Lamaranmu Kutolak!
Lamaranmu Kutolak!
Sebelumnya mungkin Ikhwan dan Akhwat pernah ...membaca kisah ini Ini adalah catattan lama yg sudah sering di share, tapi masih tetap asyik dibaca.
Melalui taaruf yang singkat dan hikmat, mereka memutuskan untuk melanjutkannya menuju khitbah.
Sang lelaki, sendiri, harus maju menghadapi lelaki lain: ayah sang perempuan. Dan ini, tantangan yang sesungguhnya. Ia telah melewati deru pertempuran semasa aktivitasnya di kampus, tetapi pertempuran yang sekarang amatlah berbeda.
Sang perempuan, tentu saja siap membantunya. Memuluskan langkah mereka menggenapkan agamanya.
Maka, di suatu pagi, di sebuah rumah, di sebuah ruang tamu, seorang lelaki muda menghadapi seorang lelaki setengah baya, untuk merebut sang perempuan muda, dari sisinya.
Oh, jadi engkau yang akan melamar itu? tanya sang setengah baya.
Lamaranmu kutolak. Berarti engkau telah memacarinya sebelumnya? Tidak bisa. Aku tidak bisa mengijinkan pernikahan yang diawali dengan model seperti itu! balas sang setengah baya.
Si pemuda tergagap, Enggak kok pak, sebenarnya saya hanya kenal sekedarnya saja, ketemu saja baru sebulan lalu.
Lamaranmu kutolak. Itu serasa membeli kucing dalam karung kan, aku takmau kau akan gampang menceraikannya karena kau tak mengenalnya. Jangan-jangan kau nggak tahu aku ini siapa? balas sang setengah baya, keras.
Ini situasi yang sulit. Sang perempuan muda mencoba membantu sang lelaki muda.
Ya Pak, saya dulu sering memimpin aksi demonstrasi anti Orba di Kampus, jawab sang muda, percaya diri.
Lamaranmu kutolak. Nanti kalau kamu lagi kecewa dan marah sama istrimu, kamu bakal mengerahkan rombongan teman-temanmu untuk mendemo rumahku ini kan?
Anu Pak, nggak kok. Wong dulu demonya juga cuma kecil-kecilan. Banyak yang nggak datang kalau saya suruh berangkat.
Lamaranmu kutolak. Lha wong kamu ngatur temanmu saja nggak bisa, kok mau ngatur keluargamu?
Saya lulusan Teknik Elektro UGM Pak. UGM itu salah satu kampus terbaik di Indonesia lho Pak.
Lamaranmu kutolak. Kamu sedang menghina saya yang cuma lulusan STM ini tho? Menganggap saya bodoh kan?
Enggak kok Pak. Wong saya juga nggak pinter-pinter amat Pak. Lulusnya saja tujuh tahun, IPnya juga cuma dua koma Pak.
Lha lamaranmu ya kutolak. Kamu saja bego gitu gimana bisa mendidik anak-anakmu kelak?
Jadi kamu sudah bekerja? Iya Pak. Saya bekerja sebagai marketing. Keliling Jawa dan Sumatera jualan produk saya Pak.
Lamaranmu kutolak. Kalau kamu keliling dan jalan-jalan begitu, kamu nggak
Anu kok Pak. Kelilingnya jarang-jarang. Wong produknya saja nggak terlalu laku.
Lamaranmu tetap kutolak. Lha kamu mau kasih makan apa keluargamu, kalau kerja saja nggak becus begitu?
Tapi saya siapkan juga emas satu kilogram dan uang limapuluh juta Pak.
Lamaranmu kutolak. Kau pikir aku itu matre, dan menukar anakku dengan uang dan emas begitu? Maaf anak muda, itu bukan caraku.
Oh iya Pak. Saya rutin pakai internet, hampir setiap hari lho Pak saya ngenet.
Lamaranmu kutolak. Nanti kamu cuma nge-net thok. Menghabiskan anggaran untuk internet dan nggak ngurus anak istrimu di dunia nyata.
Lamaranmu kutolak. Jadi kamu nggak ngerti Facebook, Blog, Twitter, Youtube? Aku nggak mau punya mantu gaptek gitu.
Mobil Pak.
Lamaranmu kutolak. Kamu mau pamer tho kalau kamu kaya. Itu namanya Riya. Nanti hidupmu juga bakal boros. Harga BBM kan makin naik.
Anu saya cuma mbonceng mobilnya teman kok Pak. Saya nggak bisa nyetir
Lamaranmu kutolak. Lha nanti kamu minta diboncengin istrimu juga? Ini namanya payah. Memangnya anakku supir?
Bisikan, Ayahh..
Lamaranmu kutolak. Mbok kamu ngaca dulu sebelum melamar anakku yang cantik ini.
Tapi pak, di kampung, sebenarnya banyak pula yang naksir kok Pak.
Sang perempuan kini berkaca-kaca, Ayah, tak bisakah engkau tanyakan soal agamanya, selain tentang harta dan fisiknya?
Sang setengah baya menatap wajah sang anak, dan berganti menatap sang muda yang sudah menyerah pasrah.
Nak, apa adakah yang engkau hapal dari Al Quran dan Hadits?
Si pemuda telah putus asa, tak lagi merasa punya sesuatu yang berharga. Pun pada pokok soal ini ia menyerah, jawabnya,
Pak, dari tiga puluh juz saya cuma hapal juz ke tiga puluh, itupun yang pendek-pendek saja. Hadits-pun cuma dari Arbain yang terpendek pula.
Sang setengah baya tersenyum, Lamaranmu kuterima anak muda. Itu cukup. Kau lebih hebat dariku. Agar kau tahu saja, membacanya saja pun, aku masih tertatih. Mata sang muda ikut berkaca-kaca.