Anda di halaman 1dari 12

RINGKASAN Protein merupakan zat gizi yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh dan penggantian sel-sel

yang rusak serta sebagai zat pelindung dalam tubuh. Kelebihan dan kekurangan protein berbahaya bagi kesehatan tubuh. Kelebihan protein dapat mengakibatkan timbulnya beberapa penyakit diantaranya dermatitis atopik, kaligata, penyakit kolagen, kolitis ulserativa, dan penyakit crohn yang menyebabkan kerja hati, ginjal berat, selain itu juga dapat menyebabkan osteoporosis dan obesitas serat asidosis. Sedangkan jika seseorang kekurangan protein maka dia akan mengalami KKP (Kekurangan Kalori Protein) seperti penyakit kwasiorkor, marasmus dan edema. Kekurangan protein akan menyebabkan perubahan pada timbunan asam amino, hal tersebut mengakibatkan hambatan reaksi sintesis protein sehingga menimbulkan hambatan juga dalam pembentukan matriks organik tulang dan mengganggu metabolisme mineral dan tahap perkembangan tulang.

PENDAHULUAN Protein merupakan salah satu zat gizi yang sangat penting bagi tubuh karena zat ini berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh serta sebagai zat pembangun dan pengatur. Molekul protein mengandung unsur-unsur C, H, O, N, P, S, dan terkadang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno, 1992). Protein memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan dan perkembangan yaitu penggantian sel-sel yang rusak dan sebagai zat pelindung dalam tubuh (dengan cara menjaga keseimbangan cairan tubuh). Proses tubuh dalam pertumbuhan dan perkembangan yang terpelihara dengan baik akan menunjukkan baiknya kesehatan yang dimiliki seseorang. Seseorang yang sehat tentunya memiliki daya pikir dan daya kegiatan fisik sehari-hari yang cukup tinggi (Marsetyo dan Kartasapoetra, 1991) Nilai gizi dari suatu bahan pangan ditentukan bukan saja oleh kadar nutrien yang dikandungnya, tetapi juga oleh dapat tidaknya nutrien tersebut digunakan oleh tubuh (Muchtadi, 1989). Salah satu parameter nilai gizi protein adalah daya cernanya yang didefinisikan sebagai efektivitas absorbsi protein oleh tubuh (Del Valle, 1981). Berdasarkan kandungan asam-asam amino esensialnya, bahan pangan dapat dinilai apakah bergizi tinggi atau tidak. Bahan pangan bernilai gizi tinggi apabila mengandung asam amino esensial yang lengkap serta susunannya sesuai dengan kebutuhan tubuh. Enzim adalah golongan protein yang berfungsi sebagai biokatalisator pada reaksi kimia dalam tubuh manusia. Zat yang ditransformasikan oleh enzim disebut substrat. Enzim merupakan suatu protein yang kompleks terdiri dari bagian protein dan nonprotein (kofaktor) dan kofaktor sendiri dapat berupa ion logam atau suatu molekul organik yang disebut koenzim atau gugus protetis. Protein merupakan zat yang tersusun dari berbagai asam amino. Protein di dalam tubuh diubah menjadi asam amino. Asam amino diedarkan melalui pembuluh darah dan jantung. Dari 26 macam asam amino, tubuh kita membutuhkan 10 macam asam amino yang tidak dapat dibuat dalam tubuh kita. Jika satu saja dari kesepuluh itu tidak ada, maka tubuh akan mengalami gangguan seperti HO (hongeoredema) atau busung lapar, yaitu tertimbunnya cairan dalam jaringan tubuh. Sedangkan kekurangan protein yang diderita oleh bayi disebut

kwasiorkor. Kelebihan asam amino tidak dapat disimpan dan akan dirombak menjadi urea. Protein sebagai zat pembangun, misalnya pada anak-anak sangat berperan untuk perkembangan tubuh dan sel otaknya. Sedangkan pada orang dewasa, apabila terjadi luka, memar dan sebagainya, maka protein dapat membangun kembali sel-sel yang rusak. Isoflavon yang terkandung dalam kacang kedelai adalah senyawa glikosida yang larut dalam air dan bersifat anti aging (anti penuaan dini). Dan anti oksidan (anti radikal bebas).
y Kelebihan protein

Protein secara berlebihan tidak menguntungkan bagi tubuh. Makanan yang tinggi protein biasanya tinggi lemak sehingga dapat menyebabkan obesitas.

