Anda di halaman 1dari 12

BAB II LANDASAN TEORI

Pengukuran kerja adalah metode penetapan keseimbangan antara jalur manusia yang dikonstribusikan dengan unit output yang dihasilkan pengukuran waktu kerja ini berhubungan dengan usaha-usaha untuk menetapkan waktu baku yang sangat diperlukan terutama sekali untuk : 1) Man Power Planning (perencanaan kebutuhan tenaga kerja ) 2) Estimasi biaya- biaya untuk upah karyawan. 3) Penjadwalan produksi dan pengangguran. 4) Perencanaan system pemberian bonus dan insentif bagi karyawan yang berprestasi. 5) Indikasi keluaran yang mampu dihasilkan oleh pekerja. Waktu baku merupakan waktu yang dibutuhkan oleh seorang pekerja yang memilki tingkat kemampuan rata-rata untuk satu pekerjaan. Disini sudah meliputi kelonggaran pekerjaan yang harus diselesaikan dalam pengukuran kerja ini bias digunakan berbagai alat untuk membuat rencana penjadwalan kerja yang dapat menyatakan berapa lama suatu pekerjaan harus berlangsung dan berapa output yang dihasilkan serta berapa pula jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut.Disisi lain dengan adanya waktu baku yang sudah ditetapkan ini akan dapat pula ditentukan upah atau insentif /bonus yang akan dibayar sesuai performans yang ditunjukkan oleh pekerja. Pada garis besarnya, teknik-teknik pengukuran waktu kerja ini dapat dibagi atau dikelompokkan dalam dua hal, yaitu pengukuran waktu kerja secara langsung dan secara tidak langsung. Cara pertama disebut demikian karena pengukurannya dilakukan secara langsung yaitu ditempat dimana pekerjaan diukur dan dijalankan, termasuk didalam hal ini dengan menggunakan stop watch dan sampling kerja. Aktifitas yang dilakukan yaitu perhitungan waktu kerja tanpa pengamat harus ada di

tempat kerja. Melakukan proses perhitungan melihat table-tabel waktu yang tersedia asalkan mengetahui jalannya pekerjaan melalui elemen-elemen gerakan. Cara ini bisadilakukan dalam suatu aktivitas data waktu baku atau standar data dan data gerakan. Untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, banyak cara yang dapat digunakan, cara yang berbeda-beda tersebut pada akhirnya akan memberikan hasil yang berbeda pula. Untuk memperoleh cara kerja, berdasarkan hal tersebut maka timbul ide untuk melakukan penelitian cara kerja. 2.1 Pengukuran alat Kerja Dengan Jam Henti Pengukuran waktu kerja dengan jam henti pertama kali dikenalkan oleh Frederick W. Taylor sekitar abad 19 yang lalu. Dimana pada pengukuran waktu ini menggunakan jam henti sebagai alat utamanya . Cara ini tampaknya merupakan cara yang paling banyak dikenal, dan karenanya paling banyak dipakai. 2.2 Prosedur Pelaksanaan Dengan Peralatan Yang Digunakan . Untuk mendapatkan hasil yang baik, dan yang dapat dipertanggung jawabkan maka tidaklah cukup sekedar melakukan beberapa kali pengukuran dengan menggunakan jam henti,. Banyaknya factor yang harus diperhatikan agar pada akhirnya dapat diperoleh waktu yang pantas utnuk pekerjaan yang bersangkutan, yang berhubungan dengan kondisi kerja , operator, cara pengukuran dan jumlah pengukuran serta hal-hal lainnya. Hal tersebut dilakukan sebelum melakukan pengukuran. 2.2.1 Penetapan Tujuan Pengukuran Sebagaimana halnya dengan berbagai kegiatan lain, tujuan melakukan kegiatan haruslah ditetapkan dahulu. Dalam pengukuran waktu, hal-hal penting yang harus diketahui dan ditetapkan terlebih dahulu untuk apa hasil pengukuran digunakan,

