Anda di halaman 1dari 10

Muhammad Hatta

Biografi : Nama Lahir Wafat Anak Istri Gelar Pahlawan Pendidikan : Mohammad Hatta : Bukittinggi, 12 Agustus 1902 : Jakarta, 14 Maret 1980 : Meutia Farida, Gemala, Halida Nuriah : (Alm) Rahmi Rachim : Pahlawan Proklamator RI 1986 : Sekolah Melayu 1913 Europese Largere School (ELS) di Bukittinggi 1916 Meer Uirgebreid Lagere School (MULS) di Padang 1919 Handle Middlebare School (Sekolah Menengah Dagang), Jakarta 1921 Gelar Drs dari Nederland Handelshogoeschool, Rotterdam, Belanda 1932

Riwayat Hidup Bersama Sukarno, Muhammad Hatta dikenal sebagai tokoh proklamator kemerdekaan Indonesia. Ia lahir di Bukitinggi, Sumatera Barat pada tanggal 12 Agustus 1902. Nama kecilnya adalah Muhammad Ata yang merujuk pada (Ahmad Ibn) Muhammad (Ibn Abd al-Karim ibn) Ataillah al-Sakandari, yaitu pengarang kitab Al-Hikam (berbagai ajaran kearifan). Ia merupakan keturunan ulama Minangkabau. Kakeknya bernama Syekh Abdurrahman yang dikenal sebagai Syekh Batuhampar. Ibunya bernama Saleha yang merupakan keluarga pengusaha terpandang dari Bukittinggi. Ayahnya, Haji Mohammad Djamil adalah seorang mursyid, sebuah persaudaraan sufi atau tarekat di Sumatera Barat, yang meninggal ketika Hatta masih berusia delapan bulan. Ia merupakan anak bungsu dan anak laki-laki satu-satunya. Lingkungan keluarga ibunya yang kemudian mengurus Hatta kecil beserta enam saudara perempuannya di Bukittinggi.

Pendidikan dasar Hatta ditempuh pada Sekolah Melayu di Bukittinggi. Pada tahun 1913-1916, ia kemudian melanjutkan studinya pada Europeesche Lagere School (ELS) di Padang. Ketika lulus di ELS, usianya masih 13 tahun. Ketika itu ia sebenarnya lulus masuk Handel Middlebare School (HMS atau Sekolah Menengah Dagang), namun oleh ibunya ia disarankan agar studi terlebih dahulu pada Meer Uirgebreid Lagere School (MULO) di Padang, dan akhirnya lulus pada tahun 1919 (dalam usia 17 tahun). Pada tahun ini, ia baru dapat sekolah di HMS (setingkat SMU) di Jakarta dan lulus pada tahun 1921. Pada September 1921, ia pergi ke Belanda untuk belajar ilmu bisnis pada Sekolah Tinggi Ekonomi (Nederland Handelshogeschool) di Rotterdam, yang kini namanya berubah menjadi Erasmus Universiteit. Ia tinggal di sana selama 11 tahun. Ia lulus dalam ujian handels economie (ekonomi perdagangan) pada tahun 1923. Ia sebenarnya berencana akan ujian doktor bidang ekonomi pada akhir tahun 1925, namun ternyata niatnya berubah akibat minatnya yang besar terhadap studi politik. Ia akhirnya mengambil jurusan yang baru dibuka, yaitu hukum negara dan hukum administrasi. Ketika umurnya sudah 15 tahun dan sekolah di MULO Padang, Hatta terlibat dalam berbagai kegiatan organisasi. Sejak tahun 1916, timbul perkumpulan-perkumpulan pemuda seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, dan Jong Minahasa. Ia akhirnya terlibat dalam Jong Sumatranen Bond di Padang, hingga sempat menjadi bendahara (1916-1919). Ketika tinggal di Jakarta ia juga menjabat posisi yang sama (1920-1921). Ketika di Rotterdam (tahun 1922), ia pernah mendaftar sebagai anggota Indische Vereniging (Perkumpulan Hindia), yang lima tahun kemudian berubah nama menjadi Indonesische Vereniging (Perhimpunan Indonesia atau PI), yaitu sebuah perkumpulan sosial atau organisasi mahasiswa asal Indonesia yang menolak bekerjasama dengan pemerintah Belanda. Atmosfir pergerakan PI menjadi semakin hangat semenjak kedatangan tiga tokoh Indische Partij (Suwardi Suryaningrat, Douwes Dekker, dan Tjipto Mangunkusumo) di Belanda pada tahun 1913. Oleh karena adanya perpanjangan studi di Belanda, ia akhirnya terpilih sebagai Ketua PI pada tanggal 17 Januari 1926, yang dijabat hingga tahun 1930. Selama di bawah kepemimpinannya, PI berkembang pesat. PI berkembang menjadi semacam organisasi politik yang banyak berpengaruh terhadap kehidupan politik rakyat Indonesia pada saat itu. Meski aktif di PI, Hatta juga aktif dalam berbagai kegiatan yang bertujuan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Pada tahun 1926, ia pernah memimpin delegasi ke Kongres Demokrasi Internasional untuk Perdamaian Dunia di Bierville, Perancis.Tujuan keikutsertaan dirinya adalah untuk memperkenalkan namaIndonesia di pentas politik dunia. Pada tanggal 15 Februari 1927, ia pernah menjadi wakil delegasi dalam Liga Menentang Imperialisme dan Penindasan Kolonial yang diadakan di Brussel. Melalui keikutsertaan dalam liga ini, ia akhirnya sempat bersahabat dengan Jawaharlal Nehru, tokoh nasionalis India. Keterlibatannya dalam organisasi ini dan termasuk tulisan-tulisannya di Majalah Indonesia Merdeka menyebabkan Hatta pernah dipenjara oleh pemerintah Belanda di Den Haag dalam kurun waktu 23 September 1927 hingga 22 Maret 1928. Pada tahun 1932, Hatta kembali ke tanah air. Bersama Sutan Syahrir ia aktif di Partai Pendidikan Nasional Indonesia (Partai PNI Baru), sebuah organisasi yang gencar meningkatkan kesadaran politik rakyat Indonesia melalui pelatihan-pelatihan. Di partai ini, ia sempat menjadi ketuanya. Ia juga aktif menangani majalah Daulat Rakyat (1934-1935). Pada tahun 1934, ia ditangkap oleh Pemerintah Hindia Belanda dan ditahan di penjara Glodok selama 11 bulan. Pada tahun 1935, ia dibuang ke Boven Digoel, Papua Barat (1934-1935) yang kemudian dipindahkan ke tempat pembuangan Banda Neira (1935-1942), dan pada Februari 1942 dipindahkan lagi ke Sukabumi. Pada tanggal 9 Maret 1942, ia dibebaskan. Jika ditotal, ia sesungguhnya telah diasingkan minimal selama 10 tahun.

