Anda di halaman 1dari 30

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kafein merupakan senyawa alkaloid xantina berbentuk kristal dan berasa pahit yang bekerja sebagai obat perangsang psikoaktif dan diuretik ringan. Kafein ditemukan dalam banyak jenis tanaman seperti Kopi (genus Coffea), Teh atau Cha (Camellia sinensis), Kola, Kakao, kacang kola, Yerba mate (Ilex paraguariensis), Guarana berries (Paullinia cupana), Guayusa (Ilex guayusa) dan Holly Yaupon (Ilex vomitoria). Pada tumbuhan, ia berperan sebagai pestisida alami yang melumpuhkan dan mematikan serangga-serangga tertentu yang memakan tanaman tersebut bahkan dapat membubuh canine atau anjing. Kafein merupakan obat perangsang sistem pusat saraf pada manusia dan dapat mengusir rasa kantuk secara sementara. Kafein bekerja di dalam tubuh dengan mengambil alih reseptor adenosin dalam sel saraf. Peranan utama kafein di dalam tubuh adalah meningkatan kerja psikomotor sehingga tubuh tetap terjaga dan memberikan efek fisiologis berupa peningkatan energi. Dalam dunia medis, kafein yang banyak terkandung dalam minuman yang kita konsumsi hampir setiap hari ini dikenal sebagai trimethylxantine dengan rumus kimia C8H10N4 O2. Minuman yang mengandung kafein, seperti kopi, teh, dan minuman ringan sangat digemari. Kafein merupakan zat psikoaktif yang paling banyak dikonsumsi di dunia. Secara umum konsumsi kafein dilakukan dengan ekstraksi bahan-bahan yang mengandung senyawa tersebut. Ekstraksi harus dilakukan dengan berbagai metode dan teknik yang tepat agar dapat memeroleh rendemen kafein maksimal. Kandungan kafein dalam bahan memiliki kadar atau rendemen yang berbeda. Dalam praktikum ini, dipelajari cara ekstraksi kafein dan analisis kafein dari berbagai tanaman. Analisis kafein dapat membuat praktikan mengerti untuk membedakan kadar kafein pada berbagai tanaman seperti kopi, teh dan coklat.

B. Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mengambil ekstrak kafein dari tanaman kakao, kopi dan teh, menghitung rendemen kafein dan menganalisis kafein menggunakan metode HPLC.

II.

METODOLOGI

A. Bahan dan Alat Pada ekstraksi kafein, bahan yang dibutuhkan adalah kopi bubuk, kopi mentah arabika, kopi mentah robusta, teh hijau, dan teh hitam, dan alkohol. Sedangkan alat yang digunakan adalah statip, labu lemak, kertas saring, selang infus, kapas, kolom kaca, Erlenmeyer, rotary evaporator, gelas piala, dan gelas ukur. Pada penetapan kadar kafein, bahan yang dibutuhkan adalah solven pelarut sebagai mph (mobile phase : campuran masing-masing methanol:air:asam asetat adalah 29:69:3), kafein standar, sempel ekstrak kafein. Sedangkan alat yang digunakan adalah neraca, labu ukur, sonifikator, kertas saring dan alat HPLC. A. Tempat Praktikum dilaksanakan pada hari Selasa, 17 dan 24 Maret 2011 di Laboratorium Pengawasan Mutu. B. Metode 1. Ekstraksi kafein. Hal pertama yang dilakukan adalah menyiapkan alat maserasi. Alat maserasi terdiri dari sebuah labu lemak, kolom kaca, penahan statip, selang kecil, dan gelas erlenmeyer. Alat ini disusun dengan urutan sebagai berikut: labu lemak berada di bagian paling atas lalu di bawahnya ditaruh kolom kaca, keduanya ditahan dengan penahan statip. Kemudian pada ujung bawah bagian kolom dipasang selang infus dan erlenmeyer ditaruh pada bagian paling bawah alat ini sebagai penampung ekstrak bahan yang diekstraksi. Selanjutnya adalah melapisi bagian dasar kolom dengan kapas dan kertas saring. Lalu bahan yang akan diekstraksi dimasukkan ke dalam kolom sebanyak 20 gr. Setelah bahan dimasukkan semua, ambil kapas dan kertas saring lainnya dan dimasukkan ke dalam kolom untuk menutupi bahan uji tersebut.

Setelah kolom terisi bahan uji, labu lemak yang berada di bagian paling atas diisi dengan pelarut, yaitu alkohol, sebanyak 100 ml. Pelalrut lalu dialirkan ke bagian kolom yang berisi bahan sampai bahan uji terendam, dijaga agar jangan sampai ada tetesan yang keluar dari kolom. Setelah bahan uji di kolom terendam, samakan laju tetes alkohol dari labu lemak ke kolom kaca dengan laju tetes ekstrak dari kolom kaca ke erlenmeyer, laju tetesnya sekitas 1 tetes per menit. Ekstraksi dihentikan saat ekstrak telah didapatkan sekitar 60 ml. Ekstrak yang telah ditampung dalam erlenmeyer lalu dievaporasi untuk mendapatkan ekstrak murni menggunakan evaporator. Setelah proses evaporasi selesai, maka ekstrak murni yang didapat diukur volumenya. Setelah itu ekstrak disimpan untuk pengujian selanjutnya. 2. Penetapan kadar kafein Sebanyak 0.2 hasil ekstraksi dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml. Ekstrak tersebut dilarutkan dengan mobile phase (mph) sampai tanda tera. Lalu labu ukur dimasukkan ke dalam sonifikator selama 5 menit untuk menghomogenkan larutan ekstrak+mph. Setelah disonifikasi, larutan lalu disaring menggunakan kertas saring dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Larutan yang berada di tabung reaksi ini menjadi sampel untuk diuji menggunakan High Pressure Liquid Chromatography (HPLC). Setelah itu sampel dimasukkan ke dalam alat HPLC ditunggu sampai alat selesai bekerja dan didapatkan hasilnya.

