Anda di halaman 1dari 3

Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (STEMI)

Oleh Elisabet Lana A.K., 0906507993

Mekanisme antitrombotik normal1


Pada keadaan tubuh sehat, jika terdapat kerusakan pada pembuluh darah, tubuh akan mengkompensasi hal terebut melalui dua tahap, yaitu:

Hemostasis primer, yang terjadi dalam hitungan detik. Proses ini diaktivasi oleh platelet yang beredar dalam sirkulasi. Platelet ini kemudian akan menempel pada kolagen subendotel vaskuler dan beragregasi untuk membentuk gumpalan platelet. Hemostasis sekunder, yang terjadi akibat terjadinya kaskade koagulasi yang dipicu oleh tissue factor. Koagulasi ini akan membentuk gumpalan fibrin yang berfungsi untuk menstabilisasi gumpalan platelet.

Namun, gumpalan fibrin tersebut tidak selamanya bertahan karena tubuh juga memiliki kompensasi untuk mencegah terjadinya trombosis spontan dan oklusi pembuluh darah. Kompensasi tersebut yaitu dengan cara inaktivasi faktor pembekuan darah, lisis bekuan darah, inhibisi platelet, dan vasodilatasi. Tubuh memiliki inhibitor untuk menghambat pembekuan darah dan menjaga fluiditas darah. Inhibitor yang penting yaitu :

Antitrombin III, merupakan protein plasma yang berikatan dengan trombin dan faktor pembeku lainnya secara ireversibel, kemudian menginaktivasi dan meningkatkan laju klirens faktor-faktor pembeku tersebut. Keefektifan trombin ini meningkat jika berikatan dengan heparan sulfat yang terdapat pada permukaan sel endotel. Protein C / protein S / trombomodulin, yang berperan dalam inaktivasi faktor pemercepat koagulasi, seperti faktor Va dan VIIIa. Protein C disintesis di hati dan berada dalam sirkulasi darah dalam bentuk tidak aktif, sedangkan trombomodulin merupakan reseptor trombin yang berada pada sel endotel. Trombomodulin bekerja dengan berikatan dengan trombin sehingga menghambat konversi fibrinogen menjadi fibrin. Selain itu, kompleks trombintrombomodulin mengaktivasi protein C yang kemudian mendegradasi faktor Va dan VIIIa sehingga dapat mencegah pembentukan bekuan darah. Protein S berperan dalam meningkatkan fungsi dari protein C. Tissue factor pathway inhibitor (TFPI) merupakan inhibitor protease serin plasma yang diaktivasi oleh faktor koagulasi Xa. Faktor koagulasi Xa ini terbentuk dari aktivasi faktor koagulasi VIIa. Kompleks dari TFPI dan faktor Xa menghambat pembentukan faktor Xa sehingga TFPI berperan sebagai inhibitor dengan negative feedback.

Pembentukan bekuan darah memicu sekresi aktivator plasminogen jaringan (tPA) oleh sel endotel. Aktivator ini akan memicu pembentukan plasmin dari plasminogen, yang kemudian mendegradasi bekuan fibrin. Ketika tPA berikatan dengan bekuan fibrin, kemampuan tPA untuk mengkonversi plasminogen menjadi plasmin meningkat. Inhibisi platelet dilakukan oleh prostasiklin yang disintesis oleh sel endotel. Prostasiklin dapat meningkatkan kadar cAMP yang kemudian menghambat aktivasi dan agregasi platelet. Selain itu, prostasiklin juga berperan dalam vasodilatasi. Vasodilatasi dapat berperan menghambat trombosis dengan meningkatkan aliran darah dan mengurangi resistensi. Selain itu, a gen vasodilatasi yang terdapat dalam endotel yaitu NO (nitrit oksida) yang berperan secara lokal.

Etiologi
Penyebab adanya infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (STEMI) ini yaitu oklusi pada pembuluh darah koroner. Oklusi ini berupa trombus yang terdapat pada plak aterosklerosis dan terjadi secara cepat. Adanya oklusi berupa trombus ini disebabkan oleh plak aterosklerosis yang mengalami ruptur, ulserasi, atau fisur dan memicu trombogenesis sehingga terbentuk trombus mural yang menghambat arteri koroner. Plak tersebut semakin mudah ruptur jika terdiri atas fibrous cap yang semakin 2 tipis dan inti yang semakin kaya lipid. Selain itu, terdapat beberapa penyebab lain dari STEMI, yaitu:
1

       

Ketergantungan kokain, yang menstimulasi saraf simpatik Sindrom vaskulitis Emboli koroner Anomali kongenital arteri koroner Trauma koroner atau aneurisma Spasme arteri koroner berat Peningkatan viskositas darah, seperti pada polisitemia, trombositosis Peningkatan kebutuhan oksigen myokard, seperti pada stenosis aorta berat

Terjadinya STEMI ini dipicu oleh faktor-faktor risiko, seperti aktivitas fisik berat, stres emosi, penyakit medis atau bedah, dan 2 lain-lain. Umumnya, STEMI sering terjadi pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur.

--1--

Patofisiologi
Pada keadaan plak yang ruptur, trombosit teraktivasi melalui agonis seperti kolagen, epinefrin, dan serotonin dan mengakibatkan:

y y

Produksi dan pelepasan tromboksan A2; tromboksan A2 berperan sebagai vasokonstriktor lokal yang poten Perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa yang membuat afinitas reseptor ini meningkat terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut seperti faktor von Willebrand dan fibrinogen; kedua faktor ini dapat mengikat dua platelet yang berbeda secara simultan sehingga menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi Kemudian terjadi proses koagulasi yang diaktivasi oleh pajanan tissue factor terhadap sel endotel yang rusak. Aktivasi faktor VII dan X mengakibatkan protrombin dikonversi menjadi trombin, yang selanjutnya mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Koagulasi yang membentuk trombus ini akan menghambat arteri koroner. Pada oklusi arteri koroner 2 total, terjadi STEMI.
1

Pembentukan trombus pada aterosklerosis terjadi melalui dua proses, yaitu:

Ruptur plak

Adanya ruptur plak aterosklerosis disebabkan oleh faktor kimia, stres fisik. Faktor kimia tersebut dapat berupa substansi yang dilepaskan oleh sel inflamasi di plak tersebut atau enzim yang mendegradasi matriks interstitial sehingga mengganggu stabilitas plak. Sedangkan, stres fisik tersebut diakibatkan oleh aliran darah yang melalui fibrous cap yang tipis sehingga mudah ruptur. Stres fisik ini dipengaruhi oleh aktivitas fisik dan keadaan emosional. Ruptur plak dapat menyebabkan pembentukan trombus yang diakibatkan oleh faktor koagulasi dan eksposur kolagen subendotel. Platelet teraktivasi dan melepaskan granul-granulnya sehingga menyebabkan penggumpalan platelet, aktivasi kaskade koagulasi, dan vasokonstriksi. Vasokonstriksi ini disebabkan oleh tromboxan dan serotonin. Pengecilan lumen pembuluh darah menyebabkan turbulensi aliran darah meningkat dan dapat meningkatkan stres fisik. Hal ini dapat memicu aktivasi platelet lebih jauh.

Disfungsi endotel

Pada keadaan endotel yang mengalami disfungsi, agen vasodilator berkurang dan inhibisi platelet menjadi terganggu. Hal ini menyebabkan gangguan pengaturan trombus dan terjadi vasokonstriksi berlebih.
1 Infark myokardium terjadi akibat iskemi myokard yang berat dan menyebabkan nekrosis myosit. Besarnya kerusakan 3 myokardium yang diakibatkan oleh oklusi koroner tergantung pada:

      

Area yang disuplai oleh arteri tersebut Letak oklusi arteri Durasi oklusi Jumlah darah yang disuplai ke daerah nekrosis oleh arteri kolateral Kebutuhan oksigen area myokardium tersebut Faktor yang dapat menyebabkan lisis trombus spontan Kecukupan perfusi myokardium pada daerah infark
1

Perubahan patofisiologi pada infark terjadi dalam dua proses, yaitu:

Proses awal infark

Saat kadar oksigen pada myokardium menurun, metabolisme otot jantung berubah menjadi anaerob. Terdapat penurunan produksi ATP dan terjadinya glikolisis anaerob memicu penumpukan asam laktat yang dapat menurunkan pH. Berkurangnya ATP + + + + menyebabkan terganggunya kerja dari kanal Na -K -ATPase, sehingga konsentrasi Na tinggi di intrasel dan konsentrasi K tinggi + + di ekstrasel. Penumpukan Na ini menyebabkan edema sel, dan kelebihan K pada ekstrasel menyebabkan perubahan potensial 2+ transmembran, dan menyebabkan aritmia. Selain itu, terdapat penumpukan Ca intrasel yang memicu aktivasi lipase dan protease sehingga menimbulkan kerusakan sel. Perubahan tersebut terjadi dalam waktu 2 menit setelah iskemi, dan dapat menyebabkan kerusakan sel ireversibel dalam waktu 20 menit. Enzim proteolitik yang keluar dari myosit akan merusak myokardium, dan dapat berada pada sirkulasi sehingga keberadaannya dapat digunakan sebagai tanda klinis dari infark myokardium akut. Perubahan histologis yang paling awal yaitu myofiber bergelombang (wavy myofibers), yang terlihat sebagai edema interseluler yang memisahkan serat-serat otot jantung. Adanya edema interseluler ini akibat dari peningkatan permeabilitas vaskular dan peningkatan tekanan onkotik interstitial. Myofiber bergelombang terjadi dalam waktu 4 12 jam, dan selanjutnya ditunjukkan dengan adanya nekrosis koagulatif dalam waktu 18 24 jam.

Proses akhir infark

Perubahan yang terjadi pada fase ini yaitu pembersihan dari myokardium yang nekrosis dan deposisi kolagen yang membentuk jaringan parut. Pembersihan myokardium yang nekrosis dilakukan oleh makrofag. Proses ini menimbulkan tampakan yang disebut yellow softening karena makrofag memfagosit sel myokard nekrosis dan komponen jaringan ikat. Fagositosis ini menyebabkan

--2--

penipisan dinding dan dilatasi pada daerah infark, yang menyebabkan lemahnya dinding ventrikel dan berisiko terhadap ruptur dinding myokardium. Fibrosis biasanya terbentuk dan membentuk jaringan parut setelah 7 minggu infark. Kaskade koagulasi teraktivasi akibat adanya faktor kagulasi pada sel endotel yang mengalami kerusakan. Beberapa faktor tersebut yaitu faktor VII dan X, yang menyebabkan pembentukan trombin dari protrombin dan akhirnya menyebabkan pembentukan fibrin dari fibrinogen. Pembentukan trombin tersebut kemudian mengaktivasi kaskade koagulasi kembali, 3 sehingga terbentuk trombus yang membuat oklusi arteri koroner.

Gejala klinis3
y
Nyeri, merupakan gejala klinis yang paling sering dikeluhkan oleh pasien STEMI. Nyeri ini berupa nyeri yang dalam dan viseral, yang biasanya dideskripsikan sebagai nyeri yang menusuk atau membakar. Nyeri ini mirip dengan nyeri pada angina pectoris, namun terjadi lebih lama dan terasa lebih berat, juga nyeri terjadi saat istirahat. Lokasi nyeri biasanya terdapat pada bagian pusat dada atau epigastrium, dan dapat menjalar hingga lengan kiri. Nyeri ini biasanya disertai dengan kelemahan, nausea, muntah, dan perasaan cemas. Nyeri ini dapat terasa lebih hebat pada pasien STEMI dengan DM dan nyeri dapat meningkat seiring meningkatnya usia Pada usia yang lebih tua, gejala klinis STEMI biasanya berupa sesak napas, yang dapat menyebabkan edema pulmoner Gejala klinis lain yaitu hilangnya kesadaran, kebingungan, adanya aritmia, adanya embolisme perifer, dan penurunan pada tekanan arteri.

y y

Saat jantung mengalami iskemi, tubuh memiliki cara untuk mengkonmpensasi kelainan tersebut, yaitu dengan reperfusi. Reperfusi ini dapat mengurangi obstruksi arteri koroner yang dapat mencegah kerusakan myokardium lebih lanjut. Reperfusi yang terjadi dalam waktu 20 menit setelah terjadinya iskemi dapat mencegah adanya nekrosis. Namun, reperfusi ini juga dapat menimbulkan aritmia, perdarahan myokardium, dan kerusakan sel ireversibel. Kerusakan ini dipicu oleh stres oksidatif, 2+ 4 kelebihan Ca , dan inflamasi yang diinduksi reperfusi. Penyakit STEMI ditandai dengan adanya elevasi pada segmen ST. Adanya elevasi segmen ST menandakan adanya infark miokard 1 dengan obstruksi yang total. Pada beberapa kasus, STEMI juga dapat disertai dengan penurunan gelombang Q. Adanya elevasi segmen ST menandakan oklusi total arteri koroner epikardium. Sedangkan, gelombang Q menunjukkan area infark myokardium. Besarnya penurunan gelombang Q ini bervariasi, tergantung besarnya reperfusi setelah iskemi dan penge mbalian potensial 3 transmembran.

Daftar pustaka: Naik H, Sabatine MS, Lilly LS. Acute Coronary Syndromes. Dalam: Lilly LS, editor. Patophysiology of Heart Disease. Ed ke 4. Philadelphia: Lippincott; 2007; h.168-180. 2. Alwi I. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2010; h.1741-1744. 3. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, et al. ST-Segment Elevation Myocardial Infarction. Dalam: Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, et al. Harrison s Principles of Internal Medicine. Ed ke-17. New York: McGraw-Hill; 2008. 4. Schoen FJ, Mitchell RN. The Heart. Dalam: Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Aster JC. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. Ed ke-8. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2010; h.553. 1.

--3--

Anda mungkin juga menyukai