Anda di halaman 1dari 10

NABI MUHAMMAD SEBAGAI PEDAGANG DAN ENTERPREUNERSIP

I. PENDAHULUAN Nabi Muhammad sebelum diutus menjadi Rasul telah melakukan usaha niaga bahkan setelah beliau diangkat usaha tersebut masih dilakukannya. Ketika beliau berumur 12 tahun, beliau bersama Abu Thalib, pamannya, berdagang ke kota Syria yang berjarak ratusan kilometer dari Makah. Pada usia yang sangat sangat muda Nabi telah mengenal dunia dagang. Nabi menerapkan prinsip keterbukaan dan kejujuran dalam usahanya sehingga pelanggan banyak yang tertarik oleh sebab itu memberikan keuntungan besar bagi Nabi karena barang dagangannya laku di beli orang. Bagi seorang muslim yang ingin mencapai keuntungan dalam berdagang haruslah mencontoh apa yang telah Nabi Muhammad lakukan. Karena kita harus mengikuti apa yang telah Nabi lakukan sebagai panutan dan suri tauladan kita..

II SEBELUM DIANGKAT MENJADI RASUL Setelah kakek Rasulullah yaitu Abdul Muthalib meninggal dunia, orang yang mengasuh Nabi Muhammad adalah Abu Thalib. Abu Thalib sendiri menjalankan usaha dalam bidang niaga, walaupun tidak kaya tapi beliau berusaha menghidupi anak-anaknya yang banyak dari usaha berdagang. Nabi Muhammad disayangi oleh pamannya tapi tidak membuat dirinya menjadi manja. Rasulullah memahami pamannya memiliki banyak anak dan karena sikap inilah Rasulullah memilki sikap tidak ingin menyusahkan orang lain. Ketika itu, penduduk di kota Makah menggantungkan usaha dalam bidang Niaga. Salah satu daerah perdagangan adalah Syria. Maka ketika Rasulullah berumur 12 tahun, Abu Thalib mengajaknya berniaga ke Syria. Dalam konteks Muhammad saw, beliau mempunyai pengalaman yang pahit dilahirkan dalam keadaan yatim, ketika ayahnya sudah tiada. Pada usia enam tahun, dalam perjalanan kembali dari Yatsrib sesudah menengok makam ayahnya, Muhammad kembali kehilangan orangtua karena saat itu ibunya pun wafat. Bisa dibayangkan dalam usia enam tahun Muhammad sudah menjadi yatim piatu. Sampai usia delapan tahun 2 bulan beliau dibina dan dididik oleh kakeknya, Abdul Muthalib, seorang yang terpandang waktu itu. Usia itu sepeninggal kakeknya, diasuh oleh pamannya, Abu Thalib. Mulai saat itulah pemuda kecil Muhammad mulai mencari nafkah sendiri dengan menggembala kambing. Pendek kata, sebelum kenabian Rasulullah telah meletakkan prinsipprinsip dasar dalam melakukan transaksi bisnis secara adil. Kejujuran dan

keterbukaan Rasulullah dalam melakukan transaksi perdagangan merupakan teladan bagi seorang pengusaha generasi selanjutnya. Beliau selalu menepati janji dan mengantarkan barang dagangan dengan standar kualitas sesuai dengan permintaan pelanggan sehingga tidak pernah membuat pelanggannya mengeluh atau bahkan kecewa. Reputasi sebagai pelanggan yang benar-benar jujur telah tertanam dengan baik. Sejak muda, beliau selalu memperlihatkan rasa tanggung jawabnya terhadap setiap transaksi yang dilakukan. ( http://www.mailarchive.com/jamaah@arroyyan.com/msg07261.html )

III SETELAH DIANGKAT MENJADI RASUL Sebelum Islam, kota Yatsrib tidak menentu karena tidak mempunyai pemimpin yang berdaulat penuh. Di kota tersebut terdapat dua suku besar yaitu suku Aus dan Khajraj dan suku-suku yang lain. Pimpinan suku Aus dan Khajraj sering bertikai sehingga membuat suku-suku yang lain kurang aman keadaannya. Lalu beberapa kelompok penduduk menemui Nabi Muhammad dan salah satu dari pertemuan itu adalah meminta Nabi Muhammad menjadi pemimpin mereka di Yatsrib. Salah satu hal yang dilakukan oleh Nabi Muhammad ketika di Madinah adalah usaha- usaha di bidang ekonomi yang dkemudian hari sangat dirasakan oleh penduduk Madinah. Salah satu strateginya adalah

