Anda di halaman 1dari 18

Apa & Siapakah Manusia Itu?

Posted by: agamaku on: Agustus 15, 2006


y y

In: Renungan Comment!

Mengapa kita harus hidup di dunia ini? Untuk apa? Toh kita hanya mendapat penderitaan? Untuk apa kita hidup jika akhirnya kita mati? Ah pertanyaan yang sulit karena mempertanyakan hakekat kita sebagai manusia. Setiap orang akan menjawab berbeda. Saya yakin Anda pun akan bingung menjawabnya. Jika ingin tahu jawabannya, tanyakan langsung pada Allah. Mari kita tanyakan bersama-sama. Pada mulanya Tuhan Allah menciptakan alam semesta. Pada hari keenam Allah menciptakan manusia. Manusia yang seperti apa yang diciptakan Allah pada awal mulanya? Bagaimana kehidupannya? Dan apa saja tugasnya? Hakekat Manusia Pertama 1. Allah menciptakan manusia menurut gambar-Nya (Kej 1:27). Ya, Allah menciptakan manusia pertama itu secitra dengan Allah. 2. Allah menghembuskan nafas hidup kepada manusia (Kej 2:7) sehingga manusia memiliki roh. Inilah yang membuat manusia menjadi ciptaan yang paling unik dan superior di dunia. 3. Allah memberkati manusia (Kej 1:28). Manusia akan menjadi bangsa besar yang terberkati dengan kemampuan hidup dan berpikir yang luar biasa. 4. Allah memberikan segala tumbuh-tumbuhan & pohon-pohonan untuk menjadi makanan manusia (Kej 1:3). Manusia diberikan hak atas segala tumbuh-tumbuhan & pohon-pohonan. Demikian juga halnya dengan binatang yang lain, Allah juga memberikan tumbuh-tumbuhan untuk menjadi makanan mereka (Kej 1:30). Bisa jadi pada masa awal manusia dan binatang itu vegetarian. Manusia dan binatang dapat hidup berdampingan tanpa perlu saling memangsa. 5. Pada awalnya Allah menugaskan manusia pertama untuk mengusahakan dan memelihara taman Eden (2:15). Manusia boleh memakan buah dari pohon apapun yang baik bagi hidupnya kecuali buah dari sebuah pohon yang terletak di tengah Taman Eden, yaitu Pohon Pengetahuan. Karena jika manusia memakannya, maka manusia akan kehilangan kemuliaan (=mati) (Kej 2:17). Sebenarnya ada lagi pohon penting lainnya, yaitu Pohon Kehidupan, tetapi sepertinya pada awal masa itu tidak dilarang oleh Allah. Baru setelah manusia pertama jatuh dan diusir dari Taman Eden barulah Pohon Kehidupan dijaga ketat oleh Kerub sehingga manusia tidak dapat lagi mencapainya (Kej 3:22 & 23). 6. Allah juga menugaskan manusia untuk memberi nama bagi semua binatang di dunia (Kej 2:19). 7. Walau pun pada mulanya sepasang manusia pertama ini telanjang, tetapi mereka tidak merasa malu (Kej 2:25). Ya jelas tidak malu dong. Kan, sepasang suami istri. Lagi pula baru ada 2 orang manusia di Taman Eden. Dosa Asal

Sayang beribu sayang, manusia pertama jatuh ke dalam dosa karena telah melanggar larangan Allah, yaitu untuk tidak memakan buah dari Pohon Pengetahuan. Perihal kejatuhan manusia ini dan konsekuensinya dapat dibaca di: Kita Harus Menderita Karena Kutukan Allah. Apa yang terjadi setelah manusia jatuh ke dalam dosa dan diusir dari Taman Eden oleh Allah? 1. Manusia kehilangan kemuliaannya dan tidak dapat bertatap muka lagi dengan Allah. Ini disimbolkan dengan pengusiran manusia dari Taman Eden (Kej 3:23). Hubungan Allah dengan manusia tidak dapat lagi dilakukan secara langsung. Manusia juga tidak dapat lagi secara langsung mencari dan berjumpa dengan Allah. Ya, itu karena manusia telah kehilangan kemuliaannya. Sudah ada penjaga dengan pedang menyalanyala menjaga hadirat Allah dari manusia (3:24). Manusia sama sekali tidak dapat melewati gerbang ini. 2. Manusia memiliki ilmu pengetahuan dan memiliki kemampuan berkembang yang luar biasa karena buah dari Pohon Pengetahuan ini. Berbekal pengetahuan ini pulalah yang menyebabkan manusia ingin menyamai Allah dan bahkan tidak mengakui Allah dan penciptaan-Nya (Kej 3:22). Ingat teori Darwin yang menolak proses penciptaan Allah dalam 6 hari? Kalau tidak ingat, silakan baca teori Evolusi Darwin atau di Benarkah Adam Manusia Pertama? 3. Manusia akan dilahirkan. Dan proses ini akan memberikan rasa sakit yang luar biasa bagi ibunya (Kej 3:16). Tidak ada lagi proses penciptaan manusia oleh Allah, semuanya harus melalui perkembangbiakan. 4. Manusia akan mengalami kesulitan dan harus bersusah payah dalam mencari kehidupan di dunia ini. Kesulitan ini karena Allah telah mengutuk dunia dengan semak duri dan rumput duri. Banyak sekali penggoda dan penjahat. Dengan itu pula manusia tidak akan merasakan enaknya hasil yang dia peroleh. 5. Manusia akan mati dan kembali menjadi debu (Kej 3:19). Manusia adalah debu dan akan kembali menjadi debu. 6. Iblis akan selalu menyesatkan manusia sehingga iblis dapat mengambil roh manusia (Kej 3:14). Manusia yang berhasil disesatkan akan menjadi pengikut iblis. 7. Adanya permusuhan abadi antara iblis dengan keturunan perempuan pertama. Permusuhan ini membuat keturunan perempuan (Yesus Kristus) sangat menderita dan wafat di dunia ini, tetapi sebenarnya iblislah yang dihancurkan kuasanya atas dunia ini (Kej 3:15). Dan iblis dan segala kekuatannya akan dihancurkan oleh Yesus Kristus pada akhir jaman (baca Kitab Wahyu). 8. Manusia telah kehilangan kemuliaannya dan telah terlepas dari Allah sehingga manusia harus hidup sendiri tanpa bimbingan langsung dari Allah. Syukurlah bahwa Allah tetap memberikan kasih-Nya bagi manusia. Allah telah membekali manusia dengan perlengkapan untuk hidup di dunia ini (Kej 3:21). Sepasang manusia pertama itu, yaitu Adam dan Hawa, termasuk sukses dalam kehidupannya di dunia ini. Mereka dapat hidup dan mencari makan dengan baik. Mereka dapat memiliki anak yang cukup banyak sehingga dapat membuat suatu bangsa yang cukup besar. 9. Sayangnya manusia selalu cenderung berbuat dosa (Kej 6:5). Bahkan keturunan pertama Adam telah melakukan pembunuhan (Kej 4:8). Banyak sekali kejahatan yang dilakukan oleh manusia generasi awal ini. Bahkan kejahatan yang mereka perbuat semakin jahat di Mata Allah yang mengakibatkan Allah sangat murka. Sampai akhirnya Allah harus menghapuskan generasi pertama manusia ini dengan air bah dan menyelamatkan Nuh dan menjadikannya bangsa baru (Kej 7-8). Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sejamannya dan dia bergaul dengan Allah (Kej 6:9). Sebelum Nuh ada seorang yang juga hidup bergaul dengan Allah, yaitu Henokh. Pada umurnya yang ke 365 tahun Henok diangkat Allah.