Setelah bebas dari masa hukuman, Hatta kemudian aktif di sejumlah organisasi tanah air. Pada April 1942, ia menjadi Kepala Kantor Penasihat pada pemerintah Bala Tentara Dai Nippon. Pada tahun 1943, ia diangkat sebagai salah satu pimpinan dalam Pusat Tenaga Rakyat (Putera). Ia juga menjadi anggota dalam Dokuritzu Zyunbi Tyoosakai (Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan-BPUK). Pada tanggal 7 Agustus 1945, ia diangkat sebagai Wakil Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Keterlibatan dirinya dalam organisasi-organisasi tersebut akhirnya ikut mengantarkan dirinya selaku proklamator kemerdekaan RI bersama Sukarno pada tanggal 17 Agustus 1945. Pada tanggal 18 Agustus 1945 Hatta diangkat secara aklamasi sebagai Wakil Persiden pertama RI mendampingi Presiden Sukarno. Ketika menjadi wakil presiden, ia banyak berperan penting dalam perumusan berbagai produk hukum nasional. Di antara produk hukum yang dimaksud adalah Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945, yang isinya menyatakan bahwa Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebelum terbentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) diserahi kekuasaan eksekutif, yang seharihari dilakukan oleh Badan Pekerja KNIP. Ia pernah mengeluarkan Maklumat Politik tanggal 1 November 1945 yang isinya antara lain menyatakan bahwa Indonesia bersedia menyelesaikan sengketa dengan Belanda melalui cara diplomasi. Di samping itu, ia juga mengeluarkan Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 yang isinya berupa anjuran kepada rakyat untuk membentuk partai-partai politik. Melalui anjuran tersebut berdirilah sepuluh partai politik, yaitu: Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia), PKI (Partai Komunis Indonesia), PBI (Partai Buruh Indonesia), Partai Rakyat Jelata, Parkindo (Partai Kristen Indonesia), PSI (Partai Sosialis Indonesia), PRS (Partai Rakyat Sosialis), PKRI (Partai Katholik Republik Indonesia), Permai (Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia), dan PNI (Partai Nasional Indonesia). Setelah proklamasi kemerdekaan RI, Hatta pernah berusaha mencari dukungan dunia internasioal untuk mendukung Indonesia sebagai negara yang telah merdeka. Sebagai contoh, pada Juli I947, ia pergi ke India dengan maksud menemui Jawaharlal Nehru dan Mahatma Gandhi dengan menyamar sebagai kopilot bernama Abdullah (pilot pesawatnya adalah Biju Patnaik). Nehru kemudian berjanji bahwa India dapat membantu Indonesia dengan cara memprotes dan memberikan resolusi kepada PBB agar Belanda dapat dihukum. Pada tahun 1949, ia memimpin delegasi Indonesia dalam perundingan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda. Hasil perundingan tersebut adalah Belanda mengakui kedaulatan RI. Berdirilah Republik Indonesia Serikat (RIS) yang dipimpin oleh Hatta sebagai perdana menterinya. Dalam kurun waktu antara 29 Januari 1948 hingga Desember 1949, ia juga merangkapkan jabatannya sebagai wakil presiden, perdana menteri, dan sekaligus menjadi menteri pertahanan RIS. Dalam kurun waktu Desember 1949 hingga Agustus 1950, ia juga merangkap sebagai menteri luar negeri (menlu) RIS. Setelah perjalanan pemerintahan Indonesia, ia meletakkan jabatannya sebagai wakil presiden karena berselisih pendapat dengan Sukarno pada tanggal 1 Desember 1956. Sebagai tokoh pemimpin nasional dwi tunggal, keduanya berada pada garis yang kadang sejalan dan kadang pula berseberangan. Jika boleh diilustrasikan posisi Hatta sebenarnya adalah sebagai pengkritik paling tajam sekaligus sahabat hingga akhir hayat Soekarno. Perbedaan pendapat kedua tokoh tersebut sebenarnya berupa perbedaan visi dan pendekatan dalam mengelola negara. Puncak perbedaan pemikiran keduanya terjadi pada tahun 1956, yaitu ketika Sukarno berpendapat bahwa revolusi belum selesai, namun Hatta berpandangan sebaliknya bahwa revolusi telah berhasil dan seharusnya kita sudah beranjak pada prioritas pembangunan ekonomi yang berbasis kerakyatan. Sejak Desember 1956, yaitu sejak tidak lagi menduduki jabatan struktural pemerintahan, Hatta banyak disibukkan dengan aktivitas-aktivitas keilmuan (akademik). Selama menjabat sebagai

