Anda di halaman 1dari 17

38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

Deskripsi Lokasi Gunung Lawu, gunung tertinggi ketiga di Pulau Jawa, merupakan

pegunungan vulkanik bertipe B yang tidak aktif, tidak lagi memiliki kawah, dan membentuk tanggul pada sekeliling bekas lubang kepundan (Berita Berkala Vulkanologi, 1992). Secara geografis, gunung Lawu terletak pada posisi antara 111o11,5 BT dan 7o37,5LS. Gunung tersebut memanjang dari utara ke selatan. Lereng barat termasuk Propinsi Jawa Tengah, meliputi Kabupaten Karanganyar, Sragen dan Wonogiri, sedangkan lereng timur termasuk Propinsi Jawa Timur, meliputi Kabupaten Magetan dan Ngawi. Topografi bagian utara berbentuk kumpulan kerucut dengan puncak Argo Dumilah (3.265 m), sedang bagian selatan sangat kompleks terdiri dari bukit dan jurang dengan puncak Jobolarangan (2.298 m) (US Army Map Services, 1963: sheet 5220 III dan sheet 5219 IV). Penelitian dilakukan atas 5 titik penelitian dengan karakter habitat yang berbeda, masing masing titik tersebut selanjutnya disebut sebagai stasiun. Stasiun I merupakan lokasi lahan pertanian dengan ketinggian 1700 m dpl., ditempuh melalui jalur pendakian Cemoro Kandang, kabupaten Karanganyar. Lokasi tersebut merupakan habitat artifisial atau habitat buatan dengan campur tangan manusia dalam manajemen pengelolaannya. Manajemen pengelolaan, misalnya berupa aplikasi agen kimia, dapat memodifikasi tanah sebagai habitat makrofauna tanah. Stasiun II (2071 m dpl) ditempuh melalui jalur pendakian Cemoro Kandang, kabupaten Karanganyar, merupakan representasi hutan dengan serasah terdegradasi. Stasiun tersebut didominasi oleh Kayu pasang (Lithocarpus pruinosa ) dan Tanganan (Schlefera sp), dengan kondisi lantai hutan yang tertutup oleh serasah. Serasah yang dijumpai pada stasiun tersebut dapat mempengaruhi komunitas makrofauna yang ada dan dapat mempengaruhi keanekaragaman makrofauna tanah yang lebih tinggi secara relatif.

39 Stasiun III (1387 m dpl) yang ditempuh melalui jalur pendakian Lahan dengan dominansi Pinus (Pinus

Tambak, kabupaten Karanganyar merupakan representasi vegetasi dengan serasah bersifat asam dan sulit terdegradasi. mercusii) dan Cuppress sp tersebut dapat mempengaruhi serasah dan tanah, sehingga mempengaruhi komunitas makrofauna yang ada. Stasiun IV (2300 m dpl) ditempuh melalui jalur pendakian Tambak, kabupaten Karanganyar dan berlokasi di sekitar badan air. Pengambilan stasiun tersebut didasarkan pada asumsi adanya pengaruh habitat alternatif, misalnya kelembaban tanah yang tinggi. Alternatif habitat tersebut dapat meningkatkan preferensi makrofauna tanah akan habitat. Stasiun terakhir adalah stasiun V (3147 m dpl) merupakan stasiun dengan representasi vegetasi montana yang didominasi oleh Festuca nibigena dan lahan terbuka. Stasiun tersebut merupakan areal yang relatif terbuka, sehingga Pengambilan sampel lokasi (entitasi) dilakukan berdasarkan perbedaan vegetasi dominan dan beberapa karakter spesifik. Perbedaan tersebut dapat mengakibatkan perbedaan kondisi makro dan mikro bagi habitat makrofauna tanah. Pengambilan lokasi tiap stasiun dianggap sudah mewakili semua tipe habitat makrofauna tanah di gunung Lawu. B. Deskripsi Permasalahan Penelitian Perbedaan kondisi makro maupun mikro pada masing-masing habitat tersebut akan memberikan perbedaan beberapa faktor lingkungan antara lain hara tanah, jenis serasah yang dihasilkan, penutupan tanah oleh vegetasi, dan penetrasi sinar matahari. Beberapa faktor lingkungan tersebut beberapa karakter komunitas makrofauna tanah yang ada. Karakter komunitas berupa keanekaragaman dan komposisi sangat dipengaruhi oleh pergeseran faktor lingkungan tertentu. Perbedaan faktor lingkungan pada masing-masing stasiun yang dikaji dapat mempengaruhi jenis yang hadir (aspek kekayaan jenis) serta kelimpahan (aspek kemerataan cacah jenis) makrofauna tanah pada lokasi tersebut. Kedua aspek tersebut merupakan dapat mempengaruhi memungkinkan penetrasi sinar matahari hingga ke permukaan tanah.