10. Walau pun demikian ternyata manusia tetap saja berdosa sehingga Allah menetapkan umur manusia maksimal 120 tahun saja (Kej 6:3). Sebagai catatan, Adam mati pada umur ke 930 tahun. Sedangkan Set, anak Adam yang lain mati saat berumur 912 tahun. Henokh diangkat Allah pada umur 365 tahun. Nuh mati saat berumur 950 tahun. Kebayangkan mengapa dari 1 orang bisa tercipta suatu bangsa yang besar? Dahulu setiap anak dari manusia generasi pertama akan menjadi suatu bangsa yang besar dan tersebar. Sayangnya bangsa yang besar ini selalu berbuat dosa. Kasih Allah Kepada Manusia Walau pun Allah telah mengusir manusia, tetapi Allah tetap menunjukkan kasih-Nya bagi orang-orang yang benar. Perjanjian-Nya pada manusia selalu dibuat atas dasar kasih. Syaratnya adalah setia kepada Allah dan berbuat kasih. Allah sejak dulu telah mengutus para nabi untuk mengembalikan manusia kepada jalan yang benar, yaitu jalan Allah. Tetapi sayangnya para nabipun tidak digubris, bahkan banyak yang dibunuh. Hingga akhirnya hadirlah Yesus Kristus ke dunia ini. Yesus Kristus telah merombak perjanjian Allah dengan suatu Perjanjian Baru yang kekal. Dan kasih Allah dituliskan langsung ke dalam sanubari manusia (Maz 37:31; Rom 2:15; Rom 5:5). Aku akan menaruh hukum-Ku dalam akal budi mereka dan menuliskannya dalam hati mereka, maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat Ku. (Ibrani 8:10b; bdk Ibrani 10:16-15)

Definisi Manusia
April 13, 2007 in alaMaya, etika, indonesia, Kehidupan, konspirasi, logika, manusia, nasional, pancasila, pikiran Tadi malam aku ngga bisa tidur terus drpd aku bengong ga karuan, langsung aja ngidupin kompi-ku tersayang and kemudian jalan-jalan di dunia WP ternyata tragedi IPDN begitu menarik, sehingga hampir semua link yg aku klik pasti berhubungan dg postingan yg ber-bau IPDN kang kombor, pa agor, bu Evy, mas Anto, calupict, .. dan banyak lagi lainnya Aku Jadi bingung sebenarnya IPDN dan sekolah lain yg menerapkan sistem semi militer scr over dosis itu ingin mencetak manusia yg seperti apa ya ? Karena pertanyaan itu aku putusin cari tahu ttg manusia and setelah merasa cape dan sedikit mumet krn berkeliaran di kerajaan google sambil copy/paste sekitar 3-4 jam, akhirnya aku kumpulin, aku translate dan aku ringkes semua definisi manusia yg aku dapet INI HASILNYA, 8 DEFINISI MANUSIA : Manusia adalah makhluk utama, yaitu diantara semua makhluk natural dan supranatural, manusia mempunyai jiwa bebas dan hakikat hakikat yg mulia. Manusia adalah kemauan bebas. Inilah kekuatannya yg luar biasa dan tidak dapat dijelaskan : kemauan dalam arti bahwa kemanusiaan telah masuk ke dalam rantai kausalitas sebagai sumber utama yg bebas kepadanya dunia alam world of nature, sejarah dan masyarakat sepenuhnya bergantung, serta terus menerus melakukan campur tangan pada dan bertindak