III. TINJAUAN PUSTAKA

Ekstraksi adalah penyarian zat-zat aktif dari bagian tanaman obat. Adapun tujuan dari ekstraksi yaitu untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Ekstraksi merupakan teknik yang sering digunakan bila senyawa organik (sebagian besar hidrofobik) dilarutkan atau didispersikan dalam air. Pelarut yang tepat (cukup untuk melarutkan senyawa organik seharusnya tidak hidrofobik ) ditambahkan pada fase larutan dalam air, kemudian campuran diaduk dengan baik, sehingga senyawa organik dapat diekstraksi dengan baik. Lapisan organik dan air dapat dipisahkan dengan corong pemisah dan senyawa organik dapat diambil ulang dari lapisan organik dengan menyingkirkan pelarutnya. Pelarut yang paling sering digunakan adalah dietil eter (C2 H5OC2H5 ), yang memiliki titik didih rendah (sehingga mudah dihilangkan) dan dapat melarutkan berbagai senyawa organik. Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan kontak, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut. Secara umum, terdapat empat situasi dalam menentukan tujuan ekstraksi: 1. Senyawa kimia telah diketahui identitasnya untuk diekstraksi dari organisme. Dalam kasus ini, prosedur yang telah dipublikasikan dapat diikuti dan dibuat modifikasi yang sesuai untuk mengembangkan proses atau menyesuaikan dengan kebutuhan pemakai. 2. Bahan diperiksa untuk menemukan kelompok senyawa kimia tertentu, misalnya alkaloid, flavanoid atau saponin, meskipun struktur kimia sebetulnya dari senyawa ini bahkan keberadaannya belum diketahui. Dalam situasi seperti ini, metode umum yang dapat digunakan untuk senyawa kimia yang diminati dapat diperoleh dari pustaka. Hal ini diikuti dengan uji kimia atau kromatografik yang sesuai untuk kelompok senyawa kimia tertentu. 3. Organisme (tanaman atau hewan) digunakan dalam pengobatan tradisional dan biasanya dibuat dengan cara, misalnya Tradisional Chinese Medicine (TCM) seringkali membutuhkan herba yang dididihkan dalam air dan dekok dalam air untuk diberikan sebagai obat. Proses ini harus diiukuti sama persis jika ekstrak akan

melalui kajian ilmiah biologi atau kimia lebih lanjut, khususnya jika tujuannya untuk memvalidasi penggunaan obat tradisional. 4. Sifat senyawa yang akan diisolasi belum ditentukan sebelumnya dengan cara apapun. Situasi ini (utamanya dalam program screening) dapat timbul jika tujuannya adalah untuk menguji organisme, baik yang dipilih secara acak atau didasarkan pada penggunaan tradisional untuk mengetahui adanya senyawa dengan aktivitas biologi khusus. Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman yaitu pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang

mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar sel, maka larutan pekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di luar sel. Ekstraksi bermanfaat untuk memisahkan campuran senyawa dengan berbagai sifat kimia yang berbeda. Contoh yang baik adalah campuran fenol C6H5OH, anilin C6H5 NH2 dan toluen C6H5CH3, yang semuanya larut dalam dietil eter. Pertama anilin diekstraksi dengan asam encer. Kemudian fenol diekstraksi dengan basa encer. Toluen dapat dipisahkan dengan menguapkan pelarutnya. Asam yang digunakan untuk mengekstrak anilin ditambahi basa untuk mendaptkan kembali anilinnya, dan alkali yang digunakan mengekstrak fenol diasamkan untuk mendapatkan kembali fenolnya. Bila senyawa organik tidak larut sama sekali dalam air, pemisahannya akan lengkap. Namun umumnya, banyak senyawa organik khususnya asam dan basa organik dalam derajat tertentu larut juga dalam air. Hal ini merupakan masalah dalam ekstraksi. Untuk memperkecil kehilangan yang disebabkan gejala pelarutan ini, disarankan untuk dilakukan ekstraksi berulang menggunakan sebagian-sebagian pelarut untuk beberapa kali ekstraksi. Kemudian akhirnya menggabungkan bagianbagian pelarut tadi. Dengan cara ini senyawa akan terekstraksi dengan lebih baik. Prinsip ekstraksi : 1. Prinsip Maserasi Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam sel

melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah ( proses difusi ). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan. 2. Prinsip Perkolasi Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara serbuk simplisia dimaserasi selama 3 jam, kemudian simplisia dipindahkan ke dalam bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori, cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui simplisia tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif dalam sel-sel simplisia yang dilalui sampai keadan jenuh. Gerakan ke bawah disebabkan oleh karena gravitasi, kohesi, dan berat cairan di atas dikurangi gaya kapiler yang menahan gerakan ke bawah. Perkolat yang diperoleh dikumpulkan, lalu dipekatkan. 3. Prinsip Soxhletasi Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara serbuk simplisia ditempatkan dalam klonsong yang telah dilapisi kertas saring sedemikian rupa, cairan penyari dipanaskan dalam labu alas bulat sehingga menguap dan dikondensasikan oleh kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang jatuh ke dalam klonsong menyari zat aktif di dalam simplisia dan jika cairan penyari telah mencapai permukaan sifon, seluruh cairan akan turun kembali ke labu alas bulat melalui pipa kapiler hingga terjadi sirkulasi. Ekstraksi sempurna ditandai bila cairan di sifon tidak berwarna, tidak tampak noda jika di KLT, atau sirkulasi telah mencapai 20-25 kali. Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan. 4. Prinsip Refluks Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada kondensor bola

menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, akan menyari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 34 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan. 5. Prinsip Destilasi Uap Air Penyarian minyak menguap dengan cara simplisia dan air

ditempatkan dalam labu berbeda. Air dipanaskan dan akan menguap, uap air akan masuk ke dalam labu sampel sambil mengekstraksi minyak menguap yang terdapat dalam simplisia, uap air dan minyak menguap yang telah terekstraksi menuju kondensor dan akan terkondensasi, lalu akan melewati pipa alonga, campuran air dan minyak menguap akan masuk ke dalam corong pisah, dan akan memisah antara air dan minyak atsiri. 6. Prinsip Rotavapor Proses pemisahan ekstrak dari cairan penyarinya dengan pemanasan yang dipercepat oleh putaran dari labu alas bulat, cairan penyari dapat menguap 5-10 C di bawah titik didih pelarutnya disebabkan oleh karena adanya penurunan tekanan. Dengan bantuan pompa vakum, uap larutan penyari akan menguap naik ke kondensor dan mengalami kondensasi menjadi molekul-molekul cairan pelarut murni yang ditampung dalam labu alas bulat penampung. 7. Prinsip Ekstraksi Cair-Cair Ekstraksi cair-cair (corong pisah) merupakan pemisahan komponen kimia di antara 2 fase pelarut yang tidak saling bercampur di mana sebagian komponen larut pada fase pertama dan sebagian larut pada fase kedua, lalu kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fase cair, dan komponen kimia akan terpisah ke dalam kedua fase tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang tetap. 8. Prinsip Kromatografi Lapis Tipis Pemisahan komponen kimia berdasarkan prinsip adsorbsi dan partisi, yang ditentukan oleh fase diam (adsorben) dan fase gerak (eluen), komponen

