Anda di halaman 1dari 4

Pengantar Globalisasi

Kelompok Intel / 6 Rizki Amalia / 071012046

Interupsi terhadap Globalisasi

Sesuai dengan judul paper kali ini yaitu interupsi terhadap globalisasi, oleh karenanya pertama-tama penulis akan menjelaskan definisi dari interupsi. Secara harfiah dalam bahasa Indonesia, interupsi diartikan sebagai selaan, menyela, atau menjegal

(http://www/total.or.id/info.php?kk=interrupt). Jadi interupsi terhadap globalisasi adalah selaan ataupun kritik yang terjadi ditengah-tengah fenomena globalisasi yang sedang mengglobal. Interupsi dalam globalisasi pertama kali muncul sekitar awal abad ke-20 an yang dipicu oleh gelombang proteksionisme serta nasionalisme yang agresif, dimana kedua pemicu tersebut membawa kita pada Great Depression dan perang dunia.

(http://www.imf.org/external/np/exr/ib/2002/031502.htm). Great Depression dan perang dunia menyebabkan berbagai perubahan pada aspek kehidupan manusia, salah satu yang paling menonjol adalah adanya krisis ekonomi yang hebat pada waktu itu. Krisis global tersebut membawa kemunduran ekonomi Jepang, kegagalan Uni Soviet menuju ekonomi pasar pada sekitar tahun 1990-an, serta munculnya kembali masalah finansial di Brazil. Mengambil timeline dari artikel Joh Ralston Saul (2005) pada A Chronology of Decline : The Malaysian Breakout dalam The Collapse of Globalism and Reinvention of The World, krisis globalisasi terhebat terjadi pada saat krisis ekonomi melanda negara-negara Asia antara lain Indonesia, Korea Selatan, Malaysia, Jepang dan lain sebagainya yang diawali oleh devaluasi mata uang Baht Thailand pada tahun 1997. Namun, sebelum krisis di Asia terjadi, di belahan bumi lain yaitu Amerika Latin telah mengalami krisis terlebih dahulu. Krisis Amerika latin dipicu oleh krisis yang terjadi di Meksiko yang disebabkan oleh maraknya privatisasi BUMN, penghilangan pembatasan investasi asing, pengurangan tingkat inflasi serta pengeluaran pemerintah, dan liberalisasi perdagangan. Puncak dari krisis tersebut terjadi pada tahun 1994 ketika Meksiko mengalami devaluasi Peso. Kemudian krisis ini menyebar ke Amerika Latin, khususnya yang terjadi di Brazil, yaitu Tequila crisis. Dan krisis ini, dinyatakan bahwa seperempat abad yang diyakini adanya

Pengantar Globalisasi
Kelompok Intel / 6 Rizki Amalia / 071012046

globalisasi, ternyata, tidak menghasilkan Amerika Latin yang Baru. Globalisasi bisa dikatakan berakhir di Amerika Latin (Saul 2005). Jadi secara jelas terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi melalui likberalisasi, privatisasi yang menjadi ciri khas globalisasi tidak selamanya membawa pertumbuhan ekonomi yang semakin baik, bahkan di Amerika Latin setelah program tersebut dilakukan, pertumbuhan ekonominya semakin melambat bila dibanding sebelum reformasi. Krisis selanjutnya terjadi dikawasan Asia pada tahun 1997. Dalam artikelnya yang berjudul The Global Financial Crisis, George Soros menjelaskan krisis yang melanda finansial global dikarenakan oleh ketidaksejajaran nilai tukar mata uang serta struktur ekonomi Asia yang kebanyakan perusahaan dimiliki oleh keluarga sendiri dan terutup, sehingga jika para pemilik perusahaan tidak mampu lagi membiayai tuntutan daripada kinerja perusahaan maka mereka lebih memilih untuk bergantung pada pinjaman daripada resiko kehilangan kendali. Hal tersebut menyebabkan dilakukannya pinjaman yang sangat tinggi pada sektor finansial. Stephen Gill, dalam artikelnya yang berjudul The Geopolitics of The Asian Crisis menyatakan bahwa krisis ekonomi di Asia bukan hanya sekedar suatu persoalan pergerakan dalam pasar global, namun faktor geopolitik juga berpengaruh. Krisis Asia Timur menunjukkan ada konflik intens antar negara pada bentuk dan arah pola regional serta global dari perkembangan kapitalis. Dalam konteks krisis tersebut, pengarahan dan kendali yang dilakukan oleh negara membentuk politik ekonomi yang ditekan pada liberalisme. (Gill, 2008). Dalam ruang lingkup krisis yang melanda kawasan Asia era 1997-1998, satu hal yang menarik adalah sikap Malaysia pada waktu itu yaitu, Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad memutuskan untuk menarik ringgit dari pasar dunia, menetapkan nilai rendah untuk mendukung ekspor, serta mengontrol dan menyelamatkan perekonomian Malaysia dengan regulasi politik seperti memblokade ekspor kapital asing dan menetapkan tarif tinggi. Dan hal tersebut berhasil memulihkan stabilitas perekonomian domestic di Malaysia sehingga tindakan ini mendorong negara lain dan kaum anti-globalis untuk melakukan aksi melawan neoliberalisasi dalam globalisasi ekonomi. Pada tahun 1999, globalisasi mulai menjadi jargon berkonotasi negatif. Kerusuhan terjadi dimana-mana, salah satunya di Seattle. Banyak kelompok radikal dan NGO berdemonstrasi

Pengantar Globalisasi
Kelompok Intel / 6 Rizki Amalia / 071012046

dalam rangka memperjuangkan nasib pihak-pihak yang tertinggal dalam globalisasi. Menurut John Ralston Saul, puncaknya terjadi pada saat peristiwa 9/11 pada tahun 2001 dimana kelompok paling radikal atas globalisasi dan dominasi barat di dalamnya melakukan serangan mereka (Saul, 2005:169). Tragedi tersebut membawa kembalinya krisis ekonomi di Amerika Latin, seperti di Argentina pada tahun 2001. Dalam artikelnya Introdusction the deficiences of Global Capitalism, Gorge Soros yang notabenenya adalah pendukung globalisasi mengakui bahwa globalisasi memiliki sisi positif maupun negatif. Sisi negatifnya antara lain, pertama, banyak orang orang yang berada di negara dunia ketiga yang termarjinalkan akibat kurangnya potensi mereka untuk saling bersaing di ranah internasional. Hal ini tentu menimbulkan adanya inequity antara yang kaya dengan yang miskin. Kedua, globalisasi menyebabkan adanya ketidaktepatan alokasi resources diantara private goods dan public goods. Ketiga, pasar keuangan global dianggap sebagai sesuatu yang rentan krisis. Hal-hal yang menyebabkan ketidakadilan dan ketidakseimbangan memyebabkan para kaum anti-globalis melakukan protes-protes terhadap globalisasi dengan tujuan untuk melemahkan atau secara radikal meniadakan institusi-institusi internasional yang menaungi perdagangan internasional dan pasar keuangan global. Menghadapi interupsi-interupsi yang ada, para pendukung globalisasi mencari beberapa jalan keluar, antara lain adanya reform ulang pada insitusi-institusi internasional yang ada sehingga mampu memberikan keadilan dan mengurangi gap antara yang kaya dan yang miskin. Pembentukan kembali juga diupayakan untuk mengefektifkan hal hal diluar ekonomi seperti pemeliharaan kedamaian, perkembangan sosial dan politik, memperbaiki kondisi kesehatan dari pada buruh sampai hal hal menyangkut hak asasi manusia. Selain itu, diperlukannya perbaikan kondisi internal tiap-tiap negara iu sendiri, misalnya penghapusan korupsi yang pada kenyataannya menghambat pertumbuhan suatu negara. Jadi, dapat disimpulkan bahwa globalisasi mengalami interupsi-interupsi yang telah terbukti secara nyata melalui berbagai peristiwa yang sudah terjadi. Interupsi yang terjadi dianggap sebagai bukti bahwa globalisasi tidak sepenuhnya membawa kebaikan, malah

Pengantar Globalisasi
Kelompok Intel / 6 Rizki Amalia / 071012046

membawa banyak dampak negative sehingga menimbulkan kesengsaraan di banyak pihak, terutama pihak yang kurang berpotensi, tidak mampu, dan terdominasi.

Referensi : Gill, Stephen. 2008. The Geopolitics of The Asian Crisis. Dalam Power Resistenced in The New World Order, New York, Palgrave Macmillan, pp. 149 160. Saul, John Ralston. 2005. A Chronology of Decline : The Malaysian Breakout dalam The Collapse of Globalism and Reinvention of The World. London : Atlantic Books. Soros, George. (1998). The Global Financial Crisis, dalam The Crisis of Global Capitalism. New York : Public Affairs. Soros, George. 2002. Introdusction the deficiences of Global Capitalism. George Soros on Globalization, New York: Public Affairs, pp. 1-29. Tersedia pada: http://www.imf.org/external/np/exr/ib/2002/031502.htm diakses pada 15 Juni 2011 pukul 10.05 pm Tersedia pada: http://www.total.or.id/info.php?kk=interrupt diakses pada tanggal 24 Juni 2011 pukul 11.45 am.

Anda mungkin juga menyukai