Anda di halaman 1dari 14

TINJAUAN PUSTAKA

Ubi Jalar Ubi jalar atau ketela rambat atau sweet potato diduga berasal dari benua Amerika. Para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubi jalar adalah Selandia Baru, Polinesia, dan Amerika bagian tengah. Nikolai Ivanovich Vavilov, seorang ahli botani Soviet, memastikan daerah sentrum primer asal tanaman ubi jalar adalah Amerika Tengah. Ubi jalar mulai menyebar ke seluruh dunia, terutama negara-negara beriklim tropis pada abad ke-16. Orangorang Spanyol menyebarkan ubi jalar ke kawasan Asia, terutama Filipina, Jepang, dan Indonesia (BPPT, 2008). Adapun sistematika tanaman ubi jalar adalah sebagai berikut : Kingdom Divisio Sub-Divisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledoneae : Solanales : Convolvulaceae : Ipomea : Ipomea batatas L. (Wikipedia, 2010). Ada dua jenis ubi jalar, jenis kering dan jenis basah. Ubi jalar jenis kering memiliki kulit berwarna cerah dan setelah dimasak memiliki daging umbi berwarna kuning cerah atau oranye pucat yang keras, kering, dan bertekstur seperti tepung. Ubi jalar jenis basah, atau sering disebut yam, memiliki daging

Universitas Sumatera Utara

umbi berwarna kuning tua atau oranye kemerah-merahan yang lembut, basah, dan manis. Ubi jalar yang baik dari kedua jenis tersebut adalah yang bersih, halus, bentuknya utuh, dan keras. Tetapi umbi-umbi yang bentuknya rusak, jelek, atau busuk harus dihindarkan atau dibuang karena akan menimbulkan limbah atau sisa yang tinggi pada persiapan pengolahannya (Vail dkk., 1973). Ubi Jalar atau juga biasa disebut ketela rambat merupakan tanaman palawija penting sesudah jagung, semakin meningkatnya kebutuhan ubi jalar baik sebagai konsumsi dalam rangka mendukung program diversifikasi pangan maupun sebagai bahan baku industri lanjutan seperti mie, saus, pakan ternak, dan sebagainya (Widowati, 2000). Pada saat panen raya banyak umbi ubi jalar yang cacat atau rusak atau dibiarkan begitu saja karena harga di pasaran terlalu rendah, maka sebaiknya umbi-umbi tersebut diolah secara kering (diberikan perlakuan pengeringan) seperti dijadikan tepung atau keripik ubi jalar yang harga permintaan dari para konsumen/industri pembuat macam-macam panganan akan lebih baik atau menguntungkan (Kartasapoetra, 1994). Pengeringan Pengeringan merupakan salah satu cara pengawetan pangan yang paling tua. Cara ini merupakan suatu proses yang ditiru dari alam, kita telah memperbaiki pelaksanaanya pada bagian-bagian tertentu. Pengeringan merupakan suatu metode pengawetan pangan yang paling luas digunakan (Desrosier, 1988). Pengeringan adalah proses pengeluaran air atau pemisahan air dalam jumlah yang relatif kecil dari bahan dengan menggunakan energi panas. Hasil dari proses pengeringan adalah bahan kering yang mempunyai kadar air setara dengan

