sekitarnya. Dalam hubungan ini, faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap adalah: 1. Faktor intern : yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri orang yagn bersangkutan sendiri, seperti selektivitas. Kita tidak dapat menangkap seluruh rangsng dari luar melalui persepsi kita, oleh karena itu kita harus memlilih rangsang mana yang akan kita dekati dan mana yang harus dijauhi. Karena harus memilih inilah kita menyusun sikap positif terhadap satu hal dan membentuk sikap negatif terhadap hal lain. 2. Faktor ekstern : selain faktor-faktor yang terdapat dalam diri sendiri, maka pembentukan sikap ditentukan pula oleh faktor-faktor yang berada di luar, yaitu sifat obyek yang dijadikan sasaran sikap, kewibawaan orang yang mengemukakan suatu sikap, sifat orang-orang atau kelompok yang mendukung sikap tersebut, media komunikasi yang digunkan dalam menyampaikan sikap, situasi pada saat sikap itu terbentuk. Tentunya tidak semua faktor di atas harus dipenuhi untuk membentuk suatu sikap. Kadang-kadang satu atau dua faktor saja sudah cukup. Tetapi makin banyak faktor yang ikut mempengeruhi, semakin cepat terbentuk sikap. 2.3 Prasangka Sikap selain dapat dibentuk oleh pengalaman-pengalaman yang obyektif atau oleh sugesti-sugesti, juga dapat berbentuk karena prasangka. Prasangka adalah penilaian terhadap sesuatu hal berdasarkan fakta dan informasi yang tidak lengkap atau berupa dugaan-dugaan yang memiliki nilai ke arah negatif, namun dapat pula dugaan ini bersifat positif. Prasangka mempunyai sebuah sumber untuk terbentuk. G. W. Allport mengatakn bahwa sikap prasangka bersifat thingking ill of others. Terlihat di dalamnya perananperanan negatif seperti penghinaan, ketidaksukaan, kebencian yang semuanya menunjukkan sikap antipati. Jika kita kaitkan dengan definisi daripada prasangka mengandung dinamika yang bersifat negatif, sehingga sumber dari prasangka ini dapat

diakibatkan pendapat masyarakat yang tidak berdasarkan pengalaman, aktual pribadi dan secara terburu-buru, kemudian diputuskan dan dijadikan konsep sebagai suatu persepsi sosial yang kita percayai sepenuhnya. Ketidakjelasan dari sumber keterangan mengenai obyek atau masalah terhadap orang atau kelompok teretntu mengakibatkan suatu pandangan pendapat yang menjurus pada prasangka. Ditambah pula adanya kabar angin yang bersifat subyektif akan membentuk suatu penilaian umum sehingga terjadilah sosial persepsi yang negatif. Hubert Bonner membagi tiga sumber terbentuknya prasangka : 1. Historical Knowledge Sebagai contoh di Indonesia, prasangka negatif orang pribumi terhadap keluarga minoritas nonpribumi yang berasal dari bangsa Cina. Sejak zaman kolonial Cina merantau dari daratan Cina ke Indonesia untuk mempertarungkn hidup dengan bermacam-macam usaha. Karena berhasil dalam usaha maka dipercaya oleh pemerintah Hindia Belanda sebagai kelompok yang dapat diandalkan potensinya untuk perdagangan. Kemajuan-kemajuan yang dicapai menimbulkan perasaan kompetisi antar pribumi dengan keluarga minoritas nonpribumi yang berasal dari Cina yang semula cukup sehat dan berakhir dengan konflik-konflik. 2. Data Entologi Dari data-data etnologi sumber prasangka terhadap kelompok dalah perasaan etnosentrisme dan isolasi kebudayaan. Perasaan etnosentrisme ini dapat meluas dan merupakan sentimen kultural atau regional dan sering bersifat nasional. 3. Social Learning Prasangka dapat terbentuk karena hasil pembelajaran dari orang lain. Contoh, apabila seorang teman berkata bahwa ada orang si A tidak baik, maka cenderung orang yang mendengar itu pun akan membentuk prasangka yang sama walaupun dia belum mempunyai bukti yang pasti. Prasangka mempunyai beberapa faktor yang mempengaruhinya, yaitu : 1. Pengaruh pendidikan anak oleh orang tua