atas rangkaian deterministis ini. Dua determinasi eksistensial, kebebasan dan pilihan, telah memberinya suatu kualitas seperti Tuhan. Manusia adalah makhluk yg sadar. Ini adalah kualitasnya yg paling menonjol; Kesadaran dalam arti bahwa melalui daya refleksi yg menakjubkan, ia memahami aktualitas dunia eksternal, menyingkap rahasia yg tersembunyi dari pengamatan, dan mampu menganalisa masing-masing realita dan peristiwa. Ia tidak tetap tinggal pada permukaan serba-indera dan akibat saja, tetapi mengamati apa yg ada di luar penginderaan dan menyimpulkan penyebab dari akibat. Dengan demikian ia melewati batas penginderaannya dan memperpanjang ikatan waktunya sampai ke masa lampau dan masa mendatang, ke dalam waktu yg tidak dihadirinya secara objektif. Ia mendapat pegangan yg benar, luas dan dalam atas lingkungannya sendiri. Kesadaran adalah suatu zat yg lebih mulia daripada eksistensi. Manusia adalah makhluk yg sadar diri. Ini berarti bahwa ia adalah satu-satuna makhluk hidup yg mempunyai pengetahuan atas kehadirannya sendiri ; ia mampu mempelajari, manganalisis, mengetahui dan menilai dirinya. Manusia adalah makhluk kreatif. Aspek kreatif tingkah lakunya ini memisahkan dirinya secara keseluruhan dari alam, dan menempatkannya di samping Tuhan. Hal ini menyebabkan manusia memiliki kekuatan ajaib-semu quasi-miracolous yg memberinya kemampuan untuk melewati parameter alami dari eksistensi dirinya, memberinya perluasan dan kedalaman eksistensial yg tak terbatas, dan menempatkannya pada suatu posisi untuk menikmati apa yg belum diberikan alam. Manusia adalah makhluk idealis, pemuja yg ideal. Dengan ini berarti ia tidak pernah puas dengan apa yg ada, tetapi berjuang untuk mengubahnya menjadi apa yg seharusnya. Idealisme adalah faktor utama dalam pergerakan dan evolusi manusia. Idealisme tidak memberikan kesempatan untuk puas di dalam pagar-pagar kokoh realita yg ada. Kekuatan inilah yg selalu memaksa manusia untuk merenung, menemukan, menyelidiki, mewujudkan, membuat dan mencipta dalam alam jasmaniah dan ruhaniah. Manusia adalah makhluk moral. Di sinilah timbul pertanyaan penting mengenai nilai. Nilai terdiri dari ikatan yg ada antara manusia dan setiap gejala, perilaku, perbuatan atau dimana suatu motif yg lebih tinggi daripada motif manfaat timbul. Ikatan ini mungkin dapat disebut ikatan suci, karena ia dihormati dan dipuja begitu rupa sehingga orang merasa rela untuk membaktikan atau mengorbankan kehidupan mereka demi ikatan ini. Manusia adalah makhluk utama dalam dunia alami, mempunyai esensi uniknya sendiri, dan sebagai suatu penciptaan atau sebagai suatu gejala yg bersifat istimewa dan mulia. Ia memiliki kemauan, ikut campur dalam alam yg independen, memiliki kekuatan untuk memilih dan mempunyai andil dalam menciptakan gaya hidup melawan kehidupan alami. Kekuatan ini memberinya suatu keterlibatan dan tanggung jawab yg tidak akan punya arti kalau tidak dinyatakan dengan mengacu pada sistem nilai. Dari semua definisi di atas aku ga menemukan satu pun jawaban dari pertanyaanku malah pertanyaanku malah ditambahi ama ini : Sebenarnya Indonesia itu butuh camat yg kaya apa ya ? Semua definisi di atas tidak mempermasalahkan pembenaran alamiah, rasional atau ilmiah untuk manifestasi eksistensi yg paling mulia dari makhluk yg disebut manusia, dalam semua

agama dan kebudayaan sepanjang sejarah diakui sebagai sumber terbesar, keagungan tertinggi, emosi yg paling berharga dan kejadian yg paling ajaib.Dari orang-orang yg telah mengabaikan kehidupan materialnya demi seni, ilmu, pencari kebenaran, dari seseorang yg memilih cinta drpd kehidupan yg layak ,vice versa, sampai kpd seseorang yg demi akidah atau negara atau humanisme, membutakan matanya dari masalah cinta pribadi atau bahkan dari dirinya sendiri, mereka adalah pencipta nilai manusiawi dalam kehidupan manusia. Nilai dan manfaat adalah dua istilah yg berlawanan, dan yg menjadikan manusia suatu makhluk yg non material, bebas dari dan juga berada di atas makhluk lain adalah pandangannya yg tinggi terhadap nilai. Nilai-nilai itu tidak mempunyai wujud dalam alam, tidak mempunyai identitas eksternal dan material, oleh karena itu, realisme tidak dpt mengakui eksistensi nilai, karena tanpa kemanusiaan tidak akan ada nilai-nilai. aku tadinya pengen ikut2-an menghujatmembahas IPDN, tapi jadinya malah posting definisi manusia ya udah lah, mungkin ini krn aku ngga dikasih bakat buat jadi penulis, cukup jadi tukang gambar aja
y

Menurut kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat, selain itu juga diberikan yang berupa akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya. Dorongan masyarakat yang dibina sejak lahir akan selalu menampakan dirinya dalam berbagai bentuk, karena itu dengan sendirinya manusia akan selalu bermasyarakat dalam kehidupannya. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, juga karena pada diri manusia ada dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang lain, manusia juga tidak akan bisa hidup sebagai manusia kalau tidak hidup di tengah-tengah manusia. Dapat disimpulkan, bahwa manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karrena beberapa alasan, yaitu: a. Manusia tunduk pada aturan, norma sosial. b. Perilaku manusia mengaharapkan suatu penilain dari orang lain. c. Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain d. Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah

materi referensi:
y

Manusia sebagai Makhluk Sosial Manusia sejak lahir sampai mati selalu hidup dalam masyarakat, tidak mungkin manusia di luar masyarakat. Aristoteles mengatakan: bahwa makhluk hidup yang tidak hidup dalam masyarakat ialah sebagai seorang malaikat atau seorang hewan (Hartomo, 2004: 75). Di India oleh Mr. Singh didapatkan dua orang anak yang berumur 8 tahun dan 1 tahun. Pada waktu masih bayi anak-anak tersebut diasuh oleh srigala dlam sebuah

gua. Setelah ditemukan kemudian naka yang kecil mati, tinggal yang besar. Selanjutnya, walaupun ia sudah dilatih hidup bermasyarakat sifatnya masih seperti srigala, kadang-kadang meraung-raung di tengah malam, suka makan daging mentah, dan sebagainya. Juga di Amerika dalam tahun 1938, seorang anak berumur 5 tahun kedapatan di atas loteng.karena terasing dari lingkungan dia meskipun umur 5 tahun belum juga dapat berjalan dan bercakap-cakap.jadi jelas bahwa manusia meskipun mempunyai bakat dan kemampuan, namun bakat tersebut tidak dapat berkembang, nika tidak ada lingkungan. Itulah sebabnya manusia dikatakan sebagai makhluk sosial (Hartomo, 2000: 77).