berapa tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang diinginkan dari hasil pengukuran tersebut. Misalnya jika waktu baku yang akan diperoleh dimaksudkan untuk dipakai dasar upah peransang maka ketelitian dan keyakinan tentang hasil pengukuran harus tinggi karena menyangkut prestasi dan pendapatan buruh disamping keuntungan perusahaan itu sendiri. Tetapi jika pengukuran dimaksudkan untuk memperkirakan secara kasar bilamana pemesan barang dapat kembali untuk mengambil pesanannya maka tingkat kepercayaan dan tingkat ketelitian tidak perlu sebesar yang tadi. 2.2.2 Persiapan awal Pengukuran Waktu Kerja Kerap kali, sebelum pengukuran yang dilakukan, operator yang dipilih untuk mealkukan serangkaian latihan operator belum terbiasa dengan system tersebut. Untuk itu sangat baik operator maupun pengukur waktu yang mealtihnya perlu pegangan yang baku. Begitu pula pada saat pengukuran dilakukan keduanya memerlukan pegangan agar system kerja itu dapat tetap terselenggarakan. Waktu yang paling akhirnya diperoleh setelah pengukuran selesai adalah waktu penyelesaian pekerjaan untuk system kerja yang dijalankan ketika pengukuran berlangsung. Di dalam penyelesaiannya pun berlaku hanya untuk system tersebut. Suatu penyimpangan yang dapat memberikan waktu penyelesaian yang berbeda dari yang ditetapkan berdasarkan kepada pengukuran. Karenanya catatan yang baku tentang system kerja yang dipilih perlu ada dan dipelihara. Sekalipun pengukuran telah selesai. 2.2.3 Menyiapkan alat-alat Pengukuran Langkah akhir sebelum melakukan pengukuran yaitu menyiapkan alatalat tersebut adalah : Jam henti (stop watch) Kacamata

Lembaran-lembaran pengamatan Pena atau pensil.

2.3 Kondisi Lingkungan Kerja yang Mempengaruhi Kegiatan Manusia Kondisi lingkungan kerja yaitu semua keadaan yang terdapat disekitar tempat kerja seperti : Kebisingan Kebisingan yaitu bunyi-bunyian yang tidak dikehendaki oleh telinga, karena dakam jangka panjang dapat mengganggu ketenangan bekerja, merusak pendengaran, dan dapat menimbulkan kesalahan komunikasi, bahkan menurut penyelidikan kebisngan yang serius bias menyebabkan kematian. Temperatur Dalam keadaan normal tiap anggota tubuh manusia mempunyai temperatur yang berbeda-beda. Tubuh manusia selalu berusaha mempertahankan keadaan normal ini dengan sesuatu system tubuh yang sempurna sehingga dapat menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi diluar tubuh. Sirkulasi udara Untuk menjaga agar udara disekitar tempat kerja tetap sehat dan bebas dari zat-zat yang mengganggu kesehatan harus tentang sirkulasi udara yang baik, sehingga udara kotos bias diganti dengan udara segar yang biasanya dilakukan melalui ventilasi. Pengcahayaan Pengcahayaan sangat mempengaruhi kemampuan manusia untuk melihat obyek secara jelas, cepat, tanpa menimbulkan kesalahan. Kebutuhan akan pengcahyaan yang baik akan makin diperlukan apabila kita mengerjakan suatu pekerjaan yang memerlukan ketelitian karena penglihatan. Warna Warna selain berpengaruh terhadap kemampuan mata untuk melihat obyek, juga warna disekitar tempat kerja berpenagruh secara psikologis bagi para

