Anda di halaman 1dari 13

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Sebagai proses, globalisasi berlangsung melalui dua dimensi dalam interaksi antar bangsa, yaitu dimensi ruang dan waktu. Ruang makin dipersempit dan waktu makin dipersingkat dalam interaksi dan komunikasi pada skala dunia. Globalisasi berlangsung di semua bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan dan lain- lain. Dunia kini memiliki karakteristik global. Artinya, integrasi dunia makin ketat dan kaitan antara satu negara dengan negara lain makin erat. Peristiwa di satu negara yang jauh, akan terdengar dan bahkan berimbas di negara negara lain. Karena itu, globalisasi juga dapat menjadi alat untuk menguasai ekonomi dan bahkan kehidupan politik suatu bangsa. Lalu mengapa globaliasi dikatakan dapat menjanjikan kemakmuran? Hal ini dapat dijelaskan karena lalu lintas barang dan jasa yang semakin cepat sudah tentu akan menjanjikan kemakmuran bagi setiap bangsa. Perbedaan kaya dan miskin (yang seharusnya) juga akan semakin mengecil. Syaratnya adalah bahwa apa yang dikatakan sebagai pasar bebas itu harus berjalan seimbang, berjalan dua arah, dan tidak searah. Misalnya hanya menjadikan negara-negara yang sedang berkembang sebagai hasil industri negara maju. Globalisasi dengan demikian juga memerlukan keseimbangan, kesetaraan diantara mereka yang terlibat, apakah itu sebuah bangsa ataupun individu. Dari aspek ini jelas bahwa globalisasi memerlukan kemampuan untuk bersaing secara bebas. Tanpa kemampuan seperti ini, sebuah negara menjadi koloni negara lainnya. Dari penguasaan sumber-sumber ekonominya menjadi penguasaan kehidupan sosial dan politiknya. Demikian juga manusia yang tidak mampu bersaing, akan tertinggal dengan manusia yang lainnya. Dengan demikian, Globalisasi dapat memberi kemakmuran dan kebebasan sekaligus mendatangkan kemiskinan dan ketergantungan. Bagaimana bangsa-bangsa di dunia mesikapi globalisasi dan kemudian mewujudkan dalam berbagai kebijakan dan the rule of thr game yang disepakati bersama. Inilah yang akan menentukan apakah globalisasi akan melahirkan kolonialisme baru atau memerdekakan dan memakmuran bangsa-bangsa didunia secara adil.

Meskipun demikian, globalisasi juga merupakan sebuah fenomena yang sulit untuk dihindari. Bahkan tidak dapat dicegah. Perkembangan teknologi informasi telah merubah wajah dunia mereka memiliki akses informasi dalam detik yang sama dapat memperoleh informasi dari berbagai penjuru dunia, dari manapun mereka berada. Karena itu, pergerakan barang, jasa dan arus informasi juga akan semakin cepat. Globalisasi sendiri sebenarnya adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antarmanusia diseluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batasbatas suatu negara menjadi bias. Kata globalisasi diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Globalisasi dipandang sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara didunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau satu kesatuan ko-ekosistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat. disisi lain, ada juga yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir. Negara- negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia, dan negara- negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama. Lalu bagaimanakah pengaruh globalisasi yang kini semakin berkembang, terhadap Indonesia? Apakah globalisai memiliki kecenderungan memberikan pengaruh positif atau negatif? Dan bagaimanakah kesiapan Indonesia dalam menghadapinya? Inilah yang akan kita bahas selanjutnya.