Di samping adanya hasrat-hasrat atau golongan instingtif pada manusia masih terdapat factor-faktor yang lain yang mendorong manusia untuk hidup bermasyarakat. Faktor-faktor itu adalah: 1. Adanya dorongan seksual, yaitu dorongan manusia untuk mengembangkan keturunan atau jenisnya. 2. Adanya kenyataan bahwa manusia adalah serba tidak bisa atau sebagai makhluk lemah.karena itu ia selalu mendesak atau menarik kekutan bersama, yang terdapat dalam perserikatan dengan orang lain. 3. Karena terjadinya habit pada tiap-tiap diri manusia. Manusia bermasyarakat karena ia telah biasa mendapat bantuan yang berfaedah yang diterimanya sejak kecil dari lingkungannya. 4. Adanya kesamaan keturunan, kesamaan territorial, nasib, keyakinan/cita-cita, kebudayaan, dan lain-lain.
y

KEBEBASAN HATI NURANI DALAM MENGAMBIL KEPUTUSAN


Oleh : Blasius Baene I.Pendahuluan

Persoalan kebebasan hati nurani sebagai norma moral subjektif bukanlah sebuah persoalan yang mudah diselesaikan dengan begitu saja dalam kehidupan manusia, karena hati nurani berkaitan erat dengan pribadi manusia. Bahkan, para pakar moral mengatakan bahwa pembicaraan mengenai hati nurani sebagai norma moral subjektif merupakan suatu fakta yang sangat rumit1 karena apa yang disebut sebagai norma moral subjektif tidak lepas dari pribadi atau subjek yang mengambil keputusan. Dapat

dikatakan bahwa hati nurani sebagai norma moral subyektif mem ainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, terutama ketika manusia berhadapan dengan suatu persoalan yang membutuhkan keputusan dari manusia itu sendiri. Hati nurani sebagai jalan keluar yang paling akhir dalam mengambil keputusan menjadik an manusia otoritas eksklusif atas apa yang diperintahkan oleh hati nuraninya.2 Dengan demikian, setiap orang sebagai subjek yang mengambil keputusan bertanggungjawab atas tindakan dan perbuatannya dengan segala konsekuensi dari apa yang dia putuskan. Pengambilan keputusan oleh setiap orang, dapat kita lihat dalam pengalaman hidup sehari-hari. Misalnya, seseorang yang memutuskan untuk pergi ke Gereja pada hari Minggu. Tetapi, di satu sisi ia mengalami suatu persoalan yang membuat dia tidak nyaman untuk perg i ke Gereja. Ketika menghadapi persoalan seperti itu, si subjek yang menghadapi persoalan harus membuat suatu pilihan untuk memutuskan mana yang tepat bagi dirinya, yakni pergi ke Gereja atau tidak. Dalam mengambil suatu keputusan, petama -tama subjek yang mengambil keputusan harus digerakkan oleh hati nuraninya untuk memutuskan sesuatu hal. Jadi, orang lain tidak berperan atas keputusan yang diambil oleh subjek, karena orang lain tidak mengetahui apa yang dipikirkan oleh hati nurani si subjek yang mengambil keputusan. Di tengah persoalan yang dihadapi oleh manusia dewasa ini, manusia berjuang untuk melepaskan diri dari berbagai problem yang ada. Tetapi, Kemampuan hati nurani manusia untuk memutuskan apa yang terbaik bagi dirinya tidak dapat menjawab problem yang dihadapi oleh manusia itu sendiri. Sekarang, yang menjadi pertanyaan bagi kita adalah bagaimana kebebasan hati nurani menjawab persoalan manusia ketika manusia mengambil suatu keputusan? Apakah hati nurani berperan dalam diri manusia ketika manusia mengambil suatu keputusan? Inilah yang saya bahas dalam paper ini, yaitu melihat bagaimana peran kebebasan hati nurani manusia dalam mengambil suatu keputusan ketika manusia dihadapkan pada suatu persoalan tertentu. II. Pengertian Hati Nurani
y

Pengertian hati nurani tidak dapat disimpulkan dalam satu definisi tertentu,

karena pengertian hati nurani tidak hanya mencakup satu aspek tertentu. Namun, bila ditelusuri lebih dalam dapat dikatakan, bahwa hati nurani merupakan hati yang telah mendapat cahaya Tuhan. D ikatakan mendapat cahaya Tuhan karena dalam memutuskan sesuatu seseorang yang mengambil keputusan tertentu harus diikuti oleh suatu kesadaran ketika orang itu memutuskan apa yang harus diputuskan dan dilaksanakan. Untuk melukiskan pengertian hati nurani, dipakai kata conscientia yang secara harafiah berarti pengetahuan dengan.3 Jadi, hati nurani pertama -tama menyentuh pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang apa yang baik dan apa yang buruk. Thomas Aquinas melihat hati nurani sebagai suatu pengetahuan yang lain. Maksudnya adalah pengetahuan sejauh mencakup makna sosial. Artinya bahwa hati nurani mencakup seluruh aspek kehidupan manusia dalam mengambil suatu keputusan. Bila gagasan ini dikaitkan dengan kebebasan hati nurani, maka dapat dikatakan bahwa kebebasan hati nurani merupakan suatu kebebasan terhadap seluruh aspek kehidupan manusia, namun bukan berarti bahwa kebebasan hati nurani adalah kebebasan dalam arti kesewenangan pribadi manusia.4 2.1. Hati Nurani dalam Perjanjian Lama
y