pekerja, sehingga pengaturan warna ruangan tempat kerja perlu diperhatikan dalam arti luas harus disesuaikan dengan kegiatan kerjanya. Kelembaban Kelembaban adalah banyaknya air yang terkadung dalam udara, biasa dinyatakan dengan presentase. Kelembaban ini sangat berhubungan dengan temperatur udara yang secara bersama-sama bergerak di udara sehingga radiasi dari udara tersebut akan mempengaruhi keadaan tubuh pada saat menerima/melepaskan panas dari tubuh. Bau bauan Bau bauan yang ada disekitar tempat kerja dapat dianggap sebagai pencemaran apabila kalau bau bauan tersebut sedemikian rupa sehingga dapat mengganggu konsentrasi bekerja dan secara lebih jauh bau- bauan yang terjadi terus menerus bisa mempengaruhi penciuman. 2.4 Tingkat Ketelitian dan Tingkat Kepercayaan Yang dicari dengan pengukuran-pengukuran ini adalah waktu yang sebenarnya dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Karena waktu sebenarnya untuk menyelesaikan suatu pekerjaan tidak diketahui, maka dari itu keadaan pengukuran. Yang ideal tentunya dilakukan pengukuran yang sangat banyak (sampai tak terhingga kali misalnya), karena itu diperoleh jawaban sebenarnya/pasti. Tetapi hal ini jelas tidak mungkin karena keterbatasan waktu damn biaya. Namun sebaliknya jika dilakukan beberapa kali pengukuran dapat diduga hasilnya sangat besar. Sehingga yang diperlukan adalah jumlah pengukuran yang tidak membebankan biaya yang besar, waktu, serta tenaga, tetapi hasilnya dapat dipercaya. Hal ini biasanya dinyatakan dalam persen . Sedangkan keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan pengukur setelah hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi. Inipun dinyatakan dalam persen jadi tingkat ketelitian 5 % dan tingkat keyakinan 95 % memberi arti bahwa pengukur membolehkan memberi arti bahwa pengukur memperbolehkan ratarata hasil pengukuran menyimpang sejauh 10 % dari rata-rata sebenarnya, dan

kemungkinan akan berhasil mendapat hal ini ialah 95 % dengan kata lain bila pengukur sampai memperoleh rata-rata pengukuran yang menyimpang lebih dari 10 % seharusnya, hal ini boleh terjadi dengan kemungkinan 5%. 2.5 Uji Statistik 2.5.1 Test Keseragaman Data Test keseragaman data dimaksudkan untuk melihat apakah data yang diambil masuk kedalam batas kendali yang dibutuhkan atau dengan kata lain apakah proporsi data yang telah diperoleh berada pada batas kontrol yang telah ditetapkan. Batas kontrol adalah batas suatu sub kontrol seragam atau tidak. Dan jika ternyata semua rata-rata sub group berada didalam batas kontrol, ini menunjukkan batas seragam. Peta adalah suatu alat yang tepat guna dalam mengetes keseragaman data yang diperoleh dari hasil pengamatan. Setiap sub group apabila diplotkan dalam peta kontrol sebagai berikut :

BKA X BKB 1 2 3 4 5 Untuk menentukan Batas Kontrol Atas ( BKA) dan Batas Kontrol Bawah (BKB) adalah sebagai berikut : X BKA BKB adalah : = = = Xi / N X + 3x X - 3x X = Xi / K

Adapun untuk menghitung rata-rata dari harga rata-rata sub group

( Xi X ) 2 + ...( Xn X ) 2 = N 1

x =

Dimana : Xi X N = Standar Deviasi = Data pengamatan untuk setiap sub group = Data Pengamatan = Jumlah data keseluruhan

Dari plot data yang dilaksanakan, apabila titik pengamatan harga X untuk setiap group berada dalam batas kontrol yang ada, maka dalam hal ini bisa dikatakan data yang kita ambil sudah seragam. 2.5.2 Test Kecukupan Data
N ( i 2 ) ( i ) 2 X X i X
2

30 N ' =

Dimana: N N Xi = Jumlah pengukuran yang dibutuhkan untuk tingkat kepercayaan 99 % dan tingkat ketelitian 10 % = Jumlah pengukuran pendahuluan yang telah dilakukan. = Waktu penyelesaian yang diukur pada pengamatan

Test kecukupan data ini dimaksudkan untuk dapat melihat apakah data yang diperoleh dari pengukuran lebih kecil daripada jumlah pengukuran yang telah dilakukan. 2.6 Uji Kombinasi Linier Uji kelinieran data ini dapat menunjukkan dari banyaknya waktu kerja yang digunakan dan usaha yang dimilki operator dalam menghasilkan perakitan yang baik, adapun rumus yang digunakan adalah : Y = a + bx Untuk mencari a dan b maka digunakan rumus :

