Anda di halaman 1dari 6

22

BAB III
DASAR TEORI
3.1. Metode Penambangan Open Pit
Open pit adalah metode tambang terbuka yang dikerjakan untuk eksploitasi
endapan mineral pada berbagai jenis batuan atau bijih yang terletak pada atau dekat
dengan permukaan. Berdasarkan buku yang berjudul Tambang Terbuka yang ditulis
oleh Partanto Projosumarto (1989), open pit penambangannya dilakukan dari
permukaan yang relatif mendatar menuju ke arah bawah dimana endapan bijih
tersebut berada. Berdasarkan buku yang berjudul Tambang Terbuka yang ditulis oleh
Marwan Zam Mili (2010), ada keuntungan dan kerugian dari metode open pit, yaitu:
1. Keuntungan metode penambangan open pit:
a. Ongkos penambangan perton atau permeter kubik endapan bijih lebih murah
karena tidak perlu adanya penyanggan, ventilasi dan penerangan.
b. Kondisi kerja lebih baik karena berhubungan langsung dengan udara luar dan
cahaya matahari.
c. Penggunaan alat alat mekanis dengan ukuran besar dapat lebih leluasa,
sehingga produksi lebih besar.
d. Pemakaian bahan peledak lebih efisien, leluasa dan hasilnya lebih baik.
e. Perolehan tambang (mining recovery) lebih besar karena batas endapan dapat
terlihat dengan jelas.
f. Pengawasan dan pengamatan kualitas bijih lebih mudah.
2. Kerugian metode open pit :
a. Para pekerja langsung dipengaruhi oleh keadaan cuaca, dimana hujan yang
lebat atau suhu yang tinggi mengakibatkan efisiensi kerja menurun, sehingga
hasil kerja juga menurun.
b. Kedalaman penggalian terbatas, karena semakin dalam penggalian akan
semakin banyak tanah penutup (overburden) yang harus digali.
c. Timbul masalah dalam mencari tempat pembuangan tanah penutup yang
jumlah cukupnya banyak.
23
3.2. Penaksiran Cadangan
Sebelum melakukan penambangan harus diketahui terlebih dahulu cadangan
dari bahan galian yang akan ditambang, dengan tujuan untuk mengetahui jumlah dan
penyebarannya. Penaksiran cadangan dilakukan dengan menggunakan metode blok
reguler berdasarkan titik conto sesuai daerah pengaruh. Blok dapat berbentuk bujur
sangkar atau empat persegi panjang.
Gambar 3.1
Blok Reguler Berdasarkan Titik Conto
Setiap titik conto berada dalam satu blok, batas- batas blok ditentukan oleh
garis yang melalui sebuah titik yang terletak diantara dua titik conto atau setengah
jarak dari titik didekatnya. Jika jalur eksplorasi dibuat sama dan jarak conto satu
dengan lainnya tidak sama maka luas blok tidak akan sama. Tidak menutup
kemungkinan apabila jarak conto satu dengan conto lainnya sama maka luas blok
adalah sama (lihat pada Gambar 3.1). Untuk setiap blok, ketebalan dan kadar
terwakili dari ketebalan dan kadar titik conto yang berada didalam blok.
Setiap titik conto dalam setiap blok tersebut memiliki informasi mengenai
ketebalan overburden, ketebelan bijih, konkresi faktor (CF), kadar dari bijih tersebut
seperti SiO
2
, Fe
2
O
3
, TiO
2
dan Al
2
O
3
(lihat pada gambar 3.2). Data tersebut diperoleh
dari hasil analisis conto sumur uji di laboratorium.
24
Gambar 3.2
Blok Reguler
Berdasarkan buku yang berjudul Penaksiran Cadangan yang ditulis oleh
Abdul Rauf (1998), luas, volume overburden dan volume bijih dalam satu blok dapat
dihitung dengan persamaan:
Luas Blok = Panjang x Lebar .......................... (3.1)
Volume Blok = Panjang x Lebar x Tebal ......................... (3.2)
= Luas x Tebal
Perhitungan berat dari unsur pada setiap titik contoh dengan luasan tertentu
dapat dihitung dengan cara :
Berat Al
2
O
3
= Al
2
O
3
% x Tb x L x CF x BI ....... (3.3)
Keterangan:
Tb = Tebal bijih (m)
L = Luas titik berdasarkan luas daerah pengaruh (m
2
)
CF = Konkresi faktor (CF)
BI = Bobot isi (ton/m
3
)
25
Berdasarkan buku yang berjudul Eksplorasi Tambang yang ditulis oleh Abdul
Rauf (1999), konkresi factor diperoleh dari persen berat conto setelah dicuci
terhadap berat conto sebelum dicuci yang akan menghasilkan conto dengan ukuran
tertentu, sehingga konkresi faktor dapat dihitung dengan rumus:
Konkresi faktor (CF) =


