Anda di halaman 1dari 12

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Dermatosis Akibat Kerja


RS. Siregar Bagian/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/ Rumah Sakit Umum Pusat, Palembang PENDAHULUAN Pembangunan di Indonesia sekarang ml sedang menuju industrialisasi, artinya industri merupakan sarana utama untuk menunjang pembangunan. Hasil positif yang diperoleh dibarengi dengan dampak negatif proses industrialisasi itu sendiri berupa berbagai gangguan kesehatan akibat kerja. Salah satu penyakit akibat kerja itu ialah dermatosis akibat kerja. Gangguan kesehatan berupa dermatosis akibat kerja akan mengurangi kenyamanan dalam melakukan tugas dan akhirnya akan mempengaruhi proses produksi; secara makro akan mengganggu proses pembangunan secara keseluruhan. Di Indonesia, dermatosis akibat kerja belum mendapat perhatian khusus dari pemerintah atau pemimpin perusahaan walaupun jenis dan tingkat prevalensinya cukup tinggi. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan di Indonesia antara lain: 30% dan pekerja penebang kayu di Palembang dan 11,8% dan pekerja perusahaan kayu lapis menderita dermatitis kontak
(1)

. Utama Wijaya (1972) menemukan 23,75% dan pekerja pengelolaan minyak di Sumatera Selatan menderita dermatitis akibat kerja, sementara Raharjo (1982) hanya menemukan 1,82%
(2)

. Sumamur (1986) memperkirakan bahwa 5060% dari seluruh penyakit akibat kerja adalah dermatosis akibat kerja
(3)

. Dari data sekunder ini terlihat bahwa dermatosis akibat kerja memang mempunyai prevalensi yang cukup tinggi, walaupun jenis dermatosisnya tidak sama pada semua perusahaan. Variasi penyakit kulit di setiap perusahaan sangat berbeda, karena setiap perusahaan/industri proses produksi dan lingkungan dalam perusahaan serta bahan yang dipergunakan di setiap perusahaan berbeda-beda. Untuk itu perlu kejelian dan ketrampilan petugas kesehatan termasuk dokter perusahaan untuk menilai dan melihat proses produksi dalam perusahaan, serta menilai bahan yang dipergunakan/dipakai/diperoleh dalam perusahaan tersebut, yang mungkin dapat menimbulkan dermatosis akibat kerja. BATASAN Yang dimaksud dengan dermatosis akibat kerja ialah proses patologis kulit yang timbul pada waktu melakukan pekerjaan dan pengaruh-pengaruh yang terdapat di dalam lingkungan kerja. Dari batasan ini terlihat bahwa penyakit kulit akibat kerja ini boleh disebut sebagai gejala sampingan usaha manusia atau sebagai buatan manusia. Oleh karena itu manusia dituntut untuk mencegah atau memperkecil kemungkinan terjadinya dengan menerapkan teknologi pengendalian. PENYEBAB/ETIOLOGI Penyakit kulit akibat kerja dapat disebabkan oleh 4 faktor:

1) Faktor kimiawi, dapat berupa iritasi primer, alergen atau karninogen. 2) Faktor mekanis/fisik, seperti getaran, gesekan, tekanan, trauma, panas, dingin, kelembaban udara, sinar radioaktif. 3) Faktor biologis, seperti jasad renik (mikroorganisme) hewan dan produknya, jamur, parasit dan virus. 4) Faktor psikologis (kejiwaan); ketidakcocokan pengelolaan perusahaan sering membuat konflik di antara pegawai dan dapat menimbulkan gangguan pada kulit seperti neurodermatitis. Sebenarnya kulit mempunyai fungsi untuk mempertahankan diri dari serangan/rangsangan luar. Epidermis berfungsi menghambat penguapan air yang berlebihan dari tubuh, menghambat penyerapan berlebihan dari luar. Pigmen di dalam kulit melindungi tubuh dari pengaruh sinar matahari. Selain itu kulit mengandung kelenjar keringat dan pembuluh darah yang berfungsi sebagai alat penjaga keseimbangan cairan tubuh, mempermudah timbulnya kelainan kulit. DIAGNOSIS Untuk menegakkan diagnosis suatu penyakit kulit akibat kerja, sebagaimana penyakit lain, dilakukan: a) Anamnesis
Cermin Dunia Kedokteran No. 107, 1996 44

b) Pemeriksaan klinis c) Pemeriksaan laboratorik d) Percobaan tempel/uji tempel a) Anamnesis Yang perlu ditanyakan antara lain ialah : Apakah sudah ada penyakit kulit sebelum masuk kerja di perusahaan yang sekarang. Jenis pekerjaan penderita. Pengaruh libur/istirahat terhadap penyakitnya. Apakah ada karyawan lain menderita penyakit yang sama. Riwayat alergi penderita atau keluarganya. Prosedur produksi di tempat kerja dan bahan-bahan yang digunakan di tempat pekerjaan. Apakah kelainan terjadi di tempat-tempat yang terpajan. Bahan yang dipakai untuk membersihkan kulit dan alat proteksi yang dipakai. Lingkungan pekerjaan, tempat kerja terutama mengenai kebersihan dan temperatur. Kebiasaan atau hobi penderita yang mendorong timbulnya penyakit, dan lain-lain. b) Pemeriksaan klinis Pertama-tama tentukan lokalisasi kelainan apakah sesuai dengan kontak bahan yang dicurigai; yang tersering ialah daerah yang terpajan, misalnya tangan, lengan, muka atau anggota gerak. Kemudian tentukan ruam kulit yang ada, kelainan kulit yang akut dapat terlihat berupa eritem, vesikel, edema, bula, dan eksudasi. Kelainan kulit yang kronis berupa hiperpigmentasi, likenifikasi, kering dan skuamasi. Bila ada infeksi terlihat pustulasi. Bila ada penumbuhan tampak tumor, eksudasi, lesi verukosa atau ulkus. c) Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan darah, urine, tinja hendaknya dilakukan secara lengkap. Bila ada infeksi bakteri hendaknya pus atau nanah dibiak dan selanjutnya dilakukan tes resistensi. Bila ada jamur perlu diperiksa kerokan kulit dengan KOH 10% dan selanjutnya dibiak dalam media Sabouraud agar. Pemeriksaan biopsi kulit kadang-kadang perlu dilakukan. d) Uji tempel Karena dermatosis akibat kerja sebagian besar berbentuk dermatitis kontak alergis (80%) maka uji tempel perlu dikerjakan untuk memastikan penyebab atergennya. Bahan tersangka dilarutkan dalam pelarut tertentu dengan konsentrasi tertentu. Sekarang udah ada bahan tes tempel yang sudah standar dan disebut unit uji tempel; unit ini terdiri atas filter paper disc, yang dapat mengabsorbsi bahan yang akan diuji.

Bahan yang akan diuji diteteskan di atas unit uji tempel, kemudian ditutup dengan bahan impermeabel, selanjutnya ditutup lagi dengan plester yang hipoalergis. Pembacaan dilakukan setelah 48, 72 dan 96 jam. Setelah penutup dibuka, ditunggu dahulu 1530 menit untuk menghilangkan efek plester. Hasil 0 : bila tidak ada reaksi. + : bila hanya ada eritema. ++ : bila ada eritema dan papul. +++ : bila ada eritema, papul dan vesikel. ++++ : bila ada edema, vesikel. Dalam penilaian ini harus dapat dibedakan antara reaksi iritasi dan reaksi alergi, reaksi negatif semu dan reaksi positif semu, untuk itu diperlukan pengalaman dan penilaian khusus. BENTUK-BENTUK DERMATOSIS AKIBAT KERJA Dermatitis kontak 1) Dermatitis kontak iritan Dapat disebabkan oleh bahan iritan absolut seperti asam kuat, basa kuat, garam logam berat dengan konsentrasi kuat dan bahan iritan relatif, seperti sabun, deterjen, dan pelarut organik. Dermatitis kontak oleh karena iritan absolut biasanya timbul seketika setelah berkontak dengan iritan, dan semua orang akan terkena. Sedangkan dermatitis kontak karena iritan relatif dapat timbul sesudah pemakaian bahan yang lama dan berulang, dan seringkali baru timbul bila ada faktor fisik berupa abrasi, trauma kecil dan maserasi; oleh karena itu sering disebut traumatic dermatitis. Kelainan yang timbul biasanya berupa hiperpigmentasi, hiperkeratosis, likenifikasi, fisur dan kadang-kadang eritem dan vesikel. 2) Dermatitis kontak alergis Biasanya disebabkan oleh bahan dengan berat molekul rendah yang disebut hapten. Kelainan kulit terjadi melalui proses hipersensitivitas tipe IV atau proses alergi tipe lambat (Gell & Coombs). Hapten bergabung dengan protein pembawa menjadi alergen lengkap. Alergen Iengkap difagosit oleh makrofag dan merangsang limfosit yang ada di kulit yang mengeluarkan limfosit aktivasi faktor (LAF). Sel limfosit kemudian berdiferensiasi membentuk subset sel limfosit T memori (sel Tdh) dan sel limfosit T helper dan sel T suppresor. Sel T memori ini bila menerima informasi alergen yang sudah dikenal masuk ke dalam kulit, maka sel Tdh akan mengeluarkan limfokin (faktor sitotoksis, faktor inhibisi migrasi, faktor kemotaktik dan faktor aktivasi makrofag. (Diagram).
Diagram

Dengan dilepaskannya berbagai faktor m maka akan terjadi pengaliran sel mas dan sel basofil, ke arah lesi, dan timbullah proses radang yang merupakan manifestasi reaksi dermatitis kontak alergis. Gambaran klinis umumnya berupa papul, vesiket dengan dasar eritem dan edema, disertai rasa gatal. Dalam perusahaan sering ditemukan beberapa bahan kimia yang mempunyai gugusan rumus kimia yang sama. Apabila
Cermin Dunia Kedokteran No. 107, 1996 45

Tabel 1. Perbedaan Dennatitis Kontak Iritan (DKI) dan Dermatitis Kontak Alergis (DKA) DKI DKA 1. 2. 3. 4. 4. Penyebab Permulaan penyakit Penderita Kelainan Wit Uji tempel Iritan primer Kontak pertama Semua orang Hebat: eritem, bula batas tegas Eritem berbatas tegas, bila uji tempel diangkat reaksi berkurang Alergen = sensitizer Kontak berulang Orang yang sudah alergis Ringan, tidak akut, eritem, erosi, batas tidak tegas Eritem tidak berbatas tegas; bila uji tempel diangkat reaksi menetap atau bertambah.

pekerja sudah sensitif terhadap suatu zat kimia, maka ia akan mudah menjadi sensitif terhadap zat-zat lain yang mempunyai rumus kimia yang bersamaan, misalnyaprokain, benzokain, para aminobensen mempunyai gugus bensen yang sama. Apabila seseorang sensitif terhadap prokain maka akan lebih mudah sensitif terhadap benzokain atau PABA; ini disebut sensitisasi silang. Pengetahuan sensitisasi silang ini sangat penting untuk menentukan penempatan seseorang pegawai. Yang sudah sensitif terhadap suatu zat, jangan lagi ditempatkan pada tempat yang mengandung bahan yang mempunyai rumus kimia serupa. Contoh yang mempunyai rumus kimia yang sama ialah: Rhus antigen : poison ivy, poison sumac, mangga, Japanese decyl catechol. Streptomisin, kanamisin, kiomisin. Fenotiazin : prometazin, khlorpromazin, biru metilen. Reaksi fotosensitisasi 1) Reaksifototoksik Reaksi fototoksik terjadi karena adanya bahan iritan, tetapi baru dapat timbul dengan bantuan sinar matahari (sinar ultra violet); bentuk klinisnya sama seperti dermatitis kontak iritan. Reaksi fotoiritan dapat timbul karena bahan pengawet kayu atau residu beberapa zat lem kayu dan keramik. 2) Reaksifotoalergi Reaksi fotoalergi terjadi oleh karena bahan photosensitizer, dibantu dengan sinar ultraviolet dengan panjang gelombang 320425 nm. Bentuk klinis reaksi fotoalergis umumnya menyerupai dermatitis kontak alergis. Daerah tubuh yang terkena terutama

bagian tubuh yang terpajan matahari seperti dahi, pipi, dan lengan bagian luar. Reaksi fotoalergi dapat timbul karena bahan seperti ter kayu, obat antihistamin topikal, zat warna, dan lainlain. Kelainan oleh karena faktor fasik a) Luka bakar (karena panas) dalam bentuk luka bakar tingkat I, II, dan III. b) Cold urticaria timbul oleh karena dingin. c) Immersion foot timbul bila kaki terlampau lama terendam dalam air dingin, tanpa menjadi beku tetapi timbul gangren. d) Frostbite/congelatio, radang kedinginan, kulit terasa sakit, menjadi bengkak, pucat, mengeluarkan cairan serous. e) Radiodermatitis, dapat berupa eritem, ulserasi, dan hiperpigmentasi, actinic keratosis atau permulaan keganasan. f) Heat rash, miliaria rubra; kulit menjadi merah disertai papulovesikel yang milier. Kelainan karena faktor biologis Dapat berupa infeksi kulit. Yang disebabkan oleh bakteri dapat menimbulkan folikulitis, akne, pioderma atau ulkus piogenik. Yang disebabkan oleh jamur ialah dermatofitosis dan yang disebabkan kandida menyebabkan kandidiasis. PENGOBATAN Tindakan pertama ialah memutuskan mata rantai kontak dengan penderita, selanjutnya dapat diberikan pengobatan yang sesuai dengan jenis penyakitnya. Bila kelainan kulit akut dapat diberi obat kompres, sampai eksudasi kering. Sesudah itu dapat dilanjutkan dengan diberi salep yang mengandung kortikosteroid. Bila ada infeksi sekunder dapat diberi antibiotika seperti tetrasiklin atau eritromisin. Bila ada infeksi jamur diberi obat anti jamur. PENCEGAHAN Prevalensi dermatosis akibat kerja dapat diturunkan melalui pencegahan yang sempurna; antara lain: 1) Pendidikan Diberi penerangan atau pendidikan pengetahuan tentang kerja dan pengetahuan tentang bahan yang mungkin dapat menyebabkan penyakit akibat kerja. Selai itu, cara mempergunakan alat dan akibat buruk alat tersebut harus dijelaskan kepada karyawan. 2) Memakai alat pelindung Sebaiknya para karyawan diperlengkapi dengan alat penyelamat atau pelindung yang bertujuan menghindari kontak. dengan bahan yang sifatnya merangsang atau karsinogen. Alat pelindung yang dapat dipergunakan misalnya baju pelindung, sarung tangan, topi, kaca mata pelindung, sepatu, krim pelindung, dan lain-lain. 3) Melaksanakan uji tempel/uji tempel foto Maksudnya ialah mengadakan uji tempel pada calon pekerja sebelum diterima pada suatu perusahaan. Berdasarkan hasil uji tempel ini karyawan barn dapat ditempatkan di bagian yang tidak mengandung bahan yang rentan terhadap dirinya. 4) Pemeriksaan kesehatan berkala Bertujuan untuk mengetahui dengan cepat dan tepat apakah karyawan sudah menderita penyakit kulit akibat kerja. Apabila dapat diketahui dengan cepat, dapat diberi pengobatan yang adekuat atau dipindahkan ke tempat lain yang tidak membahaya-

kan kesehatan dirinya. 5) Pemeriksaan kesehatan secara sukarela Karyawan dianjurkan untuk memeriksakan diri ke dokter secara sukarela apakah ada menderita suatu dermatosis akibat kerja. 6) Pengembangan teknologi Kerjasama antara dokter, ahli teknik, ahli kimia dan ahli dalam bidang tenaga kerja untuk mengatur alat-alat kerja, cara
Cermin Dunia Kedokteran No. 107, 1996 46

kerja atau memperhatikan bahan yang dipergunakan dalam melakukan pekerjaan untuk mencegah kontaminasi kulit.
2. Raharjo D. Dermatitis kontak akibat kerja pada pengolahan minyak bumi di Pertamina PlajuSungai Gerong. Tesis Magister Sains Jurusan Fliperkes, 1982. 3. Sumamur PK. Pandangan Hiperkes mengenai dermatosis akibat kerja. Simposium dermatosis akibat kerja. Jakarta. 19 JuJi 1986.

PENUTUP Dengan kemajuan industri sekarang ini, penyakit akibat kerja diperkirakan akan semakin banyak dan salah satunya adalah dermatosis akibat kerja. Umumnya dermatosis akibat kerja dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor kimiawi, fisik/mekanis dan biologis. Dermatitis kontak merupakan kelainan kulit yang terbanyak di antara dermatosis akibat kerja. Dalam makalah ini telah diterangkan mengenai patogenesis, cara menegakkan diagnosis, pengobatan dan cara pencegahan dermatosis akibat kerja.
4. Adhi Djuanda. Diagnosis dan diagnosis banding dermatitis kontak. Simposium Dermatitis Kontak. Jakarta, 16 April 1983. 5. Bemandir. Dermatosis padapekerjabalai Hiperkes dan kesehatan kerja Dl. Yogyakarta. Simposium Penyakit Kulit Alergi. Yogyakarta, 19 September 1981. 6. Fisher AA. Contact dermatitis. 3rd ed. Philadelphia: Lea and Febiger 1986. 7. Hari Sukanto. Tes tempel. Lokakarya Dermatitis Kontak. Yogyakarta, 30 Januari 1994. 8. Made Bratiarta. Dermatitis kontak pada pekerja. Lokakarya Dermatitis Kontak. Yogyakarta, 30 Januari 1994. 9. Maibach HI, Gallin GA. Occupational and Industrial Dermatoses in Dermatology. 1st ed. Chicago: Year Book Medical Publ. Inc. 1982. 10. Pramudianto. Epidemiologi dermatitis kontak akibat kerja. Simposium Dermatitis Kontak. Jakarta, 16 April 1983. KEPUSTAKAAN 11. Sahat Pohan, Hari Sukanto. Introduksi dermatitis kontak akibat keija. Simposium Dermatosis akibat Kerja. Jakarta, 19 Juli 1986. 1. Siregar, RS. Penyakit kulit akibt kerja pada pabnk kayu lapis. Konas I PADVI Surabaya 1976. 12. Rycroft RIG. Occupational dermatitis in Rook et al. Textbook of dermato logy, lVth ed. Oxford: Blackwell Scientific Publications 1988.

Kalender Peristiwa
Juni 1620, 1996 KONGRES NASIONAL ILMU KESEHATAN ANAK (KONIKA) X Bukittinggi, INDONESIA Sekr.: SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUP DR. M. Djamil Jl. Perintis Kemerdekaan Padang, INDONESIA Tel/Fax: (0751) 37913 Juli 36, 1996 KONGRES NASIONAL RADIOLOGI ke VIII Hotel Papandayan, Bandung, Indonesia Bandung, INDONESIA Sekr.: Bagian Radiologi RS Hasan Sadikin/FK Universitas Padjadjaran Jl. Pasteur 38 Bandung, INDONESIA
Cermin Dunia Kedokteran No. 107, 1996 47

Anda mungkin juga menyukai