Anda di halaman 1dari 6

Rencana kenaikan cukai rokok sebesar 5% pada tahun 2011 diperkirakan akan menjadi salah satu pendorong terjadinya

inflasi tahun depan. Beban pengeluaran untuk rokok justru selama ini terbanyak berasal dari kalangan masyarakat miskin. "Ya, cukai rokok akan dibebankan pada konsumen, dalam bentuk pajak tidak langsung, dipungut perusahaan rokok, disetor ke pemerintah," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan di Hotel Golden Flower, Jl Asia Afrika Bandung, Minggu (14/11/2010) Rusman mengatakan dampak inflasi dari kenaikan cukai rokok dihitung dari prosentase kenaikan cukai dikalikan bobot konsumsi rokok didalam konsumsi rumah tangga. "Bobot rokok masih dalam kelompok masyarakat miskin. Misalnya bila bobot 1% maka bobotnya 0,6%. Bobot rokok di komunitas miskin cukup besar karena dengan pengeluaran sedikit beban rokok akan dominan orang untuk orang miskin," jelasnya. Sebelumnya pihak Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea Cukai, menyatakan kenaikan cukai rokok sebesar 5% pada 2011 akan meningkatkan penerimaan bea cukai sekitar Rp 2 triliun. "Kompensasi dari kenaikan cukai 2011, rata-rata cukai 5% naik. Kira-kira ada tambahan kurang lebih Rp 2 triliun dari cukai," ujar Dirjen Bea dan Cukai Thomas Sugijata beberapa waktu lalu. Dalam RUU APBN 2011, penerimaan Ditjen Bea dan Cukai ditargetkan sebesar Rp 85,7 triliun.

BANYUWANGI, CAHAYAEDUKASI.COM Cukai rokok di Indonesia untuk tahun 2011 akan naik lagi. Kenaikan yang cukup drastis, terutama pada rokok kretek yang banyak diproduksi oleh pabrik lokal ini menyebabkan keresahan dikalangan pengusaha rokok lokal. Seperti halnya perusahaan rokok yang ada di Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur, yang mengeluhkan kenaikan cukai rokok yang sngat drastis, yakni 33 Prosen untuk rokok kretek. Apalagi ketimpangan yang sangat menyolok antara rokok kretek yang rata-rata buatan perusahaan local dengan rokok filter yang diproduksi secara masal oleh perusahaan rokok besar, yakni hanya naik 9,8 Prosen. Menurut ketua Gabungan Perusahaan Rokok Banyuwangi (GAPEROBA), Haji Samsul Hudi kenaikan cukai rokok yang diterapkan oleh pemerintah sangat tidak membela kepada masyarakat kecil. Yang diuntungkan menurut Samsul Hudi, hanya perusahaan-perusahaan rokok yang sudah besar. Karena produksi dari perusahaan rokok besar, rata-rata memproduksi rokok filter yang dikerjakan oleh mesin-mesin yang super canggih.