wakil presiden, ia sebenarnya juga sering menyampaikan ceramah-ceramah ilmiah di berbagai perguruan tinggi di tanah air. Setelah tidak lagi menjadi birokrat, ia mendapatkan banyak waktu untuk fokus pada kegiatan keilmuan dan akademis. Ia pernah menjadi dosen di Sekolah Staf Komando Angkatan Darat di Bandung (1951-1961), dosen di Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta (1954-1959), dosen luar biasa di Universitas Hasanuddin (1966-1971), dan dosen luar biasa di Universitas Padjajaran Bandung (1967-1971). Di samping itu, ia juga pernah menjadi penasehat presiden dan penasehat komisi tentang masalah korupsi (1969) dan sebagai Ketua Panitia Lima yang ikut merumuskan penafsiran Pancasila (1975). Pada tanggal 27 November 1956, UGM pernah menganugerahi gelar doctor honoris causa kepada Hatta, dengan pidato pengukuhannya yang berjudul Lampau dan Datang. Ia juga dikukuhkan sebagai guru besar dalam ilmu politik perekonomian oleh Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung. Universitas Hasanuddin (Unhas) di Ujung Pandang juga memberikan gelar doctor honoris causa dalam bidang ekonomi. Universitas Indonesia (UI) juga memberikan gelar doctor honoris causa dalam bidang ilmu hukum. Aktivitas menulis Hatta mulai terasah sejak ia sekolah HMS di Jakarta. Tulisan pertamanya berjudul Namaku Hindania! dimuat di Majalah Jong Sumatera. Pada tahun 1960, ia menulis "Demokrasi Kita" dalam Majalah Pandji Masyarakat yang memuat pemikiran tentang perkembangan demokrasi Indonesia saat itu. Meski dalam masa pembuangan, ia tetap menulis dan menekuni bidang keilmuan. Sebagai contoh, ketika dibuang ke Tanah Merah ia tetap rutin menulis artikel-artikel untuk media massa Pemandangan. Rumahnya di Digoel dipenuhi dengan buku-buku yang khusus dibawanya dari Jakarta sebanyak 16 peti. Ia juga masih sempat mengajarkan teman-temannya selama masa pembuangan bidang-bidang keilmuan seputar ilmu ekonomi, sejarah, filsafat, dan sebagainya. Pada Januari 1936, ketika ia dipindahkan ke Bandaneira, ia pernah mengajarkan sejarah, tata buku, politik, dan sebagainya kepada penduduk dan anak-anak sekitar. Hatta menikah dengan Rahmi Rachim Nopember 1945 di desa Megamendung, Bogor, Jawa Barat. Buah pernikahan mereka adalah Meutia Farida, Gemala, dan Halida Nuriah. Ia wafat pada tanggal 14 Maret 1980 di Rumah Sakit Dr Tjipto Mangunkusumo Jakarta dalam usia 77 tahun, dan dikebumikan di TPU Tanah Kusir pada tanggal 15 Maret 1980. Pemikiran Hatta merupakan sosok pemikir yang multi-dimensi karena cakupan pemikirannya amat beragam, mulai dari soal kebangsaan, pendidikan, ekonomi, filsafat, hingga soal hukum tata negara. Dalam tulisan ini yang akan dibahas dibatasi pada dua bidang pemikirannya saja. Dua bidang pemikiran di bawah ini merupakan pokok pemikiran utama yang menjadi simbol perjuangan Hatta selama masa hidupnya. Kedua bidang pemikiran tersebut saling berkaitan, dan pada kenyataannya berperan penting dalam membentuk karakter bangsa Indonesia. Pemikirannya tidak saja dipahami untuk masanya, namun juga banyak bermanfaat untuk kehidupan bangsa hingga masa mendatang. Berikut ini adalah pemikiran Hatta yang dimaksud: a. Kebangsaan Hatta dikenal sebagai tokoh yang memegang teguh prinsip yang diyakininya. Ia selalu memperjuangkan status Indonesia sebagai negara yang mengakomodasi kepentingan segala golongan, bukan hanya untuk segelinting orang atau golongan tertentu. Ia bahkan rela meletakkan jabatannya demi mempertahankan kesatuan bangsa. Latar belakang pengetahuannya yang amat mendalam tentang ekonomi dan ketatanegaraan mengantarkan dirinya terlibat aktif

