Anda di halaman 1dari 4

B. MIE 1. Terigu Terigu diperoleh dari penggilingan biji gandum yang telah dibersihkan.

Terigu hasil penggilingan harus bersifat mudah tercurah, kering dan tidak boleh menggumpal jika ditekan, berwarna putih, bebas dari kulit partikel, tidak berbau asing seperti busuk, tidak tengik, juga bebas dari serangga, jamur, tikus, kotoran, dan kontaminasi asing lainnya (Sunarya, 1985). Tepung terigu mengandung protein 7 sampai 22%, minimal tersusun dari 5 jenis protein, yaitu albumin yang larut dalam air, globulin, dan protease yang larut dalam garam, gliadin yang larut dalam alkohol 70% dan glutenin yang larut dalam asam atau basa. Glutenin dan gliadin bila dicampur air akan membentuk gluten (Winarno, 1991). Gluten merupakan suatu massa yang kohesif, viskoelastis dan dapat meregang secara elastis. Bagian yang penting dalam struktur gluten adalah ikatan sulfida dan ikatan ion. Reduksi pada ikatan disulfida akanj mengurangi kekuatan gluten. Perubahan besar kandungan protein dapat terjadi dengan reduksi hanya 4-5% dari total ikatan disulfida yang ada. protein gluten, sehingga mempengaruhi kekuatan gluten. Karakteristik rheologi dari gluten dipengaruhi oleh perbandingan gliadin dengan glutelin dan hidrofobisitas (ketidaklarutan dalam air) gliadin. Peningkatan jumlah gliadin memperlemah karakteristik elastis gluten dengan mengurangi ikatan silang. Karakteristik elastis gluten dianggap berasal dari fraksi glutelin, sedang karakteristik elastis gluten dianggap berasal dari fraksi glutelin, sedang karakteristik kuat dan melekat diperoleh dari fraksi gliadin (Ruter, 1978). Gluten ini antara lain berfungsi untuk mempertahankan udara di dalamnya sehingga adonan dapat mengembang dan menjadi kenyal. 2. Pembuatan Mie Bahan baku yang umum digunakan dalam pembuatan mie adalah tepung dan air yang berfungsi sebagai agen pengeras karena dapat bergabung dengan protein tepu ng dan membantu pembentukan gluten, dengan bahan Selain ikatan disulfida, ikatan ion merupakan bagian yang penting dalam interaksi antara

tambahan, antara lain garam dapur. Air abu dalam hal ini yang biasa digunakan adalah natrium karbonat, kalium karbonat dan natrium polifosfat sebagai bahan alkali dalam pembuatan mie. Fungsi garakm dapur adalah sebagai pengikat gluten selama proses pencampuran sehingga adonan sedikit mengembang dan juga garam dapur ini memberikan efek rasa pada mie. Fungsi dari natrium karbonat adalah untuk meningkatkan kehalusan dan tekstur mie. Kalium karbonat untuk meingkatkan sifat kekenyalan mie dan natrium polifosfat adalah untuk meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mie. Dapat pula ditambahkan bahan pengembang, zat warna dan bumbubumbu penyedap dalam adonan mie tersebut. Adapun proses pembuatan mie terdiri dari beberapa tahapan, yaitu tahap pencampuran, roll press (pementukan adonan), pembentukan mie, pengukusan atau penguapan, penggorengan atau pengeringan, pendinginan dan pengemasan (Sunaryo, 1985). Tahap perama adlah pencampuran, bertujuan agar hidrasi tepung dengan air berlangsung secara merata dan menarik serat-serat gluten. Untuk mendapatkan adonan yang baik harus diperhatikan jumlah penambahan air (28-38%) jika kurang dari 28% adonan menjadi rapuh, jika lebih dari 38% maka adonan menjadi basah dan menyulitkan dalam proses selanjutnya. Waktu pengadukan adalah 15-25 menit, jika kurang dari 15 menit adonan yang dihasilkan sangat lunak dan lengket sedangkan jika lebih dari 25 menit adonan akan rapuh, keras dan kering. Suhu adonan yang baik adalah sekitar 24-400C, apabila suhunya kurang dari 240C dapat menyebabkan adonan keras, rapuh dan keras dan apabila lebih dari 400C dapat menyebabkan enzim sangat aktif, penguraian gluten semakin besar, menurunnya elastisitas dan meningkatnya kelengketan. Proses pementukan lembaran bertujuan untuk menghaluskan seratserat gluten yang membuat lemaran adonan. Pasta yang dibuat lembaran sebaiknya tidak bersuhu rendah yaitu kurang dari 250C, karena pada suhu tersebut dapat mengakibatkan lembaran pasta pecah-pecah dan kasar, mie yang terbentuk juga mudah patah. Perlu diperhatikan juga dalam menyeragamkan roll press karena apabila tidak seragam akan menghasilkan

lembaran mie dengan kelenturan yang berbeda. Tebal akhir dari produk mie adalah sekitar 1,2-2 mm. Pada proses pemotongan lembaran, lembaran adonan yang tipis dipotong memanjang dengan roll pemotong mie. Tujuan dari proses ini adalah untuk mementuk pita-pita mie dengan ukuran 1-2 mm. Proses ini harus cepat, mie yang telah dipotong harus segera diangkat karena akan mengakibatkan lengketnya mie satu dengan yang lain dan ini akan menyulitkan dalam proses pengukusan. Dalam proses pengukusan ini terjadi gelatinisasi pati dan koagulasi gluten sehingga dengan terjadinya dehidrasi air dari gluten akan menyebabkan timbulnya kekenyalan mie. Gelatinisasi menyebabkan pati meleleh ke permukaan mie dan membentuk lapisan tipis yang dapat mengurangi penyerapan minyak dan memberikan kelembutan mie. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengukusan adalah : 1. Mutu uap panas Mutu uap panas yang baik, adalah uap panas basah, yang diperoleh dengan mengatur agar tekanan uap panas yang diperoleh dari boiler cukup rendah. Bila tekanan terlalu rendah maka mie akan lembek, karena uap panas mengnadung air dalam jumlah cukup besar. Hal ini dapat mengakibatkan mie menggulung pada nett steam. Bila tekanan terlalu tinggi, maka pati tidak akan tergelatinisasi sempurna. 2. Jumlah uap panas Jumlah uap panas berkaitan dengan panas yang diterima oleh mie, uap panas merupakan media penghantar panas. Sehingga bila jumlah uap panas banyak maka penetrasi panas akan semakin baik. 3. HOR (Hole Open Ratio) pipa uap panas HOR merupakan perbandingan jumlah luas lubang pada pipa steam dengan luas penampang uap panas. Bila HOR tinggi, gelatinisasi pati akan semakin baik. Selanjutnya dilakukan proses penggorengan (untuk mie instan), pada suhu 140-150oC selama 60-80 detik. Dengan tujuan agar kadar air mencapai 3-5% (dehidrasi sempurna). Suhu minyak yang tinggi akanmenyebabkan air

menguap dengan cepat dan menghasilkan pori-pori halus pada permukaan mie. Sehingga waktu yang digunakan untuk rehidrasi dapat dipersingkat. Selain digoreng dapat dilakuakn juga pengeringan dengan cara penjemuran atau dengan menggunakan oven pengering. Faktor yang mempengaruhi pada proses penggorengan : 1. Untaian mie Semakin tipis untaianm mie maka penterapan minyak akan semakin tinggi. 2. Penguapan pada proses steaming yang kurang baik. Penguapan air yang kurang baik menyebabkan penyerapan minyak yang tinggi. 3. Gelombang mie Apabila gelombang mie terlalu rapat, maka penetrasi minyak akan sulit dan mie hanya matang pada permukaannya saja. Keseragaman kerapatan gelombang mie juga menentukan meratanya kematangan mie. 4. Suhu dan waktu penggorengan Dengan meningkatnya suhu maka waktu penggorengan akan semakin singkat. Untuk itu dilakukan pengaturan penggorengan dengan dua tahapan suhu. Suhu penggorengan depan 120-130oC dan suhu penggorengan belakang 150-160oC degan waktu penggorengan 1-2 menit. Dengan pengaturan suhu seperti ini penyerapan minyak goreng dapat ditekan dan permukaan mie menjadi halus serta mie tidak mengandung gelembung udara. Setelah dikeringkan, mie ditiriskan secara cepat samapai suhu 40oC dengan menggunakan kipas angin pada ban berjalan, hal ini bertujuan agar minyak yang terserap memadat dan menempel pada mie. Jika tidak sempurna, sisa uap air menguap dan mengembun dalam kemasan, apabila hal ini terserap oleh produk mie akan memacu pertumbuhan kapang. Setelah semua proses dilakukan, mie yang dihasilkan siap dikemas.

Anda mungkin juga menyukai