Anda di halaman 1dari 28

A.

DEFINISI Stroke adalah kehilangan fungsi otak secara mendadak yang diakibatkan oleh gangguan supalai darah ke bagian otak. (Brunner & Sudarth, 2000).Stroke atau cedera serebrovaskular (CVA ) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Brunner & Suddarth 2002). Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak. (Elizabeth J. Corwin, 2002). Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif, cepat berupa defisit neurologis vokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian. Semata-mata disebabkan oleh peredaran darah otak non traumatik. (Mansjoer A. Dkk) Stroke atau Cerebral Vasculer Accident (CVA) adalah gangguan dalam sirkulasi intra serebral yang berkaitan vascular insufficiency, trombosis, emboli, atau perdarahan. Definisi menurut WHO: stroke adalah terjadinya gangguan fungsional otak fokal maupun global secara mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam akibat gangguan aliran darah otak. Menurut Neil F Gordon: stroke adalah gangguan potensial yang fatal pada suplai darah bagian otak. Tidak ada satupun bagian tubuh manusia yang dapat bertahan bila terdapat gangguan suplai darah dalam waktu relatif lama sebab darah sangat dibutuhkan dalam kehidupan terutama oksigen pengangkut bahan makanan yang dibutuhkan pada otak dan otak dalah pusat control system tubuh termasuk perintah dari semua gerakan fisik. Dengan kata lain stroke merupakan manifestasi keadaan pembuluh darah cerebral yang tidak sehat sehingga bisa disebut juga cerebral arterial disease atau cerebrovascular disease. Cedera dapat disebabkan oleh sumbatan bekuan darah, penyempitan pembuluh darah, sumbatan dan penyempitan atau pecahnya pembuluh darah, semua ini menyebabkan kurangnya pasokan darah yang memadai. Stroke seringkali terjadi pada orang-orang golongan usia diatas 50 tahun, tetapi mungkin saja terjadi juga pada usia muda yang sering kali disebabkan karena adanya kelainan jantung yang mengakibatkan timbulnya embolisasi.

ETIOLOGI a. Trombosis bekuan darah dalam pembuluh darah otak atau leher: Arteriosklerosis serebral. b. Embolisme serebral bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain: endokarditis, penyakit jantung reumatik, infeksi polmonal. c. Iskemia penurunan aliran darah ke area otak: Kontriksi ateroma pada arteri. d. Hemoragi Serebral Pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan kedalam jaringan otak atau ruang sekitar otak Ada beberapa factor risiko stroke yang sering teridentifikasi, yaitu ; 1. Hipertensi, dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini dapat menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus sehingga dapat mengganggu aliran darah cerebral. 2. Aneurisma pembuluh darah cerebral Adanya kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada satu tempat yang diikuti oleh penipisan di tempat lain. Pada daerah penipisan dengan maneuver tertentu dapat menimbulkan perdarahan. 3. Kelainan jantung / penyakit jantung Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial fibrilasi dan endokarditis. Kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak output dan menurunkan aliran darah ke otak. Ddisamping itu dapat terjadi proses embolisasi yang bersumber pada kelainan jantung dan pembuluh darah.

4. Diabetes mellitus (DM) Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yeitu terjadinya peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah khususnya serebral dan adanya kelainan microvaskuler sehingga berdampak juga terhadap kelainan yang terjadi pada pembuluh darah serebral. 5. Usia lanjut Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk pembuluh darah otak. 6. Polocitemia Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi lambat sehingga perfusi otak menurun. 7. Peningkatan kolesterol (lipid total) Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya embolus dari lemak. 8. Obesitas Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah satunya pembuluh drah otak. 9. Perokok Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga terjadi aterosklerosis. 10. kurang aktivitas fisik Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk kelenturan pembuluh darah (embuluh darah menjadi kaku), salah satunya pembuluh darah otak.