BAB II PEMBAHASAN A. Sejarah Globalisasi Globalisasi sebenarnya bukanlah fenomena baru dalam kancah panjang ekonomi Indonesia. Jauh hari sebelum muncul nation state, arus perdagangan dan migrasi lintas benua telah berlangsung sejak lama. Jauh hari sebelumnya, perdagangan regional juga telah membuat interaksi antarsuku bangsa terjadi secara alamiah, natural. Dua dekade menjelang Perang Dunia I, arus uang internasional telah mempererat ikatan antara negara-negara Eropa dengan Amerika Serikat, Asia, Afrika, dan Timur Tengah. Pasar modal mengalami booming di kedua sisi Atlantik. Sementara itu, bank dan investorinvestor swasta sibuk mendiversifikasikan portofolionya, dari Argentina terus melingkar Pasifik hingga ke Singapura. Namun demikian, sejalan dengan siklus ekonomi dan politik dunia, gelombang globalisasi pun juga mengalami pasang surut. Salah satu kekuatan yang melatarbelakangi adalah adanya tarik-menarik antara paham internasionalisme dengan paham nasionalisme atau bahkan dengan isolasionisme. Dicermati dari segi intensitas dan cakupannya, sebenarnya gelombang globalisasi yang melanda seluruh dunia sejak dekade 1980-an telah jauh berbeda dari gelombang yang sama pada periode sebelumnya. Proses konvergensi akibat dari globalisasi dewasa ini praktis telah menyentuh hampir seluruh sendi kehidupan, yang tidak saja merambah di segala bidang (ekonomi, sosial, budaya, politik, dan ideologi), melainkan juga telah menjamah ke dalam tataran sistem, proses, pelaku, dan events. Sekalipun demikian, tidak berarti bahwa prosesnya selalu berjalan dengan mulus. Ada kecenderungan bahwa gelombang globalisasi yang dahsyat menerpa itu ternyata juga disertai dengan fragmentasi. Sulit untuk menentukan suatu batas yang tegas mengenai kapan sebenarnya Indonesia mulai ikut serta dalam tren globalisasi. Tapi, jika yang dijadikan acuan adalah integrasi yang makin tinggi terhadap ekonomi dunia, bisa dikatakan bahwa keikutsertaan Indonesia dalam globalisasi dimulai pada dekade 1980-an. Sama seperti negara-negara Asia Tenggara yang lain, proses memasuki globalisasi di Indonesia lebih banyak didorong pemerintah. Adalah pemerintah, bukan sektor bisnis swasta, yang mengambil inisiatif untuk mengintegrasikan

diri dengan ekonomi global. Pelaku bisnis swasta di dalam negeri justru cenderung merasa tidak siap untuk memasuki globalisasi

B. Dampak Globalisasi Terhadap Indonesia Globalisasi telah menimbulkan dampak yang sangat berarti dalam berbagai dimensi kehidupan manusia. Globalisasi merupakan proses internasionalisasi seluruh tatanan masyarakat modern. Pada awalnya proses ini hanya pada tataran ekonomi, namun dalam perkembangannya cenderung menunjukkan keragaman. Ada tiga dimensi proses globalisasi, yaitu: globalisasi ekonomi, globalisasi politik, dan globalisasi budaya. Universalisasi sistem nilai global yang terjadi dalam dimensi kebudayaan telah mengaburkan sistem nilai (Values system) kehidupan manusia. Gejolak sosial yang muncul ditengah-tengah masyarakat adalah dampak ketimpangan sosial ekonomi antar sesamanya. Globalisasi meningkatkan kesadaran terhadap hak-hak asasi manusia serta kewajiban manusia didalam kehidupan bersama, dan sejalan dengan itu semakin meningkatnya kesadaran bersama dalam alam demokrasi. Terdapat beberapa pengaruh positif globalisasi terhadap politik luar negeri RI. Dilihat dari globalisasi politik, pemerintahan Indonesia kini dijalankan secara lebih terbuka dan demokratis. Karena pemerintahan adalah bagian dari suatu negara, jika pemerintahan djalankan secara jujur, bersih dan dinamis tentunya akan mendapat tanggapan positif dari rakyat sehingga rasa nasionalisme terhadap negara menjadi meningkat. Dari aspek globalisasi ekonomi, terbukanya pasar internasional, meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan devisa negara. Dengan adanya hal tersebut akan meningkatkan kehidupan ekonomi bangsa yang menunjang kehidupan nasional bangsa. Dari globalisasi sosial budaya kita dapat meniru pola berpikir yang baik seperti etos kerja yang tinggi dan disiplin dan Iptek dari bangsa lain yang sudah maju untuk meningkatkan kemajuan bangsa yang pada akhirnya memajukan bangsa dan akan mempertebal rasa nasionalisme kita terhadap bangsa. Namun demikian tidak ada hal yang benar-benar sempurna di dunia ini. Terdapat pula efek negatif globalisasi yang mempengaruhi PLNRI. Diantaranya globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa liberalisme dapat membawa kemajuan dan

