Ruptura DR
Ruptura DR
Dr. Budi Iman Santoso, SpOG Divi Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Anatomi Perineum
Menurut para ahli anatomi, perineum adalah wilayah pelvic outlet di ujung diafragma pelvic (levator ani). Batasannya dibentuk oleh pubic rami di bagian depan ligament sacro tuberous di belakang. Pelvic outletnya di bagi oleh garis melintang yang menghubungkan bagian depan ischial tuberosities ke dalam segitiga urogenital dan sebuah segitiga belakang anal.
Segitiga Urogenital1
Otot-otot di wilayah ini dikategorikan de dalam kelompok superficial (dangkal) dan dalam bergantung pada membrane perineal. Bagian bulbospongiosus, perineal melingtang dangkal dan otot ischiocavernosus terletak dalam bagian terpisah yang dangkal. Otot bulbospongiosus melingkari vagina dan masuk melalui bagian depan corpora cavernosa clitoridis. Di bagian belakang, sebagian serabutnya mungkin menyatu dengan otot contralateral superficial transverse perineal (otot melintang contralateral di permukaan perineal) juga dengan cincin otot anus (sfingter).
Segitiga Urogenital2
Kelenjar Bartholin merupakan struktur berbentuk kacang polong dan bagian ductnya membuka introitus jus di permukaan selaput dara pada persimpangan duapertiga bagian atas dan sepertiga bagian bawah labia minora. Pada wanita, otot perineal dalam melintang antara bagian depan dan belakang fascia membrane perineal yang membentuk diafragma urogenital berbentuk tipis dan sukar untuk digambarkan; karena itu kehadirannya tidak diakui oleh sebagian ahli. Di bagian yang sama terletak juga otot cincin external uretra.
Segitiga Anal
Wilayah ini mencakup otot luar anus dan lubang ischiorectal.
Badan Perineal
Bagian perineal merupakan wilayah fibromuskular (berotot serabut) antara vagina dan kanal anus. Pada dataran saggita berbentuk segitiga. Pada sudut segitiganya terdapat ruang rectovaginal dan dasarnya dibentuk oleh kulit perineal antara bagian belakang fouchette vulva dan anus. Dalam badan perineal terdapat lapisan otot fiber bulbospongiosus, dataran perineal melintang dan otot cincin anus bagian luar. Di atas bagian ini terdapat otot dubur membujurdan serat tengah otot puborectalis. Karena itu sandaran panggul dan juga sebagian hiatus urogenitalis antara otot levator ani bergantung pada keseluruan badan perineal. Bagi ahli kesehatan ibu dan anak, istilah perineum merujuk sebagian besar pada wilayah fibromuskular antara vagina dan kanal anus.
Anatomi Anorektum
Anorektum merupakan bagian paling jauh dari traktus gastrointesninalis dan terdiri dari dua bagian : kanal anus dan rektum. Kanal anus berukuran 3,5 cm dan terletak di bawah persambungan anorectal yang dibentuk oleh otot puborectalis. Otot cincin anus terdiri dari tiga bagian (subcutaneous/bawah kulit), superficial (permukaan) dan bagian dalam dan tidak bias dipisahkan dari bagian permukaan puborectalis. Cincin otot anus bagian dalam merupakan lanjutan menebal otot halus rektum yang melingkar. Bagian ini dipisahkan dari bagian luar cincin otot anus oleh otot penyambung yang membujur yang merupakan kelanjutan dari otot halus membujur rektum.
FISIOLOGI ANOREKTAL
Definisi
Studi respon reflex atau respon terpelajari pada bagian panggul dan otot cincin anus dalam hubungannya dengan rangsangan kolon (usus besar) dan rektum menghasilkan pembatasan (makan) dan pengeluaran feses. Luka abnormal luka regangan pada N. Pudendus
v) Studi EMG
Merekam kerja kontraksi serat otot secara umum Perubahan dapat terjadi jika terdapat penyakit pada serat otot atau perubahan [ada inervasi Tidak dapat mengukur denervasi secara langsung dan oleh karena itu re inervasi diukur
Kesimpulan
Respon fisiologi anorektal adalah komplek Tidak ada satu tes tunggal untuk menegakan diagnosis definitif Berbagai tes sangat dibutuhkan dan saling mendukung Endosonografi anus dan manometri merupakan tes yang esensial.