Peranan orang tua yang memiliki nilai-nilai tradisional dapat dikatakn sebagai family ideologi akan banyak menentikan konsep prasangka. Nilai dan norma yang diajarkan orang tua terhadap anaknya memiliki korelasi yang tinggi dengan hasil yang dijabarkan pada anaknya. 2. Dalam 3. Pengaruh kepribadian perkembangan kepribadian seseorang akan terlihat pula

perkembangan dari prasangka. Pendidikan dan status Pendidikan da status yang makin tinggi dan baik akan mempengaruhi prasangka ini. 4. 5. Peranan politik dan ekonomi Peran kelompok Politik dan ekonomi sering mendominir pembentukan prasangka. Norma kelompok akan sangat mempengaruhi cara berpikir individuindividu di dalamnya. Pada akhirnya itu akan memperngaruhi prasangka individu terhadap sesuatu. 6. Peranan komunikasi Komponen kognitif dan afektif banyak dipengaruhi oleh media komunikasi seperti film, surat kabar, radio, dn televisi. Komunikasi yang bersifat face to face mempertinggi efketifitas dan mempertinggi perubahan dalam pembentukan prasangka. 7. Peranan hubungan Hubungan merupkan suatu media untuk menurunkan atau mempertinggi pembentukan prasangka. Sebagai contoh, atasan sewaktu jam kerja memperlihatkan sikap yang otoriter. Berdasarkan hubungan tersebut akan terbentuk prasangka di benak para anak buahnya.

BAB III PEMBAHASAN


3.1 Isi Kondom adalah salah satu bentuk dari alat kontrasepsi yaitu alat pencegah kehamilan hingga berfungsi sebagai alat pelindung tubuh dari berbagai macam penyakit menular seksual bahkan dapat mencegah tertularnya HIV. Pembagian kondom, termasuk di dalamnya membuat atm kondom, telah menjadi kontroversi di tanah air. Pada satu sisi, hal itu disambut hangat bagi yang peduli terhadap penyebaran virus HIV/AIDS. Tetapi di sisi lain, masyarakat Indonesia secara keseluruhan belum dapat menerima bahwa hal itu dapat mencegah penyakit dan virus HIV seperti yang diberitakan selama ini. Banyak masyarakat Indonesia, yang malah mempersepsikan kegiatan tersebut sebagai legalisasi kegiatan seks bebas. Padahal tanpa kegiatan itu pun seks bebas akan terus dan tetap terjadi bahkan semakin marak dan menambah jumlah angka prevalensi penyakit menular seksual dan penyebaran virus HIV. Dengan pemakaian kondom pun dapat menurunkan angka aborsi dari kehamilan yang tidak direncanakan yang sudah mencapai angka tiga juta tiap tahunnya dan hal tersebut akan menurunkan angka kematian ibu. Prasangka yang terjadi di masyarakat Indonesia selama ini terjadi karena kultur dan norma-norma bangsa Indonesia yang masih menganggap hal-hal seperti itu tabu untuk dibicarakan apalagi untuk di gaungkan secara besar-besaran. Apalagi banyak berita yng menginformasikan bahwa pemakaian kondom tidak berpengaruh apa-apa terhadap pencegahan kehamilan apalagi dalam mencegah penyakit seksual menular dan HIV/AIDS. Ada juga yang memberitakan bahwa kondom tidak rapat pori-porinya sehingga dapat mengalami kebocoran. Hal-hal tersebut hanya bisa terjadi apabila terjadi kesalahan pemakaian kondom. Karena kondom telah dirancang sedemikian rupa agar bisa menahan mikroorganisme kecil dalam cairan tubuh yang besarnya tak bisa dilihat dengan mata telanjang. Penutup penis yang beredar di masyarakat saat ini terbuat dari bahan lateks. Kondom telah dirancang sedemikian rupa sehingga pori-pori pada kondom lateks tidak dapat dilalui oleh mikroorganisme, termasuk virus HIV dan sperma. Ukuran spermatozoa 10