Universitas Sumatera Utara

kadar air keseimbangan udara (atmosfir) normal atau setara dengan nilai aktivitas air (aw) yang aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis dan kimiawi (Rachmawan, 2001). Proses pengeringan dilakukan dengan cara penguapan air. Cara ini dilakukan dengan menurunkan kelembaban nisbi udara dengan mengalirkan udara panas di sekeliling bahan, sehingga tekanan uap air bahan lebih besar daripada tekanan uap air di udara. Perbedaan tekanan ini menyebabkan terjadinya aliran uap air dari bahan ke udara (Adnan, 1982). Tujuan dari pengeringan pada prinsipnya adalah menurunkan kadar air suatu produk atau bahan pertanian sehingga memenuhi rencana penggunaan selanjutnya (Matondang, 1989). Selain memberikan manfaat melindungi bahan pangan yang mudah rusak, pengeringan dengan pengurangan air juga menurunkan bobot dan memperkecil volume bahan pangan tersebut, sehingga mengurangi biaya pengangkutan dan penyimpanan. Pengeringan dapat pula menjadikan bahan pangan sesuai untuk pengolahan lebih lanjut, sehingga memudahkan penanganan, pengemasan, pengangkutan dan konsumsi (Iradiasi, 1991). Disamping memberikan keuntungan, pengeringan juga mempunyai beberapa kerugian yaitu karena sifat asal dari bahan yang dikeringkan dapat berubah misalnya bentuknya, sifat-sifat fisik dan kimianya, penurunan mutu dan lain-lainnya. Kerugian yang lainnya juga disebabkan beberapa bahan kering perlu pekerjaan tambahan sebelum digunakan, misalnya harus dibasahkan kembali (Winarno, 1980).

Universitas Sumatera Utara

Kecepatan pengeringan lempengan bahan basah yang tipis akan berbanding terbalik dengan kuadrat ketebalannya. Jadi kecepatan pengeringan potongan bahan yang mempunyai ketebalan satu pertiga dari semula adalah sembilan kali kecepatan pengeringan potongan asal. Oleh karena itu lama pengeringan dapat dipersingkat dengan pengurangan ukuran bahan yang dikeringkan (Rachmawan, 2001). Secara garis besar pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengeringan secara alami (natural drying) dan pengeringan buatan (artificial drying). Pengeringan secara alami dapat dilakukan dengan cara menjemur di bawah sinar matahari (sun drying). Sedangkan pengeringan secara buatan dilakukan dengan menggunakan alat pengering (Taib dkk., 1988). Pengeringan Alami Pengeringan alami atau pengeringan matahari telah digunakan pada

daerah beriklim panas untuk memproduksi buah-buahan atau biji-bijian kering. Pengeringan ini dapat dilakukan dengan penyinaran matahari langsung atau di daerah yang ternaung dimana pengeringan dilakukan dengan udara kering panas. Terbukti bahwa buah-buahan kering hanya dihasilkan di daerah dimana keadaan cuaca mendukung seperti temperatur yang relatif tinggi, kelembaban relatif rendah, dan sedikit atau bahkan tidak ada curah hujan

(Nickerson dan Ronsivalli, 1980). Pengeringan dengan sinar matahari lebih dikenal masyarakat sebagai pengeringan tradisional dan telah umum dilakukan oleh para petani kita sejak dahulu, yang hasilnya dapat dikatakan baik dibanding dengan cara pengeringan tradisional lainnya, seperti penataan hasil tanaman pada para-para di atas dapur,

Universitas Sumatera Utara

pengeringan dengan penggorengan tanpa minyak, dan lain-lain. Pengeringan dengan sinar matahari biasanya menghasilkan mutu yang baik, asalkan cara-cara pengeringan yang dianjurkan diikuti dengan seksama (Kartasapoetra, 1994). Pengeringan surya atau pengeringan dengan cara penjemuran mempunyai kelebihan yaitu biayanya rendah karena memerlukan alat-alat yang relatif lebih murah. Namun memiliki beberapa kelemahan yaitu penjemuran sangat tergantung pada cuaca, sehingga kontinuitas pengeringan tidak dapat dijaga, misalnya kalau turun hujan pengeringan dihentikan. Demikian pula suhu, kelembaban udara dan kecepatan udara tidak dapat diatur, sehingga kecepatan pengeringan tidak seragam. Mutu hasil penjemuran umumnya lebih rendah daripada hasil menggunakan alat. Hal ini disebabkan waktu pengeringan yang lama, keadaan pengeringan dan sanitasi sehingga kemungkinan-kemungkinan terjadi kerusakan selama penjemuran besar (Sitinjak dan Saragih, 1995). Kecepatan pengeringan serta kualitas hasil yang diperoleh dengan cara penjemuran sangat dipengaruhi oleh: 1. Keadaan cuaca (suhu udara dan kelembaban/RH) Suhu udara akan mempengaruhi kecepatan penjemuran. Pada suhu yang tinggi, kelembaban udara akan semakin rendah. Akibatnya kemampuan udara tersebut untuk menangkap uap air dari bahan yang dijemur akan semakin meningkat. 2. Jenis lamporan Setiap jenis bahan yang digunakan sebagai lamporan mempunyai kecepatan perambatan panas tertentu yang pada gilirannya akan mempengaruhi kecepatan pengeringan.