dalam berbagai peristiwa penting proses pembentukan nation state Indonesia. Ia pernah terlibat aktif dalam proses penyusunan Undang-Undang Dasar (UUD) pada tahun 1945, penyusunan Konstitusi Republik Indonesia Serikat tahun 1949, maupun penyusunan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) tahun 1950. Sikap penuh keyakinan dan ketegasan juga ditunjukkan oleh Hatta ketika dirinya banyak berselisih paham dengan kebijakan pemerintahan Sukarno. Hatta selalu menekankan pada prinsip pemerintahan yang berdasarkan hukum dan bertanggung jawab. Ia tidak setuju ketika Sukarno mengangkat dirinya sebagai formatur kabinet yang tidak perlu bertanggung jawab, tidak bisa diganggu gugat, dan berusaha menggalang kekuatan revolusioner sebesar-besarnya dengan tujuan membersihkan lawan-lawan politik yang tidak sejalan. Hatta menolak pandangan tersebut karena baginya demokrasi harus tetap ditegakkan dengan prinsip hukum serta prinsip persamaan hak dan kewajiban semua warga. Ia menganggap Sukarno telah meninggalkan demokrasi dan ingin memimpin segalanya. Menurut Hatta, demokrasi dalam pikiran Sukarno adalah contradictio in terminis, artinya di satu sisi Sukarno ingin mewujudukan demokrasi, namun di sisi lain justru duduk di atas demokrasi itu sendiri. Hatta merupakan tokoh yang pertama kali memperkenalkan nama Indonesia dalam tulisan yang diterbitkan oleh De Socialist pada bulan Desember 1928. Dalam berbagai tulisantulisannya, terlihat bahwa ia merupakan tokoh yang dekat dengan rakyat, tetap menjungjung tinggi demokrasi, dan juga sangat memperhatikan hak asasi manusia (HAM) dalam kehidupan kebangsaan. Ia berpikir bahwa pendidikan juga berperan penting dalam membangun karakter kebangsaan. Katanya: Ilmu dapat dipelajari oleh segala orang yang cerdas dan tajam otaknya, tetapi manusia yang berkarakter tidak diperoleh begitu saja. Pangkal segala pendidikan karakter adalah cinta akan kebenaran dan berani mengatakan salah dalam menghadapi sesuatu yang tidak benar. b. Ekonomi Kerakyatan Pandangan Hatta tentang masalah-masalah kebangsaan, seperti loyalitasnya terhadap prinsipprinsip demokrasi dan keberpihakannya terhadap nasib rakyat kemudian diejawantahkan dalam bentuk pemikiran tentang ekonomi kerakyatan. Ia dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia karena pemikiran-pemikirannya ekonominya yang pro-kerakyatan. Ketika masih belajar ekonomi di Rotterdam, ia banyak mencermati nasib ekonomi rakyat yang banyak dieksploitasi oleh pelaku ekonomi modern yang pada saat itu banyak dikendalikan oleh investor-investor Belanda, terutama dalam bidang pertanian dan perkebunan. Pertanian dan perkebunan dengan pemilikan lahan yang sempit, teknologi sederhana, dan modal seadanya merupakan jenis usaha subsisten yang akan sangat sulit berkembang. Usaha pertanian dan perkebunan besar yang didukung dengan luas tanah ratusan ribu hektar, menggunakan teknologi unggul, dan adanya modal yang sangat besar tentu akan mudah memproduksi komoditi ekspor, berupa karet, teh, kelapa sawit, tebu, dan tembakau. Dengan demikian, ekonomi kerakyatan akan semakin tersisihkan. Hatta banyak menulis di Daulat Rakyat, yang tujuannya adalah bagaimana mempersatukan ekonomi rakyat melalui pengembangan usaha koperasi yang berbasis pada asas kekeluargaan. Pemikiran di atas sudah bergema sejak Hatta terpilih sebagai Ketua PI pada tahun 1926. Pada saat itu, ia menyampaikan pidato inaugurasinya yang berjudul Economische Wereldbouw en Machtstegenstellingen (Struktur Ekonomi Dunia dan Pertentangan kekuasaan). Melalui pidatonya tersebut, ia sebenarnya bermaksud menganalisis struktur ekonomi dunia yang dapat dijadikan bahan pemikiran untuk membangun perekonomian Indonesia yang pro terhadap rakyatnya..