Pengertian hati nurani dalam Perjanjian Lama tidak dikatakan secara mendetail, tetapi bila ditelusuri secara lebih mendetail dalam kitab suci, maka kita dapat menemukan bahwa Perjanjian Lama berbicara tentang hati nurani khususnya kita temukan dalam kitab Kebijaksanaan 17:10. Mem ang kejahatan yang dihukum atas kesaksiannya sendiri adalah pengecut, sebab selalu menyangka yang terburuk karena diusik -usik suara hatinya.5 Di bagian lain, hati nurani dilukiskan dalam pengalaman manusia sebagai personal. Misalnya: Kej 4:9-14 melukiskan pengalaman Daud ketika ia melawan kehendak Allah.6 Apa yang digagas dalam perjanjian lama mengenai pengertian hati nurani dapat disimpulkan bahwa hati nurani merupakan

suara Tuhan sendiri.7 Dengan mengatakan hati nurani sebagai suara Tuhan, itu berarti bahwa Allah sendiri yang langsung berbicara kepada manusia dari hati ke hati. Dengan perkataan lain, Allah mengajarkan kepada manusia apa yang harus atau tidak boleh dilakukan.8 Jadi, dalam Perjanjian Lama dapat dikatakan bahwa manusia dan Allah saling berhad apan secara langsung. Dalam hal ini ada proses dialogis antara yang Maha kuasa dan manusia sebagai subjek yang mengambil keputusan. 2.2. Hati Nurani dalam Perjanjian Baru
y

Gagasan tentang hati nurani dalam Perjanjian Baru dapat kita temukan, baik dalam Injil maupun dalam surat-surat Paulus yang begitu banyak berbicara tentang hati nurani. Dalam Injil, pemahaman terhadap hati nurani dapat kita lihat dari perkataan Yesus yang berbicara tentang hati sebagai pusat moral. Misalnya: dalam Injil Mat 5:8, Yesus b erbicara kepada orang-orang yang berhati nurani, yakni orang-orang yang sederhana bahwa hati kita seharusnya tidak terpusat pada harta benda duniawi melainkan pada harta benda surgawi. Yesus memaksudkan harta surgawi sebagai pahala bagi manusia ketika hati nuraninya memutuskan untuk memilih kehidupan surgawi. Sedangkan Paulus dalam memahami hati nurani menggunakan istilah suneidesis.9 Dalam gagasan Paulus dikatakan, bahwa hati nurani merupakan saksi yang jujur dalam diri kita yang dapat dipanggil untuk menj adi saksi bagi kebenaran setiap pernyataan kita. Oleh karena itu, hati nurani dipandang sebagai anugerah umum bagi seluruh umat manusia.10 Artinya bahwa kepada setiap orang diberikan hati sebagai pusat untuk menentukan apa yang baik dan yang buruk dalam memutuskan suatu perbuatan tertentu. 2.3. Hati Nurani dalam Pandangan Konsili Vatikan II
y

Setelah mengemukakan bagaimana pemahaman hati nurani baik dalam

Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian Baru, sekarang penulis melihat bagaimana pemahaman terhadap h ati nurani dalam konteks Konsili Vatikan II. Konsili Vatikan II melihat bahwa hati nurani merupakan suatu unsur yang sangat penting dalam kehidupan manusia ketika manusia mengambil suatu keputusan tertentu. Secara khusus, Konsili Vatikan II menggagas denga n begitu indah pengertian hati nurani sebagai inti terdalam dari diri manusia yang paling rahasia, sanggar sucinya, di situ ia seorang diri yang sapaan -Nya menggema dalam hatinya (GS 16).11 Apa yang digagas oleh Konsili Vatikan II berkaitan dengan hati nurani mau mengatakan bahwa hati nurani merupakan bagian terdalam dari diri manusia di mana di dalam hati nurani itu manusia bertemu dengan dirinya sendiri dan Tuhan. Dengan demikian, diandaikan bahwa dalam pertemuan itu hati nurani manusia berdialog dengan d irinya sendiri dan Tuhan ketika manusia harus mengambil suatu keputusan tentang apa yang baik dan buruk bagi dirinya. Gagasan yang disampaikan oleh Konsili Vatikan II dalam GS 16 tentang hati nurani, tampaknya sangat bersifat subjektif di mana manusia sebagai pribadi bertanggungjawab atas apa yang dia putuskan sesuai dengan hati nuraninya. Dengan menekankan personalitas manusia dalam mengambil keputusan, Konsili Vatikan II tidak bermaksud bahwa ketika manusia mengambil keputusan sesuai dengan hati nuraninya , maka keputusan itu selalu dalam keadaan mutlak benar. Justru sebaliknya, Konsili mengatakan bahwa hati nurani dapat tersesat karena ketidaktahuan yang tak teratasi. Tetapi, bukan berarti bahwa dengan demikian hati nurani manusia kehilangan martabatnya.12 Kesesatan yang dimaksud oleh Konsili adalah akibat tindakan seseorang dalam mengambil suatu keputusan yang tidak didasarkan atas nilai-nilai kebenaran dan kesadaran dan bukan karena hati nurani sebagai akar kesesatan. III. Keputusan Hati Nurani dalam mengambil Keputusan
y