0,003 milimeter, kuman gonorhea 800 nanometer, HIV 125 nanometer, dan virus hepatitis B 40 nanometer. Studi pada tahun 1992 menunjukkan, sekalipun kondom berpori, namun hanya 0,1 mikroliter yang bisa masuk. Jumlah ini sama dengan 0,01 persen ejakulasi air mani yang bisa dipastikan bebas dari HIV karena jumlahnya yang terlalu kecil. Di Indonesia hanya terdapat dua pabrik kondom. Pabrik tersebut terdapat di Bandung dan Tangerang. Produksi kondom dimulai dengan pencampuran bahan dasar lateks dengan beberapa bahan kimia seperti sulfur, Zno, nocrac, perkacit, dan vufanol. Setelah melalui proses pencampuran selama 4 hari, hasil pencampuran divulkanisasi selama 1 hari untuk kemudian dimatangkan selama 4 hari. Tahap pencetakan (moulding) dilakukan setelah lateks hasil pematangan dimasukkan tangki supply. Proses ini dilanjutkan dengan pelepasan kondom dari mesin cetak, menggunakan air yang dicampur bahan kimia Anti Tack K dan Anti Tack G. Sukses dalam proses pencetakan, kondom dikeringkan dalam mesin drying selama sekitar 3,5 jam dengan bubuk nipsil, hisil, dan carplex. Ketiga media pengeringan itu khusus diimpor dari Jepang. Keluar mesin drying, kondom-kondom tersebut harus melalui sejumlah uji coba. Uji titik bocor dilakukan satu per satu terhadap semua kondom oleh puluhan pekerja perempuan dengan menggunakan tekanan udara. Tak hanya itu, dilakukan juga tes daya rekah, kekuatan, dan ketebalan. Uji daya rekah dilakukan dengan menggelembungkan kondom. Minimal, kondom harus mampu menampung 16 liter udara, atau lebih besar dibanding kepala orang dewasa. Dari 200 kondom, hanya boleh ada tujuh kondom yang tak sesuai standar. Lebih dari itu, maka semua kondom dalam satu kali proses cetak tidak bisa dipergunakan, alias reject. Perhitungan yang hampir sama juga dilakukan dalam proses uji kekuatan dan ketebalan. Uji kekuatan dilakukan dengan mengisi beberapa sampel kondom dengan air. Masing-masing kondom diisi air rata-rata sebanyak satu gelas berukuran besar. Sementara itu, uji ketebalan dilakukan oleh sebuah alat sederhana, mirip timbangan. Sesuai standar ISO 4074 tahun 2002 dan WHO 2003, ketebalan kondom harus berkisar

11

antara 5074 mikron (satu mikron sama dengan satu per seribu milimeter). Penentuan sampel disesuaikan dengan jumlah produksi dalam satu kali proses cetak. Sebelum dikemas, kondom-kondom tersebut harus melewati mesin lubrikasi, yakni pencampuran dengan minyak silikon. Minyak silikon berfungsi untuk menjaga kekuatan kondom agar tidak mudah rapuh. Lagi-lagi, ada uji coba pada tahap ini. Kondom yang telah dikemas harus melalui uji kedap udara untuk memastikannya kuat hingga masa kedaluwarsa habis. Bukan suatu alasan bahwa kondom tidak efektif. Sudah jelas bahwa kondom efektif dalam mencegah berbagai penyakit menular seksual seperti herpes, hepatitis B, chlamydia dan gonorrhea, dan virus HIV. Penurunan keefektifan kondom lebih disebabkan faktor manusia. Kegagalan kondom lebih sering disebabkan pemakainya tidak menggunakannya secara benar bukan karena mutu kondom itu sendiri. Kegagalan kondom dapat disebabkan beberapa hal, antara lain: a. penyimpanan kondom yang kurang baik; b. pemakaian kondom yang telah kadaluarsa; c. pemakaian kondom dalam keadaan mabok sehingga pemakaiannya tidak tepat; Kondom pun adalah satu-satunya metode kontrasepsi yang telah terbukti dapat mengurangi resiko penularan penyakit menular seksual, termasuk HIV/AIDS. Telah terbukti pada studi yang dilakukan pada orang-orang yang berperilaku seksual beresiko tinggi ditemukan bahwa dari satu orang yang tertular penyakit menular seksual ada kelompok pengguna kondom. Secara medis dan epidemi diketahui bahwa akan terjadi akan terjadi penurunan penularan PMS di antara pria pengguna kondom. Jenis kondom yang dijamin keamanannya hanya kondom yang terbuat dari lateks. Kondom lateks dipastikan dapat menghalangi perpindahan cairan alat kelamin antara pasangan. Dengan begitu persepsi masyarakat bahwa kondom tidak efektif dalam mencegah penyakit menular seksual dan HIV bisa dikatakan kurang tepat. Tentang persepsi masyarakat bahwa pembagian kondom sama hal nya dengan melegalkan seks bebas juga kurang benar. Karena dengan pembagian kondom tidak serta merta semua orang yagn mendapatkan kondom akan melakukan seks bebas. Seperti hal nya dengan orang yagn diberi pisau, hal tersebut tidak menjadikan orang tersebut ingin