Universitas Sumatera Utara

3.

Sifat bahan yang dikeringkan Kadar air awal bahan dan ukuran partikel bahan akan mempengaruhi kecepatan pengeringan. Bahan yang mempunyai kadar air awal tinggi dan ukuran partikel besar akan lebih lama waktu pengeringannya daripada bahan yang kadar air awalnya rendah dan ukuran partikelnya kecil.

4.

Cara penjemuran Dalam hal ini ketebalan tumpukan bahan dan frekuensi pembalikan bahan akan sangat berpengaruh pada kecepatan pengeringan. (Rachmawan, 2001). Selama proses pengeringan berlangsung, ketidakseragaman ketebalan

lapisan bahan mempengaruhi proses pengeringan itu sendiri. Udara yang lewat dari bahan lebih banyak pada lapisan yang tipis daripada lapisan yang tebal (Matondang, 1989). Pengeringan Buatan Penggunaan panas yang berasal dari api untuk mengeringkan bahan pangan dijumpai secara bebas, baik di dunia baru maupun dunia lama. Orangorang kuno mengeringkan bahan pangan di tempat-tempat kediaman mereka. Orang-orang Indian Amerika sebelum Colombus menggunakan panas dari api untuk mengeringkan bahan pangan. Tetapi kamar dehidrasi dengan udara panas baru ditemukan pada tahun 1795. Di Perancis Masson dan Challet mengembangkan suatu alat pengering sayuran yang terdiri dari udara panas (105F) yang mengalir di atas irisan sayuran yang tipis. Pada prinsipnya semakin lama suatu proses pengeringan dilakukan maka air yang diuapkan dari bahan akan semakin banyak. (Desrosier, 1988).

Universitas Sumatera Utara

Pengeringan adiabatik adalah pengeringan dimana panas dibawa ke alat pengering oleh udara panas. Udara panas ini akan memberikan panas pada bahan pangan yang akan dikeringkan dan mengangkut uap air yang dikeluarkan oleh bahan. Sedangkan pengeringan isotermik adalah pengeringan dimana bahan yang akan dikeringkan berhubungan langsung dengan lembaran atau plat logam panas (Winarno, 1980). Dalam pengeringan hasil pertanian secara mekanis, udara panas dialirkan dengan tekanan dari bawah sehingga tumpukan hasil pertanian akan mulai kering dari bagian dasar menuju ke atas. Dengan demikian terbentuklah zona pengeringan yang bergerak perlahan-lahan naik ke atas dengan berlanjutnya proses pengeringan (Moedjijarto, 1979). Mesin pengering yang sederhana terdiri atas satuan baling-baling kipas angin, satuan alat pemanas, satuan alat pengering, dan satuan motor penggerak. Ada mesin pengering yang bekerja secara terus-menerus dan ada pula yang terputus-putus; sedangkan kontak panas dengan bahan yang dikeringkan dapat secara langsung atau tidak langsung (Hardjosentono dkk., 2000). Pengeringan menggunakan alat mekanis (pengeringan buatan) yang menggunakan tambahan panas memberikan beberapa keuntungan, diantaranya tidak tergantung cuaca, kapasitas pengeringan dapat dipilih sesuai dengan yang diperlukan, tidak memerlukan tempat yang luas, serta kondisi pengeringan dapat dikontrol. Pada pengeringan buatan dibutuhkan energi untuk memanaskan alat pengering, mengimbangi radiasi panas yang keluar dari alat pengering, memanaskan bahan sampai tercapai suhu yang dipertahankan, untuk penguapan, dan untuk menggerakkan udara. Kecepatan pengeringan untuk setiap bahan akan