Dijelaskan juga oleh Samsul Hudi, selain akan mempengaruhi biaya produksi dalam pembuatan rokok, kenaikan cukai rokok ini akan mempengaruhi harga jual rokok produksi lokal. Dimana sebelum kenaikan cukai rokok pada tahun 2010 lalu, harga rokok yang diproduksi oleh perusahan-perusahaan rokok lokal yang tergabung GAPEROBA dijual antara 3000 rupiah hingga 4000 rupiah. Kalau dinaikan lagi, dipastikan akan menurunkan angka kwantitas penjualan rokok tersebut. Kalau cukai rokok kretek dinaikkan 33 prosen, maka untuk 1 batang rokok ada kenaikan harga 15 rupiah. Kalau 1 pak rokok kretek yang berisi 12 batang, berarti akan ada kenaikan berjumlah 180 rupiah, dari harga semula. Belum lagi harga tembakau dan cengkeh yang dipakai untuk memproduksi rokok. Untuk harga tembakau yang sering dipakai dalam perusahaan milik Samsul Hudi, Lang Mas berkisar antara 15.000 rupiah per kilogram hingga 35.000 rupiah per kilogram-nya. Sedangkan harga cengkeh saat ini sudah mencapai 70.000 rupiah untuk per kilogramnya. Dari 167 Orang Tenaga Kerja, Sekarang Tinggal 7 Orang. Pada masa kejayaan perusahaan rokok Lang Mas milik Samsul Hudi ini dapat menyerap tenaga kerja yang cukup banyak, yakni 167 orang, saat ini tinggal 7 orang. Hal ini akibat dari ketidak bijaksanaannya pemerintah dalam menerapkan aturan dalam perdagangan rokok di Indonesia. Undang-undang dan peraturan yang dibuat di Indonesia ini, dibuat untuk dilanggar kan mas. Akibatnya kami yang perusahaan kecil ini dirugikan dan pemerintah hanya menguntungkan perusahan-perusahaan besar saja, ujar Samsul Hudi. Menurut keterangan Samsul Hudi, di Banyuwangi, jumlah perusahaan rokok sebanyak 11 perusahaan yang tersebar di beberapa kecamatan se Kabupaten Banyuwangi. 11 perusahaan rokok tersebut adalah perusahaan rokok Lang Mas, Bersaudara, Mujiharto, Mufit Santoso, Genteng Mas, Sinar Kasih, Semarak, Bintang Sembilan, Cahaya Bintang Kencana, Gelang Alit, dan perusahaan rokok Nemu Mitra Sejati. Upah Tenaga kerja membuat rokok kretek di Banyuwangi relatif mahal dibandingkan daerahdaerah lain di Jawa Timur. Untuk upah tenaga kerja membuat rokok (melinting) di Banyuwangi 12,5 rupiah perbatang rokok untuk lintingan rokok yang kecil, dan 20 rupiah per batang untuk rokok yang besar. Sedangkan di daerah-daerah lain hanya 8 rupiah per batang untuk rokok kecil, dan 15 rupiah per batang untuk rokok yang besar. Untuk produksi pembuatan rokok kretek di perusahaan rokok Lang Mas milik Samsul Hudi, bisa menghasilkan 55.000 batang rokok setiap harinya. Untuk per harinya rata-rata tenaga kerja yang dimiliki Samsul Hudi, bisa mengerjakan antara 1500 hingga 2000 batang rokok. Belum lagi biaya packing rokok, yakni antara 25.000 rupiah hingga 65.000 rupiah untuk 1 bal rokok. Untuk 1 bal rokok berjumlah 20 press rokok. Sedangkan untuk 1 press rokok berisi 10 pak rokok kretek. Selama ini penjualan rokok kretek dari Banyuwangi banyak didominasi di derah Jawa Tengah, Jawa Barat, Lampung, Medan, Pangkal Pinang dan beberapa daerah di luar Jawa. Untuk biaya

transportasi pengiriman barang, rata-rata pengusaha rokok di Banyuwangi harus merogoh kantong hingga 400.000 rupiah untuk sekali kirim. Pemberdayaan Masyarakat Kecil Banyaknya tenaga kerja yang diserap oleh perusahaan rokok kretek skala kecil di Kabupaten Banyuwangi, seharusnya disertai dengan kebijakan pemerintah yang membela rakyat kecil. Bukan malah membela perusahaan-perusahaan yang sudah besar dan memiliki peralatan canggih untuk membuat rokok filter. Pengusaha rokok kretek di Banyuwangi belum mampu membeli alat pembuat rokok filter yang harganya mencapai 90 milyard rupiah. Sedangkan untuk mesin pembuat rokok filter yang sederhana saja, harganya mencapai 2,2 miltard rupiah per unitnya. Belum lagi mesin packing rokok yang harganya sekarang mencapai 1,5 milyard rupiah. Belum lagi pihak Perbankan yang tidak pernah mau perduli dengan kelangsungan hidup perusahaan rokok skala kecil. Dana Bagi Hasil Cukai Rokok Tidak Pernah Sampai Sasaran Pada dasarnya perusahaan rokok skala kecil bisa meningkatkan produksinya dan juga kualitas dari tenaga kerja yang dimilikinya. Asalkan dana bagi hasil cukai rokok yang setiap tahun dikucurkan oleh pemerintah, bisa mencapai sasaran yang tepat. Selama ini dana bagi hasil cukai rokok, justru dipakai oleh pihak-pihak diluar perputaran rokok di Banyuwangi. Setiap tahunnya, pemerintah pusat selalu mengucurkan dana bagi hasil cukai rokok. Untuk tahun 2010 lalu, Jawa Timur memperoleh dana bagi hasil cukai rokok sebesar 627 milyard rupiah, yang dibagi di seluruh kabupaten se Jawa Timur. Untuk kabupaten Banyuwangi pada tahun 2010 lalu memperoleh 5,7 milyard rupiah. Pada tahun 2008 memperoleh 1,8 milyard rupiah, 2009 5 milyard rupiah. Sedangkan untuk tahun 2011 ini diperkirakan akan memperoleh dana bagi hasil cukai rokok sebesar 6 milyard rupiah lebih. Sejak awal dikucurkannya dana bagi hasil cukai rokok, di Kabupaten Banyuwangi era pemerintahan bupati Ratna Ani Lestari, justru dipakai untuk merehabilitasi RSUD yang ada di Banyuwangi. Pos anggaran dana yang seharusnya bisa untuk meningkatkan produksi rokok, peningkatan SDM tenaga kerja dan untuk petani tembakau tersebut, justru dipakai untuk menambah fasilitas rumah sakit untuk penderita paru-paru di Kabupaten Banyuwangi. (Caka)