12

membunuh karena ia mempuyai pisau. Itu semua kembali kepada orang itu masingmasing. Justru hal ini harus di pandang dari sudut pandang lain. Kita harus melindungi kaum yang rentan tertular penyakit menular seksual dan HIV/AIDS. Angka aborsi pun akan turun dengan pemakaian kondom. Pemakaian kondom sangat diperlukan karena kondom adalah satu-satunya alat kontrasepsi yang paling mudah dijangkau oleh semua kalangan. Dengan begitu, masyarakat yang telah aktif secara seksual akan terlindungi dari berbagai macam penyakit, angka prevalensi penyakit menular seksual menurun, prevalensi orang-orang yang terinfeksi HIV pun ikut menurun, angka kehamilan yang tidak diinginkan yagn diiringi dengan aborsi pun juga akan menurun. Pemakaian kondom juga dapat ikut berperan serta dalam penurunan laju pertumbuhan masyarakat.

13

BAB IV Penutup
4.1 Kesimpulan dan Saran Kesalahan persepsi tentang kondom lebih dikarenakan oleh faktor budaya da norma serta pengetahuan masyarakat Indonesia. Budaya dan norma di Indonesia yang masih menganggap hal-hal yang berhubungan dengan seks adalah hal yang tabu untuk dibicarakan apalagi untuk digaungkan secara nasioanal telah menjadikan pembentukan sikap dan prasangka yang negatif terhadap kondom. Pengetahuan masyarakat yang salah bahwa kondom kurang efektif dalam mencegah berbagai penyakit menular seksual, termasuk HIV/AIDS pun sangat minim yang jug turut menyumbang peran menjadikan sikap dan prasangka negatif masyarakat Indonesia tentang kondom. Telah jelas dari uraian bab-bab sebelumnya bahwa persepsi masyarakat tentang kondom harus lah diubah. Karena telah terbukti bahwa kondom dapat mencegah orang dari tertular penyakit seksual menular dan HIV/AIDS, dapat mencegah kehamilan yang tidak diinginkan. Persepsi masyarakat tentang pembagian kondom sama saja dengan melegalkan seks bebas juga harus diubah. Karena tidak serta merta orang yang mempunyai kondom akan melakukan seks bebas. Itu kembali kepada kepribadian masing-masing manusia. Justru sebagai bangsa yang menganut asas kekeluargaan kita harus saling menjaga dan mengingatkan. Bukannya malah saling menjatuhkan satu sama lain. Pembagian kondom pun harus diiringi dengan pemberian informasi yang benar tentang kondom itu sendiri. Masyrakat pun perlu diberi penjelasan bahwa pembagian kondom tidak serta merta pemerintah juga melegalkan seks bebas.

14

DAFTAR PUSTAKA
Sarwono, Sarlito Wirawan. Pengantar Umum Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang, 1976 Marat. Sikap Manusia Perubahan Serta Pengukurannya. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984 Ahmadi, Abu. Psikologi Sosial. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1999 Gerungan, W.A. Psikologi Sosial. Bandung: PT Eresco, 1988 http://www.aidsindonesia.or.id/ http://aids-ina.org/ http://omqm.blogspot.com/ http://lifestyle.okezone.com/ http://www.rmexpose.com/ http://www.berbagisehat.com http://webforum.plasa.com/ http://www.kondomku.com/

15

Anda mungkin juga menyukai