PASAR MADINAH Ibnu Majah dan Ibn Shabah mencatat pembangunan pasar Madinah sebagai berikut: Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam pergi ke pasar Al-Nabit, melihatnya, dan kemudian berkata : ini bukan pasar bagi kalian. Kemudian Nabi pergi ke tempat lain, melihatnya dan kemudian berkata: ini juga bukan pasar untuk kalian. Lalu, ketika Nabi Sallallahu Alaihi Wa Sallam kembali ke pasar ini (yang kelak disebut sebagai Pasar Madinah), pergi mengelilinginya, dan berkata: Inilah pasar kalian; jangan sampai dilemahkan jangan pula dikenakan pajak atasnya. Menjelang usaha dalam ekonomi ini dilakukan, ketika Nabi dan para sahabatnya mencapai Madinah, orang-orang musyrik dan terutama Yahudi telah lama mendominasi perkeonomian kota ini. Mereka menguasai pasar-pasar di Madinah dan dengan sendirinya pasar-pasar tersebut beroperasi menurut aturan main yang mereka tetapkan. (Arif Hoetoro, Ekonomi Islam, Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, Malang, 2007, halaman 98.) Bila dianalisis, tindakan Nabi dengan membangun pasar yang otonom untuk kaum muslimin mencerminkan sebuah pemikiran ekonomi yang sangat cemerlang. Sebagaimana diketahui bersama, salah satu kelemahan kaum Muslimin dewasa ini adalah tidak mempunyai pasar yang optimal bagi berkembangnya kegiatan-kegiatan ekonomi umat. (Ibid, Halaman 99)

INSTITUSI AL-HISBAH Pengelolaan dengan berbagai peraturan administratif yang didasrkan pada aturan syariah itu dilembagakan oleh Nabi dalam institusi Al-Hisbah. Dalam pengertian umum istilah hisbah yaitu amar maruf wa nahy an al-munkar. Namun dalam konteks pengaawasan pasar, Alhisbah yaitu lembaga yang

dibangun Negara dalam rangka mempromosikan kebaikan dan mencegah kejahatan dalam kegiata-kegiatan ekonomi. ( Ibid, Halaman 106) Institusi Al-hisbah ini ini dipimpin oleh petugas yang dinamakan muhtasib. Pada masa-masa awal Alhisbah ini, Nabi sendirilah yang bertindak sebagai muhtasibnya dan sering melakukan inspeksi ke pasar untuk memastikan tidak adanya transaksi yang menyalahi aturan permainan. Dalam sebuah hadist diriwayatkan bahwa Nabi suatu saat pergi ke pasar dan melakukan inspeksi ke para pedagang. Kemudian, disebuah kedai penjual makanan (gandum) Nabi memasukan jarinya kedalam keranjang gandum dan merasakan gandum yang belum kering benar. Apakah ini, penjual makanan? Tanya Nabi. Jawab pedagang itu, ini gandum yang terkena air hujan ya Rasulullah. Kemudian Nabi bertanya lagi, tetapi mengapa gandum ini tidak ditaruh dibagian atas saja agar setiap orang dapat mengetahuinya? Lantas Nabi meneruskan dengan berkata: Siapa yang menippu dalam jual-beli, maka dia tidak termasuk golongan kami. Kenyataan bahwa Nabi sangat menaruh perhatian yang besar terhadap pasar tampaknya tidak lepas dari pengalamannya sebagai pedagang terkenal dan prediksinya atas pasar akan menjadi perbincangan yang hangat dan menjadi isu ekonomi penting pada generasi berikutnya. Ketika Muhammad diutus menjadi