TANDA DAN GEJALA Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung pada daerah dan luasnya daerah otak yang terkena.
1. Pengaruh terhadap status mental

Tidak sadar : 30% 40% Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar 2. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan: Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%) Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%) Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%) 3. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala: hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai (30%-80%) inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana yang terkena 4. Daerah arteri serebri posterior Nyeri spontan pada kepala Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%) 5. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan: Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak Hemiplegia alternans atau tetraplegia

Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan menelan, emosi labil) Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:
1. Stroke hemisfer kanan

Hemiparese sebelah kiri tubuh Penilaian buruk Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan
2. stroke hemisfer kiri

mengalami hemiparese kanan perilaku lambat dan sangat berhati-hati kelainan bidang pandang sebelah kanan disfagia global afasia mudah frustasi KLASIFIKASI Berdasarkan proses patologi dan gejala klinisnya stroke dapat diklasifikasikan menjadi : 1. stroke hemoragik Terjadi perdarahan cerebral dan mungkin juga perdarahan subarachnoid yeng disebabkan pecahnya pembuluh darah otak. Umumnya terjadi pada saat melakukan aktifitas, namun juga dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran umumnya menurun dan penyebab yang paling banyak adalah akibat hipertensi yang tidak terkontrol.

2. stroke non hemoragik Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun thrombus pembuluh darah otak. Umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama atau angun tidur. Tidak terjadi perdarahan, kesadaran umumnya baik dan terjadi proses edema otak oleh karena hipoksia jaringan otak. Stroke non hemoragik dapat juga diklasifikasikan berdasarkan perjalanan penyakitnya, yaitu : 1. TIAS (Trans Ischemic Attack) Yaitu gangguan neurologist sesaat, beberapa menit atau beberapa jam saja dan gejala akan hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam. 2. Rind (Reversible Ischemic Neurologis Defict) Gangguan neurologist setempat yang akan hilang secara sempurna dalam waktu 1 minggu dan maksimal 3 minggu.. 3. stroke in Volution Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan yang muncul semakin berat dan bertambah buruk. Proses ini biasanya berjalan dalam beberapa jam atau beberapa hari. 4. Stroke Komplit Gangguan neurologist yang timbul bersifat menetap atau permanent.

Infrak serebral adalah berkurangnya suplai darah ke are tertentu di otak. Luasnya infrak bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besaarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infrak pada otak. Trombus dapat berasal dari plak aterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami perlambatan atau terjadi turbulensi. Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arterosklerotik dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserbral yang sangat luas akan lebih sering menyebabkan kematian dibandingkan keseluruhan penyakit serebro vaskular. Karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih besar dapat menyebabkan herniasi otak pada flak serebri atau lewat foramen magnum. Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh hingga sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas (stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya.8 Dengan menambah Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan penimbunan Na+ dan Ca2+ di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K+ ekstrasel sehingga menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan penimbunan Cl- di dalam sel, pembengkakan sel, dan kematian sel. Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan glutamat, yang mempercepat kematian sel melalui masuknya Na+ dan Ca2+.8 Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun pada kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik (penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut.8 Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia, gangguan bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial, apraksia, dan

hemineglect.8 Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari sistem limbik.8 Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralateral parsial dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan memori.8 Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula. interna (hemiparesis), dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior di talamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik.8 Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua eksteremitas dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Efek yang ditimbulkan tergantung dari lokasi kerusakan:8 Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf vestibular). Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan tetraplegia (traktus piramidal). Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian wajah ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan traktus spinotalamikus). Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus salivarus), singultus (formasio retikularis). Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada kehilangan persarafan simpatis). Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot lidah (saraf hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]), strabismus (saraf okulomotorik [III], saraf abdusens [V]). Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun kesadaran tetap dipertahankan


Faktor-faktor risiko stroke

Aterosklerosi s, hiperkoagula si,

Katup jantung rusak, miokard infark, fibriasi, endokarditis

Aneurisma, Malformasi arteriovenu s

Thrombos is serebral

Penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak, dan

Pembuluh darah oklusi Iskemik jaringan otak

Emboli serebral

Pembesaran darah ke dalam parenkim otak

Penekanan jaringan otak

Edema dan kongesti jaringan sekitar

Infark otak, edema, dan herniasi otak

B. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendukung diagnose stroke antar lain adalah: a. Pemeriksaan sinar X untuk mendeteksi kardiomegali dan infiltrate paru.

Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal. b. Pungsi lumbal dilakukan untuk mengetahui kausa stroke, terutama apabila pasien

datang dalam keadaan tidak sadarkan diri. Selain itu pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui peningkatan TIK dan penurunan mendadak tekanan CSS, tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan pada subarakhnoid atau perdarahan intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan ada proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama. c. Ultrasonografi karotis untuk mendeteksi gangguan aliran darah karotis dan kemungkinan memperbaiki kausa stroke. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem karotis). d. Angiografi serebrum dilakukan untuk mengetahui kausa dan lokasi stroke. Resiko utama pemeriksaan ini adalah dapat menyebabkan robeknya aorta dan embolisasi pembuluh darah besar. Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular. e. Pertimbangkan pemeriksaan darah untuk kasus stroke dengan etiologi tidak lazim (tidak berlaku untuk pasien dalam scenario), terutama untuk stroke di usia muda.5 seperti: Kultur darah untuk mendeteksi endokarditis Pemeriksaan prokoagulan untuk mendeteksi aktivitas protein C.

f. CT-Scan

CT-scan dapat menunjukkan adanya hematoma, infark dan perdarahan. Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak. g. EEG (Elektro Encephalogram) Dapat menunjukkan lokasi perdarahan, gelombang delta lebih lambat di daerah yang mengalami gangguan. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak. h. MRI (Magnetic Imaging Resonance): Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik. MRI menggunakan gelombang magnetik untuk menetukan posisi dan besar/luasnya terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik. i. Laboratorium: pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, kolesterol, dan bila perlu analisa gas darah, gula darah. Pemeriksaan kimia darah: Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah

dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada daerah itu sendiri.

Hasil Kimia Darah GinjalUreum : 120 mg /d Creatinin : 2,5 mg / d Elektrolit :Natrium : 150 mEq/ Kalium : 4,0 mEq/ Chlorida : 112 mEq/ Enzim Jantung : SGOT (AST) : 81 U/ SGPT (AT) : 156 U/

(Doenges E, Marilynn, 2000 hal 292) Pengantar Asuhan Keperawatan dengan gangguan sistem Persarafan. Arif muttaqin. Salemba medika: jakarta. 2008. C. KOMPLIKASI Komplikasi pada penderita stroke Selama menjalani perawatan di RS, pasien stroke dapat mengalami komplikasi akibat penyakitnya. Komplikasi yang umum terjadi adalah bengkak otak (edema) yang terjadi pada 24 jam sampai 48 jam pertama setelah stroke. Berbagai komplikasi lain yang dapat terjadi adalah sebagai berikut: 1. Kejang. Kejang pada fase awal lebih sering terjadi pada stroke perdarahan. Kejadian

kejang umumnya memperberat defisit neurologik 2. Nyeri kepala: walaupun hebat, umumnya tidak menetap. Penatalaksanaan

membutuhkan analgetik dan kadang antiemetik 3. Hiccup: penyebabnya adalah kontraksi otot-otot diafragma. Sering terjadi pada stroke

batang otak, bila menetap cari penyebab lain seperti uremia dan iritasi diafragma. Selain itu harus diwaspadai adanya: Transformasi hemoragik dari infark dan ,Hidrosefalus obstruktif 4. Peninggian tekanan darah. Sering terjadi pada awal kejadian dan turun beberapa hari

kemudian. 5. Demam dan infeksi. Demam berhubungan dengan prognosa yang tidak baik. Bila ada

infeksi umumnya adalah infeksi paru dan traktus urinarius. 6. Emboli pulmonal. Sering bersifat letal namun dapat tanpa gejala. Selain itu, pasien

menderita juga trombosis vena dalam (DVT). 7. Abnormalitas jantung. Disfungsi jantung dapat menjadi penyebab, timbul bersama

atau akibat stroke. Sepertiga sampai setengah penderita stroke menderita komplikasi gangguan ritme jantung. 8. Gangguan fungsi menelan, aspirasi dan pneumonia. Dengan fluoroskopi ditemukan

64% penderita stroke menderita gangguan fungsi menelan. Penyebab terjadi pneumonia kemungkinan tumpang tindih dengan keadaan lain seperti imobilitas, hipersekresi dll.

9.

Kelainan metabolik dan nutrisi. Keadaan undernutrisi yang berlarut-larut terutama

terjadi pada pasien umur lanjut.Keadaan malnutrisi dapat menjadi penyebab menurunnya fungsi neurologis, disfungsi kardiak dan gastrointestinal dan abnormalitas metabolisme tulang. 10. Infeksi traktus urinarius dan inkontinensia. Akibat pemasangan kateter dauer, atau

gangguan fungsi kandung kencing atau sfingter uretra eksternum akibat stroke. 11. Perdarahan gastrointestinal. Umumnya terjadi pada 3% kasus stroke. Dapat

merupakan komplikasi pemberian kortikosteroid pada pasien stroke. Dianjurkan untuk memberikan antagonis H2 pada pasien stroke ini. 12. 13. 14. Dehidrasi. Penyebabnya dapat gangguan menelan, imobilitas, gangguan komunikasi Hiponatremi. Mungkin karena kehilangan garam yang berlebihan. Hiperglikemia. Pada 50% penderita tidak berhubungan dengan adanya diabetes

melitus sebelumnya. Umumnya berhubungan dengan prognosa yang tidak baik. D. PENATALAKSANAAN Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah: 1. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan boleh

dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil 2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan

ogsigen sesuai kebutuhan 3. 4. 5. 6. 7. 8. Tanda-tanda vital diusahakan stabil Bed rest Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik

9.

Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat meningkatkan TIK

10.

Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT

11.

Penatalaksanaan spesifik berupa:

Stroke non hemoragik: asetosal, neuroprotektor, trombolisis, antikoagulan, obat hemoragik Stroke hemoragik: mengobati penyebabnya, neuroprotektor, tindakan pembedahan, menurunkan TIK yang tinggi Penatalaksanaan Stroke Hemoragik

Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat 1. Evaluasi cepat dan diagnosis 2. Terapi umum (suportif) a. b. c. d. e. f. g. h. stabilisai jalan napas dan pernapasan stabilisasi hemodinamik/sirkulasi pemeriksaan awal fisik umum pengendalian peninggian TIK penanganan transformasi hemoragik pengendalian kejang pengendalian suhu tubuh pemeriksaan penunjang

Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Intra Serebral (PIS)

Terapi medik pada PIS akut: a. Terapi hemostatik 1

Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat haemostasis yang dianjurkan untuk pasien hemofilia yang resisten terhadap pengobatan faktor VIII replacement dan juga bermanfaat untuk penderita dengan fungsi koagulasi yang normal. Aminocaproic acid terbuktitidak mempunyai efek menguntungkan. Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-significant, tapi tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah lebih dari 3 jam. b. Reversal of anticoagulation 1 Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan fresh frozen plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin K. Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K dependent coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR lebih cepat dibandingkan FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah sehingga aman untuk jantung dan ginjal. Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90g/kg pada pasien PIS yang memakai warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit. Pemberian obat ini harus tetap diikuti dengan coagulation-factor replacement dan vitamin K karena efeknya hanya beberapa jam. Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer weight heparin diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan trombositopenia atau adanya gangguan fungsi platelet dapat diberikan dosis tunggal Desmopressin, transfusi platelet, atau keduanya. Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka pemberian obat dapat dimulai pada hari ke-7-14 setelah erjadinya perdarahan. c. Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih tetap kontroversial. Tidak dioperasi bila: 1 Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis minimal. Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan perdarahan intraserebral disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk life saving. Dioperasi bila: 1

Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan klinis atau kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus secepatnya dibedah. PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau angioma cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi strukturnya terjangkau. Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang memburuk. Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda dengan perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih menguntungkan.

B. Penatalaksanaan Perdarahan Sub Arakhnoid 1. Pedoman Tatalaksana 1 a. Perdarahan dengan tanda-tanda Grade I atau II (H&H PSA): Identifikasi yang dini dari nyeri kepala hebat merupakan petunjuk untuk upaya menurunkan angka mortalitas dan morbiditas. Bed rest total dengan posisi kepala ditinggikan 30 dalam ruangan dengan lingkungan yang tenang dan nyaman, bila perlu diberikan O2 2-3 L/menit. Hati-hati pemakaian obat-obat sedatif. Pasang infus IV di ruang gawat darurat dan monitor ketat kelainan-kelainan neurologi yang timbul. b. Penderita dengan grade III, IV, atau V (H&H PSA), perawatan harus lebih intensif: 1 Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protocol pasien di ruang gawat darurat. Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalang nafas yang adekuat. Bila ada tanda-tanda herniasi maka dilakukan intubasi. Hindari pemakaian sedatif yang berlebhan karena aan menyulitkan penilaian status neurologi.

2. Tindakan untuk mencegah perdarahan ulang setelah PSA 1 a. Istirahat di tempat tidur secara teratur atau pengobatan dengan antihipertensi saja

tidak direkomendasikan untuk mencegah perdarahan ulang setelah terjadi PSA, namun kedua hal tersebut sering dipakai dalam pengobatan pasien dengan PSA. b. Terapi antifibrinolitik untuk mencegah perdarahan ulang direkomendasikan pada

keadaan klinis tertentu. Contohnya pasien dengan resiko rendah untuk terjadinya vasospasme atau memberikan efek yang bermanfaat pada operasi yang ditunda. c. d. Pengikatan karotis tidak bermanfaat pada pencegahan perdarahan ulang. Penggunaan koil intra luminal dan balon masih uji coba.

3. Operasi pada aneurisma yang rupture 1 a. Operasi clipping sangat direkomendasikan untuk mengurangi perdarahan ulang

setelah rupture aneurisma pada PSA. b. Walaupun operasi yang segera mengurangi resiko perdarahan ulang setelah PSA,

banyak penelitian memperlihatkan bahwa secara keseluruhan hasil akhir tidak berbeda dengan operasi yang ditunda. Operasi yang segera dianjurkan pada pasien dengan grade yang lebih baik serta lokasi aneurisma yang tidak rumit. Untuk keadaan klinis lain, operasi yang segera atau ditunda direkomendasikan tergantung pada situasi klinik khusus. c. Aneurisma yang incompletely clipped mempunyai resiko yang tinggi untuk

perdarahan ulang. 4. Tatalaksana pencegahan vasospasme 1 a. Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke-3 atau secara

oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemakaian nimodipin oral terbukti memperbaiki deficit neurologi yang ditimbulkan oleh vasospasme. Calcium antagonist lainnya yang diberikan secara oral atau intravena tidak bermakna.

b.

Pengobatan dengan hyperdinamic therapy yang dikenal dengan triple H yaitu dengan tujuan mempertahankan cerebral

hypervolemic-hypertensive-hemodilution,

perfusion pressure sehingga dapat mengurangi terjadinya iskemia serebral akibat vasospasme. Hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan ulang pada pasien yang tidak dilakukan embolisasi atau clipping. c. d. Fibrinolitik intracisternal, antioksidan, dan anti-inflamasi tidak begitu bermakna. Angioplasty transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada pasien-

pasien yang gagal dengan terapi konvensional. e. Cara lain untuk manajemen vasospasme adalah sebagai berikut: Pencegahan vasospasme: Nimodipine 60 mg per oral 4 kali sehari. 3% NaCl IV 50 mL 3 kali sehari. Jaga keseimbangan cairan. Delayed vasospasm: Stop Nimodipine, antihipertensi, dan diuretika. Berikan 5% Albumin 250 mL IV. Pasang Swan-Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge pressure 12-14 mmHg. Jaga cardiac index sekitar 4 L/menit/m2. Berikan Dobutamine 2-15 g/kg/menit.

5. Antifibrinolitik Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat yang sering dipakai adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau tranexamid acid dengan dosis 6-12 g/hari.1 6. Antihipertensi 1

a.

Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah sistolik

(TDS) tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90 mmHg (sebelum tindakan operasi aneurisma clipping). b. Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan TDD lebih dari

90 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg. c. Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2 mg/menit sampai

mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse dosisnya 50-200 mcg/kg/menit. Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan karena menyebabkan vasodilatasi dan memberikan efek takikardi. d. Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat diberikan

vasopressors, dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra yang mungkin terjadi akibat vasospasme. 7. Hiponatremi Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila perlu diberikan NaCl hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat terkoreksi 0,5-1 mEq/L/jam dan tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam pertama.1 Ada yang menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau 0,4 mg dalam 200 mL glukosa 5% IV 2 kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya dihindari karena menyebabkan hiponatremi. Pembatasan cairan tidak dianjurkan untuk pengobatan hiponatremi.1

8. Kejang Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian antikonvulsan tidak direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada pasien-pasien yang mungkin timbul kejang, umpamanya pada hematom yang luas, aneurisma arteri serebri media, kesadaran yang tidak membaik. Akan tetapi untuk menghindari risiko perdarahan ulang yang disebabkan kejang, diberikan anti konvulsan sebagai profilaksis.1

Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV. Initial dosis 100 mg oral atau IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400 mg/oral/hari dengan dosis terbagi. Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk menghentikan kejang.1 Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada penderita yang tidak kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada penderita yang mempunyai faktor-faktor risiko seperti kejang sebelumnya, hematom, infark, atau aneurisma pada arteri serebri media.1 10. Terapi Tambahan 1 a. Laksansia (pencahar) iperlukan untuk melembekkan feses secara regular. Mencegah

trombosis vena dalam, dengan memakai stocking atau pneumatic compression devices. b. Analgesik: Asetaminofen -1 g/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari. Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM per 4-6 jam. Tylanol dengan kodein. Hindari asetosal. Pada pasien dengan sangat gelisah dapat diberikan: Haloperidol IM 1-10 mg tiap 6 jam. Petidin IM 50-100 mg atau morfin SC atau IV 5-10 mg/4-6 jam. Midazolam 0,06-1,1 mg/kg/jam. Propofol 3-10 mg/kg/jam. Cegah terjadinya stress ulcer dengan memberikan: Antagonis H2 Antasida Inhibitor pompa proton selama beberapa hari. Pepsid 20 mg IV 2 kali sehari atau zantac 50 mg IV 2 kali sehari.

Sucralfate 1 g dalam 20 mL air 3 kali sehari.

E. PEMERIKSAAN FISIK STROKE Anamnesis

Anamnesis terhadap kasus stroke dapat dilakukan autoanamnesis apabila keadaan memungkinkan, apabila keadaan tidak memungkinkan untuk bertanya langsung pada OS, dapat dilakukan alloanamnesis terhadap keluarga yang mendampingi OS. Anamnesis yang perlu dilakukan meliputi: 1. Identitas Pasien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnosis medis. 2. Keluhan utama Bertanya tentang tanda dan gejala awal. Tanya perkembangan gejala sama ada timbul secara mendadak atau bertahap dan juga

keluhan lain pasien. 3. Riwayat penyakit sekarang Tanya adakah pasien mengalami defisit neurologis. Tanya juga tentang faktor resiko yang mungkin ada pada pasien. Misalnya, adakah

pasien hipertensi, mengalami fibrilasi atrium, diabetes, merokok dan sering minum alcohol. 4. Riwayat penyakit dahulu Tanya jika pasien pernah mempunyai riwayat diserang stroke sebelum ini. Tanya apakah pasien mengkonsumsi obat-obatan tertentu. Penghentian obat secara

tiba-tiba misalnya klonidin yang merupakan obat antihipertensi dapat menyebabkan hipertensi rebound yang berat. 5. Riwayat penyakit keluarga

Tanya juga apakah ada riwayat keluarga yang terkena stroke, hipertensi atau diabetes mellitus.

Pemeriksaan Fisik 1. bicara 2. Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi Pemeriksaan integumen Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan Keadaan umum Kesadaran: umumnya mengalami penurunan kesadaran Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa

maka turgor kulit akan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu 3. 4. Kuku: perlu dilihat adanya clubbing finger, sianosis Rambut : umumnya tidak ada kelainan Pemeriksaan kepala dan leher Kepala : bentuk normocephalik Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi Leher : kaku kuduk jarang terjadi Pemeriksaan dada

Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan. 5. Pemeriksaan abdomen

Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung. 6. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus

Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine 7. Pemeriksaan ekstremitas

Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. 8. Pemeriksaan neurologis. Pada pasien stroke juga perlu dilakukan pemeriksaan lain seperti tingkat kesadaran, kekuatan otot dan tonus otot. Pada pemeriksaan tingkat kesadaran dilakukan pemeriksaan yang dikenal sebagai Glascow Coma Scale untuk mengamati pembukaan kelopak mata, kemampuan bicara, dan motorik (gerakan). Berikut merupakan Pemeriksaan tingkat kesadaran dengan pemeriksaan yang dikenal sebagai Glascow Coma Scale (GCS) beserta Score :

Sedangkan untuk pemeriksaan kekuatan otot adalah:


Tidak ada kontraksi otot Terjadi kontraksi otot tanpa gerakan nyata 0 1

Pasien hanya mampu menggeserkan tangan 2 atau kaki Mampu angkat tangan, tidak mampu menahan 3 gravitasi Tidak mampu menahan tangan pemeriksa Kekuatan penuh 4 5

9.

Pemeriksaan refleks fisiologis.

Pemeriksaan reflek fisiologis merupakan satu kesatuan dengan pemeriksaan neurologi lainnya, dan terutama dilakukan pada kasus-kasus mudah lelah, sulit berjalan, kelemahan/kelumpuhan, kesemutan, nyeri otot anggota gerak, gangguan atrofi otot anggota gerak, nyeri punggung/pinggang gangguan fungsi otonom. Suatu reflek dikatakan meningkat bila daerah perangsangan meluas, dan respon gerak reflektorik meningkat dari keadaan normal. Rangsangan yang diberikan harus cepat dan langsung, kerasnya rangsangan tidak boleh melebihi batas sehingga justru melukai pasien. Sifat reaksi setelah perangsangan tergantung tonus otot sehingga otot yang diperiksa sebaiknya dalam keadaan sedikit kontraksi, dan bila hendak dibandingkan dengan sisi kontralateralnya maka posisi keduanya harus simetris.

ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus: Tn. Tono datang ke UGD RS ASIH tidak sadarkan diri. Keluarga mengatakan klien tiba-tiba jatuh setelah sholat subuh, klien obesitas dan riwayat hipertensi. Saat dibawa ke ruang rawat, kesadaran somnolen, hemiplegi ekstremitas atas dan bawah sinistra. RR 24 x/menit, S 38,5 C, hasil pemeriksaan fisik GCS 10, babinski (-), reflek patela (+), reflek bisep (+), reflek pupil (+/-), kaku kuduk (-), paru-paru vesikuler, tampak pada bagian bokong agak kemerahan tetapi tak tampak lecet. Kolaborasi dengan dokter, Tn. Tono diberikan obat sitotiklin 3x500mg, OMZ 1x40mg, Pheniton 3x100mg, captropil 3x25mg.

ANALISA DATA NO 1. DATA FOKUS DS: Keluarga mengatakan klien tiba-tiba jatuh setelah sholat subuh DO: klien tidak sadarkan diri (kesadaran somnolen) klien obesitas riwayat hipertensi hasil pemeriksaan fisik GCS 10 babinski (-), reflek patela (+), reflek bisep (+), reflek pupil (+/-), kaku kuduk (-), hemiplegi ekstremitas atas dan bawah sinistra. 2. DS: DO: RR 24 x/menit Suhu 38,5 C Perubahan perfusi jaringan otak serebral MASALAH KEPERAWATAN Resiko peningkatan TIK

3. DS: DO:

paru-paru vesikuler hasil pemeriksaan fisik GCS 10 klien tidak sadarkan diri (kesadaran somnolen Resiko gangguan integritas kulit klien tidak sadarkan diri (kesadaran somnolen) tampak pada bagian bokong agak kemerahan tetapi tak tampak lecet.

4.

Klien obesitas DS: DO: Babinski (-), reflek patela (+), reflek bisep (+), reflek pupil (+/-), kaku kuduk (-), hemiplegi ekstremitas atas dan bawah sinistra.

Hambatan mobilitas fisik

Diagnosa keperawatan yang mungkin ditegakan pada penderita stroke: 1. Resiko peningkatan TIK bd adanya meningkatnya volume intrakranial, penekanan jaringan otak, dan edema serebral. 2. Perubahan perfusi jaringan otak bd perdarahan intraserebral, oklusi otak, vasospasme,dan edema otak. 3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas bd akumulasi sekret, kemempuan batuk menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, dan perubahan tingkat kesadaran. 4. Hambatan mobilitas fisik bd hemiparese/hemiplagia, kelemahan neuromuskular pada ekstremitas. 5. Risiko tinggi terhadap terjadinya cedera bd penurunan luas lapang pandang, penurunan sensasi rasa (panas, dingin)

6. Risiko gangguan integritas kulit bd tirah baring lama 7. Defisit perawatan diri bd kelemahan neuromuskular, menurunnya kekuatan dan keesadaran, kehilangan kontrol otot/koordinasi. 8. Kerusakan komunikasi verbal bd efek dari kerusakan pada area bicra dihemisfer otak, kehilangan kontrol tonus otot fafcial atau oral, dan kelemahan secra umum. 9. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bd kelemahan otot mengunyah dan menelan. 10. Takut bd parahnya kondisi.

Anda mungkin juga menyukai