40 komponen yang menentukan besarnya indeks diversitas yang terukur.

Berdasarkan hal tersebut, permasalahan yang dikaji (berhubungan dengan keanekaragaman dan komposisi) merupakan kajian logis atas fenomena sebab dan akibat antara faktor lingkungan dengan makrofauna. C. Pembahasan Hasil Analisa Data 1. Komposisi dan Diversitas Makrofauna Tanah Komposisi merupakan perpaduan antara kehadiran jenis dengan nisbah jenis yang bersangkutan. Data komposisi dapat menunjukkan jenis yang hadir pada suatu lokasi serta proporsi jenis tersebut relatif terhadap total cacah jenis yang ada. Data komposisi secara kasar juga dapat digunakan untuk memperkirakan besarnya indeks diversitas. Komposisi jenis pada suatu lokasi sangat ditentukan oleh faktor dan kondisi lokasi. Stasiun yang dikaji merupakan stasiun dengan perbedaan beberapa faktor serta kondisi lingkungan. Identifikasi atas makrofauna tanah yang diperoleh secara pitt fall traps dan handsorting pada seluruh stasiun kajian disajikan pada tabel 3 sebagai berikut : Tabel 3. Komposisi Makrofauna Tanah pada 5 Stasiun yang Dikaji.
Stasiun Pertanian Class Insecta Ordo Hymenoptera Orthoptera Lepidoptera Blattaria Odonata Collembola Arachnidae famili Labidognatha Ordo Oligochaeta Scolopendromorp ha Hymenoptera Familia Lumbricidae Scolopendridae Formicidae Jumlah 7 4 17 Peran ekologi Aerasi, dekomposer Dekomposer Predator Familia Formicidae Acrididae Grylotalpidae Lepidoptera (larva) Blattelidae Aeshnidae Onychiuridae Lycosidae Jumlah 18 4 15 9 2 13 156 7 Peran ekologi Predator Predator Dekomposer Dekomposer Predator Dekomposer, Dekomposer Predator, hama

Arachnida

sub

Tabel 3 ( Lanjutan )
Stasiun Class Chaetopoda Chilopoda Insecta

41
Hutan dengan serasah terdegradasi Orthoptera Lepidoptera Odonata Hemiptera Isoptera Homoptera Blattaria Gryllidae Lepidoptera (larva) Aeshnidae Cydnidae *) Cicadellidae Blattidae Blattelidae Carabidae Onychiuridae Cullicidae Lycosidae Araenidae sub famili Argiopinae Araenidae Lumbricidae Polyxenidae Scolopendridae Scolopendridae *) Familia Formicidae *).. *).. Gryllidae Lepidoptera (larva) Blattidae Aeshnidae Cydnidae Carabidae Coleoptera (larva) Zorotypidae 3 17 2 7 2 1 Jumlah Predator Aerasi, dekomposer Dekomposer Dekomposer Dekomposer Dekomposer Peran ekologi Predator 1 62 65 1 2 1 1 8 15 58 1 5 2 Predator,saprofagus Dekomposer Dekomposer, Predator Predator Fitofagus Omnivora, dekomposer Predator Predator Dekomposer Predator, fitofagus Predator, hama Predator

Arachnida

Coleoptera Colembolla Diptera Arachnida ordo Labidognatha

sub

Chaetopoda Diplopoda Chilopoda Symphilla Crustacea

Oligochaeta Polyxenida Scolopendromorp ha Scolopendromorp ha Amphipoda Ordo Hymenoptera