Universitas Sumatera Utara

berbeda-beda. Lamanya kontak antara udara panas dengan bahan selama pengeringan juga akan berpengaruh. Semakin lama kontak antara udara panas dengan bahan maka semakin cepat pengeringan berlangsung (Taib dkk., 1988). Pada pengeringan buatan atau mekanis; suhu, kelembaban nisbi udara serta kecepatan pengeringan dapat diatur dan diawasi. Sebagai sumber tenaga untuk mengalirkan udara dapat digunakan motor bakar atau motor listrik. Sumber energi yang dapat digunakan pada unit pemanas adalah gas, minyak bumi, batubara, dan elemen pemanas listrik (Rachmawan,2001). Teori Pengeringan Proses pengeringan adalah poses menurunkan kadar air suatu bahan sampai pada batas kandungan air yang ditentukan. Dalam wet basis, jumlah (massa) air yang diuapkan dihitung berdasarkan selisih massa air mula-mula (mw 1 ) dan massa air akhir (mw 2 ).

Mw = mw1 -m w2 ...................(1)

Mw = massa air yang diuapkan pada proses pengeringan


m w1 m w2 dimana m w1 = K o .m ......................(2) Ko m = kadar air mula-mula dalam wet basis (%) = massa total bahan sebelum dikeringkan = massa air mula-mula = massa air akhir

Universitas Sumatera Utara

Kadar air akhir (K) dicari dengan menggunakan persamaan : K= K md

mw2 ........................(3) mw2 + md

= kadar air setelah proses pengeringan dalam wet basis (%) = massa kering bahan

Sehingga m w2 = Sehingga didapatkan :


K .md ...........................(4) 1 K

Mw = K o. m -

K .md 1 K

Mw =

Ko.m(1 K ) K .(m mw 1 ) 1 K

Mw =
Mw =

Ko.m(1 K ) K .(m Ko.m) 1 K m( Ko K ) ................(5) 1 K

Persamaan diatas digunakan untuk menghitung massa air yang diuapkan dalam suatu bahan pada proses pengeringan ( Henderson dan Perry, 1976). Kandungan air suatu bahan dapat dinyatakan dalam wet basis atau dry basis. Kandungan kelembaban dalam wet basis menyatakan perbandingan massa air dalam bahan dengam massa total bahan. Pada dry basis, kandungan air dihitung dengan membagi massa air dalam bahan dengan massa keringnya saja. Keduanya baik wet basis dan dry basis dinyatakan dalam persen kelembaban :
mw ........................ (6) mw + md

Mw =

Universitas Sumatera Utara

Mw = Wet basis mw = massa air md = massa kering bahan

Md =

mw ....................(7) md

Md = dry basis ( Henderson dan Perry, 1976). Alat-alat pengering Terdapat berbagai jenis alat pengering buatan antara lain: 1. Yang berbentuk kabinet (rak), dilengkapi dengan rak-rak (3 atau 4 buah) sebagai wadah atau tempat hasil pertanian yang akan dikeringkan, rak-rak ditempatkan secara tersusun dalam alat dengan penyebaran udara panas ke dalamnya selama waktu yang telah ditentukan, pengeringan akan berlangsung dengan baik mendekati pengeringan sempurna dengan sinar matahari. 2. Yang berbentuk kabinet dengan ruangan lebih luas dan lebih besar, pada alat ini udara panas dialirkan ke dalam ruangannya melalui pipa-pipa di bagian bawah dan bagian atas atau lebih jelasnya pipa-pipa di bagian lantai dan pipapipa di bagian atap alat pengering ini. 3. Yang berbentuk terowongan (tunnel dryer), pada dasarnya alat pengering ini relatif sama dengan kedua bentuk alat pengering di atas hanya karena khusus digunakan untuk menangani sejumlah besar hasil pertanian maka ruang pengeringannya dibuat lebih luas.