kemakmuran. Sehingga tidak menutup kemungkinan berubah arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika hal tesebut terjadi akibatnya rasa nasionalisme bangsa akan hilang Dari globalisasi aspek ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri karena banyaknya produk luar negeri (seperti Mc Donald, Coca Cola, Pizza Hut,dll.) membanjiri di Indonesia. Mayarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas diri sebagai bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya barat yang oleh masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat. Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya dan miskin, karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi. Munculnya sikap individualisme yang menimbulkan ketidakpedulian antarperilaku sesama warga. Pengaruh- pengaruh di atas memang tidak secara langsung berpengaruh terhadap nasionalisme. Akan tetapi secara keseluruhan dapat menimbulkan rasa nasionalisme terhadap bangsa menjadi berkurang atau hilang. Sebab globalisasi mampu membuka cakrawala masyarakat secara global. Apa yang di luar negeri dianggap baik memberi aspirasi kepada masyarakat kita untuk diterapkan di negara kita. Jika terjadi maka akan menimbulkan dilematis. Bila dipenuhi belum tentu sesuai di Indonesia. Bila tidak dipenuhi akan dianggap tidak aspiratif dan dapat bertindak anarkis sehingga mengganggu stabilitas nasional, ketahanan nasional bahkan persatuan dan kesatuan bangsa. Arus globalisasi memang memberikan dampak terhadap pembangunan ekonomi negara-negara di dunia dan juga memberikan permasalahan yang serius. Negara -negara di dunia diuntungkan dengan semakin bebasnya melakukan kerja sama dalam membangunan ekonomi kearah yang lebih baik (open economy) dan juga merpermudah negara-negara tersebut memperoleh aliran modal dari negara-negara lain, sehingga membantu negara tersebut dalam mengembangkan pilar ekonominya. Membumingnya globalisasi tidak lepas dari peran institusi di dalamnya dalam mempromosikan keuntungan dari globalisasi itu sendiri bagi negara-negara yang menerima keberadaan globalisasi. Institusi itu tidak lain adalah IMF (International Monetary Fund), WB (World Bank) dan WTO (World Trade Organization), atau biasa dikenal dengan Washington Consesus, dengan membawa tiga (3) program unggulan, yaitu: perdagangan internasional, investasi asing langsung dan aliran pasar modal.

Dengan globalisasi dapat memberikan manfaat terhadap negara -negara untuk membuka diri dalam melakukan kerja sama serta meminta bantuan terhadap negara -negara lain, dan tidak hanya itu negara dapat memperoleh pendapatan neraca pembayaran melalui perdagangan internasional dengan negara lain. Dampak itu pun dirasakan oleh negara-negara berkembang, seperti Indonesia, menurut data dari ADB (Asian Development Bank, 2008), neraca transaksi berjalan Indonesia terus mengalami surplus, mulai dari tahun 1998 yang mengalami surplus sebesar 4,1 miliar dolar AS hingga mendapatkan surplus sebesar 11 miliar dolar AS pada tahun 2007. Selain perdagangan internasional, Indonesia juga memperoleh keuntungan dari semakin bebasnya aliran investasi dan modal dari negara-negara lain. Hal ini memang didukung oleh regulasi dari pemerintah Indonesia, yaitu Undang-undang penanaman modal, sehingga dapat mengatur masuknya aliran modal. Adanya investasi dari luar negeri memudahkan pemerintah dalam membangun fasilitas penting yang dapat menunjang dalam pembangunan ekonomi, seperti Infrastruktur dan fasilitas penting lainnya. Dengan membaiknya fasilitas pentingnya tersebut dapat mendorong efisiensi dan efektivitas aktivitas ekonomi sehingga pada akhirnya akan membangun ekonomi yang kuat. Namun, di sisi lain, fenomena globalisasi dapat memberikan permasalahan yang serius dalam perekonomian Indonesia bahkan perekonomian negara-negara di dunia. Sebagai contoh, krisis keuangan global tahun 2008 lalu, yang dampaknya masih dirasakan hingga saat ini. Diawali dari keuangan Amerika Serikat, lalu menyebar ke negara-negara sekutu Amerika Serikat hingga berdampak pada negara-negara berkembang, tidak terkecuali Indonesia. Penyebaran ini merupakan efek dari globalisasi yang semakin luas, karena proses globalisasi adalah proses interkoneksi antar masyarakat sehingga kejadian-kejadian yang terjadi di suatu negara atau masyarakat akan mempengaruhi negara atau masyarakat lain (Rais, 2008). Proses penyebaran krisis keuangan global tahun 2008, dimulai dari bangkrutnya perusahaan investasi terbesar ke-3 di Amerika Serikat, Lehman Brother. Diakibatkan oleh kegagalan pembiayaan kredit perumahan, atau dikenal Suprime Mortgage, oleh para kreditur. Hal ini juga diakibatkan oleh transaksi derivatif dari saham property (perumahan) yang memiliki resiko tinggi, sehingga pada akhirnya saham derivatif tersebut menjadi biang keladi dalam kehancuran sistem keuangan Amerika Serikat. Dengan ambruknya perusahaan investasi tersebut pada akhirnya mendorong kepanikkan pasar dan ketidakpercayaan pelaku pasar asing dan domestik sehingga menurunkan harga indeks gabungan di dunia. Efek dari krisis keuangan ini juga berdampak terhadap pasar keuangan negara-negara berkembang, seperti Indonesia, Efek ini juga membuat Bank Sentral (BI) melakukan

intervensi valuta asing untuk menghindari semakin beredarnya uang (hot money), namun dengan kebijakan ini BI harus merelakan cadangan devisanya (Satria, 2009). Untuk itu perlu adanya peran pemerintah Indonesia maupun instansi yang terkait dalam mencari solusi atau kebijakan yang efektif untuk meredam dampak dari faktor eksternal yang menggangu kestabilan perekonomian Indonesia. Krisis keuangan global memang telah membawa efek domino yang sangat serius bagi perekonomian negara-negara di dunia. Ambruknya perusahaan investasi, Lahman Brother memicu banyak pelaku pasar mengalami kepanikkan terhadap pasar saham sehingga membuat harga saham gabungan di dunia mengalami penurunan, akibat penjualan saham yang berlebihan. Naiknya harga minyak ini membuat semakin beratnya biaya produksi sektor-sektor ekonomi yang potensial, seperti Industri Manufaktur. Hal ini diakibatkan semakin mahalnya bahan baku sehingga proses pengolahan menjadi semakin tidak efisien, dan pada akhirnya mempengaruhi harga jualnya. Akibat yang besar dari naiknya harga minyak dunia adalah semakin menurunnya pertumbuhan ekonomi dunia. Di Indonesia dengan meningkatnya harga minyak telah mengubah komposisi APBN 2008 dan arah kebijakan moneter. Efek yang buruk terhadap perekonomian Amerika Serikat menjadi awal dari merambatnya krisis keuangan global atau menjadi hadiah spesial Amerika Serikat kepada negara-negara di dunia khususnya Indonesia, yang menyebabkan menurunnya perekonomian dunia, bahkan memberikan dampak yang buruk lagi, yaitu, pertumbuhan yang terus menurun diikuti oleh inflasi yang parah, yang disebut Resesi. Negara yang mengalami resesi, antara lain; Jepang, singapura dan negara-negara yang memiliki hubungan baik, dalam arti negara yang sangat bergantung pada pasar Amerika Serikat. Untuk Indonesia, dampak memang buruk, pertumbuhan perekonomian Indonesia menurun dari 6,3 per sen pada tahun 2007 menjadi kisaran 6 persen pada tahun 2008 dan juga menurunkan volume ekspor Indonesia akibat penurunan daya beli masyarakat dunia. Dampak yang dirasakan negara-negara di dunia khususnya Indonesia, memang sangat buruk. Apabila dapat diurutkan gejala dari penyebaran krisis keuangan global dari Amerika Serikat kepada Indonesia, adalah dimulai dari merosot tajamnya nilai IHSG (indeks harga gabungan) Indonesia, yang diakibatkan sentimen negatif dari pelaku pasar yang berekspektasi negatif akibat ambruknya pasar saham di dunia sehingga pelaku pasar banyak menjual sahamnya. Kurs rupiah pun mengalami depresiasi sehingga menembus angka Rp. 12.000 per dolar, akibatnya banyak para investasi valuta asing beramai-ramai menukarkan dolarnya ke