Tabel 3 ( Lanjutan )
Lahan Pinus Lahan Pinus mercusii mercusii

Stasiun Tabel 3 ( Lanjutan )Class Stasiun

Insecta

15
1 1 3 12 4 14 1 9 1 3

Orthoptera Lepidoptera Blattaria Odonata Hemiptera Coleoptera

Predator, saprofagus

Omnivora, dekomposer Dekomposer Predator Predator Predator Dekomposer

Zoraptera

42
Psocoptera Diptera Arachnida Arachnidae ordo Labidognatha Chilopoda Symphilla Chaeto poda Mollusca Scolopendro morpha Scolopendro morpha Oligochaeta *) . Lepidoptera Ordo Odonata Coleoptera sub *) *).. *) Lycosidae Araenidae Erigonidae Scolopendridae Scolopendridae Lumbricidae *). 17 1 1 14 2 3 11 1 38 1 Dekomposer Predator, fitofagus Predator, fitofagus Predator, hama Predator Predator Dekomposer Dekomposer Aerasi, dekomposer Dekomposer

Tabel 3 ( Lanjutan ) Lahan badan Insecta


air Tabel 3 ( Lanjutan ) Stasiun Class

Lepidoptera (larva) Familia Aeshnidae Carabidae Larva Coleoptera Entomobryidae Cullicidae *).. Erigonidae

1 Jumlah 18 2 2 3 3 1 1

Dekomposer Peran Ekologi Dekomposer Predator Predator Dekomposer Predator, fitofagus Predator, fitofagus Predator

Collembola Diptera Arachnida Arachnidae ordo Chaetopoda Chilopoda Crustacea Diplopoda Mollusca Labidognatha Oligochaeta Scolopendromorp ha Amphipoda Polydesmida Polyxenida Gastropoda sub

Lumbricidae Scolopendridae *).. Polydesmidae Polyxenidae *). *).

3 1 7 1 2 2 1

Aerasi, dekomposer Dekomposer Dekomposer Dekomposer Dekomposer Dekomposer Dekomposer Dekomposer Predator Predator, fitofagus Predator Dekomposer

*).
Lahan terbuka (sabana) Insecta Hymenoptera Diptera Orthoptera Lepidoptera Formicidae Cullicidae Acrididae Lepidoptera (larva)

1
2 8 1 1

43
Chaetopoda Arachnida Oligochaeta Arachnidae ordo Labidognatha Lumbricidae Lycosidae 3 2 Aerasi, dekomposer Predator, hama

sub

Tabel 3 ( Lanjutan )
Class Stasiun Tabel 3 ( Lanjutan ) Diplopoda Jumlah Ordo Polyxenida Familia Polyxenidae Jumlah

1
724

Peran ekologi Dekomposer

Notasi *)..menunjukkan belum teridentifikasi hingga familia. Merujuk pada tabel 3 di atas, besarnya indeks diversitas dapat diketahui dengan menghitung familia yang diketemukan berikut cacah anggotanya. Tabulasi penghitungan familia berikut cacah anggotanya disajikan dalam tabel 4 sebagai berikut : Tabel 4. Tabulasi Familia yang Hadir pada Masing-masing Stasiun, Cacah Individu, dan Indeks Diversitas
Pinus Hutan dengan Cacah Familia Cacah Individu ID Kategori 19 153 2.45 Sedang badan air 16 49 2.23 Sedang Hutan dengan serasah terdegradasi 20 269 2.08 Sedang 7 18 1.62 Rendah Sabana Lahan Pertanian 10 236 1.31 Rendah 72 724 Total

Tabel 3.menunjukkan bahwa Insekta merupakan takson yang selalu hadir dan dijumpai mendominasi komposisi makrofauna pada seluruh stasiun kajian. Kehadiran Insekta pada setiap stasiun disebabkan oleh karena takson tersebut mempunyai anggota jenis yang paling banyak dalam Phyllum Invertebrata (Pechenik, 1993) dan bersifat kosmopolit, yaitu mempunyai rentang habitat yang luas. Kehadiran Insekta tersebut juga didukung oleh kemampuan mobilitas fauna yang bersangkutan untuk mengakses habitat, meskipun hal tersebut dibatasi oleh kemampuannya untuk bertoleransi dengan ketinggian, sehingga menyebabkan keanekaragamannya relatif rendah (Atmowidi, 2001:777). Faktor kemampuan

44 akses habitat dalam menentukan komposisi makrofauna di hutan juga dibuktikan dengan terbatasnya agihan takson Molluska pada hutan dengan badan air dan hutan dengan dominansi pinus. Selain disebabkan oleh kemampuan akses, kehadiran makrofauna juga dibatasi oleh kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Hal tersebut ditunjukkan oleh kehadiran takson Collembola yang terbatas pada hutan berserasah terdegradasi dan lahan pertanian. Tabel 3 dan 4 di atas menunjukkan bahwa hutan dengan dominansi Pinus, hutan dengan badan air dan hutan dengan serasah terdegradasi mempunyai cacah familia yang tinggi. Sedangkan lokasi lahan pertanian dan sabana mempunyai cacah familia yang relatif rendah. Secara umum premis Krebs (2001: 48) menyiratkan bahwa kehadiran suatu takson ditentukan secara prioritas oleh dispersal, perilaku, kehadiran jenis lain dan faktor lingkungan. Premis tersebut dapat dijadikan landasan untuk menjelaskan kekayaan familia yang dijumpai pada 3 stasiun kajian. Faktor dispersal kemungkinan menjadi sebab kekayaan jumlah familia yang dijumpai pada 3 stasiun tersebut. Hal tersebut didukung oleh sifat takson yang relatif mempunyai kemampuan dispersi yang tinggi (misalnya Insekta dan Arachnida). Kekayaan familia yang dimilki oleh habitat dengan dominansi pinus didukung oleh beberapa hal. Secara faktual pengukuran kualitas tanah yang dilakukan menunjukkan kandungan C organik yang tinggi (11,71%). Tingginya kandungan C organik mencerminkan tingginya bahan organik lain sebagai sumber pakan bagi beberapa jenis makrofauna. Hal tersebut menyebabkan lebih banyak jenis makrofauna yang didukung keberadaannya, sehingga menyebabkan kekayaan familia yang tinggi. Kekayaan familia yang tinggi juga tidak dapat dilepaskan dari keberadaan vegetasi bawah berupa rumput. Vegetasi bawah tersebut berkontribusi pada meningkatnya bahan organik tanah, yang akhirnya mendukung kekayaan jenis yang hadir. Di samping berkontribusi dalam pasokan bahan organik tanah, vegetasi bawah juga berperan sebagai habitat alternatif dan sekaligus melindungi organisme tanah terhadap panas matahari dan predator. Tingginya kekayaan jenis pada habitat dengan dominansi Pinus juga dilaporkan oleh Sugiyarto (2002:199). Disamping memiliki kekayaan familia yang tinggi,

45 lahan dengan dominansi pinus mempunyai cacah individu cacing tanah (Familia : Lumbricidae) yang tinggi. Organisme tersebut merupakan indikator bagi tingginya kandungan C organik tanah (Maftuah, 2002:45). Tingginya cacah individu cacing tanah pada lahan dengan vegetasi pinus juga dilaporkan oleh Soejono (1986:196). Tingginya kekayaan familia pada hutan dekat badan air menunjukkan bahwa diversifikasi habitat berhubungan dengan naiknya kekayaan jenis yang mampu hadir. Jenis yang hadir tersebut memanfaatkan berbagai habitat yang beragam pada hutan dengan badan air menurut relungnya masing-masing. Krebs (2001:464) menguatkan asumsi tersebut bahwa pertumbuhan populasi organisme dipengaruhi oleh ketersediaan dan variabilitas sumber daya yang ada pada masingmasing habitatnya. Kekayaan spesies dan suksesi biologis dari komunitas yang spesifik juga berkorelasi positif dengan keanekaragaman relung dari suatu spesies lingkungan tanah sebagai lingkungan mikro (Owen, 2002 : 211). Berdasarkan tabel komposisi jenis (tabel 3), keanekaragaman jenis dapat diperkirakan secara kasar. Keanekaragaman jenis (diversitas) merupakan salah satu karakter yang dimiliki sebuah aras organisasi komunitas. Keanekaragaman (diversitas) jenis tersebut sering dinyatakan dalam bentuk indeks. Indeks tersebut merupakan ukuran yang mencerminkan kekayaan spesies (spesies richness), serta kemerataan cacah jenis penyusun (species evennes/equitability). Proporsional dengan naiknya kedua diversitasnya. Tabel 4 menunjukkan bahwa hutan dengan dominansi Pinus, hutan dengan badan air dan hutan heterogen dengan serasah terdegradasi mempunyai indeks diversitas yang relatif tinggi. Sedangkan sabana dan lahan pertanian mempunyai indeks diversitas yang relatif rendah. Secara umum indeks diversitas yang dijumpai masuk dalam katagori rendah sampai sedang (Magurran dalam Rahmawati, 2004:68). Besarnya nilai indeks diversitas pada masing-masing habitat tersebut dipengaruhi oleh faktor antara lain faktor waktu, tempat, kompetisi, predasi, produktivitas dan stabilitas (Krebs,2001: 460-472). komponen penyusun indeks, meningkat pula indeks