Universitas Sumatera Utara

4. Yang berbentuk rotari (rotary dryer), merupakan alat pengering yang dapat berputar, yang khusus diperuntukkan pengeringan hasil pertanian berbentuk biji-bijian, seperti padi, jagung pipilan, kedelai, sorgum, dan lain-lain. 5. Yang berbentuk silindris (drum dryer), alat pengering ini digunakan khusus bagi pengeringan bahan cairan yang berasal dari hasil pertanian, seperti sari buah (air buah-buahan), saridele ( susu buatan dari bahan kedelai), dan lainlain yang berbentuk tepung. 6. Yang dilengkapi dengan sistem penyemprotan (spray dyer), alat pengering ini berfungsi mengeringkan bahan cairan yang juga berasal dari hasil pertanian, yang ke dalam alat pengering ini bahan cairan disemprotkan melalui sebuah sprayer ke dalam ruangan yang kondisinya panas, sehingga kandungan air pada cairan akan menguap dan tinggallah bagian bubuknya (tepung, powder), yang selanjutnya meluncur ke luar sebagai bubuk hasil pengeringan yang memuaskan (Kartasapoetra, 1994). Pengering Surya Tipe Rak Tray dryer atau alat pengering berbentuk rak, mempunyai bentuk persegi dan di dalamnya berisi rak-rak, yang digunakan sebagai tempat bahan yang akan dikeringkan. Pada umumnya rak tidak dapat dikeluarkan. Beberapa alat pengering jenis ini rak-raknya mempunyai roda sehingga dapat dikeluarkan dari alat pengeringnya. Bahan diletakkan di atas rak (tray) yang terbuat dari logam dengan alas yang berlubang-lubang. Kegunaan dari lubang-lubang ini untuk mengalirkan udara panas dan uap air (Taib dkk., 1988).

Universitas Sumatera Utara

Pengering tipe rak biasanya merupakan pengering yang paling murah pembuatannya, mudah pemeliharaannya, dan sangat luwes penggunaannya. Pada umumnya pengering ini digunakan untuk penelitian-penelitian dehidrasi sayuran dan buah-buahan di dalam laboratorium, dan di dalam skala kecil dan digunakan secara komersil yang bersifat musiman (Desrosier, 1988). Prinsip kerja alat pengering tipe rak adalah udara pengering dari ruang pemanas dengan bantuan kipas akan bergerak menuju dasar rak dan melalui lubang-lubang yang terdapat pada dasar rak tersebut akan mengalir melewati bahan yang dikeringkan dan melepaskan sebagian panasnya sehingga terjadi proses penguapan air dari bahan. Dengan demikian, semakin ke bagian atas rak suhu udara pengering semakin turun. Penurunan suhu ini harus diatur sedemikian rupa agar pada saat mencapai bagian atas bahan yang dikeringkan, udara pengering masih mempunyai suhu yang memungkinkan terjadinya penguapan air. Di samping itu kelembaban udara pengering pada saat mencapai bagian atas harus dipertahankan tetap tidak jenuh sehingga masih mampu menampung uap air yang dilepaskan. Di dalam penggunaan alat pengering ini perlu diperhatikan pengaturan suhu, kecepatan aliran udara pengering, dan tebal tumpukan bahan yang dikeringkan sehingga hasil kering yang diharapkan dapat tercapai

(Rachmawan, 2001). Pengeringan Ubi Jalar Tepung ubi jalar merupakan suatu hasil olahan ubi jalar, di samping meningkatkan daya awetnya, juga meningkatkan daya gunanya. Tepung ubi jalar dapat digunakan sebagai bahan pengganti/substitusi tepung terigu dalam