kimia bergerak naik mengikuti fase gerak karena daya serap adsorben terhadap komponen-komponen kimia tidak sama sehingga komponen kimia dapat bergerak dengan kecepatan yang berbeda berdasarkan tingkat kepolarannya, hal inilah yang menyebabkan terjadinya pemisahan. 9. Prinsip Penampakan Noda a. Pada UV 254 nm Pada UV 254 nm, lempeng akan berflouresensi sedangkan sampel akan tampak berwarna gelap.Penampakan noda pada lampu UV 254 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indikator fluoresensi yang terdapat pada lempeng. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi. b. Pada UV 366 nm Pada UV 366 nm noda akan berflouresensi dan lempeng akan berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom yang ada pada noda tersebut. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh kompo nen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi. Sehingga noda yang tampak pada lampu UV 366 terlihat terang karena silika gel yang digunakan tidak berfluororesensi pada sinar UV 366 nm. c. Pereaksi Semprot H2SO4 10% Prinsip penampakan noda pereaksi semprot H2SO4 10% adalah berdasarkan kemampuan asam sulfat yang bersifat reduktor dalam merusak gugus kromofor dari zat aktif simplisia sehingga panjang gelombangnya akan bergeser ke arah yang lebih panjang (UV menjadi VIS) sehingga noda menjadi tampak oleh mata. Terdapat beberapa jenis ekstraksi, diantaranya : 1. Ekstraksi secara dingin

a. Metode maserasi Maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya. Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komonen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, tiraks dan lilin. Keuntungan dari metode ini adalah peralatannya sederhana. Sedang kerugiannya antara lain waktu yang diperlukan untuk mengekstraksi sampel cukup lama, cairan penyari yang digunakan lebih banyak, tidak dapat digunakan untuk bahan-bahan yang mempunyai tekstur keras seperti benzoin, tiraks dan lilin. Metode maserasi dapat dilakukan dengan modifikasi sebagai berikut : Modifikasi maserasi melingkar Modifikasi maserasi digesti Modifikasi Maserasi Melingkar Bertingkat Modifikasi remaserasi Modifikasi dengan mesin pengaduk b. Metode Soxhletasi Soxhletasi merupakan penyarian simplisia secara

berkesinambungan, cairan penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi menjadi molekul-molekul air oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia dalam klongsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah melewati pipa sifon Keuntungan metode ini adalah :
o

Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan terhadap pemanasan secara langsung.

o o

Digunakan pelarut yang lebih sedikit Pemanasannya dapat diatur Kerugian dari metode ini :

Karena pelarut didaur ulang, ekstrak yang terkumpul pada wadah di sebelah bawah terus-menerus dipanaskan sehingga dapat

menyebabkan reaksi peruraian oleh panas.


o

Jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui kelarutannya dalam pelarut tertentu sehingga dapat mengendap dalam wadah dan membutuhkan volume pelarut yang lebih banyak untuk melarutkannya.

Bila dilakukan dalam skala besar, mungkin tidak cocok untuk menggunakan pelarut dengan titik didih yang terlalu tinggi, seperti metanol atau air, karena seluruh alat yang berada di bawah komdensor perlu berada pada temperatur ini untuk pergerakan uap pelarut yang efektif. Metode ini terbatas pada ekstraksi dengan pelarut murni atau

campuran azeotropik dan tidak dapat digunakan untuk ekstraksi dengan campuran pelarut, misalnya heksan :diklormetan = 1 : 1, atau pelarut yang diasamkan atau dibasakan, karena uapnya akan mempunyai komposisi yang berbeda dalam pelarut cair di dalam wadah. c. Metode Perkolasi Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi.Keuntungan metode ini adalah tidak memerlukan langkah tambahan yaitu sampel padat (marc) telah terpisah dari ekstrak. Kerugiannya adalah kontak antara sampel padat tidak merata atau terbatas dibandingkan dengan metode refluks, dan pelarut menjadi dingin selama proses perkolasi sehingga tidak melarutkan komponen secara efisien. 2. Ekstraksi secara panas a. Metode refluks Keuntungan dari metode ini adalah digunakan untuk mengekstraksi sampel-sampel yang mempunyai tekstur kasar dan tahan pemanasan langsung. Kerugiannya adalah membutuhkan volume total pelarut yang besar dan sejumlah manipulasi dari operator. b. Metode destilasi uap

Destilasi uap adalah metode yang popular untuk ekstraksi minyakminyak menguap (esensial) dari sampel tanaman Metode destilasi uap air diperuntukkan untuk menyari simplisia yang mengandung minyak menguap atau mengandung komponen kimia yang mempunyai titik didih tinggi pada tekanan udara normal. Macam-macam metode ekstraksi : 1. Filtrasi Filtrasi, yakni proses penyingkiran padatan dari cairan, adalah metoda pemurnian cairan dan larutan yang paling mendasar. Filtrasi tidak hanya digunakan dalam skala kecil di laboratorium tetapi juga di skala besar di unit pemurnian air. Kertas saring dan saringan digunakan untuk menyingkirkan padatan dari cairan atau larutan. Dengan mengatur ukuran mesh, ukuran partikel yang disingkirkan dapat dipilih. Biasanya filtrasi alami yang digunakan. Misalnya, sampel yang akan disaring dituangkan ke corong yang di dasarnya ditaruh kertas saring. Fraksi cairan melewati kertas saring dan padatan yang tinggal di atas kertas saring. Bila sampel cairan terlalu kental, filtrasi dengan penghisapan digunakan. Alat khusus untuk mempercepat filtrasi dengan memvakumkan penampung filtrat juga digunakan. Filtrasi dengan penghisapan tidak cocok bila cairannya adalah pelarut organik mudah menguap. Dalam kasus ini tekanan harus diberikan pada permukaan cairan atau larutan (filtrasi dengan tekanan). 2. Adsorpsi Tidak mudah menyingkirkan partikel yang sangat sedikit dengan filtrasi sebab partikel semacam ini akan cenderung menyumbat penyaringnya. Dalam kasus semacam ini direkomendasikan penggunaan penyaring yang secara selektif mengadsorbsi sejumlah kecil pengotor. Bantuan penyaring apapun akan bisa digunakan bila saringannya berpori, hidrofob atau solvofob dan memiliki kisi yang kaku. Celit, keramik diatom dan tanah liat teraktivasi sering digunakan. Karbon teraktivasi memiliki luas permukaan yang besar dan dapat mengadsorbsi banyak senyawa organik dan sering digunakan untuk menyingkirkan zat yang berbau (dalam banyak kasus senyawa organik) dari udara atau air. Silika gel dapat mengadsorbsi air dan digunakan meluas sebagai desikan.

Lapisan-lapisan penyaring dalam unit pengolah air terdiri atas lapisan-lapisan material. Lapisan penyaring yang mirip untuk penggunaan domestik sekarang dapat diperoleh secara komersial. 3. Rekristalisasi Sebagai metoda pemurnian padatan, rekristalisasi memiliki sejarah yang panjang seperti distilasi. Walaupun beberapa metoda yang lebih rumit telah dikenalkan, rekristalisasi adalah metoda yang paling penting untuk pemurnian sebab kemudahannya (tidak perlu alat khusus) dan karena keefektifannya. Ke depannya rekristalisasi akan tetap metoda standar untuk memurnikan padatan. Metoda ini sederhana, material padayan ini terlarut dalam pelarut yang cocok pada suhu tinggi (pada atau dekat titik didih pelarutnya) untuk mendapatkan larutan jenuh atau dekat jenuh. Ketika larutan panas pelahan didinginkan, kristal akan mengendap karena kelarutan padatan biasanya menurun bila suhu diturunkan. Diharapkan bahwa pengotor tidak akan mengkristal karena konsentrasinya dalam larutan tidak terlalu tinggi untuk mencapai jenuh. Walaupun rekristalisasi adalah metoda yang sangat sederhana, dalam praktek, bukan berarti mudah dilakukan. Saran-saran yang bermanfaat diberikan di bawah ini. Hal-hal yang diperhatikan untuk membantu rekristalisasi: 1. Kelarutan material yang akan dimurnikan harus memiliki ketergantungan yang besar pada suhu. Misalnya, kebergantungan pada suhu NaCl hampir dapat diabaikan. Jadi pemurnian NaCl dengan rekristalisasi tidak dapat dilakukan. 2. Kristal tidak harus mengendap dari larutan jenuh dengan pendinginan karena mungkin terbentuk super jenuh. Dalam kasus semacam ini penambahan kristal bibit, mungkin akan efektif. Bila tidak ada kristal bibit, menggaruk dinding mungkin akan berguna. 3. Untuk mencegah reaksi kimia antara pelarut dan zat terlarut, penggunaan pelarut non-polar lebih disarankan. Namun, pelarut non polar cenderung merupakan pelarut yang buruk untuk senyawa polar. Kit a harus hati-hati bila kita menggunakan pelarut polar. Bahkan bila tidak reaksi antara pelarut dan zat terlarut, pembentukan kompleks antara pelarut-zat terlarut.

4. Umumnya, pelarut dengan titik didih rendah umumnya lebih diinginkan. Namun, sekali lagi pelarut dengan titik didih lebih rendah biasanya non polar. Jadi, pemilihan pelarut biasanya bukan masalah sederhana. 4. Distilasi Distilasi adalah seni memisahkan dan pemurnian dengan menggunakan perbedaan titik didih. Distilasi memiliki sejarah yang panjang dan asal distilasi dapat ditemukan di zaman kuno untuk mendapatkan ekstrak tumbuhan yang diperkirakan dapat merupakan sumber kehidupan. Teknik distilasi ditingkatkan ketika kondenser (pendingin) diperkenalkan. Gin dan whisky, dengan konsentrasi alkohol yang tinggi, didapatkan dengan teknik yang disempurnakan ini. Pemisahan campuran cairan menjadi komponen dicapai dengan distilasi fraksional. Prinsip distilasi fraksional dapat dijelaskan dengan menggunakan diagram titik didih-komposisi. Dalam gambar ini, kurva atas menggambarkan komposisi uap pada berbagai titik didih yang dinyatakan di ordinat, kurva bawahnya menyatakan komposisi cairan. Bila cairan dengan komposisi l2 dipanaskan, cairan akan mendidih pada b1. Komposisi uap yang ada dalam kesetimbangan dengan cairan pada suhu b 1 adalah v1. Uap ini akan mengembun bila didinginkan pada bagian lebih atas di kolom distilasi, dan embunnya mengalir ke bawah kolom ke bagian yang lebih panas. Bagian ini akan mendidih lagi pada suhu b2 menghasilkan uap dengan komposisi v2. Uap ini akan mengembun menghasilkan cairan dengan komposisi l3. Jadi, dengan mengulang-ulang proses penguapan-pengembunan, komposisi uap betrubah dari v1 ke v2 dan akhirnya ke v3 untuk mendapatkan konsentrasi komponen A yang lebih mudah menguap dengan konsentrasi yang tinggi. Maserasi merupakan proses perendaman sampel menggunakan pelarut organik pada temperatur ruangan. Proses ini sangat menguntungkan

dalam isolasi senyawa bahan alam karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel, sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama perendaman yang dilakukan. Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan memberikan efektivitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam dalam pelarut tersebut. Secara umum pelarut metanol merupakan pelarut

yang banyak digunakan dalam proses isolasi senyawa organik bahan alam karena dapat melarutkan seluruh golongan metabolit sekunder. Maserasi adalah metode penyarian yang terpilih untuk digunakan

dikarenakan cara pengerjaaannya relatif sederhana dan peralatannya mudah diusahakan (Anonim, 1986). Farmakope Indonesia edisi IV menetapkan bahwa sebagai cairan penyari adalah air, etanol, etanol-air, atau eter. Umumnya digunakan campuran etanol dan air untuk meningkatkan keefektifan penyarian. Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding seldan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dank arena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dsalam sel dengan yang diluar sel,maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan diluar sel dengan larutan di dalam sel. Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, stirak dan lain-lain. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol, atau pelarut lain. Bila cairan penyari digunakan air maka untuk mencegah timbulnya kapang, dapat ditambahkan bahan pengawet, yang diberikan pada awal penyarian. Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan sederhana dan mudah diusahakan. Kerugian cara maserasi adalah pengerjaanya lama,dan penyariannya kurang sempurna. Maserasi dapat dilakukan modifikasi misalnya : 1. Digesti Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah, yaitu pada suhu 400 - 500C. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan. Dengan pemnasan diperoleh keuntungan antara lain: a. Kekentalan pelarut berkurang, yang dapat mengakibatkan berkurangnya lapisan-lapisan batas.

b. Daya melarutkan cairan penyari akan meningkat, sehingga pemanasan tersebut mempunyai pengaruh yang sama dengan pengadukan. c. Koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu absolute dan berbanding terbalik dengan kekentalan, sehingga kenaikan suhu akan berpengaruhpada kecepatan difusi. Umumnya kelarutan zat aktif akan meningkat bila suhu dinaikkan. d. Jika cairan penyari mudah menguap pada suhu yang digunakan, maka perlu dilengkapi dengan pendingin balik, sehingga cairan akan menguap kembali ke dalam bejana. 2. Maserasi dengan Mesin Pengaduk Penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus-menerus, waktu proses maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam. 3. Remaserasi Cairan penyari dibagi menjadi 2. Seluruh serbuk simplisia di maserasi dengan cairan penyari pertama, sesudah dienap tuangkan dan diperas, ampas dimaserasi lagi dengan cairan penyari yang kedua. 4. Maserasi Melingkar Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan penyari selalu bergerak dan menyebar. Dengan cara ini penyari selalu mengalir kembali secara berkesinambungan melalui sebuk simplisia dan melarutkan zat aktifnya. 5.Maserasi Melingkar Bertingkat Pada maserasi melingkar, penyarian tidak dapat dilaksanakan secara sempurna, karena pemindahan massa akan berhenti bila keseimbangan telah terjadi masalah ini dapat diatasi dengan maserasi melingkar bertingkat (M.M.B), yang akan didapatkan : a.Serbuk simplisia mengalami proses penyarian beberapa kali, sesuai dengan bejana penampung. Pada contoh di atas dilakukan 3 kali, jumlah tersebut dapat diperbanyak sesuai dengan keperluan. b.Serbuk simplisia sebelum dikeluarkan dari bejana penyari, dilakukan penyarian dengan cairan penyari baru. Dengan ini diharapkan agar memberikan hasil penyarian yang maksimal c.Hasil penyarian sebelum diuapkan digunakan dulu untuk menyari serbuk simplisia yang baru,hingga memberikan sari dengan kepekatan yang maksimal.

d.Penyarian yang dilakukan berulang-ulang akan mendapatkan hasil yang lebih baek daripada yang dilakukan sekalidengan jimlah pelarut yang sama. Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh ahli botani rusia Michael Tswett pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam tanaman denan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang berisi kalsium karbonat (CaCO3) (Rohman, 2007). Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan molekul berdasarkan perbedaan pola pergerakan antara fase gerak dan fase diam untuk memisahkan komponen (berupa molekul) yang berada pada larutan. (Anonim, 2010). Kromatografi didefenisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase atau lebih, salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu dan di dalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan adanya perbedaan dalam absorpsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul, atau kerapatan muatan ion. Teknik kromatografi umumnya membutuhkan zat terlarut terdistribusi di antara dua fase, satu diantaranya diam (fase diam) yang lainnya bergerak (fase gerak) (Ditjen POM, 1995). Pada dasarnya teknik kromatografi ini membutuhkan zat terlarut terdistribusi di antara dua fase, satu diantaranya diam (fase diam), yang lainnya bergerak (fase gerak). Fase gerak membawa zar terlarut melalui media, hingga terpisah dari zat terlarut lainnya yang tereluasi lebih awal atau lebih akhir. Umumnya zat terlarut dibawamelewati media pemisah oleh cairan atau gas yang disebut eluen. Fase diam dapat bertindak sebagai zat penyerap atau dapat bertindak melarutkan zat terlarut sehingga terjadi partisi antara fase diam dan fase gerak (Anonim, 1995). Berdasarkan jenis fasa gerak yang digunakan, ada 2 (dua) klasifikasi dalam kromatografi, yaitu ; kromatografi gas dan kromatografi cairan. Pada kromatografi gas fasa geraknya berupa gas, sedangkan pada kromatografi cairan, fasa geraknya berbentuk cairan. Pada kromatografi gas, fasa diam ditempatkan di dalam sebuah kolom.Pada kromatografi cairan, fasa diam dapat ditempatkan dalam sebuah kolom, maupun dibuat sebagai lapisan tipis diatas plat dari gelas atau aluminium (Wiryawan, 2011)

Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-komponen sampel berdasarkan perbedaan kepolaran (Anonim, 2010). Cara kerja kromatografi lapis tipis : a. Fase diam-jel silika Jel silika adalah bentuk dari silikon dioksida (silika). Atom silikon dihubungkan oleh atom oksigen dalam struktur kovalen yang besar. Namun, pada permukaan jel silika, atom silikon berlekatan pada gugus -OH.Jadi, pada permukaan jel silika terdapat ikatan Si-O-H selain Si-O-Si. Gambar ini menunjukkan bagian kecil dari permukaan silika. Permukaan jel silika sangat polar dan karenanya gugus -OH dapat membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa-senyawa yang sesuai disekitarnya, sebagaimana halnya gaya van der Waals dan atraksi dipol-dipol.. Fase diam lainnya yang biasa digunakan adalah alumina-aluminium oksida. Atom aluminium pada permukaan juga memiliki gugus -OH. Apa yang kita sebutkan tentang jel silika kemudian digunakan serupa untuk alumina. b. Senyawa-senyawa pemisah dari Kromatogram Ketika pelarut mulai membasahi lempengan, pelarut pertama akan melarutkan senyawa-senyawa dalam bercak yang telah ditempatkan pada garis dasar. Senyawa-senyawa akan cenderung bergerak pada lempengan kromatografi sebagaimana halnya pergerakan pelarut. Kecepatan pergerakan senyawa-senyawa ke atas pada lempengan, tergantung pada: Kelarutan senyawa dalam pelarut. Tergantung pada besar atraksi antara molekul-molekul senyawa dengan pelarut. Senyawa melekat pada fase diam, misalnya jel silika. Tergantung pada bagaimana besar atraksid antara senyawa dengan jel silika. Senyawa yang dapat membentuk ikatan hidrogen akan melekat pada jel silika lebih kuat dibanding senyawa lainnya hanya dapat mengambil bagian interaksi van der Waals yang lemah. Kita mengatakan bahwa senyawa ini terjerap lebih kuat dari senyawa yang lainnya. Penjerapan merupakan pembentukan suatu ikatan dari satu substansi pada permukaan.

Terdapat perbedaan bahwa ikatan hidrogen pada tingkatan yang sama dan dapat larut dalam pelarut pada tingkatan yang sama pula. Ini tidak hanya merupakan atraksi antara senyawa dengan jel silika. Atraksi antara senyawa dan pelarut juga merupakan hal yang penting-hal ini akan mempengaruhi bagaimana mudahnya senyawa ditarik pada larutan keluar dari permukaan silika. Penyerapan pada kromatografi lapis tipisbersifat tidak permanen, terdapat pergerakan yang tetap dari molekul antara yang terjerap pada permukaan jel silika dan yang kembali pada larutan dalam pelarut. Dengan jelas senyawa hanya dapat bergerak ke atas pada lempengan selama waktu terlarut dalam pelarut. Ketika senyawa dijerap pada jel silika-untuk sementara waktu proses penjerapan berhentidimana pelarut bergerak tanpa senyawa. Itu berarti bahwa semakin kuat senyawa dijerap, semakin kurang jarak yang ditempuh ke atas lempengan. Bagaimanapun, hal ini memungkinkan senyawa-senyawa tidak terpisahkan dengan baik ketika anda membuat kromatogram. Dalam kasus itu, perubahan pelarut dapat membantu dengan baik termasuk memungkinkan perubahan pH pelarut. (Anggraini, M. 2009). Kromatografi Cair Kinerja Tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut dengan HPLC dkembangkan pada akhir tahun 1960-an dan awal 1970-an. Saat ini, KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel. Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis; analisis ketidakmurnian (impurities; analisis senyawa-senyawa tidak mudah menguap (nonvolatile); penentuan molekul-molekul netral, ionik maupu zwitter ion. KCKT paling sering digunakan untuk menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu seperti asamasam amino, asam-asam nukleat dan protein-protein dalam cairan fisiologis (Rohman, 2007). KCKT dapat disamakan dengan KGC dalam hal kepekaan dan

kemampuannya menghasikan data kualitatif dan kuantitatif dengan sekali kerja saja. Perbedaannya ialah fase diam yang terikat pada poli-mer berpori terdapat dalam kolom baja tahan karat yang bergaris tengah kecil, dan fase gerak cair mengalir akibat tekanan yang besar. Alat KCKT lebih mahal daripada alat KGC, terutama karena diperlukan sistem pompa yang cocok serta semua sambungan harus disekrup

sgar dapat menahan tekanan. Fase geraknya adalah campuran pelarut ys ng dapat bercampur. Campuran ini dapat tetap susunannya (penusahan isokratik) atau dapat diubah perbandingannya secara sinambung dengan menambahkan ruang pencampur kepada susunan alat (elusi landaian), Senyawa dipantau ketika keluar dari kolom dengan mcnggunakan pendeteksi, biasanya dengan mengukur spek-trum serapan UV. Dapat ditambahkan pemadu (integrator) untuk mengolah data yang dihasilkan dan seluruh pekerjaan dapat diken-dalikan dengan mikroprosesor (Cahyono, 2010). KCKT digunakan terutama untuk golongan senyawa takatsiri, misal-nya terpenoid tinggi, segala jenis senyawa fenol, alkaloid, lipid, dan gula. KCKT berhasil paling baik untuk senyawa yang dapat dideteksi di daerah spektrum UV atau spektrum sinar tampakUntuk gula yang tidak menunjukkan serapan UV dapat digunakan pendeteksi indeks bias, tetapi kepekaannya lebih rendah. Protein telah dipisahkan dengan KCKT dengan menggunakan kolom 'sephadex' yang

dimodifikasi, silika gel, atau penukar ion. (Cahyono, 2010). Komponen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Sistem KCKT sederhana terdiri dari wadah fase gerak, pompa bertekanan tinggi, injektor, kolom, detektor, dan perekam. Gambar ilustrasi dapat dilihat pada gambar berikut (McMaster, 2007).

Wadah fase gerak Wadah fase gerak terbuat dari bahan yang inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum digunakan adalah gelas dan baja anti karat. Pelarut yang digunakan harus bebas dari partikel debu dan partikel padat. Pelarut seharusnya disaring dengan

penyaring mikrometer sebelum digunakan pada sistem KCKT. Degassing digunakan untuk menghilangkan gas terlarut dalam fase gerak dan menghilangkan gas terlarut dalam fase gerak dan mengurangi kemungkinan gelembung yang terbentuk pada pompa atau detektor selama proses pemisahan (Putra, 2007). Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Untuk fase normal (fase diam lebih polar daripada fase gerak), kemampuan eluasi meningkat dengan meningkatnya polaritas pelarut. Sementara untuk fase terbalik (fase diam kurang polar daripada fase gerak), kemampuan eluasi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut (Rohman, 2007). Menurut Johnson dan Stevenson (1991), fase gerak haruslah: a. Murni, tanpa cemaran. b. Tidak bereaksi dengan kemasan. c. Sesuai dengan detektor. d. Dapat melarutkan cuplikan. e. Mempunyai viskositas rendah. f. Memungkinkan memperoleh kembali cuplikan dengan mudah, jika diperlukan. g. Harganya wajar. Pompa Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni pompa harus inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum dipakai adalah gelas, baja tahan karat, teflon, dan batu nilam. Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase gerak adalah untukmenjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat, reproduksibel, konstan, dan bebas dari gangguan. Ada dua jenis pompa dalam KCKT yaitu pompa dengan tekanan konstan, dan pompa dengan aliran fase gerak yang konstan. Tipe pompa dengan aliran fase gerak yang konstan sejauh ini lebih umum dibandingkan dengan pompa dengan tekanan tetap (Rohman, 2007). Injektor Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik

yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel internal atau eksternal (Rohman, 2007). Menurut Johnson dan Stevenson (1991), ada tiga jenis dasar injektor, yaitu: a. Aliran-henti: aliran dihentikan, penyuntikan dilakukan pada tekanan

atmosfer; sistem ditutup, dan aliran dilanjutkan lagi. Cara ini dapat dipakai karena difusi di dalam zat cair kecil, jadi umumnya daya pisah tidak dipengaruhi. b. Septum: ini adalah injektor langsung pada aliran, yang sama dengan injektor yang lazim dipakai pada kromatografi gas. Injektor tersebut dapat dipakai pada tekanan sampai sekitar 60-70 atmosfer. Septum tidak dapat dipakai pada semua pelarut KC. Selain menyumbat. c. katup jalan-kitar: jenis injektor ini biasanya dipakai untuk menyuntikkan volum yang lebih besar dari 10 diotomatkan. l dan sekarang dipakai dalam sistem yang itu, partikel kecil terlepas dari septum dan cenderung

Pada kedudukan mengisi, jalan-kitar cuplikan diisi pada tekanan

atmosfer. Jika katup dibuka, cuplikan di dalam jalan-kitar teralirkan ke dalam kolom. Kolom Kolom adalah jantung kromatografi. Berhasil atau tidaknya suatu analisi tergantung pada pemilihan kolom dan kondisi percobaan yang sesuai. Kolom umumnya dibuat dari stainless steel dan biasanya dioperasikan pada temperatur kamar (Putra, 2007). Menurut Johnson dan Stevenson (1991), kolom dapat dibagi menjadi dua kelompok : a. Kolom analitik: garis tengah-dalam 2-6 mm. Panjang bergantung pada jenis kemasan, untuk kemasan, untuk kemasan pelikel biasanya panjang kolom 50100 cm, untuk kemasan mikropartikel berpori biasanya 10-30cm. b. Kolom preparatif: umumnya bergaris tengah 6 mm atau lebih besar dan panjang 25-100 cm. Kebanyakan fase diam pada kolom KCKT berupa silika yang dimodifikasi secara kimiawi, silika yang tidak dimodifikasi, atau polimer-polimer stiren dan divinil benzen. Permukaan silika adalah polar dan sedikit asam karena adanya residugugs silanol (Si-OH). Oktadesil silika (ODS atau C18) merupaka fase diam

yang paling banyak digunakan karena mampu memisahkan senyawa -senyawa dengan kepolaran rendah, sedang, maupun tinggi (Rohman, 2007). Detektor Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen cuplikan di dalam aliran yang keluar dari kolom. Detektor yang baik memiliki sensitifitas yang tinggi, gangguan (noise) yang rendah, kisaran respon linear yang luas, dan memberi tanggapan/respon untuk semua tipe senyawa. Detektor yang paling banyak digunakan dalam KCKT adalah detektor spektrofotometer uv 254 nm. Bermacam-macam detektor dengan variasi panjang gelombang uv-vis sekarang menjadi poluler karena dapat digunakan untuk mendeteksi senyawasenyawa dalam rentang yang luas (Putra, 2007). Maserasi adalah metode penyarian yang terpilih untuk digunakan

dikarenakan cara pengerjaaannya relatif sederhana dan peralatannya mudah diusahakan (Anonim, 1986). Farmakope Indonesia edisi IV menetapkan bahwa sebagai cairan penyari adalah air, etanol, etanol-air, atau eter. Umumnya digunakan campuran etanol dan air untuk meningkatkan keefektifan penyarian.

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan Terlampir B. Pembahasan Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan diketahui bahwa rendemen ekstrak kopi mentah robusta memiliki persentase paling besar yaitu 69,2815%. Kopi bubuk memiliki persen rendemen ekstrak sebesar 29,823%, teh hitam sebesar 20,345%, coklat bubuk sebesar 17,37%, kopi mentah arabica sebesar 15,6225%, dan teh hijau dengan persentase rendemen ekstrak kafein paling rendah yaitu sebesar 7,68%. Nilai rendemen ekstrak menunjukkan jumlah kafein yang terekstrak setelah melalui tahap ekstraksi dan evaporasi, sehingga ekstrak yang diperoleh merupakan komponen-komponen dengan bobot molekul yang cukup besar dan tidak menguap. Semakin besar nilai rendemennya menunjukkan bahwa semakin banyak komponen yang terekstrak, dimana dalam pengujian ini menunjukkan bahwa nilai rendemen berhubungan dengan kandungan kafein terkestrak dalam bahan. Ekstraksi dengan menggunakan pelarut alkohol menunjukkan hasil yang efektif. Alkohol merupakan pelarut yang baik karena dapat digunakan mengisolasi senyawa organik bahan alam karena dapat melarutkan seluruh golongan metabolit sekunder. Untuk pembuktian lebih lanjut digunakan pengukuran dengan alat kromatografi HPLC untuk mengetahui kadar kafein dari rendemen ekstrak. Pegujian dengan metode ini dinilai akurat karena alat HPLC merupakan alat dengan metode selektif, sehingga dapat diketahui komponen-komponen atau senyawa-senyawa yang terkandung dalam bahan dengan perbedaan nilai pembacaan (kurva) pada berbagai tingkatan waktu. Berbagai senyawa dalam rendemen ekstrak, baik kafein maupun senyawa non-kafein akan dapat diketahui dengan menggunakan alat ini. Pengukuran kadar kafein dilakukan dengan menggunakan alat HPLC. Dengan menggunakan alat ini kita dapat mengetahui konsentrasi (ppm) kafein dalam rendemen ekstrak kafein yang telah didapat dari proses ekstraksi sebelumnya dan memperoleh nilai kadar kafein contoh yang diujikan. Pada pengukuran dengan menggunakan HPLC, terlebih dahulu dilakukan pembacaan nilai standar yaitu menggunakan larutan kafein standar sebagai acuan. Alat kromatografi jenis HPLC

ini

kemudian

akan

melakukan

pengukuran

dan

pembacaan

nilai

dan

merepresentasikannya dalam bentuk grafik melalui sebuah program. Dari tampilan pada program tersebut, dapat diketahui kadar kafein contoh dengan memperhatikan pembentukan kurva pada waktu berkisar 9 menit, dimana pada kisaran waktu ini larutan kafein standar terukur. Luas area puncak kurva yang terbentuk menunjukkan nilai kadar kafein. Kurva tersebut juga akan menjelaskan berapa besar konsentrasi kafein yang terukur. Berdasarkan pengujian tersebut diketahui bahwa kadar kafein kopi bubuk adalah 2.588,86 pada konsentrasi sebesar 8.680,75 ppm, kopi mentah arabica sebesar 1.992,76 dengan konsentrasi kafein sebesar 12.307,66 ppm. Kopi mentah robusta memiliki kadar kafein sebesar 2.886,92 dengan konsentrasi kafein 4.166,98 ppm. Coklat bubuk memiliki kadar kafein paling rendah yaitu 68,7623 dengan konsentrasi kafein sebesar 395,8684 ppm. Teh hijau memiliki kadar kafein paling tinggi dengan nilai pengukuran sebesar 90.847,98 dengan konsentrasi kafein sebesar 11.829,16 ppm. Teh hitam memiliki kadar kafein 1.224,09 dengan konsentrasi kafein sebesar 6.016,08 ppm. Dari data ini diketahui bahwa teh hijau memiliki kadar kafein paling tinggi dengan konsentrasi kafein yang tinggi. Coklat bubuk mengandung kadar kafein paling rendah dengan konsentrasi yang rendah. Bahan tidak hanya mengandung kafein, melainkan mengandung pula senyawa atau komponen lainnya yang lebih dominan dari kafein yang terkandung di dalamnya. Dari pengujian ini juga diketahui bahwa teh hijau merupakan bahan yang mengandung kafein paling tinggi dengan konsentrasi tinggi jika dibandingkan dengan beberapa jenis kopi. Hasil rendemen ekstrak teh hijau menunjukkan nilai terendah, tetapi dengan kadar kafein dan konsentrasi kafein paling tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pada teh hijau komponen atau senyawa kafein cukup dominan atau besar. Semenetara, pada bahan lainnya yang memiliki nilai rendemen ekstrak besar dan kadar kafein rendah, senyawa yang terkandung dalam ekstrak bukan hanya senyawa kafein melainkan juga senyawa-senyawa lainnya yang memerlukan identifikasi lebih lanjut.

IV.

KESIMPULAN

Ekstraksi adalah penyarian zat-zat aktif dari bagian tanaman obat. Adapun tujuan dari ekstraksi yaitu untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Ekstraksi merupakan teknik yang sering digunakan bila senyawa organik (sebagian besar hidrofobik) dilarutkan atau didispersikan dalam air. Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan kontak, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut. Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, stirak dan lain-lain. Kromatografi didefenisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase atau lebih, salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu dan di dalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan adanya perbedaan dalam absorpsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul, atau kerapatan muatan ion. Teknik kromatografi umumnya membutuhkan zat

terlarut terdistribusi di antara dua fase, satu diantaranya diam (fase diam) yang lainnya bergerak (fase gerak). Teh hijau merupakan bahan yang mengandung kafein paling tinggi dengan konsentrasi tinggi jika dibandingkan dengan beberapa jenis kopi. Hasil rendemen ekstrak teh hijau menunjukkan nilai terendah, tetapi dengan kadar kafein dan konsentrasi kafein paling tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pada teh hijau komponen atau senyawa kafein cukup dominan atau besar. Semenetara, pada bahan lainnya yang memiliki nilai rendemen ekstrak besar dan kadar kafein rendah, senyawa yang terkandung dalam ekstrak bukan hanya senyawa kafein melainkan juga senyawa-senyawa lainnya yang memerlukan identifikasi lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Ed IV. Depkes RI. Jakarta Anonim. 2010. Kromatografi. [diakses pada tanggal 27 Maret 2011]. Anggraini, M. 2009. Kromatografi Lapis Tipis. http://id.wikipedia.org/wiki/Kromatografi

http://greenhati.blogspot.com/2009/01/kromatografi-lapis-tipis.html [diakses pada tanggal 28 Maret 2011]. Alam, Gemini dan Abdul Rahim. 2007. Penuntun Praktikum Fitokimia. UIN Alauddin: Makassar. 24-26. Cahyono, Eko. 2010. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).

http://www.dokterkimia.com/2010/10/kromatografi-cair-kinerja-tinggi-kckt.html [diakses pada tanggal 28 Maret 2011]. Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Ditjen POM. 1986. Sediaan Galenik. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Gandjar, G.I., dan Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar. Johnson, E.L., dan Stevenson, R. 1991. Dasar Kromatografi Cair.

Penerjemah: Kosasih Padmawinata. Bandung: Penerbit ITB. McMaster, M. C. 2007. HPLC A Practical Users Guide 2nd Ed. John Wiley & Sons Inc, Canada. Putra, E.D.L. (2007). Dasar-dasar Kromatografi Gas & Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Medan: Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Sudjadi. 1986. Metode Pemisahan. UGM Press, Yogyakarta Stahl, Egon. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. ITB: Bandung. 3-5.

Wijaya H. M. Hembing. 1992. Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia. Cet 1, Jakarta . Wiryawan, Adam. 2011. Klasifikasi Kromatografi. http://www.chem-istry.org/materi_kimia/instrumen_analisis/kromatografi1/klasifikasi-kromatografi/ [diakses pada tanggal 27 Maret 2011]. Yoshito Takeuchi. 2009. http://www.chem-is-

try.org/materi_kimia/kimia_dasar/pemurnian-material/metoda-pemisahan-standar/ [2011-01-09]

Laporan Praktikum Teknologi Minyak Atsiri, Rempah, dan Fitofarmaka

Hari, tanggal Dosen Golongan : P2 Asisten : 1.

: Kamis ,17 dan 24 Maret 2011 : Chilwan Pandj

N. Widi Kusumaningtyas

F34070005 F34070043

2. Anisa Rahmi Utami

EKSTRAKSI CAFEIN

Oleh : Wahyu Kamal Setiawan Anastasia Christina Billyan Raberta (F34080081) (F34080090) (F34080112)

2011 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Rekapan Data Teknolgi Minyak Atsiri Rempah Dan Fitofarmaka Golongan P2 1. Ekstraksi Cafein No 1. 2. 3. 4. 5. 6. Nama Contoh Kopi Bubuk Kopi Mentah Arabika Kopi Mentah Robusta Coklat Bubuk Teh Hijau The Hitam Labu Lemak (A) g 89,9050 87,78 62,5 90,2 Residu + Labu Lemak (B) g 93,0295 91,2540 64,0360 94,269 Rendemen Ekstrak (%) 29,823 15,6225 69,2815 17,37 7,68 20,345

2. Penetapan Kadar Cafein dengan HPLC No 1. 2. 3. 4. 5. 6. Nama Contoh Kopi Bubuk Kopi Mentah Arabika Kopi Mentah Robusta Coklat Bubuk Teh Hijau The Hitam Rendemen Ekstrak (%) 29,823 15,6225 69,2815 17,37 7,68 20,345 ppm Cafein 8.680,7483 12.307,6611 4.166,9793 395,8684 11.829,16372 6.016,6760 Kadar Cafein Contoh 2.588,8596 1.922,7643 2.886,9249 68,7623 90.847,9773 1.224,0927

Anda mungkin juga menyukai