46 Berdasarkan hal tersebut, penelitian tentang makrofauna tanah bergantung pada beberapa faktor di atas dan akan bervariasi secara spasial maupun temporal. Besarnya indeks diversitas ditentukan oleh 2 komponen penyusun indeks yaitu kekayaan jenis (species richness) dan kemerataan cacah jenis (species evennes/equitability). Bervariasinya nilai indeks diversitas pada habitat yang berbeda selalu disebabkan oleh salah satu aspek atau bahkan keduanya. Indeks diversitas pada katagori rendah sampai sedang pada semua lokasi kajian disebabkan oleh adanya dominansi komunitas oleh salah satu takson yaitu Insekta. Dominansi tersebut menurunkan indeks kemerataan cacah jenis (equitability), sehingga meskipun mempunyai kekayaan jenis yang tinggi, suatu lokasi dapat mempunyai indeks diversitas yang rendah. Odum (1993 : 186) menyebutkan bahwa indeks diversitas sangat tergantung pada jumlah total individu masing masing kelompok takson. Hutan dengan dominansi Pinus mempunyai nilai indeks diversitas yang relatif tinggi. Tingginya nilai indeks diversitas tersebut disebabkan oleh keberadaan vegetasi bawah dan kandungan C organik yang tinggi. Kedua faktor tersebut menaikkan kekayaan jenis makrofauna tanah, sehingga menaikkan besarnya nilai indeks diversitas. Tingginya nilai indeks juga menunjukkan bahwa sifat serasah yang asam tidak berpengaruh terhadap kekayaan jenis makrofauna tanah yang hadir. Tidak berpengaruhnya serasah asam terhadap makrofauna tanah juga ditunjukkan pada penelitian Vedder et al (1996:28). Relatif tingginya indeks diversitas pada hutan dengan badan air mungkin disebabkan karena banyaknya alternatif habitat, dimana hal tersebut memungkinkan banyak jenis yang ditemukan sehingga memperkaya kekayaan jenis (species richness). Seleksi berupa toleransi terhadap rendahnya aerasi tanah membatasi jenis yang mampu hadir (Sugiyarto, 2004:33). Hal tersebut dapat menyebabkan rendahnya tingkat kompetisi antar jenis, mengakibatkan rendahnya dominansi (tingginya equitability) dan akhirnya menaikkan besarnya indeks diversitas. Tingginya indeks pada hutan dengan serasah terdegradasi disebabkan oleh kayanya lantai hutan akan serasah sehingga menaikkan kekayaan jenis.