Universitas Sumatera Utara

pembuatan roti dan bahan substitusi gandum dalam pembuatan mie kering, bahan makanan campuran dan lain-lain (Budijanto, 2009). Masalah teknologi yang sering dihadapi adalah kandungan protein tepung non terigu yang sangat rendah. Terbentuk pula warna coklat karena terjadinya reaksi pencoklatan non enzimatis, terutama bila mengandung gula pereduksi. Hal ini pada dasarnya adalah merupakan kelemahan dari pengeringan yaitu terjadinya perubahan warna, tekstur, rasa dan aroma. Waktu pengeringan yang terlalu lama dapat menyebabkan pigmen-pigmen pada bahan mengalami oksidasi. Belum lagi masalah cita rasa produk akhir yang susah dihilangkan (Buckle dkk., 1987). Pengolahan ubi jalar menjadi tepung hanya memerlukan teknologi yang sederhana. Caranya ubi jalar dikupas kemudian dicuci bersih selanjutnya dipotong tipis-tipis. Chips kemudian dijemur di bawah sinar matahari atau dengan menggunakan alat pengering dengan suhu maksimum 60C selama 18 jam kemudian digiling. Untuk menghasilkan chips kering atau tepung berkualitas baik, chips sebelum dijemur atau dikeringkan diblanching dan direndam dalam larutan natrium meta bisulfit terlebih dahulu. Rendemen chips kering atau tepung dapat mencapai 20-30% dari bobot bahan awal tergantung jenis varietas (Aini, 2004). Perendaman dengan larutan kimia merupakan salah satu usaha melindungi hasil pertanian dari kerusakan mekanis, fisiologis maupun mikrobia. Adanya pencelupan dalam larutan kimia selain dapat mempertahankan kesegaran juga dapat memperbaiki tekstur bahan. Tekstur bahan setelah dicelupkan menjadi keras (Satuhu dan Supriadi, 1994). Senyawa-senyawa kimia yang dapat digunakan pada proses sulfuring antara lain: SO 2 , Sulfit, dan metabisulfit. Sulfuring tersebut dapat dilakukan

Universitas Sumatera Utara

dengan uap SO 2 atau perendaman dalam larutan SO 2 , sulfit atau metabisulfit. Jumlah penyerapan dan residu senyawa-senyawa tersebut dalam bahan yang dikeringkan dipengaruhi oleh, antara lain: varietas, kemasakan, ukuran bahan, konsentrasi larutan, suhu dan waktu sulfuring, kecepatan aliran udara, dan kelembaban udara selama pengeringan serta keadaan penyimpanan

(Susanto dan Saneto, 1994). Salah satu bentuk aplikasi yang digunakan sebagai sumber sulfur dioksida adalah natrium metabisulfit. Natrium metabisulfit merupakan bahan pengawet yang digolongkan ke dalam garam-garam sulfit. Natrium metabisulfit biasa digunakan untuk mencegah pencoklatan enzimatis, sebagai pemutih, antioksidan dan penghambat bakteri kapang dan khamir (Desroiser, 1988). Natrium metabisulfit (Na 2 S 2 O 5 ) adalah bahan sulfitasi yang tidak karsinogenik dan telah mendapat predikat GRAS (Generally Recognized As Save) dari Food and Drugs Administration (FDA) sejak Agustus 1959. Artinya bahan pengawet ini aman digunakan pada bahan pangan sesuai dengan batas konsentrasi yang diijinkan. Batas maksimum penggunaannya dalam bahan makanan yang dikeringkan di Amerika Serikat ditetapkan FDA yaitu 200 ppm sampai 3000 ppm (Barnet, 1985). Perendaman irisan umbi ubi jalar pada larutan natrium metabisulfit (sodium metabisulfit) 0,02% selama 15 menit adalah untuk mencegah terjadinya reaksi pencoklatan/browning yang dapat menyebabkan warna bahan kering menjadi gelap dan tidak menarik (Suismono, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai