Anda di halaman 1dari 8

KERACUNAN ULAR BERBISA Diagnosis banding untuk snakebite antara lain :

Anafilasis Trombosis vena bagian dalam Trauma vaskular ekstrimitas Scorpion Sting Syok septik Luka infeksi

Definisi Bisa ular (venom) merupakan ludah yang termodifikasi campuran kompleks terutama protein yang memiliki aktivitas enzimatik, dihasilkan oleh kelenjar ludah parotid berfungsi untuk melumpuhkan mangsa dan berperan pada sistem pertahanan diri. terdiri fosfolipase A, hialuronidase, ATP-ase, 5 nukleotidase, kolin esterase, protease, fosfomonoesterase, RNA-ase, DNA-ase , Hialuronidase, Amin biogenik (histamin dan 5-hidroksitriptami) menyebabkan destruksi jaringan lokal, bersifat toksik terhadap saraf terjadihemolisis / pelepasan histamine timbul reaksi anafilaksis merusak bahan dasar sel memudahkan penyebaran racun. (de Jong, 1998)

rasa nyeri pada gigitan ular


fosfolipase Aterjadi aktivitas neurotoksik presinaptik, rabdomiolisis dan kerusakan endotel vaskular.

Golden Diagnostic riwayat gigitan ular Nyeri hebat yang tidak sebanding dengan besar luka bengkak, eritema, petekie, ekimosis, bula,

memar sampai tanda nekrosis jaringan.

Epidemiologi Korban gigitan ular terutama : petani, pekerja perkebunan, nelayan, pawing ular, pemburu, dan penangkap ular. terjadi ketika orang tidak mengenakan alas kaki atau hanya memakai sandal dan menginjak ular secara tidak sengaja.atau pada penghuni rumah, ketika ular ular masuk mencari mangsa (cicak, katak, tikus)

Etiologi Ada 2000 spesies ular, yang berbisa hanya sekitar 250 spesies. Berdasarkan morfologi gigi taringnya, dkalsifikasikan 4 familli ular:

Famili Elapidae : ular weling, ular welang, ular sendok, ular anang dan ular cabai Familli Crotalidae/ Viperidae : ular tanah, ular hijau dan ular bandotan puspo Familli Hydrophidae : ular laut Familli Colubridae : ular pohon

Ciri ciri ular berbisa:


Bentuk kepala segi empat panjang Gigi taring kecil Bekas gigitan, luka halus berbentuk lengkung

Ciri ciri ular tidak berbisa:


Kepala segi tiga Dua gigi taring besar di rahang atas Dua luka gigitan utama akibat gigi taring

Jenis ular dan dampak yang ditimbulkan :

Hematotoksik :Trimeresurus albolais (ular hijau), Ankistrodon rhodostoma (ular tanah) aktivitas hemoragik . Viperidae perdarahan spontan dan kerusakan endotel (racun prokoagulan memicu kaskade pembekuan)

Neurotoksik, Bungarusfasciatus (ular welang), Naya Sputatrix (ular sendok), ular kobra, ular laut. Neurotoksin pascasinaps seperti -bungarotoxin dan cobrotoxin terikat pada reseptor asetilkolin

pada motor end-plate neurotoxin prasinaps seperti -bungarotoxin, crotoxin, taipoxin dan notexin fosfolipase-A2 cegah pelepasan asetilkolin pada neuromuscular junction. Beberapa spesies Viperidae, hydrophiidae produksi rabdomiolisin sistemik dan spesies yang lain menimbulkan mionekrosis pada tempat gigitan.

Patofisiology Bisa ular mengandung toksin dan enzim yang berasal dari air liur yg bersifat: (ular Cobra) Neurotoksin pada saraf perifer atau sentral paralise otot-otot lurik, kelumpuhan otot pernafasan, kardiovaskuler yang terganggu, derajat kesadaran menurun / koma. (ular Ancistrodon) Haemotoksin (bersifat hemolitik dengan zat antara fosfolipase dan enzim lainnya) koagulasi(penggumpalan partikel koloid) dg mengaktifkan protrombin Perdarahan (akibat lisisnya sel darah merah karena toksin) luka bekas gigitan terus berdarah, haematom pada tiap suntikan IM, hematuria, hemoptisis, hematemesis, gagal ginjal. Myotoksin rhabdomiolisis(penghancuran serat sel otot) berhubungan haemotoksin, kerusakan sel-sel otot Myoglobulinuria(pengeluaran mioglobulin pd urin) kerusakan ginjal dan hiperkalemia Kardiotoksin rusak serat-serat otot jantung kerusakan otot jantung. Cytotoksin lepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lain terganggunya kardiovaskuler.

Cytolitik peradangan dan nekrose di jaringan pada tempat patukan Enzim-enzim: termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran bisa.

Menurut Schwartz (Depkes,2001) gigitan ular dapat di klasifikasikan sebagai berikut:


Derajat 0 I II Venerasi 0 +/+ Luka gigit + + + Nyeri +/+ +++ Udem/ Eritem <3cm/12> 3-12 cm/12 jam >12-25 cm/12 jam Tanda sistemik 0 0 + Neurotoksik, Mual, pusing, syok III ++ + +++ >25 cm/12 jam ++ Syok, petekia, ekimosis IV +++ + +++ >ekstrimitas ++ Gangguan faal ginjal, Koma, perdarahan

Manifestasi Klinis Tanda dan gejala lokal 1. Tanda gigi taring 2. Nyeri lokal 3. Pendarahan lokal 4. Bruising 5. lymphangitis 6. Bengkak, merah, panas 7. Melepuh 8. Necrosis

Gejala dan tanda sistemik umum Umum mual, muntah, malaise, nyeri abdominal, weakness, drowsiness, prostration Kardiovascular (Viperidae) Visual disturbances, dizziness, faintness, collapse, shock, hypotension, arrhythmia cardiac, oedema pulmo, oedema conjungtiva Kelainan perdarahan dan pembekuan darah (Viperidae)

Perdarahan dari luka gigitan Perdarahan sitemik spontan dri gusi, epistaksis, hemopteu, hematemesis, melena, hematuri, perdarahan per vaginam, perdarahan pada kulit seperti petechiae, purpura, Ecchymoses dan pada mukosa seperti pada konjungtiva, perdarahan intrakranial

Neurologik (Elapidae, Russells viper) Drowsiness, paraesthesiae, abnormalitas dari penciuman dan perabaan, heavy eyelids, ptosis, ophthalmoplegia external, paralysis dari otot wajah dan otot lai yang di inervasi oleh nervus kranialis, aphonia, difficulty in swallowing secretions, respiratory and generalised flaccid paralysis Otot rangka (sea snakes, Russells viper) Nyeri menyeluruh, stiffness and tenderness of muscles, trismus, myoglobinuria, hyperkalaemia, cardiac arrest, gagal ginjal akut Ginjal (Viperidae, sea snakes) LBP (lower back pain), haematuria, haemoglobinuria, myoglobinuria, oliguria/anuria, tanda dan gejala dari uraemia (nafas asidosis, hiccups, nausea, pleuritic chest pain) Endokrin (acute pituitary/adrenal insufficiency) (Russells viper) Fase akut: syok, hypoglycaemia

Fase kronik (beberapa bulan sampai tahun setelah gigitan): weakness, loss of secondary sexual hair, amenorrhoea, testicular atrophy, hypothyroidism. (Warrell, 1999) Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan darah: Hb, Leukosit, trombosit, kreatinin, urea N, elektrolit, waktu perdarahan, waktu pembekuan, waktu protobin, fibrinogen, APTT, D-dimer, uji faal hepar, golongan darah dan uji cocok silang

Pemeriksaan urin: hematuria, glikosuria, proteinuria (mioglobulinuria) EKG Foto dada

Penatalaksanaan Tindakan menolong penderita yang digigit ular berbisa: - Luka dicuci dengan air bersih atau dengan larutan kalium permanganat untuk menghilangkan atau menetralisir bisa ular yang belum terabsorpsi. - Jika gigitan terjadi dalam waktu kurang dari setengah jam, buat sayatan silang di tempat masuknya gigi taring ular sepanjang dan sedalam 0,5 cm, kemudian lakukan pengisapan mekanis. - Usaha menghambat penyerapan dapat dilakukan dengan memasang turniket beberapa sentimeter di atas gigitan/pembengkakan yang telah terlihat, dengan tekanan yang cukup untuk menghambat aliran vena dan aliran limfe tetapi lebih rendah dari pada tekanan arteri (denyut nadi distal tetap teraba) - Dalam 12 jam pertama anggota badan yang digigit didinginkan dengan es batu. - Letakkan daerah gigitan lebih rendah dari tubuh. Penderita dilarang bergerak sehingga perlu imobilisasi anggota badan yang digigit dengan cara memasang bidai. - Pengobatan penunjang berupa: infus NaCl 0,9% - Antibiotik profilkasis Ciprofloxacin 2 x 500 mg - Pemberian Anti Tetanus Serum (ATS) 1500 U atau Ig 250 U intramuskuler dan Tetanus Toksoid 1 ml. - Bila timbul gejala umum seperti syok, lumpuh dan sesak nafas, penderita harus dirujuk ke rumah sakit. -Gigitan ular tak berbisa tidak memerlukan pertolongan khusus, kecuali pencegahan infeksi

- Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian Anti Bisa Ular (ABU): Pemilihan anti bisa ular tergantung dari spesies ular yang menggigit, dosis yang tepat sulit untuk ditentukan karena tergantung dari jumlah bisa ular yang masuk dan keadaan korban sewaktu menerima anti serum. Dosis pertama sebanyak 2 vial @ 5 ml sebagai larutan 2% dalam garam faal dapat diberikan sebagai infus dengan kecepatan 40 - 80 tetes per menit, kemudian diulang setiap 6 jam. Apabila diperlukan (misalnya gejala-gejala tidak berkurang atau bertambah) anti serum dapat terus diberikan setiap 24 jam sampai maksimum (80 - 100 ml). Anti serum yang tidak diencerkan dapat diberikan langsung sebagai suntikan intravena dengan sangat perlahan-lahan.

- Efek Samping ABU: a) Reaksi anafilaktik; jarang terjadi b) Serum sickness; dapat timbul 7-10 hari setelah suntikan berupa demam, gatal-gatal, eksantema, sesak napas c) Demam disertai menggigil yang biasanya timbul setelah pemberian serum secara intravena. d) Rasa nyeri pada tempat suntikan; yang biasanya timbul pada penyuntikan serum dalam jumlah besar

- Pengaruh Anti Bisa Ular: Terhadap Kehamilan : Tidak ada data mengenai penggunaan anti bisa ular pada kehamilan. Keuntungan penggunaan terhadap ibu dan bayi melebihi kemungkian risiko penggunaan serum anti bisa ular. Terhadap Ibu Menyusui : Keuntungan pengunaan terhadap ibu melebihi kemungkinan risiko pada bayi. Terhadap Anak-anak : Anak-anak mempunyai risiko yang lebih besar terhadap envenoming yang parah karena massa tubuh yang lebih kecil dan kemungkinan aktivitas fisik yang lebih besar. Anak-anak membutuhkan dosis yang sama dengan dewasa, dan tidak boleh diberikan dosis anak berdasarkan berat badan (pediatric weight-adjusted dose);disebabkan hal ini dapat menimbulkan perkiraan dosis yang lebih rendah.

Prognosis Baik, dengan penanganan yang tepat Waktu adalah musuh utama lambatnya penanganan akan memperberat dampak dan komplikasi yang akan timbul

Komplikasi Syok hipovolemik Gangguan saraf pusat Koagulasi Intravaskuler Disseminata Depresi otot pernapasan

Anda mungkin juga menyukai