EPISIOTOMI1
Episiotomi merupakan tindakan yang paling sering dilakukan di bidang obstetri (setelah pemotongan tali pusat) dan masih belum banyak bukti yang menunjukkan kegunaannya bila dilakukan secara rutin. (Woolley, 1995). Saat ini terdapat bukti yang menunjukkan bahwa tindakan tersebut berhubungan dengan peningkatan risiko trauma pada kompartemen posterior termasuk ruptur sfingter ani. Namun pencegahan ruptur sfingter ani merupakan alasan yang sering digunakan untuk melakukan episiotomi. Terdapat data observasi yang menunjukkan bahwa mengurangi tindakan episiotomi tidak berhubungan dengan peningkatan angka ruptur sfingter ani (Woolley, 1995).
EPISIOTOMI2
Namun terdapat dua keadaan dimana umumnya dokter dan bidan melakukan episiotomi. Pertama, untuk mempercepat proses persalinan, seperti gawat janin dan distosia bahu; kedua, untuk meminimalkan robekan multipel yang dapat timbul saat crowning kepala pada perineum yang tebal dan kaku. Dokter pada umumnya melakukan episiotomi saat persalinan dengan forcep walau beberapa mempertanyakan manfaatnya. Indikasi lain yang umum termasuk malpresentasi seperti presentasi bokong, presentasi ganda dan malposisi seperti oksiput posterior persisten.
EPISIOTOMI3
Keputusan untuk melakukan tindakan episiotomi ini sangat bergantung pada tenaga penolong persalinan. Henrikssen et al (1992, 1994) melakukan penelitian pada bidan yang sebelumnya memiliki angka episiotomi yang tinggi dan kemudian menguranginya, prevalensi RSA juga berkurang. Namun hal ini tidak berlaku pada bidan yang telah memiliki angka episiotomi yang rendah dan kemudian menguranginya lagi. Berdasarkan bukti ini, angka ideal untuk tindakan episiotomi adalah antara 20 30%. Hanya masalah waktu yang menentukan sebelum seluruh dokter dan bidan yang melakukan episiotomi membutuhkan persetujuan tertulis dan alasan yang jelas.
Pasca prosedur
1. Ketidaknyamanan perineum yang berat terutama setelah persalinan instrumenal adalah penyebab yang diketahui sebagai penyebab retensio urin dan setelah anestesi regional dapat sampai 12 jam sebelum sensasi vesika kembali. Oleh karenanya kateter folley seharusnya digunakan sekurangnya 24 jam. 1. Antibiotic intravena (Cefuroxime 1,5 g dan Metronidazol 500 mg) harus diberikan intraoperatif dan diteruskan secara oeral selama 1 minggu. 1. Semua wanita harus diberikan pelunak feses (laktulose 15 cc bd) dan agen penggumpal (Fybogel 1 sachet bd) selama 2 minggu, karena mengedan untuk mengeluarkan feses yang keras dapat merusak jahitan. Hal ini perlu dijelaskan kepada pasien dan ia tidak boleh dipulangkan sebelum aktivitas BAB kembali normal. Karena kerusakan sfingter ani dapat mempunyai konsekuensi litigasi (tuntutan), pencatatan medik yang hati-hati dan lengkap adalah sangat penting. Diagram yang menunjukkan sejauh mana cidera dan teknik penjahitan akan membantu menjelaskan bahwa pemeriksaan yang dilakukan secara cermat telah dilakukan. Kamera instant tersedia di kamar bersalin untuk pengambilan gambar. 1. Para wanita harus diberikan penjelasan yang mendetail tentang trauma tersebut dan diberitahukan bahwa bila ada masalah seperti infeksi atau control BAB yang sulit, mereka sesegera mungkin menemui bidan atau dokter umum yang kemudian dapat merujuk ke rumah sakit bila diperlukan.
note : luka pada mukiosa rektum tanpoa diikuti kerusakan pada sfingter ani sangat jarang dan tidak termasuk dalam klasifikasi diatas.
Peran Bidan
Semua tindakan dilakukan di kamar operasi Harus mendapat persetujuan tindakan Diperlukan anastesi spinal dan epidural yang efektif Perlu dukungan emosional untuk ibu selama tindakan dan perwatan, sumai dapat memilih mendampingi atau tidak. Yakinkan analgesia diberikan adekuat Tindakan harus tercatat dalam bukub register kamar operasi dan buku luka perineum.
Prinsip tindakan
Tindakan harus dilakukan oleh orang sudah berpengalaman dan terdaftar, jika ragu dapat konsultasi ke konsultan, dengan melakukan jahitan situasi berupa jahitan satu-satu sampai konsultan datang. Semua tindakan dilakukan dikamar operasi yang memiliki pencahayaan yang baik, peralatan yang lengkap dan kondisi yang asepiik. Gunakan paket perineorafi untuk menunjang tindakan aseptik. Semua tindakan dilakukan dalam anestesi regional dan umum, ini penting untuk repair m. sfingter ani agar otot relaksasi.
