Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH MENGENAI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN MEKANISME DALAM PEMUNGUTAN PAJAK ----------------------------------------------------------------------untuk memenuhi tugas semester Genap

mata kuliah Hukum Administrasi Negara Lanjut Dosen Pengampu : Arif Hidayat, Ristina

oleh : Khanina Aniyati Yuliana Dyah Widyaning rafiq Atria Angga Latifah Jani Ifana Bolmer S Hutasoit 8111 409 171 8111409 018 8111 409 044 8111 409 028 8111409 241 8111409 200 8111409

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2011

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang Dalam hidupnya, manusia saling membutuhkan dan selalu berhubungan. Manusia tidak dapat hidup sendirian, dalam kelompok paling kecil sekalipun. Buktinya adalah manusia hidup dan berkembang melalui kehidupan dalam keluarga dan sesamanya. di dalam keluarga, setiap manusia berusaha untuk senantiasa memenuhi kebutuhan diri sendiri maupun keluarganya. Dalam lingkup kehidupannya, manusia hidup bersama-sama dalam masyarakat yang untuk tataran lebih besar akan terjelma ke dalam suatu wadah negara. Organisasi seperti itu membutuhkan sarana dan prasarana yang mendukung kelangsungan hidup rakyat beserta negara itu sendiri, yang dapat diperoleh melalui peran serta msyarakat secara bersama-sama dalam berbagai bentuk. Satu diantaranya adalah pajak. Pajak adalah iuran wajib bagi masyarakat kepada negara berdasarkan undang-undang( tyang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal (kontraprestasi ) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Pajak dapat dipaksakan memiliki arti bahwa bila utang pajak tidak dibayar maka utang itu dapat ditagih dengan menggunakan kekerasan seperti surat paksa dan sita, dan juga penyanderaan. Terhadap pembayaran pajak, tidak dapat ditunjukkan adanya jasa timbale balik tertentu seperti halnya dalam retribusi karena Pajak digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk public investment. Dari segi administrative yuridis, suatu jenis pajak dapat dikatakan sebagai pajak langsung apabila dapat dipungut secara periodic. Jadi, berulang-ulang tidak hanya satu kali pungut. Misalnya adalah pajak penghasilan. Adapun pajak tidak langsunga adalah pajak yang dipungut secara insedental (tidak berulangulang) dan tidak langsung mendapat kohir. Jadi, pajak tidak langsung hanya dipungut sesekali ketika terpenuhi tatbestaand seperti yang dikehendaki undang-

undang. Contoh pajak tidak langsung ini adalah Pajak Pertambahan Nilai, dimana pajak dikenakan apabila terjadi penyerahan barang kena pajak dan / atau jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak. Apabila Tidak terjadi penyerahan barang/ Jasa Kena Pajak maka juga tidak dikenakan pajak. Pajak Pertambahan Nilai adalah suatu pajak yang pemungutannya bersifat tetap yakni sebesar 10 % , jadi berapapun harga barang tetap dikenakan tarif sebesar 10 % tersebut. Hal ini memudahkan masyarakat maupun pemungut pajak yaitu pemerintah dalam perhitungan pemungutan pajak.

B. Rumusan Masalah 1. Mendefinisikan pengertian dan karakteristik pajak pertambahan nilai. 2. Mengetahui Subjek, Objek, Unsur-Unsur dan penyerahan pengenaan pajak pertambahan nilai 3. Mengetahui Mekanisme pembayaran, tarif dan cara menghitung Pajak Pertambahan nilai.

BAB II PEMBAHASAN

A.

Pengertian dan Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai ( PPN )


1. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Dalam bahasa Inggris, PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung. Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada pihak pedagang atau produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak yang disingkat PKP. Dalam perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP, dikenal istilah pajak keluaran dan pajak masukan. Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya, sedangkan pajak masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh, atau membuat produknya. Indonesia menganut sistem tarif tunggal untuk PPN, yaitu sebesar 10 persen. Dasar hukum utama yang digunakan untuk penerapan PPN di Indonesia adalah UndangUndang No. 8/1983 berikut revisinya, yaitu Undang-Undang No. 11/1994 dan UndangUndang No. 18/2000.

2.