rupiah sehingga peredaran uang di masyarakat menjadi meningkat dan juga menyebabkan menurunnya suku bunga. Dengan Efek ini juga membuat Bank Sentral (BI) melakukan intervensi valuta asing untuk menghindari semakin banyak beredarnya uang ( money), hot namun dengan kebijakan ini BI harus merelakan cadangan devisanya berkurang (Satria, 2009), selain itu, inflasi meningkat menjadi 11 persen akibat krisis keuangan global (Bank Indonesia, 2009) Berbagai kebijakan diambil Bank sentral melalui menaikkan BI rate menjadi 9.5 untuk menghindari adanya capital outflow yang berlebihan, meskipun di sisi lain akan berdampak pada menurunnya tingkat investasi. Namun, dalam banyak penelitian, Investasi banyak dipengaruhi oleh faktor, antara lain: kelembagaan, kepastian politik dan keama nan serta kepastian hukum. Selain itu, BI bersama LPS telah menerapkan jaminan simpanan sebesar 2 miliar untuk mengamankan deposito masyarakat, sehingga memberikan rasa aman bagi nasabah. Dampak yang krusial adalah meningkatnya angka pengangguran akibat PHK besarbesaran yang dilakukan perusahaan akibat menurunnya penjualan produknya. Terdapat dua sektor yang mengalami ujian berat akibat krisis global yaitu, sektor industri dan perdagangan. Hal ini karena kedua sektor ini memang bergerak dalam bidang ekspo sehingga apabila r ekonomi di dunia mengalami penurunan maka akan berimbas pada menurunnya daya beli, yang pada akhirnya menurunkan pendapatan sektor tesebut. Pada sektor ketenagakerjaan , tingkat pengangguran akan ikut meningkat dari tahun 2007 yang sebesar 9,1 persen menjadi sekitar 10 persen pada tahun 2008, begitu juga pada tahun 2009, diperkirakan pengangguran akan meningkat sebesar 11-12 persen. Dengan meningkatnya tingkat pengangguran akan berdampak pula pada meningkatnya tingkat kemiskinan, untuk itu perlu adanya kebijakan yang constructive untuk meredam efek yang semakin parah dari krisis global.

C. Kebijakan Yang Diambil Pemerintah Upaya untuk meredam dampak dari krisis keuangan global memang sangat dibutuhkan untuk menumbuhkan kembali pertumbuhan ekonomi yang positif. Pertumbuhan ekonomi yang membaik dapat diperlihatkan dari semakin meningkatnya volume perdagangan baik dalam negeri maupun luar negeri, membaiknya sektor perbankan dalam menyalurkan dananya ke sektor yang fundamental dan juga meningkatnya investasi ke sektor-sektor yang penting. Untuk menumbuhkan kembali pertumbuhan ekonomi perlu adanya kebijakan yang efektif

dari pemerintah, terdapat tiga kebijakan yang sangat penting untuk menunjang petumbuhan ekonomi, antara lain: 1. Pengembangan UMKM UMKM merupakan suatu tonggak penggerak perekonomian Indonesia. Hampir 99,9 persen dari pelaku usaha di Indonesia adalah UMKM bahkan menyumbangkan tingkat pertumbuhan ekonomi 2-4 persen per tahun bagi Indonesia. UMKM juga memberi kontribusi sebesar 99,6 persen dalam hal penyerapan tenaga kerja Bahkan ketika terjadi krisis tahun 1997/1998, sektor rill (UMKM) tetap bertahan di tengah keterbatasan ketika Usaha besar banyak yang berguguran. Pengembang UMKM cukup membaik hal ini karena target penyaluran kredit mikro, kecil, dan menengah (MKM) perbankan tahun 2007 tercapai. Namun, masalah yang masih menghambat dari pengembangan UMKM adalah masih tingginya kredit macet di sektor ini, akibat pengembalian yang cukup lama dan juga bunga yang rendah, sehingga perbankan lebih memberikan proporsi kreditnya kepada yang bersifat konsumsi seperti KPR. Hal inilah berdampak pada menurunnya kepercayaan bank kepada sektor UMKM, selain itu, masalah dari UMKM itu sendiri adalah masih banyaknya UMKM yang belum memiliki surat usaha dan juga tempat usaha yang tetap sehingga mempersulit UMKM untuk dapat bankable atau memiliki kelayakan untuk memperoleh kredit perbankan. Untuk itu perlu adanya kebijakan baik dalam hal pengawasan maupun regulasi untuk dapat memperbaikki kinerja UMKM yang sangat besar potensinya 2. Kebijakan Fiskal Peran pemerintah memang sangat vital dalam mengatasi krisis keuangan global, yaitu melalui kebijakan fiskal. Kebijakan ini bersumber pada pengalokasiaan APBN untuk dapat maksimal dalam penggunaannya untuk mengembalikan pertumbuhan ekonomi yang mengalami penurunan akibat krisis keuangan global. Adapun kebijakan fiskal yang diambil pemerintah adalah stimulus fiskal 2009. Paket stimulus fiskal ini adalah upaya pemerintah untuk mengatasi krisis keuangan global yang semakin serius sehingga dapat diredam yang pada akhirnya menghindarkan Indonesia kelembah resesi yang lebih parah. Di negara-negara lain pun menerapkan stimulus fiskal dengan penerapan kebijakan yang berbeda-beda, namun bertujuan yang sama yaitu, meredam krisis keuangan dan meningkatkan kembali kepercayaan pasar, serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Stimulus fiskal Indonesia tahun 2009 pada APBN 2009 dalam rangka antisipasi dan penanganan dampak krisis global akan mencapai jumlah Rp71,3 triliun atau sekitar 1,4 persen dari PDB. Jumlah stimulus fiskal itu terdiri dari penghematan pembayaran pajak (tax saving) sebesar Rp43 triliun atau 0,8 persen dari PDB. Stimulus lain berupa subsidi pajak dan bea masuk ditanggung pemerintah (PPNDTP dan BMDTP) yaitu untuk eksplorasi migas dan migor sebesar Rp3,5 triliun (0,07 persen dari PDB), BMDTP bahan baku dan barang modal Rp2,5 triliun (0,05 persen dari PDB), PPh karyawan Rp6,5 triliun (0,12 persen dari PDB), dan PPh panas bumi Rp0,8 triliun (0,02 persen). Selain itu juga terdapat subsidi dan belanja kepada dunia usaha dan pencipataan lapangan kerja, yang terdiri dari penurunan harga solar (subsidi solar) Rp2,8 triliun (0,05 persen), diskon beban puncak listrik industri Rp1,4 triliun (0,03 persen), tambahan belanja infrastruktur Rp10 triliun (0,2 persen), dan perluasan program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) sebesar Rp0,6 triliun atau 0,01 persen dari PDB. (Indonesia.go.id, 2009)

3. Kebijakan Pro Poor Budgeting Berdasarkan pasal 23 ayat 1, anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan Undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Melihat dari isi pasal tersebut dapat tercermin perlu adanya penganggaran pemerintah berupa APBN atau APBD yang lebih kearah meningkatkan kemakmuran rakyat atau Pro Poor Budgeting. Kebijakan pro rakyat miskin (Pro Poor Policy) merupakan tindakan politik yang bertujuan mengalokasikan hak-hak dan sumber daya kepada perorangan, organisasi, dan wilayah yang terpinggirkan oleh negara dan pasar (Moore dan Putzel, 2000 dalam Prakarsa, 2009) 14. Perlu adanya keberanian dari para elit pemerintah untuk mengalokasikan anggaran demi membangun kebijakan yang pro dengan rakyat miskin (UMKM). Sesuai dengan pasal 34 ayat 2, yang berisi negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat memaknai pasal tersebut sebagai upaya pemerintah dalam memberdayakan masyarakat yang lemah (miskin).

Menurut prakarsa, anggaran pro rakyat miskin dalam proses penganggaran dapat dilakukan melalui tiga hal, yaitu: 1. memperbaiki sisi pengelolaan keuangan negara dengan mengkoordinasikan kebijakan fiskal dan moneter untuk mendorong stimulus fiskal, pertumbuhan yang pro poor, serta proses penganggaran yang transparan, partisipatif dan akuntabel; 2. menguatkan sisi pendapatan dengan mengoptimalkan peran pajak untuk mengatasi defisit anggaran serta menurunkan pajak yang memberatkan rakyat miskin; 3. mengefektifkan sisi belanja negara dengan melakukan peningkatan belanja modal serta alokasi investasi pada sektor krusial infrastruktur dasar, partanian dan UKM); meningkatkan agregat belanja sosial, khususnya anggaran pendidikan dan kesehatan serta pelayanan dasar lainnya, dan memilih jenis subsidi yang paling efektif dan menyentuh rakyat miskin. Dengan memaksimalkan ketiga hal tersebut, perencanaan anggaran Pro Poor Budgeting dapat berjalan dengan baik dan efisien, serta tidak menjadi racun bagi perekonomian pasca krisis keuangan global. Selain itu juga demi terciptanya kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Inti dari kebijakan di atas adalah mengembalikan kepercayaan masyarakat, menjaga volume perdagangan, menjaga tingkat devisa negara yang terkikis akibat tekanan spekulatif valuta asing, dan juga mengembalikan fungsi perbankan dalam menjaga kestabilan likuiditas. Dengan memaksimalkan langkah tersebut diharapkan kestabilan ekonomi dapat berjalan dengan baik. Sebetulnya masih banyak kebijakan lain yang juga sangat penting dan mendasar dalam memulihkan perekonomian. Kebijakan yang luar biasanya tidak akan berjalan apabila yang menjadi sasaran dari kebijakan tersebut tidak sejalan. Adapun kebijakan lainnya, adalah, memaksimalkan pemanfaatkan kredit perbankan yang telah direalisasikan kepada pelaku usaha, meningkatkan jalinan kerja sama dengan pelaku usaha di luar negeri yang baru (khususnya pelaku usaha bidang ekspor), dan memaksimalkan pasar domestik ketika pasar ekpor menurun serta yang paling penting adalah menciptakan iklim investasi di Indonesia yang aman, dapat melalui perbankan shariah dengan sistem underlying transaction, karena jelas peruntukannya (akad) dan juga memiliki resiko yang kecil terhadap kejolak di pasar saham

BAB III SIMPULAN

Globalisasi bagai dua sisi mata uang, satunya membawa kebaikan yang lainnya mendorong kepada keterpurukan. Manusia yang diberi karunia oleh Tuhan akal sehat, seharusnya bisa mencermati fenomena yang berupa kecenderungan yang terjadi dewasa ini. Globalisasi harusnya dapat dipikirkan baik dan buruknya dengan pertimbangan bahwa globalisasi ini harus membawa seluruh manusia mendapatkan kesejahteraan tidak hanya sebagian manusia saja yang menikmati kemakmuran tetapi seluruh makhluk yang berada didalam atmosfir ini harus bisa merasakannya. Meskipun pertimbangan ini nampaknya hanya cita-cita utopia saja, namun tidaklah salah kita menggantungkan tujuan hidup kita pada cita-cita ideal yang disepakati oleh seluruh manusia, tidak berdasarkan pandangan orang amerika saja atau menurut keinginan salah satu pihak saja. Hal ini tidak nampak dari semangat mendirikan suatu sistem perdagangan yang dewasa ini dibangun, nampak terlihat jelas pihak barat yang dimotori oleh amerika serikat berusah a keras memaksakan keinginannya dan sekutu-sekutunya, menggolkan tujuan yang merupakan visi versinya sendiri. Apalagi pasca runtuhnya komunis, membuat mereka semakin sombong, dengan melakukan penekanan dan pemaksaan terhadap negara-negara yang tidak mau menerima visi mereka berupa embargo ekonomi. Keadaan ini menimbulkan suasana yang tidak sehat dilingkungan dunia sebab dapat menimbulkan ketidaksenangan bahkan antipati, akibat yang lebih parah adalah ancaman perang global. Globalisasi yang erat kaitannya dengan pasar bebas dan persaingan yang ketat, menuntut setiap negara untuk menciptakan manusia dengan kualifikasi yang tinggi dengan nilai jual yang sangat kompetitif. Disatu sisi ini merupakan suatu nilai positif dari globalisasi, namun disisi lain adalah suatu kerugian besar bagi umat manusia sebagai makhluk pekerja yang cenderung kapitalis, yang melakukan semuanya semata-mata karna uang dan untuk memenuhi tuntutan pasar, rasa nilai-nilai tradisional berupa kebersamaan, kesamaan, kemanusiaan cenderung tersisih. Hal ini akan mencetak manusia sebagai robot yang diprogram hanya untuk bersaing, mengalahkan yang lain untuk mendapatkan prestise dan kemakmuran semu.

DAFTAR PUSTAKA

Sulastomo, Membangun Demokrasi, Mengelola Globalisasi . Jakarta : Pustaka Umat . 2007. DR. Anak Agung Banyu Perwita, DR Yanyan Mochamad Yani. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. 2005

Anda mungkin juga menyukai