Karya Karya-karya Hatta dapat dikelompokkan ke dalam beberapa bidang keilmuan sebagai berikut: a. Karya Ekonomi: Economische wereldbouw en machtstegenstellingen (1926) Krisis Ekonomi dan Kapitalisme (1934) Perhubungan Bank dan Masyarakat di Indonesia (1942) Beberapa Pasal Ekonomi (1943) Pikiran-pikiran dalam Bidang Ekonomi untuk Mencapai Kemakmuran yang Merata (1974) LIndonesie et son problema de IIndependence (1927) Indonesia Vrij (1928) Tujuan dan Politik Pergerakan Nasional Indonesia (1931) Perjanjian Volkenbond (1937) Mencari Volkenbond dari Abad ke Abad (1939) Rasionalisasi (1939) Penunjuk bagi Rakyat dalam Ekonomi, Teori, dan Praktek (1940) Portrait of a Patriot, Selected Writings (1972) Pengantar ke Jalan llmu dan Pengetahuan (t.th) Alam Pikiran Yunani (1941) Mohammad Hatta Memoir (1979)

b. Karya Politik Kebangsaan: Karir Bendahara Jong Sumatranen Bond, Padang (1916 1919) Bendahara Jong Sumatranen Bond, Jakarta (1920 1921) Ketua Perhimpunan Indonesia di Belanda (1925 1930) Pemimpin delegasi ke Kongres Demokrasi Internasional untuk perdamaian, Bierville, Perancis Wakil delegasi Indonesia dalam gerakan liga melawan Imperialisme dan Penjajahan, Berlin (1927 1931)

c. Karya Filsafat dan Umum:

Ketua Partai (PNI Baru) Pendidikan Nasional Indonesia (1934 1935) Kepala Kantor Penasihat pada Pemerintahan Bala Tentara Jepang (April 1942) Anggota Badan Penyelidik Usaha Usaha Persiapan Kemerdekaan (Mei 1945) Wakil Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (7 Agustus 1945) Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia (17 Agustus 1945) Wakil Presiden Indonesia Pertama (18 Agustus 1945) Wakil Presiden merangkap Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan (Januari 1948 Desember 1949) Ketua Delegasi Indonesia pada Konferensi Meja Bundar di Den Haag dan menerima penyerahan kedaulatan dari Ratu Juliana (1949) Wakil Presiden merangkap Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Kabinet Republik Indonesia Serikat (Desember 1949 Agustus 1950) Dosen di Sesko Angkatan Darat, Bandung (1951 1961) Dosen di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta (1954 1959) Penasihat Presiden dan Penasihat Komisi IV tentang masalah korupsi (1969) Ketua Panitia Lima yang bertugas memberikan perumusan penafsiran mengenai Pancasila (1975)

Penghargaan Hatta dianugerahi gelar Pahlawan Proklamator melalui Keputusan Presiden RI No. 081/TK/Tahun 1986, tanggal 23 Oktober 1986. Pada tanggal 15 Agustus 1972, Presiden Soeharto kala itu juga menganugerahkan kepadanya berupa tanda kehormatan tertinggi Bintang Republik Indonesia Kelas I pada suatu upacara kenegaraan di Istana Negara. Namanya juga diabdikan sebagai nama Perpustakaan Hatta di Jalan Adi Sucipto, Yogyakarta. Sifat-sifat mulia Mohammad Hatta
Jujur Bila ada pejabat negara yang paling jujur, semua orang Indonesia akan menyebut nama Bung Hatta. Uncorruptable Beliau hanya menyelipkan potongan iklan sepatu Bally yang tidak terbelinya hingga akhir hayat. Sederhana Beliau menikmati hidup dari uang pensiun, melaksanakan gaya hidup yang hemat, sehingga uang pensiun itu cukup menghidupinya sekeluarga. Selalu ingin menjaga nama baik, terutama nama baik bangsa dan negara

Konsisten Bung Hatta mengundurkan diri dari jabatan Wakil Presiden RI pada 1 Desember 1956, karena merasa tidak cocok lagi Bung Karno yang menjadi presiden karena sudah mulai meninggalkan demokrasi dan ingin memimpin segalanya.

Teori McClelland a. Mohammad Hatta sebagai wakil presiden


B n H t aSb g iWk Pe id n u g at e a a a il r s e

P wr o e

A tio filia n

A h v mn c ie e e t

b. Mohammad Hatta sebagai bendahara Jong Sumatranen


B n Ht aSb giB n a aaJo g u g at e a a e d h r n S mt a e u ar n n

P wr oe

A tio filia n

A h v mn c ie e e t

c. Mohammad Hatta sebagai Perdana Menteri


B n H t aS b g iP r a aM ne i u g at e a a e d n e t r

P wr o e

A tio filia n

A h v mn c ie e e t

Teori Abraham. H. Maslow :

Manusia memiliki 5 kebutuhan yaitu: a. Kebutuhan fisiologikal (psychological) b. Kebutuhan rasa aman (safety) c. Kebutuhan akan kasih sayang (love) d. Kebutuhan akan harga diri (esteem) e. Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization)

Kebutuhan paling mendasar (paling penting) harus didahulukan yaitu kebutuhan fisiologikal. Yang paling bawah adalah kebutuhan yang paling penting, setelah itu, kebutuhan rasa aman, kebutuhan akan kasih saying, kebutuhan harga diri, dan yang terakhir kebutuhan aktualisasi diri.

2. Ciri-ciri orang yang mempunyai motivasi prestasi tinggi : (1) Pada umumnya menghindari tujuan prestasi yang mudah dan sulit, mereka sebenamya lebih memilih tujuan yang moderat yang menurut mereka akan dapat diwujudkan atau diraih; (2) Lebih menyukai umpan balik langsung dan dapat diandalkan mengenai bagaimana mereka berprestasi; (3) Menyukai tanggung jawab pada pemecahan masalah. 3. Cara menumbuhkan motivasi prestasi di ITB khususnya dibidang teknik sipil: a. Mencintai bidang yang saya dalami, yaitu teknik sipil. Dengan mencintai bidang saya, maka saya dapat menikmati proses kegiatan baik di perkuliahan ataupun kegiatan lain yang menunjang perkuliahan saya seperti praktikum dan lain-lain b. Melihat dan mencontoh cara belajar teman yang memiliki nilai akademik yang lebih baik dari saya, sehingga saya dapat menirunya, agar saya dapat semakin lebih baik. c. Mendengar kritikan dan masukan-masukan dari orang lain seperti teman kuliah, orang tua, dosen agar saya menjadi lebih mengerti kekurangan saya sendiri, sehingga saya dapat memperbaikinya.

Anda mungkin juga menyukai