Kelebihan protein dapat mengganggu metabolisme protein yang berada di hati. Ginjal akan terganggu tugasnya, karena bertugas membuang hasil metabolisme protein yang tidak terpakai. kadar protein yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kalsium keluar dari tubuh. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya osteoporosis. Protein merupakan makanan pembentuk asam, kelebihan asupan protein akan meningkatkan kadar keasaman tubuh, khususnya keasaman darah dan jaringan. Kondisi ini disebut asidosis. Selain itu juga akan menyebabkan gangguan pencernaan, seperti kembung, sakit mag, sembelit merupakan gejala awal asidosis. Makan makanan yang mengandung protein tinggi tidak baik untuk tubuh, kecuali jika diberikan pada anak-anak yang memang mengalami penyakit kekurangan protein. Makan terlalu banyak protein dapat meningkatkan risiko penyakit. Makanan tinggi protein yang didapat dari sumber protein hewani umumnya juga mengandung lemak yang tersaturasi tinggi pula. Sehingga bila dikonsumsi dalam jumlah besar dan dalam waktu panjang dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, diabetes ataupun stroke. Selain itu juga dapat menganggu fungsi kerja ginjal dan hati. Namun umumnya stroke terjadi pada usia dewasa, dimana selain kadar lemak dan kolesterol yang tinggi juga sudah mulai ditemukan adanya sedikit kerusakan atau penuaan dari sel yang melapisi pembuluh darah.

y Kekurangan protein

Kekurangan

zat gizi, khususnya energi dan protein, pada tahap awal

menimbulkan rasa lapar, dalam jangka waktu tertentu berat badan menurun yang disertai dengan menurunnya kemampuan (produktivitas) kerja. Kekurangan yang berlanjut akan mengakibatkan keadaan gizi kurang dan gizi buruk. Bila tidak ada perbaikan konsumsi energi dan protein yang mencukupi akhirnya akan mudah terserang infeksi (penyakit) (Drajat Martianto, 1992). Tujuannya adalah untuk mengetahui dampak dari kelebihan dan kekurangan protein bagi kesehatan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kekurangan dan kelebihan zat gizi yang diterima tubuh seseorang akan sama mempunyai dampak yang negatif, perbaikan konsumsi pangan dan peningkatan status gizi sesuai atau seimbang dengan yang diperlukan tubuh jelas merupakan unsur penting yang berdampak positif bagi peningkatan kualitas hidup manusia, sehat, kreatif dan produktif.
y Kelebihan protein

Kelebihan protein berbahaya bagi tubuh. Mengkonsumsi zat makanan yang banyak mengandung protein dalam jumlah yang berlebihan dapat menyebabkan timbulnya penyakit. Seperti pada daging, racun dalam daging merupakan tempat berkembangnya sel-sel kanker. Protein tidak sepenuhnya dapat dicerna pada tubuh. Protein tersebut akan mengandung racun yang dapat mengaktifkan sel-sel kanker, untuk itu sel darah putih dan limfosit akan menetralisirnya namun, bila hal ini terus terulang, maka sel ini pun akan rusak dan akan muncul sel-sel kanker. Protein juga menyebabkan reaksi alergi, mengonsumsi protein hewani dapat menyebabkan kasus-kasus dermatitis atopik, kaligata, penyakit kolagen, kolitis ulserativa, dan penyakit crohn yang menyebabkan kerja hati dan ginjal berat. Osteoporosis akibat kelebihan protein merupakan suatu penyakit tulang yang mempunyai sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai mikro arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang akhirnya dapat menimbulkan kerapuhan tulang. Protein berlebih dalam tubuh harus diuraikan dan disingkirkan melalui urin dan menimbulkan kerja yg berat pada 2 organ tersebut. Bila konsumsi protein berlebih menyebabkan defisiensi kalsium dan osteoporosis darah menjadi asam, saat asam amino dibentuk untuk menetralisirkannya membutuhkan kalsium, selain itu kadar fosfor dalam daging juga tinggi sedangkan kalsium tersebut diambil dari gigi dan tulang. Jika protein berlebih menyebabkan kekurangan energi, protein yang berlebih tidak dapat dicerna sepenuhnya oleh usus ,sehingga menyebabkan pembusukan di dalam usus serta produk sampingan yg beracun, karenanya membutuhkan energi besar untuk menetralisirkannya.