Rasul, ternyata beliau tidak serta merta berhenti dari kegiatan ekonomi. Ini tampak dari keheranan masyarakat non Muslim di Mekah yang melihat Nabi tetap melakukan jual beli di pasar. Dalam benak mereka muncul sebuah bayangan seharusnya Nabi tidak perlu mengurusi masalah-masalah seperti itu yang

dianggapnya sebagai tindakan yang profan ( tidak bersangkutan dengan agama atau tujuan keagamaan). Al-Quran merekam itu yang dicatatnya di dalam surat Al-Furqan ayat 17: Dan mereka berkata pula: Mengapa Rasul ini memakan makanan dan jalan-jalan di pasar? Mengapa tidak diturunkan kepadanya malaikat, untuk memberikan peringatan bersama-sama dengan dia? Barangkali orang non muslim itu membayangkan bahwa istitusi kenabian dalam Islam seharusnya mirip dengan institusi kependetaan. Akan tetapi, ternyata Nabi menyatakan tidak ada kependataan dalam Islam. Tetapi, bagaimana mungkin Nabi tidak lagi ke pasar ? Bukankah sebelumnya Nabi adalah seorang pedagang terkenal dan karena itu pulalah beliau sudah terbiasa melakukan aktivitas ekonomi di pasar-pasar? Sebagai orang yang terlahir dari suku Quraisy, maka jelas Nabi Muhammad mempunyai bakat berdagang yang hebat sebagimana umumnya dimiliki orang-orang dari suku Quraisy lainnya. Di riwayatkan dari Ibn Abbas bahwa ayat tentang kebiasaan Nabi tetap melakukan kegiatan di pasar itu turun terkait dengan rayuan pembesar-pembesar Quraisy, seperti Utbah bin Rabiah, Abu Sufyan Ibn Harb,Umayah ibn Khalaf, al-As Ibn Wail, Abdul Buhturi, dan Munabbah ibn al-Hajjaj yang datang untuk

membujuk Nabi menghentikan kegiatan dakwah Islam dan memberinya segala sesuatu yang nabi inginkan sehingga Nabi tidak perlu susah payah mencari nafkah ke pasar. Tetapi Nabi ternyata menolak segala bentuk rayuan material musyrikin Quraisy dan tetap melakukan dakwah Islam sambil melakukan kegiatan kegiatan lain sebagimana layaknya manusia biasa. (Ibid, Halaman 106-109) PENGHAPUSAN RIBA Menurut para Mufassir dan sejarawan, perintah larangan riba datang pada tahun 9 hijriah dan diumumkan oleh Rasulullah pada saat menyampaikan khutbah haji Wada pada tahun 10 hijriah. Kata riba dalam ayat Al-Quran di gunakan sebagai terjemahan dari bunga uang yang tinggi. Arti bahasa dan sistem ini telah dikenal pada masa jahiliah dan periode awal Islam. Yakni sebagai bunga uang yang sangat tinggi yang dikenakan terhadap modal pokok (Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, PT Raja Grafindo, Jakarta, 2006, Edisi ke tiga, hlm 34) Didalam surat Al-Baqarah ayat 275: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan

urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Jika ayat yang melarang riba diatas ditelaah lebih dalam terlihat bahwa Islam sangat keras menentang praktek ribawi baik dalam jumlah yang sangat tinggi ataupun rendah. Dan pernyataan orang kafir bahwa berdagang adalah sama dengan riba di tentang oleh Al-Quran bahkan pelakunya diancam dengan siksa. Paman Nabi Muhammad yaitu Abbas bin Abdul Muthalib adalah orang yang mengusahakan perdagangan dengan model riba. Tapi saat khutbah Haji Wada, Rasulullah membatalkan seluruh riba yang berasal dari keluarganya sendiri.( Ibid, hlm 35) IV KESIMPULAN
1. Nabi Muhammad mulai mengenal perdagangan dalam usia 12 tahun 2. Nabi Muhammad sebelum diangkat menjadi Rasul mengadakan bisnis ke

berbagai negara sampai dikenal di Jazirah Arab sebagai seorang pengusaha muda yang sukses. 3. Bangsa Quraisy adalah suku yang berbakat dalam berdagang 4. Riba bukanlah perdagangan. Karena riba adalah dilarang dalam Islam. 5. Praktek riba dilakukan oleh orang kafir dan orang Yahudi

V DAFTAR REFERENSI
1. Karim Adiwarman Azwar, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, PT Raja

Grafindo, Jakarta, 2006, Edisi ke tiga.


2. Arif Hoetoro, Ekonomi Islam, Badan Penerbit Fakultas Ekonomi

Universitas Brawijaya, Malang, 2007


3. http://www.mail-archive.com/jamaah@arroyyan.com/msg07261.html.

Dilihat jam 10.00 WIB hari jumat 10/06/2011

Anda mungkin juga menyukai