Karakteristik PPN Sebagai pajak yang dikenakan terhadap kegiatan konsumsi, Pajak Pertambahan

Nilai (PPN) memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut: Pajak tidak langsung Beban pajak dipikul oleh konsumen akhir. Pengusaha akan menggeser beban pajak kepada Pembeli, sesuai dengan mata rantai produksi dan distribusi hingga ke

konsumen akhir melalui pengenaan pajak secara bertingkat. Pengusaha menggeser beban pajaknya melalui pengkreditan pajak. Pajak Konsumsi Pemikul beban pajak berakhir pada konsumen akhir. Bersifat Netral Pengenaan PPN didasarkan pada destination principle dan hanya dikenakan atas nilai tambahnya saja. PPN dipungut di tempat barang atau jasa tersebut dikonsumsi. Pajak Objektif PPN hanya dikenakan bila terdapat faktor objektif, yaitu:keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum yang dapat dikenai pajak. PPN akan mendahulukan Objek, baru kemudian mencari Subjeknya A. Subjek, Objek , Unsur-unsur dan Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai 1. Subjek dan Objek Pajak Pertambahan Nilai Yang termasuk subjek pajak adalah Pengusaha PKP, Pengusaha NON PKP, Memperhatikan Objek PPN & mekanisme pemungutan. Apabila ditinjau dari jenis penyerahan yang menjadi objek PPN, maka terdapat 6 (enam) jenis PPN. Dari keenam jenis PPN, 2 (dua) jenis di antaranya dibatasi dengan unsur untuk dapat mengenakan PPN, yaitu PPN Barang dan PPN Jasa. 2. Unsur-unsur dan Penyerahan Pengenaan PPN Unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk dapat dikenakan PPN adalah: 1. Adanya penyerahan; 2. Yang diserahkan adalah Barang Kena Pajak (BKP); 3. Yang menyerahkan adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP); 4. Penyerahannya harus di Daerah Pabean, yaitu daerah Republik Indonesia; 5. PKP yang menyerahkan harus dalam lingkungan perusahaan /pekerjaannya terhadap barang yang dihasilkan. Penyerahan yang dikenakan PPN meliputi: 1. Penyerahan hak karena suatu perjanjian;

2. Pengalihan barang karena suatu perjanjian sewa-beli dan perjanjian leasing 3. Penyerahan kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang; 4. Pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma; 5. Penyerahan likuidasi atas aktiva yang tujuan semula tidak untuk diperjuabelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran, sepanjang PPN sewaktu memperoleh aktiva dapat dikreditkan menurut perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan; 6. Penyerahan dari cabang ke cabang lainnya, atau dari pusat ke cabang atau sebaliknya. 7. Penyerahan secara konsinyasi.

A. Mekanisme Pembayaran, Tarif dan Cara menghitung Pajak Pertambahan nilai 1. Mekanisme Pembayaran PPN Pembayaran PPN dapat dilakukan dengan cara menitipkan uang pajak kepada pihak penjual (pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak) yang telah berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak, atau dengan cara membayarkannya secara langsung ke negara. a. Pembayaran PPN dengan Menitipkan Ke Pihak Penjual Pembayaran PPN dengan cara menitipkan uang pembayarannya kepada pihak penjual, yaitu pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dan telah berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak, dilakukan dalam hal terjadi konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak oleh siapapun dari pihak penjual atau pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak tersebut. Cara seperti ini merupakan cara yang paling umum dilakukan dan dikenal dengan mekanisme umum. Dengan mekanisme ini, pihak penjual atau pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak tersebut akan mendapatkan aliran uang masuk (cash inflow) berupa Pajak Pertambahan Nilai (Pajak Keluaran). Pajak Keluaran yang telah diterima dan merupakan cash inflow tersebut, akan disetorkan atau tidak disetorkan ke negara, tergantung kepada hasil pertandingan antara Pajak Keluaran tersebut dengan Pajak Masukan atau Cash Outflow.

b. Pembayaran PPN Secara Langsung ke Negara Mekanisme pembayaran Pajak Pertambahan Nilai dengan cara membayarkan secara langsung ke negara, dilakukan apabila : 1. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak kepada Instansi Pemerintah, dimana instansi pemerintah tidak menitipkan uang pembayaran PPN kepada pihak penjual, melainkan langsung menyetorkannya ke negara; 2. Dalam hal terjadi impor Barang Kena Pajak, dimana pihak yang melakukan impor akan membayar PPN secara langsung ke negara sebagai bagian dari persyaratan untuk menebus Barang Kena Pajak yang diimpornya; 3. Dalam hal terjadi pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean, dimana pihak yang memanfaatkan Jasa Kena Pajak akan menyetor sendiri PPN yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang berfungsi sebagai Faktur Pajak Standar; 4. Dalam hal terjadi pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean, dimana pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud tersebut akan menyetor sendiri PPN yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang berfungsi sebagai Faktur Pajak Standar; 5. Dalam hal terjadi kegiatan membangun bangunan yang dilakukan sendiri, apabila persyaratan-persyaratannya dipenuhi; 6. Dalam hal terjadi penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, apabila persyaratan-persyaratannya dipenuhi; 7. Dalam hal SPT Masa PPN berstatus kurang bayar yang disebabkan oleh jumlah Pajak Keluaran yang lebih besar dibandingkan dengan jumlah Pajak Masukan, dimana batas paling lambat untuk menyetorkan selisihnya (Pajak Keluaran VS- Pajak Masukan) adalah pada tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya. Terdapat Pengusaha Kena Pajak tertentu yang Dasar Pengenaan Pajaknya menggunakan Nilai Lain, artinya jumlah Pajak Masukannya dianggap (deemed) selalu lebih kecil dibandingkan dengan jumlah Pajak Keluarannya, sehingga SPT Masa PPN-nya selalu berstatus kurang bayar.

2.

Tarif Pajak Dan Cara Menghitung PPN/PPnBM Berapa tarif PPN

a. Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen) b. Tarif PPn BM adalah serendah-rendahnya 10% (sepuluh persen) dan setinggitingginya 50% (lima puluh persen). Perbedaan kelompok tarif tersebut didasarkan pada pengelompokan Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah yang atas penyerahan/impor BKP-nya dikenakan PPn BM. c. Tarif PPN/ PPn BM atas ekspor BKP adalah 0% (nol persen). Apa saja yang termasuk DPP ? 1. Harga jual/ penggantian Adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual/ pembeli jasa karena penyerahan BKP/ Jasa Kena Pajak (JKP), tidak termasuk PPN/ PPn BM dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. 2. Nilai Impor Adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk Impor BKP, tidak termasuk PPN/ PPn BM. 3. Nilai Ekspor Adalah nilai berupa uang, termasuk semau biaya yang diminta oleh Eksportir. 4. Nilai lain Adalah nilai yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. Nilai lain tersebut diatur oleh Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 642/KMK.04/1994 tanggal 29 Desember 1994. Contoh :

1. PKP "A" bulan Januari 1996 menjual tunai kepada PKP "B" 100 pasang sepatu @ Rp.100.000,00 = Rp.10.000.000,00 PPN terutang yang dipungut oleh PKP"A" 10% x Rp.10.000.000,00 = Rp. 1.000.000,00 Jumlah yang harus dibayar PKP "B" = Rp.11.000.000,00 2. PKP "B" dalam bulan Januari 1996 : o Menjual 80 pasang sepatu @ Rp.120.000,00 = Rp. 9.600.000,00 o Memakai sendiri 5 pasang sepatu untuk pemakaian sendiri, DPP adalah harga jual tanpa menghitung laba kotor, yaitu Rp 100.000,- per pasang = Rp 500.000,00 PPN yang terutang : o Atas penjualan 80 pasang sepatu 10% x Rp.9.600.000,00 = Rp 960.000,00 o Atas pemakai sendiri 10% x Rp.500.000,00 = Rp 50.000,00 Jumlah PPN terutang = Rp 1.010.000,00

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan


1. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen yang memiliki karakteristik tidak langsung, konsumtif, netral, dan objektif. Indonesia menganut sistem tarif tunggal untuk PPN, yaitu sebesar 10 persen. Dasar hukum utama yang digunakan untuk penerapan PPN di Indonesia adalah Undang-Undang No. 8/1983 berikut revisinya, yaitu Undang-Undang No. 11/1994 dan Undang-Undang No. 18/2000. 2. Sebagai pajak yang dikenakan terhadap kegiatan konsumsi, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) memiliki beberapa karakteristik antara lain Pajak tidak langsung, Pajak Konsumsi, Bersifat Netral, Pajak Objektif 3. Pembayaran PPN dapat dilakukan dengan cara menitipkan uang pajak kepada pihak penjual (pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak) yang telah berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak, atau dengan cara membayarkannya secara langsung ke negara. Sedangkan Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen), berlaku tetap tanpa ada peubahan tarif pajaknya.

DAFTAR PUSTAKA
Pudyatmoko, Sri. 2008. Pengantar Hukum pajak. Yogyakarta:Andi Offset Id.wikipedia.org/wiki/pajak pertambahan nilai. Danardono, Doni. Powerpoint Pajak Pertambahan Nilai. www.blogspot.com. www.google.com

Anda mungkin juga menyukai