N (xy) (x) (y) b y Sxx Syy Syx Syx Syx = = = = = = =


b x Syx

-----------------------------N(Xi) (X) a. N + b .x N (X) (x) N (y) (y) N (xy) (x)(y) Syy b. xy -----------------------N - 2 Syx t (1 /2) ; ( N K )
Jxx N

T tab =
t hit =

Dimana rumus tersebut diestimasikan antara persamaan 1 dan 2 disubstitusikan nilai a dan b yang kelak kita dapatkan kesalahan satu persamaan sehingga kita memperoleh nilai a dan b. Setelah mendapatkan nilai Y maka dibuatlah grafik kelinieran data antara x dan y agar memperjelas apakah data tersebut linier ke atas atau linier kebawah. 2.7 Melakukan Perhitungan Waktu Baku Untuk dapat membentuk waktu yang terbaik, maka sudah tentu pembentukannya pun harus mengikuti langkah langkah yang baik. Sebelum pengukuran dilaksanakan terlebih dahulu ditetapkan cara pengumpulan data yang baik. Hal ini dapat dibantu dengan aturan aturan perancangan percobaan. Dalam perancangan tersebut hal-hal yang harus diperhatikan adalah antara lain penentuan tingkat pengukuran, kualitatif dan kuantitatifnya faktor faktor yang berpengaruh, serta menentukan model percobaan. Hal ini penting karena sehubungan dengan ketelitian hasil pengukuran, dan keleluasaan dalam pemakaian dari hasil penelitian tersebut.

Karena hal ini juga disebabkan oleh adanya beberapa keadaan tertentu yang memerlukan model tertentu pula. Misalnya bila kita mengadakan penelitian waktu sepanjang hari, jelas kita tidak dapat menerapkan hasil kerja yang sama dari pekerja yang diamati pada pagi hari dan pekerja yang diamati pada siang hari. Jika pengukura-pengukuran telah selesai, yaitu semua data yang dapat memiliki keseragaman ysng dikehendaki dan jumlahnya telah memenuhi tingkat-tingkat ketelitian dan tingkat kepercayaan yang diinginkan, maka selesailah kegiatan pengukuran waktu. Langkah selanjutnya adalah pengolahan data tersebut sehingga memberi waktu baku. Cara untuk mendapatkan waktu baku dari data yang dikumpulkan itu adalah sebagai berikut : 1. Menghitung waktu siklus rata-rata dengan : Xi Ws = N Hitung waktu normal dengan : Wn = Ws x P

Dimana P adalah factor-faktor penyesuaian. Faktor ini diperhitungkan jika pengukur berpendapat bahwa operator bekerja dengan kecepatan tidak wajar, hasil perhitungan waktu perlu disesuaikan atau dinormalkan dulu untuk mendapatkan waktu siklus rata-rata yang wajar. Jika pekerja bekerja dengan wajar, maka factor penyesuaiannya p sama dengan I , artinya waktu siklus ratarata normal. Jika kerjanya terlalu lambat maka untuk menormalkannya pengukur harus memberi harga pl dan selanjutnya pl,jika dianggap bekerja cepat. 2. Hitung waktu baku Wb = Wn + Wn (1) Dimana I adalah kelonggaran yang diberikan pada pekerja untuk menyesuaikan pekerjaan disamping waktu normal. Kelonggaran ini Akhirnya kita dapatkan dengan :