Pemerintah Naikkan Tarif Cukai Rokok 2011


Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah akan menaikkan tarif cukai rokok secara moderat pada 2011 untuk memenuhi target penerimaan negara dari sektor cukai yang selalu meningkat. "Akan ada penyesuaian tarif cukai, tetapi penyesuaian itu masih dalam tahap moderat. Artinya kalau dinaikan tidak akan terlalu signifikan," kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Thomas Sugijata di Gedung Dhanapala Kementerian Keuangan di Jakarta, Rabu.

Thomas mengatakan, hingga sekarang belum ada kesepakatan besaran kenaikan target penerimaan negara yang harus dihimpun instansi yang dipimpinnya dalam APBN 2010. "Belum, belum (belum ada kesepakatan), tetapi memang ada kenaikan khususnya di cukai," kata Thomas. Menurut dia, kenaikan target penerimaan cukai akan dipenuhi dari cukai rokok, bukan dari cukai minuman mengandung ethyl alkohol atau minuman keras. Tarif cukai miras sudah mengalami kenaikan lebih dari 100 persen pada 2010 sehingga tidak mungkin dinaikkan kembali pada 2011. Jika kenaikan cukai itu disetujui DPR maka kenaikan tarif cukai rokok akan mulai berlaku sejak semester pertama 2011. Penerimaan negara dari cukai untuk tahun 2011 direncanakan naik Rp1,4 triliun atau 2,4 persen dari Rp59,3 triliun di 2010 menjadi Rp60,7 triliun. Sementara untuk penerimaan bea masuk, naik Rp900 miliar atau 5,2 persen dibandingkan penerimaan pada tahun 2010, yaitu dari Rp17,1 triliun menjadi Rp18 triliun. Sebelumnya pada awal 2010, pemerintah juga memberlakukan kebijakan cukai hasil tembakau. Dalam kebijakan cukai 2010, sistem tarif cukai meneruskan kebijakan yang telah diambil pada tahun 2009, yaitu sistem tarif spesifik untuk semua jenis hasil tembakau dengan tetap mempertimbanqkan batasan produksi dan batasan harga jual eceran. Pertimbangan atas batasan harga jual eceran ini dilakukan mengingat varian harga jual eceran yang masih berlaku dalam sistem tarif cukai sebelumnya sangat tinggi sehingga tidak memungkinkan disimplifikasikan secara langsung melainkan dilakukan secara bertahap. Namun demikian, beban cukai secara keseluruhan mengalami kenaikan dengan besaran kenaikan beban cukai cukup bervariasi. Kenaikan yang dilakukan pada golongan I dimaksudkan untuk mencapai target penerimaan negara dan pengendalian konsumsi hasil tembakau. Kenaikan tarif cukai yang lebih besar pada sigaret putih mesin (SPM) diambil dalam rangka menghapus konversi atau menuju tarif cukai yang sama dengan sigaret kretek mesin (SKM). Besaran kenaikan tarif cukai tahun 2010 untuk sigaret adalah SKM I rata-rata sebesar Rp20, SKM II sebesar Rp20, SPM I sebesar Rp35, SPM II sebesar Rp28, sigaret kretek tangan (SKT) I sebesar Rp15, SKT II sebesar Rp15, dan SKT III sebesar Rp25. Mengapa orang merokok ? 1.Faktor genetik ( Keturunan). 2. Faktor kepribadian (personality) =Memandang diri kurang sukses 3. Faktor Sosial: Yang paling berpengaruh adalah jumlah temanteman yang merokok.

4. Faktor kejiwaan (psikodinamik). Kehilangan kenikmatan oral yang dini atau adanya suatu rasa rendah diri. Mereka yang mudah berhenti merokok ternyata disapih pada usia sekitar 7-8 bulan, sedangkan yang sukar berhenti, dahulu disapih pada usia sekitar 4,7 bulan. 5 Faktor sensorimotorik. = Menikmati sensasi merokok. 6. Faktor farmakologis. Nikotinlah yang menjadi biang keladi utamanya Bagaimana Potret Kita, Dalam sepuluh tahun terakhir, konsumsi rokok di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 44,1% dan jumlah perokok mencapai 70% penduduk Indonesia. Yang lebih menyedihkan lagi, 60% di antara rokok adalah kelompok berpenghasilan rendah (Susenas 1995 dan 2001). Parahnya lagi, hampir seluruh perokok atau 91,8%, mereka juga merokok di rumah ketika seluruh anggota keluarganya berada di rumah.. Konsumsi rokok Indonesia setiap tahun mencapai 199 miliar batang rokok atau urutan kelima setelah RRC (1.679 miliar batang), AS (480 miliar), Jepang (230 miliar), dan Rusia (230 miliar). Apa dampak merokok dalam hal sosial dan ekonomi bagi Perempuan dan anak? 43 Juta Anak Hidup dengan Perokok : tiga dari 10 pelajar yang telah merokok ternyata pertama kali mencoba rokok di bawah usia 10 tahun . "Konsumsi tembakau atau rokok tercatat membunuh 1 orang setiap detik, dan rokok membunuh separuh dari masa hidup perokok, dan separuh perokok mati pada usia 35-69 tahun, " jelas (Menkes). Hampir 90% wanita muda Indonesia Perokok. Riset terbaru mengungkapkan 88,78% dari 3.040 pelajar SMP putri hingga mahasiswi (13-25 tahun) Indonesia merokok. (Riset tersebut dilakukan KuIS, The Tobacco Control Research Program of Southeast Asia Tobacco Alliance (SEATCA) dan Rockefeller Foundation) Dampak Ekonomi dan Sosial Merokok Sementara itu, menurut analisis Soewarta Kosen (ahli ekonomi kesehatan Litbang Departemen kesehatan), total tahun produktif yang hilang karena penyakit yang terkait dengan tembakau di Indonesia pada 2005 adalah 5.411.904 disability adjusted life year (DALYs). Jika dihitung dengan pendapatan per kapita per tahun pada 2005 sebesar US$ 900, total biaya yang hilang US$ 4.870.713.600. Dari segi ekonomi, rokok memang memberikan kontribusi yang signifikan bagi pemasukan negara. Tiap tahunnya, pemerintah mendapat masukan dari pos penerimaan cukai rokok dan minuman keras tak kurang dari sebesar Rp 27 triliun. Angka ini menyumbang 98% penerimaan cukai negara sehingga urusan kesehatan serta menyelamatkan anak negeri sering tergilas oleh setoran puluhan triliun rupiah tersebut. "91 persen mendukung usulan agar Indonesia meratifikasi Kerangka Konvensi Pengendalian Tembakau. Dukungan yang tinggi diberikan juga terhadap pelarangan iklan rokok (88%), peningkatan cukai rokok (88%), serta pelarangan merokok di tempat kerja (86%) dan 77%

mengatakan bahwa konsumsi rokok di Indonesia sudah sampai pada tingkat mengkhawatirkan. Walaupun Potret kita jelek, dampak yang ditimbulkan sangat mengkawatirkan namun Indonesia belum memiliki perangkat undang-undang dan belum meratifikasi konvensi internasional tentang pengendalian tembakau. Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/1876328-dampak-rokok-pada-socialekonomi/#ixzz1Mgfzt1Cp Aspek Ekonomi Rokok yang negatif. Dari segi ekonomi, menurut Report of WHO Expert Committee(1963), ada tiga hal penting sehubungan dengan efek negatif dari tingkahlaku merokok. Efek ini adalah berikut ini : a. Penurunan produksi (loss of production) yang diakibatkan oleh menurunnya harapan hidup, meningkatnya absensi kerja karena penyakit yang didapat dari merokok, serta meningkatnya gangguan yang bersifat permanen. b. Meningkatnya biaya perawatan kesehatan sebagai akibat dari penyakit yang ditimbulkan dari merokok. c. Kebakaran dan kecelakaan yang bisa timbul dari tingkahlaku merokok yang dilakukan secara tidak hati-hati sehingga berakibat jatuhnya korban jiwa dan sumberdaya alam.

Anda mungkin juga menyukai