Mengambil keputusan merupakan bagian hakiki dalam kehidupan manusia ketika manusia berhadapan dengan suatu persoalan tertentu. Setiap

keputusan dilukiskan sebagai suatu hubugan antara sikap dan tindakan dasar seseorang. Bahkan, dalam Katekismus Gereja Katolik dikatakan bahwa dalam lubuk hati seseorang bekerjalah hati nurani. Pada saat itu, seseorang yang mengambil keputusan memberi perintah bagi dirinya untuk melakukan apa yang baik dan mengelakkan yang jahat. Ia juga harus menilai keputus an konkrit di mana ia menyetujui yang baik dan menolak yang jahat.13 Secara tidak langsung apa yang dikatakan dalam katekismus ini mau mengatakan bahwa setiap keputusan yang diambil oleh seseorang pertama-tama tidak didasarkan atas pilihan orang lain, mela inkan berdasarkan keputusan dan pilihan pribadi seseorang yang mengambil keputusan. Dengan demikian, konsekuensi dari keputusan itu, artinya baik buruknya suatu keputusan yang diambil oleh seseorang berdasarkan keputusan dan pilihannya sendiri adalah merupakan tanggungjawab orang itu sendiri. Keputusan hati nurani dapat dibedakan dua macam, antara lain keputusan hati nurani yang mendahului (conscientia antcedens) dan keputusan hati nurani yang menyusul (conscientia consequens). Keputusan hati nurani yan g mendahului (conscientia antesedens) merupakan suatu keputusan yang mendahului suatu perbuatan dengan berusaha menjauhkan seseorang dari perbuatan yang mengakibatkan dosa dan sekaligus mendorong seseorang itu untuk melakukan yang apa yang terbaik bagi dir inya. Dengan demikian, hati nurani seperti ini mendahului untuk memberi perintah, larangan, atau peringatan bagi seseorang yang mengambil keputusan agar keputusan yang diambil didasarkan atas keputusan yang matang dan bertanggungjawab. Sedangkan keputusan hati nurani yang menyusul (conscientia consequens) merupakan penilaian terhadap suatu perbuatan yang telah diputuskan. Dengan kata lain, penilain terhadap suatu perbuatan dilakukan setelah perbuatan itu terjadi. Jadi, dalam keputusan seperti ini, hati nura ni yang menyusul dapat dikatakan bahwa keputusan hati nurani yang menyusul dapat dikatakan bahwa keputusan seperti ini seolah-olah menghakimi seseorang jika perbuatan itu tidak sesuai dengan norma yang berlaku, dan sebaliknya memuji suatu perbuatan seseorang apabila perbuatan itu sesuai dengan norma yang belaku. 3.1. Ciri-ciri Keputusan Hati Nurani

Untuk memahami ciri-ciri keputusan hati nurani, penulis mengambil gagasan yang dipakai oleh F. Bckle.14 Bckle mengemukakan bahwa keputusan hati nurani memiliki ciri-ciri sebagai berikut: Pertama: kebenaran, artinya keputusan hati nurani benar apabila keputusan itu berhubungan dengan norma moral objektif. Sedangkan keputusan hati nurani dikatakan salah apabila suatu keputusan hati nurani didasarkan pada p rinsip-prinsip yang salah atau dengan kata lain keputusan itu tidak sesuai dengan akal budi manusia. Kedua: kepastian, artinya suatu keputusan yang didasarkan pada keyakinan tanpa mengalami rasa ketakutan dan kekeliruan dalam mengambil suatu keputusan. Dengan kata lain, seseorang yang mengambil keputusan merasa yakin bahwa apa yang dia putuskan dapat dipertanggungjawabkan dengan segala konsekuensi dari tindakan yang dia perbuat. Menurut F. Bckle, ciri-ciri keputussan hati nurani yang telah digagas di atas memiliki beberapa dimensi pengertian, antara lain: Pertama: hati nurani yang benar dan pasti menjadi norma pokok dalam mengambil keputusan. Artinya, keputusan hati nurani yang benar pada dasarnya harus sesuai dengan norma objektif. Kedua: setiap keputusan tidak dibenarkan apabila seseorang bertindak melawan hati nurani yang pasti. Keputusan hati nurani yang pasti adalah keputusan yang dianggap sebagai keputusan yang terakhir. Ketiga: seseorang yang mengambil keputusan tidak diperkenankan untuk bertindak atas dasar keragu-raguan atau dengan hati nurani yang keliru, melainkan keputusan yang diambil harus berdasarkan atas kesadaran si subjek yang mengambil keputusan. 3.2. Perlukah pembinaan terhadap hati Nurani?
y

Konsili Vatikan II mengatakan bahwa hati nurani sebagai norma moral subjektif bukanlah suatu tanpa kesalahan dalam mengambil suatu keputusan. Bahkan dari sudut pandang filsafat, banyak filsuf yang mencurigai hati nurani sebagai norma moral subjektif. Filsuf yang dimaksud di sini adalah para filsuf empiris. Mereka berpendapat bahwa subyektivitas sama artinya dengan sewenang-wenang dan tidak bisa diandalkan.15 Mereka melihat bahwa sifat

subjektif yang ditonjolkan terlalu otoriter dalam mengambil suatu keputusan. Namun, kendatipun demikian, mereka juga m engakui bahwa peran hati nurani selalu akan dibutuhkan dalam hidup manusia untuk membedakan apa yang baik dan apa yang buruk.16 Oleh karena hati nurani tidak luput dari suatu kesalahan dalam mengambil suatu keputusan, maka dalam mengambil suatu keputusan yang matang, benar dan dapat dipertanggungjawabkan, perlu ada suatu pembinaan terhadap hati nurani sebagai norma moral subjektif yang melekat dalam diri setiap manusia. Dalam katekismus Gereja Katolik dikatakan bahwa hati nurani harus dibentuk dan keputusan moral harus diterangi. ...bagi kita manusia yang takluk kepada pengaruh-pngaruh yang buruk dan selalu digoda untuk mendahulukan kepentingan sendiri dan menolak ajaran pimpinan Gereja, pembentukan hati nurani itu mutlak perlu. Lebih lanjut dikatakan, bahwa pembentukan hati nurani merupakan suatu tugas seumur hidup.17 Apa yang digagas dalam katekismus mengenai pembentukan hati nurani, harus diakui bahwa pembentukan/pembinaan terhadap hati nurani merupakan suatu unsur yang sangat penting dalam kehidupan manus ia, karena melalui pembinaan hati nurani manusia dapat terhindar dari berbagai kesesatan dalam mengambil suatu keputusan dan berbagai tindakan yang bersifat manusiawi. Bukan hanya itu saja, dengan adanya pembinaan yang jelas terhadap hati nurani, maka manusia tidak hanya mampu membedakan apa yang baik dan apa yang buruk/jahat, tetapi juga sebagai makhluk religius manusia dibawa ke dalam persatuan cinta Allah yang selalu mengarahkan manusia untuk melakukan yang terbaik dalam hidupnya. Grisez18 mengatakan bahwa pembinaan terhadap hati nurani selalu berkaitan dengan tiga hal, antara lain: Pertama: pembinaan hati nurani hendaknya memperhatikan pengertian yang jelas mengenai norma-norma yang membedakan antara yang baik dan yang jahat. Dengan kata lain mau mengatakan bahwa dalam membina hati nurani harus ada pemahaman yang jelas dan batas-batas yang jelas sejauh mana hati nurani berperan dalam diri subjek yang mengambil keputusan. Kedua: dalam pembinaan hati nurani

perlu ada suatu informasi yang memadai dan fak tual untuk melihat berbagai kemungkinan praktis, maksudnya adalah hal -hal yang dapat kita pelajari untuk memahami secara lebih mendalam tujuan dan maksud dari hati nurani. Ketiga: dalam pembinaan hati nurani, setiap orang harus bersedia untuk membina refleksi moral sebelum mengambil suatu keputusan agar setiap keputusan yang diambil sungguh -sungguh didasari oleh kesadaran dari setiap pribadi. Apa yang digagas oleh Grisez berkaitan dengan pembinaan terhadap hati nurani, mengajak setiap orang untuk terus mene rus membina hati nuraninya, karena dengan membina hati nurani berarti setiap orang sebagai subjek yang mengambil keputusan turut mengembangkan nilai -nilai kebaikan dan menghindari hal-hal yang jahat/buruk yang dapat merugikan kehidupan manusia baik secara personal maupun kelompok sosial masyarakat. IV. Daya Ikat Hati Nurani19
y

Daya ikat hati nurani menunjukkan suatu dimensi kekuatan hati nurani dalam mengambil suatu keputusan oleh subjek yang mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan yang ada. Dengan p erkataan lain, kekuatan hati nurani sebagai norma moral terakhir dalam mengambil suatu keputusan sunguh-sungguh mempunyai makna yang sangat berarti dalam hidup setiap manusia. Harus diakui bahwa setiap orang memiliki daya/kekuatan hati nurani dalam mengambil suatu keputusan. Tetapi, daya/kekuatan hati nurani setiap manusia dalam mengambil suatu keputusan tidak dibenarkan secara mutlak dan sebaliknya juga tidak mutlak disalahkan. Oleh karena itu, dalam keterbatasan hati nurani manusia, manusia perlu memahami beberapa dimensi daya ikat yang menunjukkan kekuatan hati nurani dalam mengambil suatu keputusan. Beberapa dimensi yang menunjukkan keadaan atau daya ikat hati nurani adalah sebagai berikut: Pertama: hati nurani yang pasti. Hati nurani yang pasti menunjukkan suatu kepastian moral dalam mengambil suatu keputusan, bahwa keputusan itu sungguh-sungguh berdasarkan tindakan moral yang benar. Yang dimaksudkan dengan tindakan moral yang benar adalah tindakan moral berdasarkan keniscayaan dan keyakinan serta iman y ang benar dalam mengambil suatu keputusan. Seperti dikatakan oleh Paulus bahwa segala

sesuatu yang tidak berdasarkan iman adalah dosa (Rom 14:23). Perkataan Paulus ini mau menunjukkan bahwa hati nurani yang pasti tidak berdasarkan pengaruh orang lain melainkan berdasarkan otoritas dari subjek yang mengambil keputusan. Kedua: Hati nurani yang bimbang. Hati nurani yang bimbang berangkat dari pengalaman hidup manusia sehari -hari bahwa manusia dalam realitas kehidupan yang dia alami tidak pernah luput dari sebuah kekeliruan atau kesalahan dalam mengambil suatu keputusan. Hati nurani dikatakan bimbang apabila seseorang (subjek) yang mengambil keputusan berada dalam ketidakpastian atau dengan kata lain merasa tidak yakin terhadap apa yang diputuskan. Misalnya: seorang gadis yang hamil di luar nikah. Orang ini merasa bimbang atau tidak yakin ketika dia memutuskan untuk melakukan pengguguran, karena dalam keadaan tertentu ia merasa bahwa dengan melakukan pengguguran berarti ia melakukan tindakan kejahatan, yakni membunuh manusia. Berdasarkan kasus seperti ini, maka yang menjadi petanyaan adalah apakah dalam kebimbangan seseorang, orang itu harus bertindak? Jawaban yang diberikan berdasarkan pertanyaan ini adalah bahwa apabila seseorang sungguh-sungguh merasa bimbang, maka tidak ada keharusan bagi orang itu untuk berbuat apa pun termasuk keputusan yang berlaku seumur hidup. Sebaliknya, apabila seseorang (subjek) memutuskan untuk bertindak dalam situasi kebimbangan, maka ada kemungkinan bahwa orang itu melakukan tindakan kejahatan bahkan membawa orang itu ke dalam ketidakadilan dan dosa. Lalu, apa yang harus dibuat? Pendapat di atas tidak bermaksud bahwa orang tidak boleh berbuat sesuatu ketika dia berada dalam situasi kebimbangan. Justru sebaliknya, bahwa orang yang m erasa bimbang dalam memutuskan sesuatu dianjurkan untuk berbuat sesuatu tetapi bukan dengan cara yang merugikan kehidupan orang itu sendiri. Yang dimaksud dengan berbuat sesuatu dalam situasi kebimbangan adalah bahwa seseorang yang mengalami kebimbangan di anjurkan untuk membuka diri terhadap orang lain dalam membantu dan mengatasi segala kebimbangan yang dia hadapi. Dengan demikian, subjek yang mengalami kebimbangan memiliki keberadaan hati nurani yang terbuka terhadap diri sendiri, orang lain, dan Tuhan. Ketiga: hati nurani yang kacau. Hati nurani seperti ini dapat juga dikatakan sebagai hati nurani yang keliru atau salah pada saat berhadapan dengan dua ketentuan atau peraturan, sehingga ketika mengambil suatu keputusan, ia

merasa takut bersalah atau berdosa jika memilih salah satu. Terhadap hati nurani seperti ini, seseorang yang mengambil keputusan harus memperhatikan dengan sungguh-sungguh situasi yang sedang dia hadapi. Ketika orang dihadapkan pada dua situasi yang berbeda dan pada saat itu orang itu harus mengambil keputusan, maka orang itu perlu membedakan mana yang baik dan mana yang tidak boleh dilakukan dalam memutuskan sesuatu, karena segala konsekuensi dari setiap keputusan yang diambil secara pribadi adalah merupakan tanggung jawab subjek yang men gambil keputusan. V. Relevansi
y

Tak dapat dipungkiri bahwa dalam dunia dewasa ini bahkan dapat juga dikatakan di Indonesia, salah satu persoalan yang sangat krusial dalam bidang moral adalah persoalan tentang pelaksanaan euthanasia sebagai jalan terakhir untuk mengakhiri segala bentuk penderitaan yang dialami oleh seseorang. Persoalan moral yang sering dihadapi berkaitan dengan kebebasan hati nurani dalam pelaksanaan euthanasia adalah ketika seorang pasien yang tidak tahan melihat penderitaan yang dia hada pi, maka pilihan terakhir untuk mengakhiri segala penderitaannya adalah memutuskan untuk dieuthanasia. Yang menjadi pertanyaan bagi kita adalah apakah ketika seorang pasien meminta untuk dieuthanasia, maka permohonan itu langsung dikabulkan oleh orang yang menangani pasien tersebut atau ditolak secara mentahmentah? Perlu diketahi bahwa masalah euthanasia tidak hanya menyangkut masalah dalam hukum moral tetapi lebih pada keselamatan jiwa manusia. Apakah kebebasan hati nurani subjek dianggap salah ketika mem utuskan untuk dieuthanasia? Bagaiaman jika seorang medis mengikuti apa yang diputuskan oleh pasien yang bersangkutan? Berkaitan dengan kebebasan hati nurani sebagaimana saya bahas dalam paper ini, maka saya mau mengatakan bahwa pelaksanaan euthanasia sebagaimana trend dalam dunia medis sekarang ini untuk mengakhiri setiap bentuk penderitaan yang dialami oleh seseorang adalah merupakan suatu moral yang salah. Saya mengatakan sebagai moral yang salah, karena dengan mengajukan permohonan untuk dieuthanasia, ma ka dapat dikatakan bahwa pasien yang menderita tidak menghargai nilai -nilai kehidupan yang ia terima. Demikian pula jika seorang medis menyetujui pelaksanaan euthanasia, maka

ia tidak menghargai nilai-nilai kehidupan manusia sebagai makhluk yang luhur. Dengan perkataan lain, saya mau mengatakan bahwa seseorang yang mengambil keputusan dengan cara demikian berarti seseorang yang menggunakan kebebasan hati nuraninya secara keliru. Boleh dikatakan bahwa ia mengambil keputusan dengan didasarkan atas keputusan y ang keliru. Oleh karena hati nurani manusia sering lalai dalam mengambil suatu keputusan, maka hal utama yang paling penting menurut saya adalah memberikan kesadaran kepada setiap orang untuk membentuk dan membina hati nuraninya secara terus-menerus, agar setiap keputusan yang diambil tidak didasarkan pada suatu keputusan yang keliru, karena konsekuensi dari keputusan seperti itu tidak hanya merugikan nilai -nilai kehidupan subjek yang mengambil keputusan, tetapi juga merugikan orang lain. Oleh karena itu, pemahaman terhadap hati nurani sebagai jalan terakhir dalam mengambil suatu keputusan sangat penting dalam kehidupan manusia. VI. Kesimpulan
y

Apa yang dapat disimpulkan setelah membahas kebebasan hati nurani sebagai norma moral subjek? Menurut saya, ada be berapa poin yang dapat disimpulkan dari kebebasan hati nurnai sebagai norma moral subjek dalam mengambil suatu keputusan. Pertama-tama harus dikatakan bahwa kebebasan hati nurani bukan suatu persoalan yang mudah diselesaikan dalam kehidupan manusia, karena kebebasan hati nurani berkaitan erat dengan pribadi manusia sebagai subjek yang mengambil keputusan. Artinya, dalam mengambil keputusan, si subjek yang mengambil keputusan atas dasar hati nuraninya tidak dipengaruhi oleh orang lain. Dengan demikian, segal a konsekuensi dari apa yang dia putuskan adalah merupakan tanggung jawab dari subjek yang mengambil keputusan. Kedua, adalah hati nurani merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan manusia, terutama dalam mengambil keputusan hati nurani menjadi pil ihan yang terakhir dalam hidup manusia. Ketika menghadapi suatu persoalan di mana manusia berada dalam kesendirian, di sanalah manusia berhadapan dengan dirinya sendiri untuk memutuskan mana yang baik dan mana yang buruk. Ketika hati nurani menjadi pilihan terakhir dalam hidup manusia untuk mengambil keputusan, maka itu bukan berarti bahwa hati nurani seseorang tidak pernah salah dalam mengambil suatu keputusan. Oleh karena hati

nurani dapat salah, maka hati nurani harus terus -menerus dibina dan dibentuk sedemikian rupa, sehingga dalam mengambil suatu keputusan, subjek yang mengambil keputusan dapat membedakan apa yang baik dan apa yang buruk/jahat.

Blasius Baene adalah Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana (STFT) Malang

Anda mungkin juga menyukai