Anda di halaman 1dari 5

Mengintegrasikan Spiritual Quotient dan Emotional Quotient Untuk Memenuhi Etika Profesi

Abstraksi

Mengacu pada teori motivasi yang dikemukakan Maslow, kecerdasan spiritual terkait dengan aktualisasi diri atau pemenuhan tujuan hidup,yang merupakan tingkatan motivasi yang tertinggi. Kecerdasan spiritual yang tinggi ditandai dengan adanya pertumbuhan dan transformasi pada diri seseorang, tercapainya kehidupan yang berimbang antara karier/pekerjaan dan pribadi/keluarga, serta adanya perasaan suka cita serta puas yang diwujudkan dalam bentuk menghasilkan kontribusi yang positif dan berbagi kebahagiaan kepada lingkungan. Namun pada kenyataanya tidak hanya kecerdasan spiritual saja yang diperlukan,kecerdasan emosional juga diperlukan untuk dapat mencapai titik tersebut dan tidak dapat di pungkiri lagi bahwa kecerdasan emosional sangat berperan dalam pembentukan karakter pada tiap individu yang dapat mempengaruhi kehidupan spiritual mereka pada akhirnya .Dalam makalah ini akan dibahas bagaimana kedua hal tersebut dapat berintegrasi dalam pembentukan karakter individu sehingga pada akhirnya antara Emotional dan Spiritual Quotient dapat menjadi pedoman untuk bertanggung jawab dalam menjalani apapun pekerjaan kita.

Kecerdasan Spiritual (Spiritual Quotient) Potensi besar yang dimiliki manusia, selain kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosi adalah kecerdasan spiritual. Dalam ESQ, kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna spiritual terhadap pemikiran, perilaku dan kegiatan, serta mampu menyinergikan IQ,EQ, dan SQ secara komperhensif. meningkatkan kualitas kecerdasan emosi sangat berbeda dengan IQ. IQ umumnya tidak berubah selama kita hidup. Sementara kemampuan kognitif murni tidak berubah,(IQ) maka kecakapan emosi dapat dipelajari kapan saja. Pada teori motivasi yang dikemukakan Maslow, kecerdasan spiritual terkait dengan aktualisasi diri atau pemenuhan tujuan hidup,yang merupakan tingkatan motivasi yang tertinggi. Kecerdasan spiritual yang tinggi ditandai dengan adanya pertumbuhan dan transformasi pada diri seseorang, tercapainya kehidupan yang berimbang antara karier/pekerjaan dan pribadi/keluarga, serta adanya perasaan suka cita serta puas yang diwujudkan dalam bentuk menghasilkan kontribusi yang positif dan berbagi kebahagiaan kepada lingkungan. SQ walaupun mengandung kata spiritual tidak selalu terkait dengan kepercayaan atau agama. SQ lebih kepada kebutuhan dan kemampuan manusia untuk menemukan arti dan menghasilkan nilai melalui pengalaman yang mereka hadapi. Danah Zohar (Harvard University) dan Ian Marshall (Oxford University) mendefinisikan kecerdasan spiritual (Spiritual Quotient ) sebagai kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas, kaya dan mendalam; kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. SQ menjadi landasan yang diperlukan untuk memfungsikan dan mensinergikan IQ dan EQ secara integral, efektif dan menyeluruh. Melalui SQ, pemikiran, perilaku dan perihidup manusia diberi makna dan bermuatan makna spiritual. Kecerdasan spiritual (Spiritual Quotient ) menyadarkan kita akan tujuan hidup dan pemaknaan kehidupan yang kita jalani. Bahwa hidup memiliki arah dan tujuan hidup, bahwa setiap kehidupan memiliki pemaknaan yang tidak sekedar makna-makna bersifat duniawi. Spiritual Quotient (kecerdasan spiritual) memformulasi dirinya melalui value yang terbit lewat suara hati. Secara halus dan subtil, ia menempati ruang di relung hati manusia. Dan suara hati melintasi waktu, tempat, ras, suku bangsa dan agama. Kecerdasan spiritual melintasi batas agama (religion). Meski demikian, pemaknaan yang mendalam dan lurus terhadap agama yang dianut akan menjadi landasan yang kuat bagi tumbuh dan berkembangnya suara hati dalam diri

manusia. Antara Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Emosi dan Kecerdasan Spiritual Daniel Goleman, seorang pakar kecerdasan emosi (Emotional Quotient) berpendapat bahwa peningkatan kualitas kecerdasan emosi sangat berbeda dengan kecerdasan intelektual (IQ). Jika kemampuan murni kognitif (IQ) relatif tidak berubah, maka kecakapan emosi dapat dipelajari dan ditingkatkan secara signifikan. Dengan motivasi dan usaha yang benar, kita dapat mempelajari dan menguasai kecakapan emosi tersebut. Kecerdasan emosi ini dapat meningkat, dan dapat terus ditingkatkan sepanjang kita hidup

Menurut Goleman, ada empat level kecerdasan emosi: y Level pertama adalah self awareness atau kesadaran diri.

Pada tahap ini, seorang dapat mengenal dan memahami emosi, kekuatan dan kelemahan, nilai-nilai serta motivasi dirinya. y Level kedua adalah self management atau kelola diri

Di sini seseorang tidak hanya mampu mengenal dan memahami emosinya, juga mampu mengelola, mengendalikan dan mengarahkannya. Seseorang yang memiliki kemampuan kelola diri yang baik secara rutin melakukan evaluasi diri setelah menghadapi keberhasilan maupun kesuksesan dan mampu mempertahankan motivasi dan perilaku kerjanya untuk menghasilkan kinerja yang baik. y Level ketiga yang disebut social awareness atau kesadaran sosial,

Seseorang sudah dapat berempati, yaitu peka terhadap perasaan, pemikiran, dan situasi yang dihadapi orang lain. Kecerdasan emosi memampukan kita untuk menyadari dan memahami perasaan sendiri dan orang lain, memampukan kita menilai suatu situasi dan bertindak sesuai dengan situasi yang dihadapi. y Level ke empat adalah relationship management atau kelola hubungan,

seorang dapat mengendalikan dan mengarahkan emosi orang lain, jadi seseorang dapat menginspirasi orang lain, mempengaruhi perasaan dan keyakinan orang lain, mengembangkan kapabilitas orang lain, mengatasi konflik, membina hubungan, dan membentuk kerja sama yang menguntungkan semua pihak.

Tidak ada standar test EQ yang resmi dan baku. Namun kecerdasan Emosi dapat ditingkatkan, baik terukur maupun tidak. Tetapi dampaknya dapat dirasakan baik oleh diri sendiri maupun orang lain. Berikut dampak dan fungsi kecerdasan emosional dalam kehidupan sehari-hari antara lain:  Mengatasi Stress Stress merupakan tekanan yang timbul akibat beban hidup. Stress dapat dialami oleh siapa saja. Toleransi terhadap stress merupakan kemampuan untuk bertahan terhadap peristiwaperistiwa buruk dan situasi penuh tekanan tanpa menjadi hancur. Oleh karena fungsi kecerdasan emosional adalah mengatasi stress dengan positif dan merubahnya menjadi pengaruh yang baik. Orang yang cerdas secara emosional mampu menghadapi kesulitan hidup dengan kepala tegak, tegar dan tidak hanyut oleh emosi yang kuat. Cenderung menghadapi semua hal, bukannya lari dan menghindar. Dapat mengelakkan pukulan sehingga tidak hancur dan tetap terkendali. Mungkin sesekali terjatuh namun tidak terpuruk sehingga dapat berdiri tegak kembali.  Mengendalikan Dorongan Hati Merupakan karakteristik emosi untuk menunda kesenangan sesaat untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Hal ini sering juga disebut menahan diri. Orang yang cerdas secara emosi tidak memakai prinsip harus memiliki segalanya saat itu juga. Mengendalikan dorongan hati merupakan salah satu seni bersabar dan menukar rasa sakit atau kesulitan saat ini dengan kesenangan yang jauh lebih besar dimasa yang akan datang. Kecerdasan emosi penuh dengan perhitungan.  Mengelola Suasana Hati Merupakan kemampuan emosional yang meliputi kecakapan untuk tetap tenang dalam suasana apapun, menghilangkan gelisahan yang timbul, mengatasi kesedihan atau berdamai dengan sesuatu yang menjengkelkan. Orang yang cerdas secara emosi tidak berada dibawah kekuasaan emosi. Mereka akan cepat kembali bersemangat apapun situasi yang menghadang dan tahu cara menenangkan diri. Mengelola suasana hati bukan berarti menekan perasaan. Salah satu ekspresi emosi yang bisa timbul bagi setiap orang adalah marah. Menurut Aristoteles, Marah itu mudah. Tetapi untuk marah kepada orang yang tepat, tingkat yang tepat, waktu, tujuan dan dengan cara yang tepat, hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang cerdas secara emosi.

 Memotivasi Diri Orang dengan keterampilan ini cenderung sangat produktif dan efektif dalam hal apapun yang mereka hadapi. Ada banyak cara untuk memotivasi diri sendiri antra lain dengan banyak membaca buku atau artikel-artikel positif, selftalk, tetap fokus pada impian-impian, evaluasi diri dan sebagainya.  Memahami Orang lain Menyadari dan menghargai perasaan-perasaan orang lain adalah hal terpenting dalam kecerdasan emosi. Hal ini juga biasa disebut dengan empati. Memahami perasaan orang lain tidak harus mendikte tindakan kita. Menjadi pendengar yang baik tidak berarti harus setuju dengan apapun yang kita dengar. Tetapi Keuntungan dari memahami orang lain adalah kita lebih banyak pilihan tentang cara bersikap dan memiliki peluang lebih baik untuk berkomunikasi dan menjalin hubungan baik dengan orang lain.  Kemampuan Sosial Memiliki perhatian mendasar terhadap orang lain. Orang yang mempunyai kemampuan sosial dapat bergaul dengan siapa saja, menyenangkan dan tenggang rasa terhadap orang lain ynag berbeda dengan dirinya. Tingkah laku seperti itu memerlukan harga diri yang tinggi, yaitu: menerima diri sendiri apa adanya, tidak perlu membuktikan apapun (baik pada diri sendiri maupun orang lain), bahagia dan puas pada diri sendiri apapun keadaannya. Kemampuan sosial erat hubungannya dengan keterampilan menjalin hubungan dengan orang lain. Orang yang cerdas secara emosi mampu menjalin hubungan sosial dengan siapa saja. Orang-orang senang berada disekitar mereka dan merasa bahwa hubungan ini berharga dan menyenangkan. Ini berarti kedua belah pihak dapat menjadi diri mereka sendiri. Orang-orang dengan kecerdasan emosi yang tinggi bisa membuat orang lain merasa tentram dan nyaman berada didekatnya. Mereka menebar kehangatan dan keterbukaan atau transparansi dengan cara yang tepat.

Anda mungkin juga menyukai