y Kekurangan protein

Diantara kelaparan yang berat dan nutrisi yang cukup, terdapat tingkatan yang bervariasi dari nutrisi yang tidak memadai, se perti Kurang Kalori Protein (KKP), yang merupakan penyebab kematian pada anak-anak di negara-negara berkembang. pertumbuhan yang cepat, adanya infeksi, cedera atau penyakit menahun, dapat meningkatkan kebutuhan akan zat-zat gizi, terutama pada bayi dan anak-anak yang sebelumnya telah menderita malnutrisi. Kurang kalori protein disebabkan oleh konsumsi kalori yang tidak memadai, yang mengakibatkan kekurangan protein dan mikronutrisi (zat gizi yang diperlukan dalam jumlah sedikit, misalnya vitamin dan mineral). Terdapat tiga jenis KKP antara lain: 1. KKP Kering yaitu jika seseorang tampak kurus dan mengalami dehidrasi. KKP kering disebut marasmus, merupakan akibat dari kelaparan yang hampir menyeluruh. Seorang anak yang mengalami marasmus, mendapatkan sangat sedikit makanan. Badannya sangat kurus akibat hilangnya otot dan lemak tubuh. Jika anak mengalami cedera atau infeksi yang meluas, prognosanya buruk dan bisa berakibat fatal. 2. KKP Basah yaitu jika seseorang tampak membengkak karena tertahannya cairan. KKP basah disebut kwashiorkor, yang dalam bahasa afrika berarti 'anak pertama-anak kedua'. Istilah tersebut berdasarkan pengamatan bahwa anak pertama menderita kwashiorkor ketika anak kedua lahir dan menggeser anak pertama dari pemberian asi ibunya. Anak pertama yang telah disapih tersebut mendapatkan makanan yang jumlah zat gizinya lebih sedikit bila dibandingkan dengan asi, sehingga tidak tumbuh dan berkembang. Kekurangan protein pada kwashiorkor biasanya lebih jelas dibandingkan dengan kekurangan kalori, yang mengakibatkan: tertahannya cairan (edema), penyakit kulit dan perubahan warna rambut. Anak yang menderita kwashiorkor biasanya telah menjalani penyapihan, sehingga usianya lebih besar daripada anak yang menderita marasmus. 3. KKP Menengah yaitu jika seseorang berada dalam kondisi diantara KKP kering dan KKP basah. KKP menengah disebut marasmik-kwashiorkor. Anak-anak yang menderita kkp ini menahan beberapa cairan dan memiliki lebih banyak lemak tubuh dibandingkan dengan penderita marasmus.

Sebagai akibatnya seluruh tubuh mengalami penyusutan. Pada kwashiorkor, tubuh hanya mampu menghasilkan sedikit protein baru. akibatnya kadar protein dalam darah menjadi berkurang, menyebabkan cairan terkumpul di lengan dan tungkai sebagai edema. kadar kolesterol juga menurun dan terjadi perlemakan pada hati yang membesar (pengumpulan lemak yang berlebihan di dalam sel-sel hati). Kekurangan protein akan menganggu: pertumbuhan badan, sistem kekebalan, kemampuan untuk memperbaiki kerusakan jaringan, produksi enzim dan hormon. Pada marasmus dan kwashiorkor sering terjadi diare. perkembangan tingkah laku pada anak yang menderita malnutrisi berat sangat lambat dan bisa terjadi keterbelakangan mental. Biasanya anak yang menderita marasmus tampak lebih sakit daripada anak yang lebih tua yang menderita kwashiorkor. Walaupun sebab utama penyakit ini ialah defisiensi protein, tetapi karena biasanya bahan makanan yang dimakan itu juga kurang mengandung nutrien lainnya, maka defisiensi protein disertai defisiensi kalori sehingga sering penderita menunjukkan baik gejala kwashiorkor maupun marasmus. 1. Kwashiorkor Kwashiorkor adalah satu bentuk malnutrisi yang disebabkan oleh defisiensi protein yang berat, bisa disebabkan karena konsumsi energi dan kalori tubuh yang tidak mencukupi kebutuhan. Kwashiorkor atau busung lapar adalah salah satu bentuk sindroma dari gangguan yang dikenali sebagai Malnutrisi Energi Protein (MEP) dengan beberapa karakteristik berupa edema dan kegagalan

pertumbuhan,depigmentasi, dan hyperkeratosis. Kwashiorkor paling sering terjadi pada usia antara 1-4 tahun ,namun dapat pula terjadi pada bayi. Kwashiorkor yang mungkin terjadi pada orang dewasa adalah sebagai komplikasi dari parasit atau infeksi lain. Banyak hal yang menjadi penyebab kwashiorkor, namun faktor paling mayor adalah menyusui, yaitu ketika ASI digantikan oleh asupan yang tidak adekuat atau tidak seimbang. Setelah usia 1 tahun atau lebih ,kwashiorkor dapat muncul bahkan ketika kekurangan bahan pangan bukanlah menjadi masalahnya, tetapi kebiasaan adat atau ketidak tahuan (kurang nya edukasi) yang menyebabkan penyimpangan keseimbangan nutrisi yang baik.

Pada kwashiorkor yang klasik, terjadi edema dan perlemakan hati disebabkan gangguan metabolik dan perubahan sel. Kelainan ini merupakan gejala yang menyolok. Pada penderita defisiensi protein, tidak terjadi katabolisme jaringan yang berlebihan, karena persediaan energi dapat dipen uhi oleh jumlah kalori yang cukup dalam dietnya. Namun, kekurangan protein dalam dietnya akan menimbulkan kekurangan berbagai asam amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis. Oleh karena dalam diet terdapat cukup karbohidrat, maka produksi insulin akan meningkat dan sebagian asam amino dalam serum yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan disalurkan ke otot. Berkurangnya asam amino dalam serum merupakan penyebabnya kurang pembentukan albumin oleh hepar, sehingga kemudian timbul edema .Perlemakan hati disebabkan gangguan pembentukan lipoproteinbeta sehingga transportasi lemak dari hati ke depot lemak juga terganggu dan akibatnya terjadi akumulasi lemak dalam hepar . Manifestasi dini pada kwashiorkor cukup samar-samar mencakup

letargi,apati, dan iritabilitas. Manifestasi lanjut yang berkembang dapat berupa pertumbuhan yang tidak memadai, kurangnya stamina, hilangnya jaringan otot, menjadi lebih peka terhadap serangan infeksi dan edema. Nafsu makan berkurang ,jaringan bawah kulit mengendor dan lembek serta ketegangan otot menghilang. Pembesaran hati dapat terjadi secara dini atau kalau sudah lanjut, infiltrasi lemak lazim ditemukan. Edema biasanya terjadi secara dini, kegagalan mencapai penambahan BB ini dapat terselubungi oleh edema yang terjadi ,yang kerap kali telah terdapat pada organ-organ dalam,sebelum ia dapat terlihat pada muka dan anggota gerak. 2. Reversibilitas kalsifikasi tulang Terdapat dua metabolisme utama dalam pembentukan tulang yang rentan terhadap kekurangan nutrien, diantaranya adalah protein, yaitu: proses sintesis protein untuk membentuk matriks organik tulang yang terdiri dari jaringan kolagen dan non kolagen protein. Sintesis protein yang normal diperlukan untuk perkembangan jaringan lunak dan keras diantaranya tulang. Kekurangan protein akan menyebabkan perubahan pada timbunan asam amino, hal tersebut mengakibatkan hambatan reaksi sintesis protein sehingga menimbulkan hambatan

juga dalam pembentukan matriks organik tulang.Proses berikutnya adalah kalsifikasi tulang, pada tahap ini mineral diantaranya kalsium dan fosfor diendapkan dalam matriks tulang.Jika terdapat hambatan dalam pembentukan matriks organik, maka akan ada hambatan juga dalam proses kalsifikasi tulang sehingga terjadi penurunan kadar mineral tulang, diantaranya kalsium dan fosfor tulang. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk meneliti pengaruh kekurangan protein terhadap metabolisme mineral dan kepadatan tulang pada anak tikus masa pertumbuhan. Kelompok perlakukan diberikan diet protein 5% selama 4, 6 dan 8 minggu, pada kelompok kontrol diberikan protein 18%. Hasil penelitian menunjukkan meskipun didapatkan pengurangan dimensi skeletal pada ketiga kelompok perlakuan, tetapi tidak terdapat perbedaan pada kepadatan tulang. Disimpulkan bahwa pengurangan diet protein menyebabkan kelambatan pertumbuhan, tetapi kepadatan tulang tetap dipertahankan jika masih ada pengurangan ekskresi kalsium melalui urin. Likimani et al. meneliti tentang pengaruh kekurangan protein dalam makanan terhadap metabolisme mineral dan kepadatan tulang. Hasilnya ialah diet protein 10 mg/kg berat badan/hari menyebabkan pengurangan kandungan mineral tulang terutama pada ujung proksimal yang terutama terdiri dari tulang trabekula. Gangguan perkembangan, baik berasal dari faktor genetik, virus ataupun kelainan nutrisi berpengaruh kuat pada berbagai tahap perkembangan tulang. Beberapa sel atau sekelompok sel kemungkinan lebih peka dari sel yang lain selama siklus kehidupan. Tahap peka ini kemungkinan bersifat sementara, tetapi rangkaian kelainan yang parah dapat mempengaruhi kemampuan pembentukan struktur jaringan yang normal. Pada permulaan pertumbuhan, terjadi pembelahan sel yang cepat (hiperplasi). Organ tubuh mengalami beberapa periode hiperplasi pada pertumbuhan yang melibatkan aktivitas metabolik seluler yang cepat. Pada periode ini jika terjadi penyakit yang mengganggu replikasi DNA dapat menyebabkan hambatan pertumbuhan yang menetap (ireversibel) oleh karena jaringan tidak dapat menambah jumlah sel.Berdasar pernyataan tersebut, maka diteliti daya reversibilitas kalsifikasi tulang akibat kekurangan protein pre dan

post natal dengan memberikan makanan standar dengan cukup protein dari umur sapih (30 hari) sampai umur dewasa (56 hari) pada anak tikus dengan kekurangan protein pre dan post natal. Daya reversibilitas dilihat dengan membandingkan lebar epifisis, kadar kalsium dan fosfor tulang pada tikus dengan tambahan pakan standar tersebut dengan tikus normal usia dewasa. Jika tidak ada perbedaan yang bermakna antara lebar lempeng epifisis, kadar kalsium dan fosfor di antara tikus tersebut, maka hambatan kalsifikasi tulang bersifat sementara (reversibel).

KESIMPULAN Protein adalah zat gizi yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tubuh dan penggantian sel-sel yang rusak serta sebagai zat pelindung dalam tubuh. Kelebihan protein berbahaya bagi tubuh. Mengkonsumsi zat makanan yang banyak mengandung protein dalam jumlah yang berlebihan dapat menyebabkan timbulnya penyakit. Kelebihan protein dapat mengakibatkan timbulnya beberapa penyakit diantaranya osteoporosis yaitu suatu penyakit

dimana tulang mempunyai sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah sehingga terjadi kerapuhan tulang dan obesitas yang merupakan kelebihan konsumsi protein yang banyak mengandung lemak sehingga terjadi timbunan lemak dalam tubuh. Sedangkan kekurangan protein menyebabkan KKP (Kekurangan Kalori Protein) seperti penyakit kwasiorkor (satu bentuk malnutrisi akibat defisiensi protein yang berat) dan edema (kelunakan jaringan tubuh). Kekurangan protein akan menyebabkan perubahan pada timbunan asam amino, hal tersebut mengakibatkan hambatan reaksi sintesis protein sehingga menimbulkan hambatan juga dalam pembentukan matriks organik tulang dan mengganggu metabolisme mineral dan tahap perkembangan tulang.

DAFTAR PUSTAKA Winarno. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka.

Marsetyo dan Kartasapoetra. 1991. Ilmu Gizi. Rineksa Cipta: Solo

Muchtadi. 1989. Petunjuk Laboratorium Evaluasi Nilai Gizi Pangan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi. Bogor: IPB Del Valle, F.R. 1981. Nutrition Qualities Of Soya Protein As Affected By Processing. JAOCS. 58:519

Martianto, Drajat. 1992. Gizi Terapan. PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor

Pudyani, S. Pinandi. 2005. Reversibilitas kalsifikasi tulang akibat kekurangan protein pre dan post natal (Reversibility of bone calcification on pre and post natal protein deficiency), vol.38, Hal. 115-119. Yogyakarta: UGM.

TUGAS TERSTRUKTUR METABOLISME ZAT GIZI KEKURANGAN DAN KELEBIHAN PROTEIN TERHADAP KESEHATAN TUBUH

Kelompok 5 : Novi Setianingsih Nur Rohmania Ayi Nasehah Handhini Rakhma Sari Kurnia R. Septiana Uly Arta Nurul Huda Rifatul Masrikhiyah

A1M009015 A1M009017 A1M009026 A1M009033 A1M009069 A1M009071 A1M009075

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN PURWOKERTO 2011

Anda mungkin juga menyukai