47 Rendahnya indeks diversitas di lahan pertanian dan sabana disebabkan karena relatif terbukanya habitat, rendahnya kekayaan vegetasi dan manajemen lahan pada lahan pertanian. Habitat yang terbuka menyebabkan rendahnya proteksi terhadap predator. Lahan pertanian mempunyai indeks diversitas paling rendah. Rendahnya indeks pada stasiun tersebut, disebabkan oleh dominansi famili Onychiuridae, sehingga keanekaragaman jenis menjadi rendah dan menurunkan spesies evenness. makrofauna tanah. Penggunaan Selain hal tersebut, terbukanya lahan dan pupuk kimia yang berlebihan mempengaruhi manajemen lahan dengan aplikasi agen kimia juga dapat mempengaruhi diversitas aktivitas dan keberadaan fauna tanah, terkait dengan dinamika perubahan kandungan C dan N tanah, yang mempengaruhi besarnya kandungan bahan organik tanah sebagai sumber pakan makrofauna. Manajemen lahan menyebabkan modifikasi dan perubahan dalam lingkungan tanah antara lain dalam hal pergerakan air. Hal tersebut juga dilaporkan oleh Makalew (2001:4) ;Rossi dan Blanchart (2005:1103). Selain hal tersebut, sistem pengelolaan lahan secara monokultur pada sistem pertanian konvensional dapat menyebabkan penurunan secara nyata keragaman makrofauna tanah. Barros et al (2003:7) menyebutkan bahwa diversitas dan kemelimpahan komunitas makrofauna pada kawasan yang masih alami Sari SG (2002). Data yang diperoleh selain dapat menginformasikan komposisi dan keankaragaman, juga dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh lingkungan terhadap makrofauna yang ditunjukkan dengan kemiripan komunitas antar stasiun. Kemiripan komunitas makrofauna tanah pada setiap habitat akan tercermin pada indeks similaritas. Indeks similaritas adalah indeks yang Suatu komunitas tersebut dikatakan digunakan untuk mengetahui nilai kesamaan spesies penyusun komunitas pada suatu lokasi dengan lokasi yang lain. memiliki kesamaan jika indeks similaritas menunjukkan nilai 50% atau lebih. Perhitungan indeks similaritas pada penelitian ini menggunakan rumus indeks similaritas Jaccard dan disajikan sebagai berikut: umumnya lebih tinggi daripada areal yang telah dipengaruhi kegiatan manusia. Hal tersebut juga dilaporkan oleh Dewi WS. (2001 : 18) dan

48

Tabel 5 . Indeks Similaritas Makrofauna Tanah pada Berbagai Tipe Habitat di gunung Lawu (dalam persen)
Stasiun I II III IV V I 36.36 26.08 18.18 41.67 II III IV V

44.44 28.37 28.57

34.61 18.18

21.05

Nilai indeks similaritas rata rata antar stasiun pengamatan adalah 29.77%. Indeks similaritas yang disajikan pada tabel 5 diatas menunjukkan bahwa ke lima stasiun pengamatan di kawasan gunung Lawu memiliki perbedaan daya dukung lingkungan yang besar terhadap eksistensi makrofauna tanah. Kondisi mikrohabitat yang berbeda meliputi semua sifat kimia dan fisika tanah. Merujuk pada hasil perhitungan Rahayu (2006), faktor lingkungan yang paling berperan menentukan komposisi komunitas makrofauna adalah asam fulfat dan porositas tanah (Perhitungan statistik dilampirkan pada lampiran 3). Kandungan asam fulfat dan asam humat merupakan bahan yang berpengaruh terhadap populasi cacing tanah (Priyadarshini,1999:45) dan mungkin makrofauna yang lain. Porositas adalah bagian tanah yang ditempati pori-pori (makro dan mikro), merupakan prosentase pori total yang ada dalam tanah terhadap volume total bongkah. Besarnya porositas berhubungan dengan aerasi dan daya dukung terhadap makrofauna tanah, sehingga porositas merupakan faktor yang dapat mempengaruhi komposisi makrofauna tanah. Data prosen porositas tanah dapat dilihat pada lampiran 2. 2. Peran Makrofauna Tanah

49 Makrofauna tanah mempunyai banyak nilai penting bagi tanah. Makrofauna tanah berperan penting dalam berbagai fungsi ekosistem, seperti meningkatkan produktivitas tumbuhan, meningkatkan ketersediaan air, mengatur mineralisasi nutrien, menyebabkan dekomposisi, dan bertindak sebagai buffer lingkungan (Neher 1999 : 170). Beberapa kelompok makrofauna tanah berperan dalam menentukan proses-proses ekologi, proses-proses trofik dalam tanah dan menentukan kesuburan dan sifat fungsional tanah (Lavelle et al, 1994 dalam Ahmad, 2003 : 11 ; Barnes, 1997 : 360 ; Notohadiprawiro, 1998 : 184 ; Rahmawaty : 2004 : 3). Secara umum makrofauna tanah berfungsi sebagai mikropredator, litter transformer, dan ecosystem engineer (Lavelle, 1997 : 103). Fungsi makrofauna tersebut sangat bergantung pada komposisi, kemelimpahannya di alam dan efisiensi sistem pencernakannya (Lavelle, 1997 : 101). Serangkaian peran penting makrofauna tersebut dapat berpengaruh terhadap kualitas tanah pada beberapa penggunaan lahan di gunung Lawu. Kekayaan jenis dan komposisi makrofauna tanah di gunung Lawu secara umum telah mencapai aras mampu mendukung peningkatan kualitas tanah pada kawasan tersebut. Hal tersebut didasarkan pada data yang menunjukkan bahwa fakta komposisi dan diversitas makrofauna tanah sesuai dengan hasil analisis kualitas tanah (fisika maupun kimia) yang dilakukan, bahwa gunung Lawu mempunyai kualitas tanah yang relatif baik. Cacing tanah merupakan makrofauna yang selalu dijumpai pada setiap stasiun kajian dengan komposisinya yang selalu mempunyai porsi besar pada setiap habitat. Hal tersebut berkaitan dengan fungsinya sebagai litter transformer dan ecosystem engineer. Sebagai litter transformer, cacing tanah akan mendegradasi serasah yang terdapat pada permukaan tanah dan meningkatkan kandungan bahan organik tanah. Peran cacing tanah tersebut ditunjukkan oleh tingginya bahan organik pada semua stasiun kajian. Sebagai ecosystem engineer cacing tanah dapat memperbaiki struktur fisika tanah, seperti aerasi dan porositas. Kedua fungsi tersebut meningkatkan suplai pakan dan sumber oksigen, pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas tanah di Gunung Lawu.

50 Indeks diversitas yang didapatkan menunjukkan katagori rendah-sedang. Indeks diversitas yang terukur menunjukkan bahwa komunitas makrofauna tanah relatif masih kurang stabil. Ledakan populasi takson tertentu yang mungkin bersifat negatif dapat terjadi. Suksesi dalam komunitas yang mungkin bersifat merugikan masih berpeluang untuk muncul. Berkaitan dengan hubungan makrofauna tanah dengan tanah dan vegetasi Berryman dalam Rahmawaty (2004:14) menyebutkan antara vegetasi dan makrofauna tanah terjadi hubungan yang dapat hutan. menstabilkan ekosistem Bila salah satu komponen terganggu maka akan mempengaruhi

keberadaan komponen yang lainnya. Hal tersebut menyiratkan bahwa kerentanan komunitas makrofauna tanah akan disturbansi dapat mempengaruhi vegetasi hutan di Gunung Lawu. D. Pemahaman Konsep Ekologi pada Siswa SMU Kelas X Berdasarkan kurikulum 2004, sistem pengajaran yang digunakan pada setiap sekolah mengacu pada pengembangan potensi dari dalam diri siswa, yang lebih dikenal dengan nama kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Sistem pengajaran ini meliputi aspek kognitif, psikomotorik, dan afektif. Dalam pengajaran Biologi pada siswa SMU, kemampuan guru membuat variasi pengajaran sangat diutamakan, baik secara teoritis maupun konseptual guna mendukung pelaksanaan kurikulum tersebut Biologi merupakan mata pelajaran yang banyak memerlukan praktek dan contoh. Penerapan KBK dalam pembelajaran mata pelajaran tersebut akan lebih efekif dibandingkan dengan pembelajaran teoritis di kelas. Metode dalam KBK yang memfokuskan pada kontak langsung dengan obyek belajar dikenal sebagai metode pengajaran Contextual Teaching and Learning (CTL). Selama ini pada siswa SMU kelas X untuk mata pelajaran Biologi pada pokok bahasan ekologi, guru hanya memberikan contoh mengenai hal-hal yang seharusnya dapat diketahui siswa langsung di lapangan melalui pengalaman belajar yang diberikan secara teoritis di kelas, padahal pokok bahasan tersebut memerlukan alam sekitar guna melihat fakta yang ada di alam.

51 Mengingat terbatasnya sumber bahan belajar bagi siswa SMU kelas X mengenai pokok bahasan ekologi, hasil penelitian yang didapatkan dapat dijadikan sebagai ilustrasi dan pengkayaan materi dalam menambah pemahaman siswa pada pokok bahasan ekologi, guna lebih memahami sub pokok bahasan lingkungan makhluk hidup, interaksi makhluk hidup dengan lingkungannya, serta tipe tipe ekosistem. Hingga akhirnya diharapkan siswa dapat tertarik untuk mempelajari ekologi secara langsung di lapangan. 1. Organisasi Materi Secara umum, penelitian mendeskripsikan komunitas makrofauna tanah yang ditemukan di gunung Lawu dan hubungannya dengan faktor lingkungan yang menyebabkan kehadiran atau ketidakhadirannya di lokasi tersebut. Penelitian tersebut merupakan contoh kasus dalam pembelajaran ekologi bagi siswa SMA kelas X khususnya pada sub pokok bahasan lingkungan makhluk hidup, interaksi makhluk hidup dengan lingkungannya, dan tipe tipe ekosistem. Alur pemahaman konsep pada ketiga sub pokok bahasan di atas dapat dijelaskan melalui gambar sebagai berikut: Konsep dan teori tentang ekologi

Contoh kasus

Pemahaman tentang konsep: Lingkungan makhluk hidup Interaksi makhluk hidup dengan lingkungannya Tipe-tipe ekosistem

Interpretasi melalui serangkaian proses analisis yang logis dan pengamatan langsung di lapangan. Kepahaman atas materi ekologi

52 Evaluasi Hasil Belajar Gambar 3. Alur Pemahaman Konsep Ekologi Siswa SMA Kelas X 2. Ilustrasi Hasil Peneltian Ilustrasi komunitas makrofauna tanah yang ditemukan di gunung Lawu dan hubungannya dengan faktor lingkungan yang menyebabkan kehadiran atau ketidakhadirannya di lokasi tersebut disajikan pada tabel sebagai berikut: Makrofauna Tanah Tipe Habitat Lahan pertanian Hutan dengan serasah terdegradasi Hutan dengan dominansi Pinus Hutan dekat badan air Sabana Jumlah famili 19 16 20 7 10 Indeks Keragaman Rendah Sedang Sedang Sedang Rendah

Gambar 4. Ilustrasi Hasil Penelitian tentang Makrofauna Tanah di gunung Lawu 3.Charta Pengajaran Ekologi di SMA Kelas X Dari ilustrasi hasil penelitian di atas, pemahaman tentang konsep ekologi khususnya pada sub pokok bahasan lingkungan makhluk hidup, interaksi makhluk hidup dengan lingkungannya dan tipe tipe ekosistem dapat diberikan. Kegiatan belajar yang akan dilaksanakan selain menggunakan hasil penelitian sebagai bahan ajar secara teori, siswa juga akan dibawa ke lapangan guna melakukan pengamatan secara langsung fakta yang ada di alam. Rencana Pembelajaran yang akan dilakukan dan Lembar Kerja Siswa sebagai salah satu jenis tagihan terlampir pada lampiran 6, 7 dan 8. Secara sistematis, pemahaman tersebut dapat dibuat dalam format charta , sebagai berikut:

53

Ekologi Lingkungan biotik dan abiotik Habitat Interaksi MH dan lingkungan Populasi, komunitas, Kompetisi Tanah Karakter ekologi Faktor lingkungan Keragaman Makrofauna tanah Gambar 5. Contoh Charta yang Menggambarkan Pengaruh Lingkungan dan Karakter Ekologi terhadap Keragaman Makrofauna Tanah. Pemahaman konsep tentang pokok bahasan ekologi pada sub pokok bahasan lingkungan makhluk hidup dapat dijelaskan melalui kajian logis berupa adanya berbagai tipe habitat di gunung Lawu. Habitat merupakan tempat dimana makhluk hidup tinggal dan di sanalah akan dijumpai lingkungan biotik ataupun abiotik. Konsep komunitas dapat dijelaskan dengan melihat hadirnya beberapa familia di tiap tipe habitat pada ilustrasi hasil penelitian. Sejalan dengan hal tersebut, maka konsep tentang populasi juga dapat dijelaskan. Sedangkan tipe habitat yang dicontohkan pada penelitian adalah habitat tanah, dimana hal tersebut dapat digunakan untuk menjelaskan tentang ekosistem terrestrial ( daratan ). Faktor lingkungan yang mempengaruhi kehadiran dan keragaman makrofauna tanah dapat dijelaskan sesuai dengan hasil penelitian, yaitu variasi Makrofauna tanah Darat dan perairan Tipe Ekosistem

54 vegetasi, asam fulfat dan porositas tanah. Hal tersebut juga dapat menguatkan konsep tentang lingkungan biotik dan abiotik bagi makhuk hidup.

Anda mungkin juga menyukai