Prosedur
Lakukan pemeriksaan vagina dan rektal pada posisi litotomi, pastikan klasifikasi luka perineum. Luka epitel anus harus dijahit dengan jahitan satu-satu dengan benang vicryl 3.0 dengan ikatan pada lumen anus. Luka sfingter ani diperbaiki secara terpisah dengan cara end-toend aproksimasi dengan jahitan satu-satu denagn benang PDS 3.0, benang ini adalah benang monofilamen untuk mengurangi terjadinya infeksi dibanding benang polifilamen. Jika m. sfingter ani < 50% jahitan end to end dilakukan dengan jahitan matras, jika komplit lakukan jahitan overlap. Ujung otot harus dapat identifikasi dan dipegang dengan benar.
1. Luka epitel anus harus dijahit dengan jahitan satu-satu dengan benang vicryl 3.0 dengan ikatan pada lumen anus. 1. Luka sfingter ani diperbaiki secara terpisah dengan cara end-toend aproksimasi dengan jahitan satu-satu denagn benang PDS 3.0, benang ini adalah benang monofilamen untuk mengurangi terjadinya infeksi dibanding benang polifilamen. 1. Jika m. sfingter ani < 50% jahitan end to end dilakukan dengan jahitan matras, jika komplit lakukan jahitan overlap. 1. Ujung otot harus dapat identifikasi dan dipegang dengan benar
1.
Ujung robekan pada sfingter ani eksterna diidentifikasi dan dipegang dengan pinset jaringan Allis. Dalam melakukan penumpang tindihan, otot perlu dimobilisasi dengan cara diseksi untuk memisahkan dengan jaringan lemak iskio anal ke lateral dengan menggunakan gunting Mcindoe. Pada waktu melakukan penjahitan teknik overlap, sfingter eksterna harus dipegang menggunakan pinset Allis dan ditarik menyilang untuk ditumpangtindihkan dengan cara double breast. Ujung robekan sfingter eksterna dapat dijahit tumpangtindih dengan benang PDS 3/0 (Ethicon). Teknik tumpang tindih yang benar hanya dapat dilakukan bila panjang penuh dari ujung robekan sfingter ani eksterna telah diidentifikasi. Teknik tumpang tindih akan memberikan area kontak permukaan yang lebih luas di antara otot. Secara kontras teknik jahitan ujung-ujung dapat dilakukan tanpa identifikasi penuh keseluruhan panjang sfingter ani eksterna yang akan memungkinkan terjadinya penyambungan tidak sempurna. Sebagai akibatnya pasien akan kontinen tetapi akan mempunyai risiko untuk terjadinya inkontinensia fekal di belakang hari pada kehidupannya. Panjang anal dilaporkan lebih pendek merupakan predictor terbaik untuk terjadinya inkontinensia fekal setelah pembedahan sfingter sekunder. Tidak seperti pada teknik ujung-ujung, apabila terjadi penarikan pada ujung otot pada teknik tumpangtindih, sangat memungkinkan kontinuitas otot akan bertahan. Bagaimanapun bila ahli bedah tidak biasa dengan teknik tumpang tindih atau bila sfingter ani eksterna hanya robek sebagian (derajat 3b), teknik penjahitan ujung-ujung seharusnya dilakukan. Jahitan sebaiknya dilakukan dengan 2 atau 3 jahitan matras, dan bukan dengan jahitan hemostasis angka 8.
1. Setelah penjahitan sfingter, otot perineum harus dijahit untuk membentuk rekonstruksi badan perineum. Perineum yang pendek akan mengakibatkan sfingter ani lebih rentan terhadap trauma pada proses persalinan pervaginam berikutnya. Akhirnya kulit vagina dijahit dengan teknik subkutikular menggunakan Vicryl 3/0. 2. Pemeriksaan vagina dan rektum harus dilakukan untuk mengkonfirmasi penjahitan yang lengkap dan meyakinkan semua tampon dan kasa telah dikeluarkan. 3. Antibiotik spektrum luas seperti Cefuroxim 1,5 g dan Metronidazol 500 mg IV dimulai intraoperatif dan kami lebih memilih meneruskan dengan antibiotik oral selama 5 sampai 7 hari. Walaupun tidak ada data RCT untuk mendasari kebiasaan ini, tetapi infeksi akan mengakibatkan kerusakan hasil dan inkontinensia serta pembentukan fistula. 4. Ketidaknyamanan perineum berat, terutama yang mengikuti persalinan dengan instrumen merupakan penyebab utama retensio urin dan setelah anesthesia regional, sensasi pada vesika baru diharapkan pulih sampai sekitar 12 jam. Kateter folley harus dimasukkan sekitar 24 jam kecuali staf perawat dapat meyakinkan bahwa pasien akan berkemih sekurangnya setiap 3 jam.
1. Catatan medik harus tercatat lengkap tentang temuan dan proses penjahitan. Gambar yang representatif akan robekan terbukti merupakan bukti yang berguna saat status diperiksa untuk keperluan komplikasi, audit atau penuntutan. 1. Bolus feses yang keras melalui luka akan menyebabkan risiko kerusakan jahitan dan pelunak feses (lactulose 15 mg bd) dan agen penggumpal seperti Fybogel (Ispahula Husk) 1 sachet bd, diberikan sekurangnya 10 sampai 14 hai post operatif. Pengeluaran isi usus juga dilakukan oleh beberapa klinisi yang merasa khawatir akan pembentukan feses akan merusak jahitan epital anal dan otot sfingter yang masih beru. Walaupun demikian sebuah uji prospektif dan acak, ahli bedah yang tertutup (n=54) menunjukkan hasil akhir operasi anorektal rekonstruksi tidak dipengaruhi oleh pengabaian proses pengeluaran isi usus dan diasosiasikan dengan episode impaksi feses yang lebih sedikit. 1. Sangatlah penting bagi wanita untuk mengerti implikasi meneruskan OASIS dan harus diberitahu bagaimana mencari pertolongan apabila terdapat gejala infeksi atau inkontinensia. 1. Idealnya para wanita tersebut dilakukan follow up di klinik khusus perineum oleh tim yang mempunyai minat pada OASIS. Semua wanita harus diberikan nasihat tentang latihan dasar panggul dan pada wanita tertentu dengan kontraksi sfingter ani yang minimal, mungkin akan diperlukan stimulasi elektrik.
Pada wanita yang menderita cedera sfingter anal, diperlukan suatu konseling yang baik mengenai tatalaksana pada kehamilan berikutnya. Diketahui bahwa angka risiko cedera sfingter ani berulang pada pusatpusat yang mempunyai praktek standar episiotomi mediolateral, adalah 4,4 % (Harkin et al 2003). Oleh karena itu pada wanita asimptomatik yang tidak mempunyai tanda fungsi sfingter ani yang berkurang (idealnya dikonfirmasi dengan USG dan manonetri anus) seharusnya dianjurkan untuk rencana partus pervaginam pada kehamilan berikutnya. Karena seksio sesarea diasosiasikan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas, dianjurkan operasi ini hanya dilakukan pada wanita yang simptomatik dan pada mereka yang telah menjalani operasi sfingter ani sekunder untuk inkontinensia fekal.
Benang jahit
Anal epithelium
Ethicon Vicryl 3-0, 26 mm round bodies needle W9120
Perineal Muscles
Ethicon Vicryl rapide 2-0, 35 mm tappercut needle W9124
Perineal skin
Ethicon Vicryl rapide 2-0, 35 mm tappercut needle W9124
Walaupun pencegahan trauma perineum diketahui sangat penting tetapi bagaimana melakukannya masih belum terlalu jelas. Beberapa faktor risiko antenatal seperti status nutrisi, indeks berat tubuh, etnis dan berat lahir tidak dapat diubah pada saat persalinan, tetapi hal tersebut diketahui modifikasi terhadap penatalaksanaan perlu diterapkan. Usaha-usaha antenatal untuk mengubah letak sungsang ke presentasi kepala dan oksipito posterior ke oksipito anterior dapat secara tidak langsung menurunkan angka trauma perineum. Sedangkan faktor-faktor yang tidak dapat dikontral pada saat persalinan adalah episiotomi, robekan perineum sebelumnya, persalinan instrumenal, posisi maternal, cara persalinan, dan gaya saat meneran.
Metode lainnya
Masase perineum Persalinan di air Persalinan di rumah
Morbiditas dan mortalitas maternal lebih tinggi pada persalinan pervaginam walau dibandingkan dengan kehamilan risiko rendah dan seksio sesarea elektif (Sultan & Stanton, 1996). Dengan seksio sesarea terjadi peningkatan risiko adenomiosis, plasenta previa, plasenta akreta dan histerektomi obstetri, trombosis vena dalam dan emboli paru, yang sebaiknya juga dicantumkan dalam melakukan konseling. Saat ini harus terdapat kesadaran untuk membuat persalinan pervaginam lebih aman dengan memusatkan pada tindakan pelatihan dan edukasi, kecenderungan penggunaan vakum, membatasi tindakan episiotomi, perbaikan teknik persalinan pervaginam dan seksio sesarea yang lebih selektif.