diberikan untuk hal-hal seperti kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatique, dan gangguan-gangguan yang mungkin terjadi dan terhindarkan oleh pekerja umumnya, kelonggaran dinyatakan dalam persen dari waktu normal. Untuk menyertakan kelonggaran dalam perhitungan waktu baku langkah pertama adalah menentukan besarnya kelonggaran untuk hal tersebut diatas yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatique dan hambatan yang tidak terhindarkan. Dua hal yang pertama antara lain dapat diperoleh dari table yaitu dengan memperhatikan kondisi kondisi dan sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan. Untuk yang ketiga dapat diperoleh melalui pengukuran khusus seperti sampling pekerjaan. Kesemuanya yang biasanya masing masing dinyatakan dalam persentase dijumlahkan dan kemudian mengalihkan jumlah ini dengan waktu Normal yang telah dihitung sebelumnya. Dari keempat cara penentuan faktor faktor dari penyesuaian diatas, maka yang kami gunakan dalam penyusunan laporan ini adalah cara Wesing House. Cara Wesing House mengarahkan penulisan pada empat faktor yang dianggap menetukan kewajaran dalam bekerja yaitu: Keterampilan, usaha, kondisi dan konsistensasi. Setiap kelas dibagi kedalam kelas kelas dengan nilainya masing masing. Keterampilan/skill didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang diterapkan. Dan latihan dapat meningkatkan keterampilan, tetapi hanya sampai ketingkat tertentu saja. Secara psikologis keterampilan merupakan uptitude pekerja untuk pekerjaan yang bersangkutan, keterampilan dapat menurunkan bila telah terlampau lama tidak menangani pekerjaan tersebut. Pada pembahasan ini dikatakan P adalah faktor penyesuaian dan I adalah kelonggaran yang diberikan. Maka disini kami coba mengemukakan secara khusus dan menjelaskan mengapa perlu diperhitungkan dan bagaimana menghitungnya.

1. Faktor Penyesuaian Setelah pengukuran berlangsung, pengukur harus mengamati kewjaran kerja yang ditunjukkan operator, ketidak wajaran dapat saja terjadi misalnya bekerja tanpa kesungguhan, sangat cepat seolah-olah diburu waktu, atau karena menjumpai kesulitan kesulitan seperti karena kondisi ruang yang buruk. Sebab-sebab seperti ini mempenagruhi kecepatan kerja yang berakibat terlalu singkat atau terlalu panjang waktu penyelesaian. Hal ini jelas tidak diinginkan karena waktu baku yang dicari adalah waktu yang diperoleh dari kondisi dan cara kerja yang baku yang diselesaikan secara wajar. Biasanya penyesuaian dilakukan dengan mengalihkan waktu siklus rata-rata atau waktu elemen rata-rata suatu harga p yang disebut dengan factor penyesuaian. Untuk memudahkan pemilihan konsep wajar seseorang pengukur dapat mempelajari bagaimana kerjanya seorang operator yang dianggap normal yaitu jika seorang operator yang dianggap berpengalaman bekerja tanpa usaha-usaha yang berlebihan sepanjang hari kerja, menguasai cara kerja yang ditetapkan, dan menunjukkan kesungguhan dalam menjalankan pekerjaan. Cara menentukan factor penyesuaian pertama adalah dengan cara persentase. Disini biasanya ditentukan sepenuhnya oleh pengukur melalui pengamatan selama melakukan pengukuran, Terlihat bahwa penyesuaiannya diselesaikan dengan cara yang sangat sederhana. Memang cara ini merupakan cara yang sangat sederhana, namun terlihat adanya kekurangan dan kurangnya ketelitian sebagai akibat dari kasarnya cara penelitian. Bertolak dari kelemahan ini dikembangkanlah cara-cara lain yang dipandang sebagai cara yang lebih obyektif. Caracara ini umumnya memberi patokan yang dimaksudkan untuk mengarahkan penilaian pengukur terhadap kerja operator. Disini akan dikemukakan cara tersebut yaitu cara Shumard, Westing house, dan obyektif, namun cara-cara ini tidak kami jelaskan satu persatu-satu,

karena table dari ketiga cara ini kami lampirkan pada halaman berikutnya. 2. Kelonggaran Kelonggaran diberikan untuk tiga hal yaitu untuk kebuthan pribadi, menghilangkan rasa fatique dan hambatan-hambatan yang tidak dapat dihindarkan . Ketiganya merupakan hal-hal yang secara nyata dibutuhkan oleh pekerja, n yang selama pengukuran tidak diamati, diukur, dicatat ataupun dihitung. Karena sesuai dari pengukuran dan setelah mendapatkan waktu normal kelonggaran ditambahkan. Dan untuk macam-macam kelonggaran ini juga kami tidak jelaskan satu persatu, kami hanya lampirkan tabelnya pada lembaran selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai