PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Wulan.fauzyni@yahoo.com Dosen : Tony S. Chendrawan, ST.,SE.,M.Si
1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Tujuan dari sebuah pembangunan adalah menciptakan kemakmuran dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan hal tersebut Pemerintahan Republik Indonesia harus bekerja ekstra keras dalam melaksanakan tugasnya Sistem pemeritahan sentralistik kurang tepat diharapkan di Indonesia yang memiliki wilayah yang sangat luas yang terdiri dari beribu-ribu pulau. Salah satunya pemerintah daerah harus PAD nya guna kesejahteraan masyarakatnya. Pemerintah daerah dianggap sebagai tingkat pemerintahan yang paling dekat dengan masyarakat didaerahnya.Kemandirian keuangan daerah tampaknya tidak diartikan bahwa setiap tingkat pemerintahan daerah otonomi harus dapat membiayai seluruh keperluannya dari penerimaan asli daerah.Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya merupakan salah satu sumber penerimaan pengeluaran daerah,disamping penerimaan lainnya yang berupa, bagi hasil pajak dan bukan pajak,sumbangan dan bantuan dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi serta pinjaman daerah (Bintoro, 1988). Terjadinya ketimpangan ekonomi regional di Indonesia selama pemerintah ordebaru, salah satu penyababnya karena berdasar UU no.5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintah; dalam pelaksanaannya pemerintah pusat terlalu dominan menguasai dan mengontrol hampir semua sumbersumber pendapatan daerah yang ditetapkan sebagai penerimaan negara, termasuk pendapatan dari hasil sumber daya alam yang dimiliki daerah. Akibatnya daerah-daerah tersebut tidak dapat menikmati hasilnya dengan dengan proporsional atau layak, seperti investasi, inflasi dan pengeluaran pemerintah di dalam negeri diatur sepenuhnya oleh pemerintah pusat. Sehingga hasil yang diterima daerah lebih rendah dari pada potensi ekonominya. Lebih lanjut Sunarti menyampaikan (2003:6) bahwa
konstalasi hubungan keuangan pusat dan daerah menyebabkan relatif kecilnya peranan pendapatan asli daerah (PAD) di dalam struktur Anggaran Pendapatan Belanja Daerah ( APBD). Dengan kata lain kontribusi penerimaan yang berasal dari pemerintah pusat dalam bentuk bagi hasil pajak dan bukan pajak, sumbangan dan bantuan mendominasi konfigurasi APBD. Sumber-sumber penerimaan yang relatif besar pada umumnya dikelola oleh pemerintah pusat, sedangkan sumber-sumber penerimaan yang relatif kecil dikelola oleh pemerintah daerah (Uppal,1986). Diberlakukannya UU no.22 tahun 1999 dan UU no. 25 tahun1999 mendorong daerah untuk berbenah dan menyiapkan diri untuk lebih mandiri karena selama ini daerah tidak dimungkinkan untuk mandiri, faktor yang menentukan mampu tidaknya suatu daerah untuk berotonomi yaitu kemampuan keuangan atau kapasitas dari potensi daerah. Artinya daerah otonom harus memiliki kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri. Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin , sehingga PAD harus menjadi bagian keuangan sendiri terbesar (Tambunan,2001). Sesuai dengan prinsip otonomi daerah yang nyata, dinamis dan bertanggung jawab, penyelenggaraan pemerintah pusat dan daerah secara bertahap akan semakin banyak dilimpahkan kepada daerah. Dengan semakin meningkatnya kewenangan yang ada pada daerah, peranan keuangan daerah sangat penting karena daerah dituntut untuk dapat lebih aktif lagi dalam memobolisasi sumber dananya sendiri disamping mengelola dana yang diterima dari pemerintahan pusat secara efisien. Untuk pemerintah daerah harus dapat menggali potensi daerah masing-masing guna peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) agar pembangunan daerah tetap berjalan, akan tetapi bukan berarti bahwa setiap pemerintahan daerah otonom harus membiayai keseluruhan keperluan dari PAD. Kegiatan pemerintahan dan pembangunan akan berjalan lancar apabila didukung oleh tersedianya biaya yang memadai. Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah Kota Kendari menyediakan biaya dari dua sumber : pertama bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD, seperti penerimaan pajak-pajak daerah, retribusi daerah, penerimaan dari dinas-dinas, bagian laba dari perusahaan daerah yang berasal dari pemberian pemerintah atau instansi yang lebih tinggi, penerimaan lain-lain, dan urusan kas dan perhitungan). Kedua, bersumber dari dana perimbangan yang dialokasikan oleh Pemerintah Pusat. Sumber keuangan pemerintah daerah Kota Kendari tahun ini pada prinsipnya sama saja dengan yang dilakukan pada tahun sebelumnya, walaupun pada setiap tahunnya selalu dilakukan konsentrasi pada sumbersumber pendapatan tertentu yang masih memungkinkan untuk ditingkatkan guna mengantisipasi tantangan kebutuhan yang terus meningkat sebagai dinamika dari pada pembangunan itu sendiri. Kapasitas pengelolaan keuangan daerah Kota Kendari menentukan kemampuan Pemerintah Kota Kendari dalam menjalankan fungsi pelayanan masyarakat. Dimana kemampuan pengelolaan keuangan diukur melalui penerimaan pendapatan daerah. Data menunjukkan bahwa penerimaan pendapatan daerah Pemerintah Kota Kendari dari tahun ke tahun cenderung menunjukkan peningkatan, namun kontribusi PAD terhadap penerimaan masih relatif kecil dibanding dengan sumber penerimaan dari dana perimbangan. Kondisi tersebut merupakan tantangan sekaligus peluang yang perlu disikapi dengan usaha keras agar komposisi perimbangan PAD dan pendapatan dari pusat mencapai titik keseimbangan (equilibrium).
KENDARI: Pemerintah Kota Kendari, Sulawesi Tenggara menargetkan pendapatan asli daerah (PAD) 2011 naik 184% dibandingkan perolehan tahun ini. Tahun ini target PAD kita hanya Rp20,5 miliar dan sudah terealisasi sebesar 80% lebih. tetapi tahun depan kami naikkan hingga 184% menjadi Rp71 miliar, kata Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Asset Daerah kota Kendari Zainal Arifin di Kendari, hari ini. Menurut Zainal, kenaikan target yang signifikan tersebut berdasarkan pertimbangan pengalihan kewenangan pengelolaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah sesuai Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Selain itu, berdasarkan hasil audit pendapatan yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan terhadap Dispenda juga menyebutkan adanya potensi pajak daerah yang belum optimal dari sektor hotel dan restoran. Potensi PAD dari BPHTB ini sangat tinggi, kami akan optimalkan agar perolehan pendapatan dari sektor itu bisa maksimal sedangkan dari hotel dan restoran kami juga akan perketat pengawasannya, sebab menurut BPK banyak sekali pajak yang telah dibayar masyarakat dari sektor itu yang tidak disetor ke kas daerah karena pengusaha melakukan kecurangan, ungkap Zainal.
Data Pendapatan BUMD dan PAD kota Kendari dari tahun 2003-2008 (dalam jutaan rupiah)
Tahun
Persen (%)
PAD
Persen (%)
2003
0,11
226.037,09
22,60
2004
10.186,935
0,10
203.738,70
20,37
2005
16.848,089
0,17
210.601,11
21,06
2006
29.886,084
0,29
332.067,61
33,21
2007
31.333,417
0,32
391.667,71
39,17
2008
54.959,614
0,55
457.996,78
45,79
Sumber/Source: Sumber: Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset daerah Kota Kendari 2008 Maksimum Pendapatan BUMD kota Kendari terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar 0,55 % ini disebabkan karena pada tahun itu banyak bermunculan koperasi-koperasi desa yang memberikan laba sangat besar bagi daerah Kendari, dan banyak perusahaan daerah yang lebih memanfaatkan sumber daya alam yang berada di kota Kendari sehingga laba yang dihasilkan semakin tinggi dan melalui kebijakan pemberian Kredit Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan pada sektor pertanian , perikanan/kelautan, dan koperasi,untuk mencapai BUMD yang tinggi. Hasil BUMD tahun 2008 sangat tinggi juga dipengaruhi oleh kemampuan manajerial pengusaha kecil yang semakin meningkat melalui pelatihan maupun penyuluhan yang lebih intensif dan merata bagi semua sektor usaha dan daerah. Dalam lingkup kemampuan manajerial, beberapa aspek yang perlu mendapat perhatian khusus adalah aspek organisasi, pemasaran, administrasi, dan aspek pembinaan usaha. Sehingga hasil kerja mereka akan menjadi baik dan meningkatakan pendapatan BUMD
Maksimum PAD kota Kendari pada tahun 2008 terjadi karena Kebijakan di bidang pendapatan daerah untuk tahun anggaran 2008 sangat tinggi karena paradigma pandapatan daerah yang diserahkan untuk menciptakan keseimbangan baru antara peningkatan pendapatan daerah dengan pelayanan masyarakat dan mendorong
berkembangnya kegiatan usaha yang mempunyai multiplayer efek yang tinggi antara lain melalui kebijakan pemberian Kredit Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan pada sektor pertanian , perikanan/kelautan, dan koperasi, yang dalam siklus panjang yang menciptakan potensi pendapatan daerah pada tahun 2008 menjadi tinggi.
Kebijakan Pengelolaan Keuangan Daerah berfokus pada upaya mengoptimalisasikan sumber-sumber pendapatan melalui strategi intensfikasi pendapatan daerah, optimalisasi dan kekayaan pemerintah daerah serta pengembangan potensi pendapatan BUMD. Pengelolaan Keuangan Daerah menganut prinsip-prinsip: (1) Potensial artinya lebih menitikberatkan pada potensinya daripada jumlah atau jenis pungutan yang banyak, (2) Tidak memberatkan masyarakat, (3) Tidak merusak lingkungan, (4) Mudah
diterapkan/diaplikasikan, mudah dilaksanakan, (5) Penyesuaian pendapatan baik mengenai tarif dan materinya. Pendapatan Daerah adalah unsur terpenting dalam melaksanakan program dan kegiatan pembangunan daerah karena merupakan sumber pembiayaan yang strategis, melihat prediksi lima tahun kedepan, ternyata presentasi kenaikan belanja lebih besar daripada kenaikan pendapatan. Oleh karena itu harus ditempuh sejumlah langkah dalam upaya membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan. Kebijaksanaan Umum BUMD 1.2 Ruang Lingkup Penelitian ini hanya mengurai PAD dan BUMD di kota Kendari. 1.3 Identifikasi 1. Bagaimana gambaran BUMD kota Kendari 2. Bagaimana gambaran PAD kota Kendari 3. Bagaimana pengaruh BUMD terhadap PAD kota Kendari 1.4 Tujuan Berdasarkan Ruang Lingkup tersebut yang akan dicapai dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui gambaran PAD Kota Kendari 2. Mengetahui gambaran BUMD Kota Kendari. 3. Mengetahui pengaruh BUMD terhadap PAD kota Kendari
2. Kajian Pustaka 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kebijakan Perencanaan Pendapatan Daerah yang akan dilakukan pada tahun anggaran berkenan Arah Kebijakan Perencanaan Pendapatan daerah Pemerintah Kota Kendari direfleksikan dari praktek dan pengalaman kebijakan pengelolaan keuangan daerah pada lima tahun terakhir (Periode Tahun 2003-2007), yang berfokus pada aspek: (1) Pendapatan; (2) Belanja; (3) Pembiayaan Daerah dan (4) Capaian Kinerja yang diorientasikan pada arah pencapaian visi dan misi yang terangkum dalam Perda Pemerintah Kota Kendari Nomor 10 Tahun 2001. Kebijakan Pengelolaan Keuangan Daerah berfokus pada upaya mengoptimalisasi sumber-sumber pendapatan melalui strategi intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan daerah, optimalisasi aset dan kekayaan pemerintah daerah serta pengembangan potensi pendapatan BUMD. Pengelolaan Keuangan Daerah menganut prinsip: (1) Potensial artinya lebih menitik beratkan pada potensinya dari pada jumlah atau jenis pungutan yang banyak; (2) Tidak memberatkan masyarakat; (3) Tidak merusak lingkungan; (4) Mudah diterapkan/diaplikasikan, mudah dilaksanakan dan (5) Penyesuaian pendapatan baik mengenai tarif dan materinya. Pendapatan daerah adalah unsur terpenting dalam pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan daerah karena merupakan sumber pembiayaan yang sangat strategis; melihat prediksi lima tahun ke depan, ternyata persentasi kenaikan belanja lebih besar dari pada kenaikan pendapatan. Oleh karena itu harus ditempuh sejumlah langkah dalam upaya membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan. Apabila APBD diperkirakan defisit, maka pembiayaan pembangunan dapat didanai dengan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) tahun lalu, transfer dari dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan dan melakukan pinjaman daerah. Secara umum kebijakan perencanaan pendapatan daerah konsisten diarahkan pada optimalisasi fungsi anggaran pemerintah daerah, yakni : a. Fungsi Alokasi ; berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efesiensi dan efektivitas perekonomian. b. Fungsi Distribusi ; berarti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan c. Fungsi Stabilitas ; memiliki makna bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian. Meskipun demikian, kebijakan pembiayaan pembangunan melalui hutang harus memenuhi syarat yaitu hutang tersebut dipergunakan untuk investasi dan/atau mempunyai dampak yang luas terhadap kepentingan masyarakat.
2.1.2 Pendapatan Asli daerah (PAD) Menurut Mardiasmo (2002:132), pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengeloalaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Menurut Guritno Mangkosubroto (1997) menyatakan bahwa pada umumnya penerimaan pemerintah diperlukan untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Pada umumnya penerimaan pemerintah dapat dibedakan antara penerimaan pajak dan bukan pajak. Penerimaan bukan pajak, misalnya adalah penerimaan pemerintah yang berasal dari pinjaman pemerintah, baik pinjaman yang berasal dari dalam negeri maupun pinjaman pemerintah yang berasal dari luar negeri. PAD adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayah sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah. Terdapat dua unsur penting dari konsep PAD yaitu potensi asli daerah dan pengelolaannya sepenuhnya oleh daerah. Dalam konteks pembiayaan pembangunan daerah, potensi asli daerah adalah seluruh sumber daya daerah yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sehingga memberi nilai ekonomis yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pembiayaan pembangunan daerah. Sedangkan pengelolaan sepenuhnya oleh daerah adalah penyerahan seluruh hasil pengelolaan sumber daya tersebut kepada daerah yang bersangkutan (Suhanda, 2007). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Pasal 79 disebutkan bahwa PAD terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan milik daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang dipisahkan. Pasal 3 UU Nomor 33 Tahun 2004 PAD bertujuan memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi. Kemampuan melaksanakan otonomi daerah diukur dari besarnya kontribusi yang diberikan oleh PAD terhadap total APBD. PAD idealnya menjadi sumber utama pendapatan lokal. Sumber pendapatan lain relatif fluktuatif dan cenderung di luar kontrol pemerintah daerah Sumber-sumber Pendapatan Asli daerah Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 26 disebutkan bahwa kelompok PAD dibagi menurut jenis pendapatan terdiri atas: 1) Pajak daerah Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan UU Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, Pasal 1: pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraa pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. Menurut Halim (2004: 67), pajak daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari pajak. Jadi pajak dapat diartikan biaya yang harus dikeluarkan seseorang atau suatu badan untuk menghasilkan pendapatan disuatu negara, karena ketersediaan berbagai sarana dan prasarana publik yang dinikmati semua orang tidak mungkin ada tanpa adanya biaya yang dikeluarkan dalam bentuk pajak tersebut. Pajak merupakan pungutan yang bersifat memaksa berdasarkan perundang-undangan yang berlaku dan tidak ada timbal balik langsung kepada para pembayar pajak. Menurut Adriani, pajak objektif dilihat pada objeknya (benda, keadaan, perbuatan atau peristiwa yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar pajak) kemudian baru dicari subjeknya baik yang berkediaman di Indonesia maupun tidak. Golongan pajak objektif diantaranya: (a) Pajak yang dipungut karena keadaan diantaranya pajak kekayaan, pajak pendapatan, pajak karena menggunakan benda yang kena pajak; (b) Pajak yang dipungut
karena perbuatan diantaranya pajak lalu lintas kekayaan, pajak lalu lintas hukum, pajak lalu lintas barang, serta pajak atas pemakaian; (c) Pajak yang dipungut karena peristiwa diantaranya bea pemindahan di Indonesia contohnya pemindahan harta warisan. Pajak daerah terdiri dari pajak propinsi dan pajak kabupaten/kota. Dalam UU RI No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pasal 2, jenis pajak provinsi terdiri dari: a. Pajak Kendaraan Bermotor. b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. d. Pajak Air Permukaan. e. Pajak Rokok. Jenis pajak Kabupaten/Kota terdiri dari: a. Pajak Hotel. b. Pajak Restoran. c. Pajak Hiburan. d. Pajak Reklame. e. Pajak Penerangan Jalan. f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan. g. Pajak Parkir. h. Pajak Air Tanah. i. Pajak Sarang Burung Walet. j. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan. k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. 2) Retribusi daerah Pengertian retribusi daerah dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Menurut Halim (2004: 67), retribusi daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi daerah. Menurut Kaho dalam Syahputra (2010), secara umum keunggulan utama sektor retribusi atas sektor pajak adalah karena pemungutan retribusi berdasarkan kontraprestasi, di mana tidak ditentukan secara limitatif seperti halnya sektor pajak. Pembatas utama bagi sektor retribusi adalah terletak pada ada tidaknya jasa yang disediakan pemerintah daerah. Daerah kabupaten/kota diberi peluang dalam menggali potensi sumber-sumber keuangannya dengan menetapkan jenis retribusi selain yang telah ditetapkan, sepanjang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dan sesuai dengan aspirasi masyarakat. Pasal 108 UU Nomor 28 Tahun 2009 menyebutkan objek retribusi terdiri dari: a. Jasa Umum Kriteria retribusi jasa umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa usaha atau retribusi perizinan tertentu. Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang diharuskan membayar retribusi, di samping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum, jasa tersebut layak untuk dikenakan retribusi. Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai penyelenggaraannya, dapat dipungut secara efektif dan efisien, serta merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang potensial dan pemungutan retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan tingkat dan/atau kualitas pelayanan yang lebih baik. Jenis retribusi jasa umum dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 110 adalah retribusi pelayanan kesehatan, retribusi pelayanan persampahan/kebersihan, retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akta catatan sipil, retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat, retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum, retribusi
pelayanan pasar, retribusi pengujian kendaraan bermotor, retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran, retribusi penggantian biaya cetak peta, retribusi penyediaan dan/atau penyedotan kakus, retribusi pengolahan limbah cair, retribusi pelayanan tera/tera ulang, retribusi pelayanan pendidikan dan retribusi pengendalian menara telekomunikasi. Jenis Retribusi tidak dipungut apabila potensi penerimaannya kecil dan/atau atas kebijakan nasional/daerah untuk memberikan pelayanan tersebut secara Cuma cuma. b. Jasa Usaha Pada Pasal 126 UU Nomor 28 Tahun 2009 menyebutkan bahwa objek retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial yang meliputi pelayanan dengan menggunakan/ memanfaatkan kekayaan daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal dan/atau pelayanan oleh pemerintah daerah sepanjang belum disediakan secara memadai oleh pihak swasta. Jenis retribusi jasa usaha adalah retribusi pemakaian kekayaan daerah, retribusi pasar grosir dan/atau pertokoan, retribusi tempat pelelangan, retribusi terminal, retribusi tempat khusus parkir, retribusi tempat penginapan/ pesanggrahan/villa, retribusi rumah potong hewan, retribusi pelayanan kepelabuhanan, retribusi tempat rekreasi dan olahraga, retribusi penyeberangan di air dan retribusi penjualan produksi usaha daerah. c. Retribusi Perizinan Tertentu Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah dalam rangka asas desentralisasi, perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum dan biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dan biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari retribusi perizinan. 3) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Menurut Halim (2004: 68), hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan menurut obyek pendapatan mencakup: a. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD. b. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/BUMN. c. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. Menurut Halim (2004: 68), jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan berikut: 1) bagian laba perusahaan milik daerah, 2) bagian laba lembaga keuangan bank, 3) bagian laba lembaga keuangan non bank, 4) bagaian laba atas penyertaan modal/investasi. Dalam Mardiasmo (2004: 154), pemerintah daerah juga dapat melakukan upaya peningkatan PAD melalui optimalisasi peran Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sidik et.al (2004: 85) mengatakan BUMD sebenarnya juga merupakan salah satu potensi sumber keuangan daerah yang perlu terus ditingkatkan guna mendukung otonomi daerah. Besarnya kontribusi laba BUMD pada PAD dapat menjadi indikator kuat atau lemahnya BUMD dalam suatu daerah.
Tahun 2001 merupakan tahun yang sangat berarti bagi bangsa Indonesia, karena sejak tahun 2001 tersebut telah terjadi perubahan yang sangat fundamental di dalam pola pengaturan hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Pola pengaturan hubungan antara Pusat dan Daerah yang semula bersifat sentralistik di masa Orde Baru yang diterjemahkan melalui Undang Undang No 5 tahun 1974,
telah dirubah dalam suatu pola hubungan yang lebih bersifat desentralisasi, dimanifestasikan melalui dasar hukum Undang - Undang No 22 tahun 1999 serta Undang Undang No 25 tahun 1999. Besaran perubahan yang dikehendaki dalam reformasi tersebut dapat disimak dari pergeseran sejumlah model dan paradigma pemerintahan daerah, dari structural efficiency model yang menekankan efisiensi dan keseragaman pemerintahan lokal dirubah menjadi local democracy model dengan penekanan pada nilai-nilai demokrasi dan keberagaman di dalam penyelenggaraan pemerintahan lokal (Bhenyamin Hoessein, 2002). Di dalam TAP MPR No. IV/MPR/2000 ditegaskan bahwasanya kebijakan desentralisasi Daerah diarahkan untuk mencapai peningkatan pelayanan publik dan pengembangan kreativitas Pemda, keselarasan hubungan antara Pusat dan Daerah serta antar Daerah itu sendiri dalam kewenangan dan keuangan untuk menjamin peningkatan rasa kebangsaan, demokrasi dan kesejahteraan serta penciptaan ruang yang lebih luas bagi kemandirian Daerah. Sebagai konsekuensi dari pemberian otonomi yang luas maka sumber-sumber keuangan telah banyak bergeser ke Daerah baik melalui perluasan basis pajak (taxing power) maupun dana perimbangan. Hal ini sejalan dengan makna desentralisasi fiskal yang mengandung pengertian bahwa kepada Daerah diberikan: (1) kewenangan untuk memanfaatkan sumber keuangan sendiri yang dilakukan dalam wadahPendapatan Asli Daerah (PAD) yang sumber utamanya adalah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dengan tetap mendasarkan batas kewajaran. (2) didukung dengan perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah. Sebagai salah satu tujuan yang hendak dicapai di dalam pelaksanaan desentralisasi dan otonomi Daerah, jargon tentang kemandirian Daerah bukan hal yang baru. Secara teoritis pengukuran kemandirian Daerah diukur dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dari beberapa gambaran kondisi elemen pembentuk PAD di Indonesia seperti yang diuraikan di atas, sekiranya harapan di era otonomi untuk mencapai kemandirin daerah ternyata masih merupakan mimpi indah yang masih harus dibangun kembali oleh bangsa Indonesia. Banyak realitas di lapangan yang menunjukkan bahwa daerah seperti kebingungan di dalam menyikapi tuntutan otonomi. Filosofi dasar otonomi untuk mendekatkan pelayanan kepada tingkat pemerintahan paling bawah justru disikapi sebaliknya. Untuk beberapa daerah yang terbilang siap secara sumber daya alam maupun sumber daya manusia, otonomi benar benar menjadi arena pembuktian bahwasanya mereka sanggup untuk mengelola daerahnya sendiri dengan mengurangi campur tangan pusat. Ironisnya hampir di sebagian besar daerah di Indonesia belum memiliki prasyarat kesiapan tersebut, sehingga akhirnya mereka justru tenggelam di dalam euforia otonomi itu sendiri. Banyak kebijakan yang bersifat merugikan dan sangat prematur hanya demi mengejar otonomi versi mereka. Karenanya peran pusat dirasa masih sangat diperlukan dewasa ini. Hanya saja ada beberapa elaborasi dan penyesuaian di beberapa aspek sehingga peran pemerintah itu nantinya juga tetap berada dikoridor hukum, selaras dengan napas otonomi daerah. Peran tersebut antara lain berupa penciptaan kondisi yang kondusif bagi perkembangan pajak dan retribusi dengan tetap memperhatikan landasan hukum yang sudah disepakati bersama. Kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah pusat dapat dibagi menjadi kebijakan dari sisi penciptaan pajak baik ekstensifikasi maupun intensifikasi pajak dan retribusi serta kebijakan dari sisi penggunaannya. 2.1.3 Target Pendapatan Daerah meliputi Prndapatan Asli daerah (PAD), Dana Perimbangan dan Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Kapasitas pengelolaan keuangan daerah Kota Kendari menentukan kemampuan Pemerintah Kota Kendari dalam menjalankan fungsi pelayanan masyarakat. Dimana kemampuan pengelolaan keuangan diukur melalui penerimaan pendapatan daerah. Data menunjukkan bahwa penerimaan pendapatan daerah Pemerintah Kota Kendari dari tahun ke tahun cenderung menunjukkan peningkatan, namun kontribusi PAD terhadap penerimaan masih relatif kecil dibanding dengan sumber penerimaan dari dana perimbangan. Kondisi tersebut merupakan tantangan sekaligus peluang yang perlu disikapi dengan usaha keras agar komposisi perimbangan PAD dan pendapatan dari pusat mencapai titik keseimbangan (equilibrium). Di bawah ini digambarkan penerimaan pendapatan Kota Kendari dari Tahun 2003 s/d 2008 dan proyeksi pendapatan tahun 2009.
2.1.4 Strategi Pemerintah Daerah dalam Mencapai Target Strategi Pemerintah Kota Kendari dalam pencapauian target pendapatan diarahkan untuk memantapkan landasan ekonomi daerah yang mandiri; antara lain adalah : a. Meminimalisasikan gejolak fluktuasi ekonomi dengan memberikan bantuan dan proteksi kepada masyarakat miskin agar tetap mampu mencukupi kebutuhan dasar minimumnya. b. Mendorong pertumbuhan ekonomi secara adil dan merata dengan prioritas pada bidang perdagangan dan jasa sebagai tulang punggung perkonomian daerah dengan memacu wilayah pengembangan. c. Mengembangan ekonomi kerakyatan melalui peningkatan kesempatan berusaha, optimalisasi potensi ekonomi lokal, pemberdayaan usaha sektor informal, Koperasi dan UKM serta keadilan kesempatan untuk berusaha dalam iklim yang kondusif. d. Meningkatkan iklim investasi guna mendorong agar dapat mengurangi hambatanhambatan baik yang berkaitan dengan ketenagakerjaan, permodalan, infrastruktur, kelembagaan serta kepastian dan keamanan berinvestasi. e. Perlindungan dan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dalam bentuk pemantapan kehidupan beragama, pelayanan dasar, pendidikan, penyediaan fasilitas kesehatan, fasilitas sosial, dan fasilitas umum yang layak dengan memprioritaskan pada golongan masyarakat miskin. f. Mengembangkan iklim kondusif bagi peningkatan swadaya melalui pola/skema kemitraan baik antara pemerintah daerah dengan masyarakat, pemerintah daerah dengan swasta atau masyarakat dengan swasta. g. Struktur ekonomi kota diarahkan untuk mewujudkan struktur perekonomian kota yang kokoh dimana perdagangan dan jasa menjadi basis aktivitas perekonomian yang didukung oleh aktivitas perekonomian lainnya. h. Mengoptimalkan pendapatan melalui intensifikasi, ekstensifikasi dan diversivikasi sumber-sumber pendapatan tanpa membebani masyarakat. i. Mengoptimalkan pengelolaan Asset dan kekayaan daerah agar dapat memberikan nilai tambah bagi pendapatan daerah, melalui profesionalisme manajemen.
j. Menumbuhkembangkan iklim yang sehat di BUMD sehingga mampu memberikan kontribusi optimal bagi pendapatan daerah termasuk mendirikan BUMD dan/atau perusahaan milik Pemerintah daerah yang profitable. k. Mengoptimalkan pengelolaan pengeluaran daerah yang didasarkan pada standar analisa belanja, standar harga, tolok ukur kinerja, dan standar pelayanan minimal serta memperhatikan prinsip efisiensi dan efektifitas. 2.1.5 Peranan BUMD
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) adalah perusahaan milik pemerintah daerah yg didirikan dengan Peraturan Daerah berdasarkan Undang-Undang No. 5 tahun 1962 dengan modal seluruh atau sebagian merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan (BPS 2003:1).Berikut adalah fungsi dan peran BUMD dalam menunjang penyelenggaraan pemerintah daerah : Melaksanakan kebijakan pemerintah daerah di bidang ekonomi dan pembangunan. Pemupukan dana bagi pembiayaan pembangunan. Mendorong peran serta masyarakat dalam bidang usaha. Memenuhi barang dan jasa bagi kepentingan masyarakat. Menjadi perintis kegiatan yg tak diminati masyarakat. Tujuan utama sektor publik adalah pemberian pelayanan publik namun tak berarti organisasi sektor publik sama sekali tidak memiliki tujuan yang bersifat finansial. Organisasi sektor publik juga memiliki tujuan finansial akan tetapi hal tersebut berbeda baik secara filosofis konseptual dan operasional dgn tujuan profitabilitas pada sektor swasta. Tujuan finansial pada sektor swasta diorientasikan pada maksimasi laba utk memaksimumkan kesejahteraan pemegang saham sedangkan pada sektor publik tujuan finansial lebih pada maksimasi pelayanan publik karena untuk memberikan pelayanan publik diperlukan dana. a. b. Ciri-ciri BUMD adalah sebagai berikut : Pemerintah memegang hak atas segala kekayaan dan usaha, Pemerintah berkedudukan sebagai pemegang saham dalam pemodalan perusahaan, Pemerintah memiliki wewenang dan kekuasaan dalam menetapkan kebijakan perusahaan, Pengawasan dilakukan alat pelengkap negara yang berwenang, Melayani kepentingan umum, selain mencari keuntungan, Sebagai stabillisator perekonomian dalam rangka menyejahterakan rakyat, Sebagai sumber pemasukan Negara, Seluruh atau sebagian besar modalnya milik negara Modalnya dapat berupa saham atau obligasi bagi perusahaan yang go public Dapat menghimpun dana dari pihak lain, baik berupa bank maupun nonbank Direksi bertanggung jawab penuh atas BUMN, dan mewakili BUMN di pengadilan Tujuan Pendirian BUMD : Memberikan sumbangsih pada perekonomian nasional dan penerimaan kas negara Mengejar dan mencari keuntungan
Pemenuhan hajat hidup orang banyak Perintis kegiatan-kegiatan usaha Memberikan bantuan dan perlindungan pada usaha kecil dan lemah c. Bentuk-bentuk BUMD : Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Bank Pembangunan Daerah (BPD) PT Bank Jateng PT Bank DKI PT Bank Mestika Medan PERUMDA PERSERODA Perseroan Terbatas ( PT ) Dalam hubungan ini, sebagai sumber-sumber penerimaan daerah keseluruhannya dalam pelaksanaan otonomi dan desentralisasi ini adalah: (a) Pendapatan Asli Daerah; (b) Dana Perimbangan; (c) Pinjaman Daerah dan (d) Lain-lain Penerimaan yang sah. Dan sumber PAD tersebut meliputi; (a) hasil pajak daerah; (b) hasil retribusi daerah; (c) hasil perusahaan milik daerah dan hasil kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan dan (d) lainlain PAD yang sah. Sehubungan dengan itu, sesungguhnya usaha dan kegiatan ekonomi daerah yang bersumber dari hasil badan usaha milik daerah (BUMD) telah berjalan sejak lama. BUMD tersebut dibentuk berdasarkan UU No. 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah, yang diperkuat oleh UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah (Nota Keuangan dan RAPBN, 1997/1998). Tujuan dibentuknya BUMD tersebut adalah untuk melaksanakan pembangunan daerah melalui pelayanan jasa kepada masyarakat, penyelenggaraan kemanfaatan umum dan peningkatan penghasilan pemerintah daerah. Dapat dikemukakan lebih lanjut bahwa BUMD itu berdasarkan kategori sasarannya dapat dibedakan dua golongan, yaitu perusahaan daerah untuk melayani kepentingan umum dan perusahaan daerah untuk tujuan peningkatan penerimaan daerah dalam PAD-nya. Dan BUMD itu bergerak dalam berbagai bidang usaha, yaitu jasa keuangan dan perbankan (BPD dan Bank Pasar), jasa air bersih (PDAM) dan berbgai jasa dan usaha produktif lainnya pada industri, perdagangan dan perhotelan, pertanianperkebunan, perparkiran, percetakan, dan lain-lain. Kebijakan dari sisi pemberdayaan BUMD 1. Pemberdayaan BUMD sebagai salah satu alternatif sumber pembiayaan daerah dapat ditempuh melalui strategi :
Reformasi Misi BUMD : a. BUMD sebagai salah satu pelaku ekonomi daerah dapat mendayagunakan aset daerah untuk mewujudkan kemakmuran rakyat; b. BUMD adalah penyedia pelayanan umum yang menjaga kualitas, kuantitas dan kontinuitas pelayanan; c. BUMD mampu berperan sebagai pendukung perekonomian daerah dengan memberikan kontribusi kepada APBD, baik dalam bentuk pajak maupun deviden dan mendorong pertumbuhan perekonomian daerah melalui multiplier effect yang tercipta dari kegiatan bisnis yang efisien seperti bertambahnya lapangan kerja dan kepedulian social; d. BUMD mampu berperan sebagai countervailing power terhadap kekuatan ekonomi yang ada melalui pola kemitraan. Diharapkan berbagai perusahaan swasta dalam dan luar negeri berminat melakukan kerjasama dengan BUMD terpilih untuk selanjutnya membentuk Joint Venture/Joint Operation Company (JV/OC). Restrukturisasi BUMD Langkah-langkah untuk meningkatkan kinerja dan kesehatan BUMD, yaitu tindakan yang ditujukan untuk membuat setiap BUMD menghasilkan laba termasuk mengubah mekanisme pengendalian oleh Pemerintah Daerah yang semula kontrol secara langsung melalui berbagai bentuk perizinan, aturan, dan petunjuk menjadi kontrol yang berorientasi kepada hasil. Artinya Pemerintah Daerah selaku pemegang saham hanya menentukan target kuantitatif dan kualitatif yang menjadi performance indicator yang harus dicapai oleh manajemen, misalnya Return On Equity (ROE) tertentu yang didasarkan kepada benchmarking kinerja yang sesuai dengan perusahaan sejenis;Pengkajian secara komprehensif terhadap keberadaan BUMD, karena selama ini BUMD dianggap kurang tepat bila disebut sebagai lembaga korporasi, khususnya, dikaitkan dengan upaya pemberdayaan BUMD agar dapat menjadi salah satu sumber keuangan daerah; Restrukturisasi BUMD dengan prinsip Good Corporate Governance dapat dikelompokkan kedalam 2 (dua) kelompok yaitu : a. Kelompok BUMD PDAM dimana tersedia berbagai pilihan restrukturisasi Perusahaan yang dapat dilakukan tergantung permasalahan yang dihadapi dan potensi yang tersedia; b. Kelompok BUMD Non PDAM, dapat diselesaikan secara kasus per kasus dengan berbagai pilihan sesuai dengan visi pengelolaan BUMD yang bersangkutan. Profitisasi BUMD Profitisasi BUMD dalam rangka menghasilkan keuntungan atau laba serta memberikan kontribusi pada Pemerintah Daerah yaitu dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Melakukan proses penyehatan perusahaan secara menyeluruh meningkatkan kompetensi manajemen dan kualitas Sumber Daya Manusia;
dengan
b. Mengarahkan BUMD untuk dapat berbisnis secara terfokus dan terspesialisasi dengan pengelolaan yang bersih, transparan dan professional; c. Bagi BUMD yang misi utama untuk pelayanan publik dan pelayanan sosial, diberikan sasaran kuantitatif dan kualitatif tertentu; d. Memberdayakan Direksi dan Badan Pengawas yang dipilih dan bekerja berdasarkan profesionalisme melalui proses fit and proper test; e. Merumuskan kebijakan yang diarahkan kepada tarif yang wajar, kenaikan harga produk (minimal menyesuaikan dengan inflasi, tarif listrik, BBM, dan lain-lain) untuk menghindarkan biaya produksi yang jauh lebih mahal, sehingga profit dapat diraih. Privatisasi BUMD Privatisasi utamanya bertujuan agar BUMD terbebaskan dari intervensi langsung birokrasi dan dapat mewujudkan pengelolaan bisnis yang efisien, profesional dan transparan. Diharapkan setelah melalui tahapan restrukturisasi, pihak perusahaan swasta akan berminat mengembangkan usaha dengan cara melakukan aliansi strategis dengan BUMD, dan bila memungkinkan untuk BUMD yang sehat dan 13
memiliki prospek bisnis dapat menawarkan penjualan saham melalui Pasar Modal yang didahului Initial Public Offering (IPO). Penataan dan penyehatan BUMD yang usahanya bersinggungan dengan kepentingan umum dan bergerak dalam penyediaan fasilitas publik ditujukan agar pengelolaan usahanya menjadi lebih efisien, transparan, profesional. Hubungan kemitraan dapat dilaksanakan dalam bentuk kerjasama usaha yang saling menunjang dan menguntungkan antara koperasi, swasta, dan BUMD, serta antara usaha besar, menengah dan kecil dalam rangka memperkuat struktur ekonomi nasional. Bagi BUMD yang usahanya tidak berkaitan dengan kepentingan umum didorong untuk privatisasi melalui pasar modal. BUMD infrastruktur tentunya harus dikelola secara profesional sehingga kinerjanya dapat ditingkatkan dan mampu menjalin kerjasama yang saling menguntungkan dengan berbagai pihak operator swasta dan Pemerintah Daerah. Aliansi Stragis dengan operator swasta sangat dibutuhkan untuk mengisi peluang usaha telekomunikasi yang kompetitif pada segmen pasar tertentu. Sebagai konsekuensi logis implementasi otonomi daerah, maka peranan Pemerintah Daerah sebagai salah satu stakeholder mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dalam penentuan arah kebijakan publik di daerahnya. Untuk itu perlu dikaji lebih mendalam pengembangan kerjasama Pemerintah Daerah dengan pihak swasta, baik langsung maupun melalui BUMD dalam dalam rangka menjalin hubungan kemitraan yang saling menguntungkan. Untuk memelihara sense of belonging, daerah/BUMD dan masyarakat dapat diberi peluang untuk memiliki sebagian saham BUMN tertentu yang berusaha di daerahnya sehingga merasa ikut memiliki dan turut bertanggung jawab atas keberhasilan usahanya. Dalam upaya optimalisasi sumber-sumber pembiayaan dan investasi bagi daerah otonom, diperlukan dukungan pemerintah dalam berbagai bentuk pembinaan dan pengawasan di berbagai bidang. Kebijakan dari sisi penggunaan 1. Meningkatkan mekanisme kontrol dari masyarakat dan LSM terhadap pelaksanaan pengelolaan keuangan Daerah sebagai wujud nyata pelaksanaan asas transparansi dan akuntabilitas fiskal. 2. Memberikan arahan yang jelas tentang alokasi anggaran terhadap sumber - sumber penerimaan baik PAD maupun transfer pusat. Adapun peran pusat hanya sekedar memberikan arahan tentang hal yang seyogyanya dilakukan oleh Daerah. Semua keputusan tentang mekanisme pelaksanaan alokasi anggaran sepenuhnya menjadi kewenangan daerah sesuai dengan nafas otonomi itu sendiri. Adapun aturan alokasi tersebut misalnya: PAD sampai prosentase tertentu digunakan untuk pembayaran gaji pokok aparat Daerah dengan memberikan standar yang sama di seluruh Indonesia. Untuk beberapa Daerah yang memiliki PAD tinggi dan kelebihan setelah digunakan untuk pembayaran gaji pokok dapat dimanfaatkan sebagai kekayaan Daerah. Sementara DAU yang diterima sampai prosentase tertentu digunakan untuk dana operasional (tunjangan) aparat Daerah, pelayanan publik yang bersifat intangible serta proyek pembangunan jangka pendek. Sementara DAK diarahkan untuk mensukseskan program nasional yang bersifat prioritas serta pencapaian Standar Pelayanan Minimal di masing-masing Daerah. Sementara untuk proyek pembangunan Daerah jangka panjang diarahkan pada sumber dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan melalui Propinsi dan Menteri Teknis.
Diharapkan dengan adanya beberapa pilihan kebijakan yang dapat diambil oleh pusat tersebut dapat menghilangkan upaya daerah untuk menggali sumber-sumber PAD yang berdampak distorsi terhadap perekonomian demi mengejar satu tujuan kemandirian Daerah yang masih merupakan harapan jauh di angkasa.
2.1.6 Penelitian Terdahulu Penelitian ini dimaksudkan untuk menggali informasi tentang Perananan BUMD terhadap PAD yang sudah diteliti oleh peneliti lain. Dengan penelusuran penelitian terdahulu maka akan dapat dipastikan ruang yang didapat oleh penelitian ini. Beberapa penelitian mengenai BUMD dan PAD telah banyak dilakukan, 1. Tavip Agus Rayanto (1998) meneliti tentang Pemerintah Daerah BUMD(Badan Usaha Milik Daerah BUMD) telah memberikan kontribusi yang sangat sedikit kepada Pemerintah Daerah seluruh Pendapatan (Pendapatan Asli Daerah). Hal ini juga ironis bahwa sepanjang eksistensi BUMD telah banyak bergantung pada peraturan pemerintah dan diberi monopoli dalam bisnisnya. Misi ambigu BUMD "antara agen pembangunan dan profit center " terbukti menjadi kendala utama untuk sistem manajemen. Dari perspektif manajemen strategis dan analisis SWOT, diketahui bahwa BUMD harus mengadopsi berbelok-sekitar pendekatan, untuk meminimalkan kelemahan dan mencoba untuk mendapatkan manfaat maksimal dari kesempatan yang terbuka lebar. Isu-isu strategis yang akan ditangani oleh manajemen BUMD yang cukup kompleks. Tetapi antara isu-isu yang paling penting adalah: kurangnya sumber daya manusia yang profesional, struktur organisasi fleksibel dan produk rendah atau kualitas layanan. Untuk mengatasi masalah ini, direkomendasikan bahwa BUMD akan datang dengan program strategis pengembangan sumber daya manusia, untuk menerapkan struktur organisasi yang lebih adaptif dan datar, dan mengadopsi Total Quality Management (TQM) sistem agar lebih responsif terhadap pelanggan. 2. Abdul Halim (2001) Studi ini mencoba untuk membandingkan secara empiris dan menganalisis peran (proporsi) dari Pemerintah Daerah Asli Realisasi Penerimaan (Pendapatan Asti Daerah atau PAD) pada Pemerintah Daerah Realisasi Jumlah Penerimaan Anggaran Pemerintah Daerah (anggaran Pendapatan Belanja Daerah klan atau APBD). Hal ini juga menganalisis peran pajak daerah yang sebenarnya dan retributions lokal "sebagai sumber utama PADA " pada PAD. Menggunakan pemerintah provinsi, studi ini melakukan perbandingan karena "tegangan fiskal" (yaitu, krisis ekonomi dan peluncuran pajak daerah dan retribusi baru pada tahun 1997). 3. Agus Setyawan , Anton and Wahyono, Wahyono (2007) Saat ini, BUMD memainkan peranan penting dalam pembangunan ekonomi daerah. Sebagai institusi bisnis yang dimiliki oleh pemerintahan daerah, BUMD memiliki dua tujuan tertentu, mereka adalah pelayan publik dan sumber daya keuntungan. Banyak BUMD di Indonesia memiliki kinerja yang sangat buruk. Mereka tidak bisa memberikan kontribusi cukup tinggi untuk anggaran governments lokal. Sayangnya, mereka menjadi pusat biaya lembaga bukan profit center. Kemudian lagi, BUMD memiliki sumber daya tersembunyi banyak yang belum dieksplorasi. Penelitian ini bertujuan terlalu menganalisis kinerja keuangan BUMD. Menggunakan Analisis Data Supplier (DEA) untuk mengukur efisiensi keuangan di BUMD di Sragen. Penelitian ini menganalisis empat BKK (suatu bentuk lembaga
BUMD keuangan) di Sragen. Mereka adalah BKK dari Kalijambe, BKK dari Gemolong, BKK dari Plupuh dan BKK dari Miri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari BKK Gemolong dan BKK dari Plupuh tidak efisien. Analisis DEA dari BKK dari Gemolong menunjukkan nilai keberatan 0,8597199 sedangkan nilai keberatan dari BKK Plupuh adalah 0,6939977. Implikasi manajerial dari penelitian ini adalah BKK Gemolong dan BKK dari dari Plupuh telah untuk meningkatkan output mereka. BKK dari Gemolong harus meningkatkan produksi mereka dengan kredit meningkat, sedangkan BKK dari Plupuh harus meningkatkan aset mereka saat ini. 4. Tae, Yustinus Bere (2009) Meneliti tentang Peranan BUMD terhadap pendapatan asli daerah Nusa Tenggara Timur dengan studi kasus pada PD Flobamor. Sejak dikeluarkannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang Otonomi Daerah, maka persoalan kemampuan daerah baik secara ekonomi maupun politis perlu menjadi perhatian Pemerintah Daerah. Isu penting yang menarik secara ekonomis untuk diperbincangkan dan diteliti dalam era otonomi daerah ini adalah menyangkut sumbersumber pendapatan daerah yang perlu digali dalam upaya menggantikan penerimaan yang diperoleh dari pemerintah pusat. Isu ini dapat dikatakan sangat strategis oleh karena mengingat pelaksanaan otonomi daerah diartikan sebagai kemandirian daerah dari sisi pembiayaan pembangunan. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), mempunyai kedudukan yang sangat penting dan strategis dalam mendukung pelaksanaan otonomi daerah. Oleh karena itu BUMD perlu dikelola dengan baik dan dioptimalkan pengelolaannya agar benar-benar menjadi suatu kekuatan ekonomi yang handal sehingga dengan demikian dapat berperan secara aktif, baik dalam menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai salah satu lembaga ekonomi di daerah yang diharapkan dapat mencari laba atau keuntungan, selanjutnya dari laba tersebut dapat dikontribusikan sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD). Untuk mencapai sasaran dan tujuan BUMD tersebut, maka BUMD perlu dikelola secara profesional baik dari segi manajemen dan sumber daya manusia (SDM), maupun sarana dan prasarana yang memadai sehingga memiliki kedudukan yang sejajar dengan kekuatan sektor perekonomian lainnya. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengukur dan mengevaluasi kinerja PD. Flobamor selama periode tahun 2003 - 2007, menganalisis kemungkinan pengembangan PD Flobamor sebagai perusahaan daerah milik Pemda Provinsi Nusa Tenggara Timur yang mampu untuk mendatangkan laba sehingga diharapkan dapat berkompetisi di masa yang akan datang. Selain daripada itu, tujuan penelitian ini diharapkan juga memberikan masukan yang bermanfaat bagi pihak manajemen PD Flobamor maupun pihak Pemerintah Daerah agar dapat meningkatkan peran PD Flobamor dalam rangka memberikan kontribusi yang signifikan terhadap PAD Provinsi NTT. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara melakukan studi lapangan yakni melakukan pengamatan pada obyek penelitian, wawancara dengan pihak manajemen perusahaan dan pihak terkait lainnya. Data sekunder yang digunakan adalah necara keuangan PD Flobamor, data keuangan mengenai laba/rugi dari unit-unit usaha yang dikelola oleh PD Flobamor dan data non keuangan aspek operasional dan administrasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja PD Flobamor rendah dan cenderung merugi dari tahun ke tahun, di mana pada tahun 2003 kerugian perusahaan sebesar Rp209.105.253, tahun 2004 sebesar Rp161,005,932 dan pada tahun 2006 sebesar Rp1,154,969,738, kerugian ini disebabkan oleh karena pengelolaan perusahaan yang belum maksimal dan biaya-biaya operasional perusahaan terlalu tinggi yang dapat mempengaruhi tingkat keuntungan perusahaan. Faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi kinerja perusahaan adalah masih terdapat campur tangan dan lambannya pihak pemerintah dalam mengantisipasi perubahan situasi dan kondisi bisnis. Berdasarkan kondisi perusahaan yang cenderung
merugi, maka strategi yang ditawarkan adalah strategi penyehatan perusahaan, strategi pengusahaan perusahaan dan strategi pertumbuhan sedangkan solusi alternatifnya adalah redefinisi visi dan misi perusahaan, peningkatan kualitas SDM Karyawan, menetapkan bisnis utama (Core Business), campur tangan birokrasi perlu dieliminir dan yang terpenting adalah merevisi kembali Undang-undang Nomor 5 tahun 1962, di mana secara konseptual menurut Undang-undang ini BUMD yang didirikan menganut dualisme fungsi dan peranan yang saling tarik menarik atau dapat dikatakan sulit dipadukan antara fungsi dan peranan BUMD sebagai lembaga ekonomi yang seharusnya mencari laba akan tetapi disamping itu melekat pula fungsi pelayanan umum (Public Service).
3. Kerangka Penelitian 3.1 Bagan Penelitian BUMD perlu dikelola dengan baik dan dioptimalkan pengelolaannya agar benarbenar menjadi suatu kekuatan ekonomi yang handal sehingga dengan demikian dapat berperan secara aktif, baik dalam menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai salah satu lembaga ekonomi di daerah yang diharapkan dapat mencari laba atau keuntungan, selanjutnya dari laba tersebut dapat dikontribusikan sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD). Untuk mencapai sasaran dan tujuan BUMD tersebut, maka BUMD perlu dikelola secara profesional baik dari segi manajemen dan sumber daya manusia (SDM), maupun sarana dan prasarana yang memadai sehingga memiliki kedudukan yang sejajar dengan kekuatan sektor perekonomian lainnya. Berdasarkan landasan teori pada tinjauan pustaka diatas maka secara skema kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut :
Mewujudkan Kota Kendari sebagai Kota Perikanan dan panorama laut yang indah serta mengenalkan kerajinan perhiasan perak yang terkenal dengan kerapian, keindahan, keanggunan dan kehalusannya yang memiliki aneka motif.
Menjadikan Kota Kendari sebagai penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi untuk wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara dengan mengembangkan sumber daya manusia dan ekonomi kerakyatan.
Masalah: Belum optimalnya pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah dalam upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah Kendari serta bagaimana cara meningkatkannya?
Isu-isu strategis yang akan ditangani oleh manajemen BUMD yang cukup kompleks. Tetapi antara isu-isu yang paling penting adalah: kurangnya sumber daya manusia yang profesional, struktur organisasi fleksibel dan produk rendah atau kualitas layanan. Untuk mengatasi masalah ini, direkomendasikan bahwa BUMD akan datang dengan program strategis pengembangan sumber daya manusia, untuk meningkatkan PAD
Jurnal: Kebijakan strategis BUMD digunakan pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dengan adanya sumber daya manusia yang handal dan struktur organisasi fleksibel untuk membentk BUMD dapat juga berpengaruh untuk meningkatkan PAD.
Model: model ekonomi, baik hubungan secara langsung, tidak langsung maupun hubungan timbal balik (kausalitas).
3.2 Model Penelitian Model Penelitian dalam Peranan BUMD terhadap PAD kota Kendari adalah dengan: BUMD : Laba BUMD PAD: Pendapatan Asli Daerah
4.Hipotesis Untuk dapat mengarahkan hasil penelitian, disampaikan suatu hipotesis penelitian. Hipotesis ini akan diuji kebenarannya dan hasil ujian ini akan dapat dipakai sebagai masukan dalam menentukan kebijakan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hipotesis adalah suatu pernyataan yang dikemukakan dan masih lemah kebenarannya. Hipotesis juga dipandang sebagai konklusi yang sifatnya sementara. Sesuai dengan masalah di atas dapat diambil hipotesa sebagai berikut : a. H0 yaitu Laba BUMD tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap PAD di Kota Kendari b. H1 yaitu Laba BUMD mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap PAD di kota Kendari.
5. Daftar Pustaka Adi, Priyo Hari. 2006a. Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Belanja Pembangunan dan Pendapatan Asli Daerah Studi pada Kabupaten dan Kota se Jawa- Bali. Jurnal Kritis: Univeritas Kristen Satya Wacana Salatiga. Adi, Priyo Hari, dan Harianto. 2007b. Hubungan antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Pendapatan Per Kapita. Jurnal Kritis: Univeritas Kristen Satya Wacana Salatiga. Bambang, Kesit. 2004. Analisis Pengaruh DAU dan PAD terhadap Prediksi Belanja Daerah. Jurnal Akuntansi. Universitas Islam Indonesia. Kuncoro. 2007. Fenomena Flypaper Effect pada Kinerja Keuangan Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia. Jurnal Kritis: Universitas Negeri Jakarta. Ghozali, Imam. 2007. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro: Semarang. Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan Pemerintah (PP) nomor 55 tahun 2005 tentang Dana perimbangan. Sapir, Abdurahman. 2007. Pengaruh DAU dan PAD terhadap Belanja Daerah Studi pada Kabupaten/Kota di Kalimantan. Skripsi tidak dipublikasikan: UMM. Yustikasari, Yulia, dan Darwanto. 2007. Pengaruh Perumbuhan Ekonomi, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Jurnal Kritis: Univeritas GadjahMada Yogyakarta.
5. Ucapan Terima Kasih Bismillahirrahmannirrahim Metode Penelitian ini merupakan pengalaman pertama penulis, sehingga penulis mohon maaf jika sekiranya dalam karangan ini terdapat kejanggalan-kejanggalan, baik isi maupun cara pembuatannya yang masih banyak terdapat kesalahan. Selama proses penulisan ini, penulis menerima banyak bantuan dari berbagai pihak, baik berupa peminjaman buku, sumbangan kertas maupun dorongan moril. Juga dari segenap staf perpustakaan musium, bantuan yang diberikan sangat penulis hargai. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada : 1. Allah SWT yang selalu memberi lindungan dan nikmat kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini dan kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW 2. Bapak Tony S. Chendrawan, ST., SE., M.Si selaku dosen Ekonomi Wilayah Dan Kota sekaligus Pembimbing karya ilmiah ini 3. Terima kasih kepada keluarga besar saya terutama untuk Mama dan Papa saya tercinta juga untuk (Kaka, Ica, Iih, Om Agung, dan Uni ). 4. Sahabat-Sahabat saya ( devi, ka arin, sarah, sinta, indri, josie dan yudha) dan HOLLY Walaupun demikian, semua kekurangan dan kesalahan pada penulisan ini adalah karena kelalaian penulis sendiri, terutama kesalahan ketik dan cara-cara membuat catatan lain. Sekali lagi penulis memohon maaf. Semoga metode penelitian yang sederhana ini akan ada manfaatnya. Jakarta, Mei 2011