x100% ................... (3.4)
Perhitungan pencampuran (blending) kadar dari semua blok dapat dihitung
dengan rumus :
Pencampuran kadar =
( ) ( ) ( )

...... (3.5)
3.3. Nisbah Pengupasan (Stripping Ratio)
Nisbah pengupasan (stripping ratio) merupakan pebandingan antara volume
tanah penutup yang dikupas dibanding dengan berat bijih tercuci. Nisbah pengupasan
(strippping ratio) perlu diperhatikan dalam perencanaan yang bertujuan untuk
menentukan pada elevasi berapakah nisbah pengupasan yang paling menguntungkan
untuk ditambang dengan cara tambang terbuka. Nisbah pengupasan merupakan salah
satu faktor yang sangat menentukan ekonomis tidaknya pengambilan suatu
cadangan. Semakin besar nisbah pengupasan semakin banyak tanah penutup yang
harus digali untuk mengambil suatu bahan galian. Semakin kecil nisbah
pengupasannya maka sedikit tanah penutup yang harus digali.
Nisbah pengupasan (stripping ratio) dapat dihitung dengan rumus:
SR =


=


............................................... (3.6)
3.4. Bobot Isi (Density)
Bobot isi merupakan perbandingan berat tanah utuh (undisturbed) dalam
keadaan kering dibagi dengan volume tanah. Suatu material memiliki bobot isi yang
26
berbeda, hal ini disebabkan karena pengaruh dari sifat sifat fisik dari material
tersebut. Material yang padat akan memiliki berat yang lebih besar per volume yang
sama dibandingkan material yang tidak padat. Teori ini diambil dari buku
Pemindahan Tanah Mekanis yang ditulis oleh Ir. Yanto Indonesianto, M.Sc (2008).
Bobot isi =


=


................................ (3.7)
3.5. Pencampuran (Blending)
Pencampuran (blending) adalah pencampuran bahan sejenis sifat fisik dan
kimia sama untuk menghasilkan kondisi tertentu. Keuntungan melakukan blending
adalah kadar rendah dapat ditambang.
Blending dapat dihitung dengan rumus:
Kadar blending =
.

.................................... (3.8)
Keterangan:
c = kadar
q = berat (ton) = volume x bobot isi
3.6. Metode Jenjang Tunggal
Berdasarkan buku yang berjudul Mine Planning and Equipment Selection
yang ditulis oleh Raj K. Singhal (1998), penggalian bijih pada metode penambangan
open pit akan menghasilkan suatu jenjang,salah satunya adalah jenjang tunggal.
Metode jenjang tunggal belum tentu lebih aman dibanding dengan sistem
jenjang bertingkat, hal ini tergantung geologi struktur batuan yang akan digali dan
ketebalan dari bahan galian yang akan ditambang. Metode jenjang tunggal biasanya
dipakai untuk menambang bahan galian yang memiliki ketebalan relatif dangkal .
Ketinggian jenjang tergantung dari kekuatan batuan yang akan digali.
Ketinggian jenjang yang dirancang harus aman, sehingga alat- alat yang beroperasi
dan pekerja dapat bekerja dengan aman (lihat pada Gambar 3.3).
27
Gambar 3.3
Metode Jenjang Tunggal

Anda mungkin juga menyukai